Karina masih dalam keterkejutan melihat tingkah ibu mertuanya yang tiba-tiba dengan sengaja menjatuhkan dirinya sendiri ke lantai. Begitu dia melihat Adnan suaminya menghampiri ibunya, dia baru sadar ternyata ibu mertuanya melakukan itu untuk memfitnahnya.
Adnan segera membantu ibunya bangun. “Adnan, wanita itu sengaja mendorong bibi. aku melihatnya sendiri. Padahal bibi hanya bertanya baik-baik padanya. “ Lidya berkata demikian untuk memperkuat akting Laras. Tatapan dingin Adnan langsung jatuh kepada Karina. Belum sempat dia untuk membela diri, tiba-tiba saja tangan Adnan mendarat di pipinya. Plak! Karina terkejut, pipinya terasa panas dan perih akibat tamparan tangan Adnan. Dia kemudian mendongak, “Kenapa memukulku? Aku sama sekali tidak bersalah!” “Apa kamu bilang, tidak bersalah? Kamu sudah menyakiti ibuku, tapi kamu masih menyangkalnya? Dasar perempuan tidak tahu diri! Aku benar-benar membencimu Karina!” Setelah mengatakan demikian, Adnan langsung mendorong Karina hingga Karina jatuh tersungkur dan kepalanya terpantuk pinggiran meja. Beruntung meja itu terbuat dari kayu, kalau kaca mungkin keningnya sudah akan terluka. Karina mengusap keningnya yang terasa sakit. Air matanya sudah mengalir membasahi pipinya. Dia benar-benar tidak menyangka jika Adnan yang selama ini memang dingin padanya kini semakin menunjukkan jika dia benar-benar tidak pernah menyukai dirinya. Apalagi setiap saat ibu mertuanya selalu memfitnahnya. Ditambah lagi kedatangan mantan kekasihnya yang bernama Lidya itu, Adnan semakin membencinya. Karina menoleh, dengan suara yang serak dan bergetar dia kembali berkata . “Aku tidak menyakiti ibumu, sungguh! Tadi ibumu menjatuhkan dirinya sendiri?” Bukan yang mendengarkan penjelasan dari istrinya Adnan justru semakin marah, bahkan dia kembali menampar Karina. “Kamu pikir ibuku sudah gila, apa? Sampai dia menyakiti dirinya sendiri? Cepat pergi dari sini! Aku benar-benar muak melihatmu!” Karina tidak bisa berbuat apa-apa lagi, bicara pun sepertinya memang hanya akan sia-sia. Dia kemudian berdiri dengan sempoyongan dan berjalan meninggalkan mereka dengan deraian air mata. Dia masuk ke dalam kamar dengan hati yang terasa perih seperti diremas. Selama hampir tiga tahun, dia berusaha menjadi istri yang baik untuk Adnan hanya demi membalas budi, karena dulu Adnan pernah menyelamatkan nyawanya ketika dia mengalami kecelakaan maut di tengah jalan. Bahkan dia rela meninggalkan kakeknya dan istananya hanya demi membuktikan kepada kakeknya jika pilihannya adalah benar. Tetapi selama tiga tahun hanya kurang tiga bulan ini, Karina sama sekali tidak pernah merasakan bahagia sedikitpun. Setiap hari hanya hinaan dan cacian yang diterimanya. Entah itu dari ibunya ataupun dari Adnan sendiri. Jika dia protes, maka Adnan akan mengatakan jika dia tidak pernah mencintai Karina. Semua kesalahan ada pada Karina sendiri, yang dengan sukarela bersedia menggantikan pengantin wanitanya saat ketika dulu dia akan menikah dan calon mempelai wanita tidak bisa hadir karena pergi ke luar negeri. Karina adalah seorang Nona muda dari keluarga Harmoko dan pewaris tunggal grup Harmoko, tapi dia harus menjalani hari-hari yang menyedihkan di rumah keluarga Limanto ini. Padahal jika dipikir-pikir, keluarga Limanto ini juga memiliki perusahaan yang saat ini sedang berada di puncak jayanya. Dan kejayaan dari grup Limanto ini, sebenarnya adalah dari ikut campur tangan Karina sendiri. Tiga tahun yang lalu, perusahaan Limanto mengalami kebangkrutan dan dengan diam-diam Karina menghubungi sekretarisnya untuk memberi suntikan dana yang cukup besar pada perusahaan suaminya ini. Dia hanya ingin membantu suaminya dari kebangkrutan. Karena biar bagaimanapun juga, Adnan sudah pernah menyelamatkan nyawanya. Karina duduk di pinggir tempat tidurnya dan menatap ponselnya. Dia mengusap lembut foto seorang kakek tua di sana. Air matanya menetes membasahi layar ponsel. “Maafkan aku, Kakek. Mungkin sebentar lagi, aku tidak akan kuat bertahan disini.” Tiga tahun sudah hampir selesai, hanya tinggal menghitung hari saja. Tetapi sampai saat ini dia belum bisa membuktikan pada kakeknya jika pilihannya ini tepat. Justru yang ia rasakan adalah semakin hari dia semakin menyesal telah memilih Adnan untuk menjadi suaminya. Karina menjatuhkan dirinya di atas tempat tidur, pikirannya kosong dan tubuhnya demam. Tanpa disadari dia tertidur. Di luar sana, Adnan sudah duduk di samping kanan ibunya, sementara Lidya ada di di samping kirinya. “Ibu, apanya yang sakit? Apa kita perlu ke rumah sakit?” Adnan bertanya dengan nada khawatir. “Tidak apa-apa, Adnan. Hanya sakit sedikit saja, nanti juga sembuh sendiri.” Jawab Laras. Kemudian dia menunduk dan mengusap air mata buayanya, “Setiap hari istrimu memang seperti itu, tapi kamu tidak pernah percaya jika Ibu bercerita. Tadi kamu melihatnya sendiri, bukan? Bagaimana kelakuan Karina. Setiap hari dia menindas ibu.” Adnan menunduk, selama ini ibunya memang terus mengeluh. Tapi dia mengira jika ibunya hanya karena tidak menyukai Karina. Meskipun Adnan belum bisa menyukai Gadis itu, tetapi sebenarnya dia merasa kasihan. Gadis itu tulus mencintainya, hanya saja dia belum bisa membuka hatinya. “Adnan, seharusnya kamu segera menceraikannya. Bukankah kamu juga tidak bahagia bersamanya? Lidya sudah kembali. Kenapa kamu tidak bersamanya lagi? Kalian bisa memulai dari awal. Dia pantas menjadi istrimu dari pada wanita miskin dan tidak jelas seperti Karina itu.” Adnan belum bersuara, dia mengalihkan tatapannya pada Lidya. Jujur saja di akui dia memang masih mencintai gadis itu. Karena dia adalah cinta pertamanya. Tetapi dia juga tidak bisa melupakan sakit hatinya karena telah ditinggal pergi disaat hari pernikahannya. Hanya karena dia sudah bangkrut, dan sekarang bisa-bisanya Lidya datang kembali setelah keadaan sudah berbeda. Perusahaannya sudah jaya dan dia sudah mempunyai seorang istri. Merasa ada yang salah dengan tatapan Adnan, Lidya berinisiatif untuk meminta maaf. “Adnan, maafkan aku. Semua ini memang salahku sampai bibi Laras dan kamu harus menderita seperti ini.” Mendengar Lidya sudah berkata seperti itu, Laras seperti tahu diri, dia segera berpamitan untuk pergi ke kamar dan sengaja membiarkan mereka berdua mempunyai waktu untuk bicara baik-baik dari hati ke hati. “Baiklah, kalau begitu kalian mengobrol saja dulu. Ibu akan istirahat di kamar.” Sepeninggal Laras, suasana di ruangan itu menjadi sunyi. Adnan belum mengucapkan sepatah kata pun, dia masih menatap ke arah Lidya, Lidya yang kemudian berkata lagi, “Adnan, aku mau minta maaf padamu. Tiga tahun yang lalu, saat hari pernikahan kita, aku sama sekali tidak punya pilihan. Aku harus mengikuti kemauan Ayahku untuk mengirim ku ke luar negeri demi menyelesaikan sekolahku di sana. Aku tidak mengira jika keputusanku itu justru membawa dampak buruk bagimu. Kamu memilih seorang wanita yang salah dan sekarang hidupmu tidak bahagia. Maafkan aku.” Adnan menundukkan pandangannya. Sebenarnya dia tidak terlalu marah pada Lidya, karena saat itu dialah yang memaksakan diri untuk segera menikah dengan Lidya. Bahkan menentang kedua orang tua Lidya yang belum bisa merestui mereka. Sebenarnya orang tua Lidya tidak mau putrinya menikah dengan anak pengusaha yang sudah bangkrut. Itulah alasan pertama keluarga Lidya mengirimnya ke luar negeri untuk sengaja membatalkan pernikahan mereka. Saat Lidya kembali, dia mendengar jika perusahaan Adnan telah jaya kembali dan bahkan lebih dari yang dulu. Dia juga mendengar jika Adnan sudah menikah. Lidya yang masih menyimpan rasa cinta untuk Adnan pun, tidak tinggal diam. Dia ingin kembali pada Adnan. Itu sebabnya dia memperalatkan ibunya Adnan yang kebetulan memang tidak menyukai istri AdnanLidya mengulurkan tangannya untuk meraih lengan Adnan. Dia berkata dengan suara manja. “Adnan, bisakah kita seperti dulu lagi? Aku ingin bersamamu dan kali ini aku sudah mendapatkan restu dari kedua orang tuaku untuk menikah denganmu.” Adnan menarik nafas panjang, kemudian dia menoleh dan berkata. “Aku belum memikirkan hal itu karena biar bagaimanapun juga sekarang aku sudah menikah.” “Adnan, dia hanya pengantin penggantiku, kamu sama sekali tidak menyukainya dan kehidupan rumah tangga kamu juga tidak bahagia. Dia bukan wanita yang baik. Lihatlah, ibumu menderita karena memiliki menantu yang tidak berpendidikan dan berlatar belakang tidak jelas seperti dia. Dilihat dari sudut pandang manapun, aku lebih baik dari dia. Jika kamu merasa kecewa karena kejadian dulu, itu hanya sebuah kesalahpahaman saja. Aku pergi ke luar negeri juga demi kebaikan kita. Ayahku berjanji setelah aku menyelesaikan sekolahku, maka dia akan memberi restu untuk kita.” Setelah beberapa saat terdiam, Adnan kem
Karina menuruni angkot yang ditumpanginya tadi dengan menjinjing keranjang sayur di tangannya. Angkot yang dinaikinya tadi tidak sampai ke depan rumah Adnan, hanya ada di persimpangan. Jadi dia harus berjalan kaki beberapa meter untuk sampai ke rumah itu. Ketika dia membuka pintu, dia langsung disambut oleh ibu mertuanya dengan ocehan dan kata-kata yang pedas. “Benar-benar perempuan tidak berguna! Ke pasar saja sangat lama! Sepertinya kamu sengaja ya, ingin membuat aku mati kelaparan?” Karina tidak menjawab ocehan mertuanya, dia langsung pergi ke dapur untuk segera memasak. Laras bukannya berhenti mengoceh, tapi dia justru mengikuti Karina dan melanjutkan ocehannya. “Kamu itu sebenarnya berasal dari mana sih? Kenapa kamu itu tidak tahu malu sekali? Karina, kamu dengar ya? Lidya, pacar Adnan sudah kembali. Jadi kamu harus merelakan Adnan untuk menikahnya!” Karina yang sedang menggenggam sayuran langsung menoleh, “Ibu, tapi aku masih istri sah mas Adnan. Bagaimana mungkin dia aka
Mobil taksi yang ditumpangi Karina berhenti di depan gedung perkantoran grup Harmoko yang menjulang tinggi dan tampak mencolok di antara gedung-gedung lainnya di kota itu. Sebelum dia melangkah masuk ke dalam gedung perusahaan itu, Mia sudah terlihat menunggunya di depan pintu masuk bersama dengan dua pria kekar yang memakai jas hitam. Melihat Karina datang, Mia langsung berlari kecil menyambut, diikuti dengan dua pria tadi. “Nona Muda, ternyata anda benar-benar datang. Kalau begitu, mari silahkan.” Mia terlihat begitu senang, begitu juga dengan dua pria di belakangnya. Mereka tidak menyangka jika Nona Muda mereka benar-benar akan datang ke perusahaan. Sebelum melangkah masuk, Karina menoleh dan bertanya dulu pada Mia, “Kamu tidak memberitahu kakek kan, tentang kedatanganku ini?” “Tidak, Nona Muda. Tuan Besar sudah ada satu mingguan ini tidak pergi ke perusahaan. Dia terlalu khawatir memikirkan mu.” “Baguslah, jangan beritahu pada kakek dahulu tentang rencanaku.” Mia menganggu
Setelah mematikan panggilan dan memasukkan ponselnya kembali ke dalam tas, tanpa ragu Karina melangkah membuka pintu. Ketika dia sampai di ruang tamu, dia melihat Laras sudah berbalik dan ingin menghampirinya. Laras terkejut melihat Karina keluar dengan penampilan seperti itu. Karina yang dekil, lusuh dan kucel itu tiba-tiba tidak ada di diri Karina yang sekarang. Dia terlihat seperti bak putri orang kaya yang baru saja datang dari sebuah perusahaan ternama. Laras sampai tercengang bukan main. Begitu juga dengan Lidya. Mereka tidak menyangka jika Karina bisa berpenampilan secantik itu juga. Apalagi gaun, tas, bahkan perhiasan yang dipakainya adalah merek terkenal. “Kamu! Apa-apaan kamu hah? Dari mana kamu mendapatkan semua barang mewah yang ada di badanmu itu?” Laras langsung menudingnya. Karina tersenyum sinis, kelembutan dan keramahannya yang selama ini selalu ia tunjukan tiba-tiba menghilang dari wajahnya. Dia kemudian berkata dengan nada datar, “Bukan dari mana-mana. Semua
“Kenapa semakin hari kamu semakin seperti ini? Kenapa kamu tidak mau patuh sedikitpun?” Karina langsung menegakkan punggungnya dan menatap Adnan dengan sangat dingin. “Patuh? Aku harus patuh bagaimana lagi? Hampir tiga tahun aku tinggal di rumah ini. Aku menjadi seorang menantu dan istri yang patuh untuk kalian. Sedikitpun aku tidak pernah mengeluh seperti apapun sakitnya kalian menindasku dan menghinaku, tapi aku tetap bertahan demi agar bisa menjadi istri yang baik untuk kamu Adnan. Demi bisa membalas semua kebaikan yang pernah kamu berikan padaku dulu ketika kamu menyelamatkan aku dari kecelakaan. Tetapi, selama itu aku sama sekali tidak dihargai. Aku terus dihina karena kalian melihatku hanyalah seorang wanita yang tidak punya apa-apa. Dan mungkin sekarang, wanita yang sudah meninggalkanmu dan bahkan hampir membuatmu malu itu kembali, tiba-tiba saja kamu berkata akan menikahinya tanpa memikirkan perasaanku bagaimana? Apakah aku masih harus patuh?” Adnan tercengang dengan jawab
Selesai nelpon, Adnan langsung terbalik dan masuk ke dalam rumah. Dia tidak memperdulikan ibunya dan Lidya yang memanggilnya. Dia langsung pergi ke dalam kamar. Dia memeriksa lemari. Dia tertegun saat menyadari jika tidak ada satupun barang milik Karina yang dibawanya. Gaun sederhana dan barang-barang lainnya yang pernah ia belikan untuk Karina, satupun tidak ada yang di bawa. Bahkan cincin pernikahan mereka pun telah tergeletak di atas meja tertumpang di sebuah kertas gugatan cerai yang sudah ditandatangani oleh Karina. Adnan meraih kertas itu dan meremasnya, kemudian melemparnya ke tempat sampah.“Dasar perempuan tidak tahu diri! Dia sendiri yang ingin masuk ke dalam kehidupanku dan dia sekarang yang ingin pergi juga! Dia pikir dia siapa hah? Lihat saja, aku akan menceraikanmu dan membuatmu menyesal sudah berani tidak patuh padaku!”Selama ini sebenarnya Adnan tidak terlalu kejam pada Karina. Dia bertemu dengan Karina dalam keadaan kalut. Karena pada saat itu pernikahannya hampir
Tiga mobil Bentley hitam yang meluncur di jalanan aspal hitam. Meskipun padat, tetapi tiga mobil itu tetap lancar seperti sengaja diberi jalan oleh para pengguna jalan lainnya.Di sebuah persimpangan jalan mobil-mobil itu berbelok dan berhenti di depan sebuah rumah besar dengan pagar besi hitam yang tinggi dan kokoh. Hanya selang beberapa detik gerbang besi itu terbuka tiga mobil itu masuk dan berhenti sebelum pintu mobil paling depan terbuka para pelayan wanita dan pria sudah keluar secara teratur dan berbaris rapi untuk menyambut kedatangan mereka Mia turun terlebih dahulu sebelum kemudian dia membuka pintu untuk sang putri pewaris. Para pelayan membungkuk Dengan hormat ketika Nona mudanya keluar dari dalam mobil. “Selamat datang kembali Nona muda.” mereka serempak mengucapkan kata penyambutan. Karina hanya tersenyum dan mengangguk ringan kemudian dia menatap seorang Pria tua yang memakai tongkat keluar dari pintu Kakek Harmoko menyambut kedatangan cucu satu-satunya miliknya i
Di Grup Limanto, Heri tampak panik. Dia berjalan tergesa-gesa menuju ruangan Adnan. Tanpa mengetuk pintu, dia langsung mendorongnya dan menghampiri Adnan yang sedang fokus pada beberapa berkas di depannya. "Tuan Adnan, ini gawat!" Adnan mendongak, menatap wajah Heri yang pucat dan keringat yang mengalir di rahangnya. "Ada apa?" tanya Adnan, terkejut melihat raut panik pada wajah Heri. "Hari ini, Grup Harmoko tiba tiba menghentikan suntikan dana dan mereka juga menarik semua saham yang ditanam di perusahaan kita tanpa alasan yang jelas." Adnan terkejut bukan main. Dia langsung berdiri dan mengebrak meja dengan kedua telapak tangannya. "Apa sebenarnya yang terjadi?" Heri menggelengkan kepalanya. "Saya juga tidak mengerti. Tidak ada alasan dari mereka dan yang lebih parahnya, tiba tiba saja mereka mengakhiri kontrak kerjasama dengan kita." Astaga! Adnan langsung terduduk lemas. Dia memegang alisnya dan mengurutnya. Mendadak, kepalanya terasa sangat pusing. Dunia rasanya terl
Beberapa bulan berlalu, dan kolaborasi dengan Hiroshi Tanaka membuahkan hasil. Bersama timnya, Adrian dan Sari meluncurkan produk terbaru mereka, Elysian, sebuah platform berbasis kecerdasan buatan yang tidak hanya melayani kebutuhan pelanggan tetapi juga mampu memprediksi tren masa depan.Peluncuran Elysian diadakan di Tokyo, Jepang, salah satu pasar terbesar mereka. Adrian dan Sari memilih Tokyo bukan hanya untuk menghormati Hiroshi sebagai mitra, tetapi juga untuk menunjukkan kepada dunia bahwa mereka siap bersaing di panggung global.Acara tersebut berlangsung megah, dihadiri oleh para pemimpin industri dari berbagai negara. Ketika demo Elysian dipresentasikan, ruangan dipenuhi dengan tepuk tangan meriah. Platform ini menawarkan sesuatu yang belum pernah ada sebelumnya: teknologi yang dapat mengintegrasikan kebutuhan pelanggan dengan solusi yang benar-benar personal, ramah lingkungan, dan inovatif.Namun, seperti yang telah diperkirakan, Vino kembali mencoba menjegal mereka. Kali
Setelah forum bisnis di Zurich, Adrian dan Sari kembali ke kantor pusat mereka dengan energi baru. Aurora telah menjadi bukti bahwa mereka mampu bertahan di tengah persaingan sengit, tetapi perjalanan mereka masih jauh dari kata selesai. Pasar internasional semakin menuntut inovasi yang lebih cepat dan layanan yang lebih baik.Di pagi yang sibuk, Sari menerima sebuah panggilan telepon dari seorang mitra strategis di Jepang. Mitra itu, Hiroshi Tanaka, adalah pemilik perusahaan teknologi terkemuka yang sudah lama dikenal karena inovasinya dalam bidang kecerdasan buatan.“Sari-san,” suara Hiroshi terdengar penuh semangat. “Saya sangat tertarik dengan konsep Aurora. Saya percaya bahwa dengan kecerdasan buatan, kita bisa mengembangkan produk ini ke level berikutnya. Bagaimana jika kita berdiskusi lebih lanjut tentang kolaborasi?”Mendengar tawaran itu, Sari merasa ini adalah kesempatan emas. Ia segera memberi tahu Adrian, yang langsung setuju untuk mengatur pertemuan virtual dengan tim Hir
Beberapa minggu setelah peluncuran Aurora, hasil penjualan mulai menunjukkan dampak besar. Produk inovatif itu tidak hanya diterima dengan baik, tetapi juga menjadi tren global. Media internasional mulai meliput kisah sukses Adrian dan Sari, menjadikan mereka simbol pengusaha muda yang berani melawan raksasa industri.Namun, seperti yang diduga, Vino tidak tinggal diam. PT. Maxima mulai menggencarkan kampanye untuk mendiskreditkan Aurora. Mereka menyebarkan isu bahwa teknologi yang digunakan oleh Aurora memiliki cacat yang berpotensi berbahaya bagi pelanggan. Isu ini dengan cepat menyebar, dan beberapa pelanggan mulai meragukan kualitas produk Adrian dan Sari.Adrian langsung mengumpulkan timnya untuk menanggapi krisis ini. “Kita harus menyelesaikan ini secepat mungkin. Jika kita membiarkan rumor ini berkembang, reputasi kita akan hancur,” katanya dengan nada serius.Sari, yang selalu tenang dalam situasi genting, menyarankan, “Kita harus transparan. Mari undang para ahli independen u
Kesuksesan ekspansi internasional Adrian dan Sari bukan hanya buah dari kerja keras, tetapi juga bukti ketahanan mereka dalam menghadapi persaingan yang terus meningkat. Namun, mereka menyadari bahwa keberhasilan awal ini hanya permulaan dari perjalanan panjang yang penuh tantangan.Sebuah email masuk ke kotak masuk Adrian pagi itu. Pengirimnya adalah seorang mantan kolega yang kini bekerja sebagai konsultan bisnis di Eropa. Email tersebut menawarkan kolaborasi untuk memperluas produk mereka ke pasar yang lebih luas, terutama di wilayah Eropa Timur, yang dianggap sebagai ladang subur untuk produk inovatif. Adrian menunjukkan email itu kepada Sari, yang langsung melihat potensi besar dari tawaran tersebut.“Kita harus mempersiapkan semuanya dengan matang,” ujar Sari, mempelajari email itu dengan seksama. “Tapi, jika ini berhasil, kita akan punya pijakan kuat di pasar internasional.”Namun, di tengah perencanaan mereka, ancaman baru muncul dari PT. Maxima. Vino, yang dikenal licik dan a
Setelah kesepakatan dengan Ryan tercapai, Adrian dan Sari mulai melihat perubahan besar dalam perusahaan mereka. Penerapan teknologi terbaru yang mereka adopsi berjalan mulus. Tim mereka mulai terbiasa dengan sistem baru, dan hasilnya sangat memuaskan. Proses produksi menjadi lebih efisien, biaya operasional berkurang, dan yang paling penting, mereka bisa memberikan pengalaman pelanggan yang jauh lebih baik. Penjualan terus meningkat, dan reputasi merek mereka semakin dikenal di pasar.Namun, keberhasilan ini juga menarik perhatian para pesaing yang lebih besar, yang mulai merasa terancam dengan inovasi yang dibawa oleh Adrian dan Sari. Seorang pesaing utama, PT. Maxima, yang sudah lama mendominasi pasar, mulai melakukan langkah-langkah agresif untuk meraih pangsa pasar yang lebih besar. PT. Maxima, yang dipimpin oleh seorang eksekutif muda bernama Vino, mengumumkan peluncuran produk baru yang hampir identik dengan produk utama mereka. Mereka menawarkan harga yang lebih murah, yang la
Adrian dan Sari memutuskan untuk menolak tawaran besar dari Daniel Hartono, meskipun tawaran itu menawarkan banyak keuntungan dan peluang. Keputusan itu bukanlah keputusan yang mudah, tapi mereka tahu bahwa kebebasan dan kendali atas bisnis yang mereka bangun adalah hal yang lebih berharga daripada keuntungan jangka pendek yang bisa didapat dengan menyerahkan sebagian besar saham mereka.Setelah pertemuan itu, mereka merasa lega, tetapi juga cemas akan dampak keputusan ini pada masa depan mereka. Sari tahu bahwa mereka harus lebih kreatif dan bekerja lebih keras untuk tetap berkembang tanpa bantuan investor besar. Mereka berdua memutuskan untuk fokus pada pengembangan produk dan mencari peluang baru untuk menjangkau pasar yang lebih luas.Hari-hari berikutnya, mereka memulai perjalanan baru dalam mengelola perusahaan. Mereka berdua menghabiskan lebih banyak waktu untuk mengembangkan ide-ide baru, memperbaiki sistem operasional, dan mencari cara untuk menarik perhatian pelanggan lebih
Meskipun kehidupan Adrian dan Sari kembali tenang setelah konfrontasi dengan Rina, ada perasaan yang mengganjal di dalam hati mereka. Keberhasilan mereka tidak serta merta menghapus semua keraguan dan kecemasan yang ada. Mereka berdua tahu bahwa dunia bisnis penuh dengan persaingan yang ketat, dan meskipun mereka telah mengalahkan rintangan satu per satu, ada banyak tantangan baru yang siap menanti.Beberapa bulan kemudian, Adrian menerima tawaran dari seorang investor besar yang ingin bekerja sama dengan usaha mereka. Tawaran itu sangat menggiurkan, dan dalam hati Adrian, ini bisa menjadi langkah besar bagi perusahaan mereka. Namun, tawaran itu datang dengan syarat yang cukup mengkhawatirkan. Investor tersebut meminta sebagian besar saham perusahaan dengan imbalan dana yang cukup besar dan jaringan bisnis yang luas.Adrian merasa bimbang. Ia tahu bahwa tawaran ini bisa membawa mereka ke level yang lebih tinggi, tapi ia juga tidak ingin kehilangan kendali atas perusahaan yang telah me
Beberapa minggu setelah artikel wawancara yang diterbitkan, kehidupan Adrian dan Sari berubah dengan cepat. Usaha mereka semakin berkembang pesat, dan popularitas mereka semakin dikenal. Namun, di balik kesuksesan itu, mereka menyadari bahwa tidak semua orang senang melihat mereka maju, terutama Rina. Meski keluarga Adrian mulai menerima keadaan, Rina tetap berusaha mencari celah untuk merusak kebahagiaan mereka.Suatu sore, ketika Adrian sedang di kantor untuk rapat dengan beberapa calon mitra bisnis, Sari duduk di ruang tamu rumah mereka yang sederhana. Ia tengah mengecek beberapa pesanan yang masuk melalui aplikasi, sambil sesekali tersenyum melihat betapa cepatnya usaha mereka berkembang. Namun, sebuah telepon yang masuk mengalihkan perhatiannya.“Hallo, Bu Sari?” suara di ujung telepon itu terdengar agak cemas.“Ya, ini saya. Ada apa, Pak?” jawab Sari dengan sedikit curiga.“Ini Pak Amran dari media tadi. Saya ingin memberitahukan sesuatu yang mungkin harus Anda ketahui. Beberapa
“Ibu minta maaf, Adrian. Kami terlalu keras padamu. Kami pikir jalan yang kamu pilih adalah kesalahan, tapi ternyata kami yang salah,” ucap sang ibu dengan suara bergetar. Matanya yang basah menatap Adrian penuh penyesalan.Ayahnya mengangguk pelan, menambahkan, “Kami hanya ingin yang terbaik untukmu. Tapi kami tidak pernah benar-benar mengerti apa yang membuatmu bahagia. Kami salah menilai, dan kami ingin memperbaikinya.”Adrian menghela napas panjang, mencoba meredakan emosi yang berkecamuk di dadanya. Ia menatap kedua orang tuanya dengan penuh kejujuran. “Aku tidak pernah bermaksud mengecewakan kalian, Ayah, Ibu. Aku hanya ingin hidup sesuai dengan apa yang aku yakini benar. Bersama Sari, aku menemukan kebahagiaan dan tujuan hidupku. Aku hanya berharap kalian bisa menerima kami apa adanya.”Rina, yang duduk di sudut ruangan dengan wajah canggung, akhirnya angkat bicara. “Adrian, aku juga minta maaf. Aku terlalu sombong dan tidak menghargai perjuanganmu. Aku pikir aku lebih baik dar