Tiga mobil Bentley hitam yang meluncur di jalanan aspal hitam. Meskipun padat, tetapi tiga mobil itu tetap lancar seperti sengaja diberi jalan oleh para pengguna jalan lainnya.Di sebuah persimpangan jalan mobil-mobil itu berbelok dan berhenti di depan sebuah rumah besar dengan pagar besi hitam yang tinggi dan kokoh. Hanya selang beberapa detik gerbang besi itu terbuka tiga mobil itu masuk dan berhenti sebelum pintu mobil paling depan terbuka para pelayan wanita dan pria sudah keluar secara teratur dan berbaris rapi untuk menyambut kedatangan mereka Mia turun terlebih dahulu sebelum kemudian dia membuka pintu untuk sang putri pewaris. Para pelayan membungkuk Dengan hormat ketika Nona mudanya keluar dari dalam mobil. “Selamat datang kembali Nona muda.” mereka serempak mengucapkan kata penyambutan. Karina hanya tersenyum dan mengangguk ringan kemudian dia menatap seorang Pria tua yang memakai tongkat keluar dari pintu Kakek Harmoko menyambut kedatangan cucu satu-satunya miliknya i
Di Grup Limanto, Heri tampak panik. Dia berjalan tergesa-gesa menuju ruangan Adnan. Tanpa mengetuk pintu, dia langsung mendorongnya dan menghampiri Adnan yang sedang fokus pada beberapa berkas di depannya. "Tuan Adnan, ini gawat!" Adnan mendongak, menatap wajah Heri yang pucat dan keringat yang mengalir di rahangnya. "Ada apa?" tanya Adnan, terkejut melihat raut panik pada wajah Heri. "Hari ini, Grup Harmoko tiba tiba menghentikan suntikan dana dan mereka juga menarik semua saham yang ditanam di perusahaan kita tanpa alasan yang jelas." Adnan terkejut bukan main. Dia langsung berdiri dan mengebrak meja dengan kedua telapak tangannya. "Apa sebenarnya yang terjadi?" Heri menggelengkan kepalanya. "Saya juga tidak mengerti. Tidak ada alasan dari mereka dan yang lebih parahnya, tiba tiba saja mereka mengakhiri kontrak kerjasama dengan kita." Astaga! Adnan langsung terduduk lemas. Dia memegang alisnya dan mengurutnya. Mendadak, kepalanya terasa sangat pusing. Dunia rasanya terl
Lidya mengerutkan alisnya, hampir terjengkang ke belakang karena terkejut saat wanita itu menoleh ke arahnya. Wanita itu sangat mirip dengan Karina. Untungnya, Adnan tidak melihat ke arah wanita itu. Sementara wanita tersebut, setelah menyadari keberadaan Lidya dan Adnan, langsung pergi dan sepertinya membatalkan niatnya makan di restoran ini. Hal itu membuat Lidya semakin heran. "Apakah benar yang kulihat tadi adalah Karina?" gumamnya dalam hati. Adnan bertanya padanya karena melihat tatapan Lidya terlihat aneh."Ada apa?" tanyanya. "Oh, tidak. Tadi aku seperti melihat Karina, tapi ternyata bukan," jawab Lidya sambil berusaha menenangkan diri."Oh," Adnan hanya menjawab dengan singkat saja, meskipun saat Lidya menyebut nama itu, membuat perasaan Adnan menjadi tidak enak. Meski hanya terdengar sepele, namun hati Adnan merasa bersalah pada Karina karena selama ini tidak pernah mempedulikannya sampai wanita itu pergi meninggalkan rumah dan menggugat cerai dirinya. Tetapi lebih kepada m
Lidya tak berpikir dua kali, melangkah cepat mendekati Karina dan pria yang tengah berdiri di sampingnya. Sorot mata sinis Lidya tertuju pada keduanya sambil berkata, "Oh, jadi ini pengganti Adnan?" Wajah Karina tampak terkejut, dia tidak menyangka jika Lidya mengikutinya sejak tadi. Karina tak ingin menjawab pertanyaan Lidya. Dia memilih melenggang pergi mengabaikan kehadiran Lidya. Namun, Lidya terus melemparkan kata kata menyakitkan, yang membuat Karina kesal."Kamu tuli?! Aku bicara padamu, Karina! Jangan pura pura tidak tahu. Jadi, inikah laki laki yang akan menggantikan Adnan? Dasar perempuan murahan! Pernikahan kalian belum sah bercerai tapi sudah mencari mangsa lain!" Lidya mengejek dengan senyum sinis.Karina merasa ucapan Lidya tidak perlu benar benar diladeni, dia tetap melangkah pergi. Namun, Lidya tak menyerah begitu saja, tetap mengikutinya dari belakang, menggoda kesabaran Karina. "Murahan ya tetaplah murahan!" ejek Lidya sembari tertawa sinis.Mendengar ejekan tersebu
Mendengar ucapan Adnan Karina langsung mengangkat pandangannya. Dia menatap Adnan dengan pandangan yang sangat dingin. Selama ini, pria itu memang tidak pernah memperlakukannya dengan baik. Jika dulu dia bertahan hanya karena ingin menjadi istri yang baik untuk Adnan tapi sekarang ceritanya sudah berbeda. Dia kemudian menarik bibirnya membentuk senyuman tipis lalu berkata dengan nada mencibir. “Kita tidak punya urusan lagi. Jadi apapun yang aku lakukan, Kamu tidak perlu ikut campur.”Adnan semakin kesal, “Kita belum sah bercerai, jadi urusanmu masih menjadi urusanku.”“Oh begitu ya, tapi bagiku kita ini sudah bercerai. Hanya belum sah saja. Pada saat aku menjadi istrimu saja kamu tidak pernah peduli, apalagi sekarang?” Selesai berbicara Karina langsung menarik tangan Ryan dan mengajaknya untuk berlalu.Begitu melihat mereka berlalu Adnan hanya bisa mengepalkan tangannya, Tapi tidak untuk Lidya. Dia berteriak, “Heh, mau ke mana kalian. Kalian harus bertanggung jawab sudah merusak baju
Saat ini Karina sudah ada di kantor, dia sama sekali tidak memusingkan pertemuannya dengan Adnan dan Lidya tadi. Dia menganggap jika itu adalah hal yang sama sekali tidak penting untuk dipikirkan.Dia segera sibuk membahas masalah pekerjaan dengan Ryan. Karena sebentar lagi perusahaan mereka berdua akan berkolaborasi untuk sebuah bisnis. Ryan adalah sahabatnya yang paling baik meskipun mereka sudah berpisah beberapa tahun yang lalu, tapi Ryan tidak paham apa yang terjadi pada Karina tiga tahun yang lalu sewaktu ia meninggalkan perusahaan dan juga rumah. Dia hanya tahu jika Karina pergi dari rumah untuk mengasingkan diri saja karena tuntutan dari kakeknya, yang menjodohkannya dengan seorang pria yang tidak disukainya. Tapi ketika Karina bercerita yang sebenarnya tentang siapa Adnan dan Lidya yang mereka temui di mall tadi barulah Ryan mengerti. Bukannya bersimpati dengan nasib malang yang menimpa sahabatnya itu, Ryan malah tertawa terbahak bahak. “Wanita hebat sepertimu tiba tiba me
"Baiklah, mari kita makan," ajak Karina. Dua orang itu melangkah ke meja makan dengan tatapan yang saling bertemu. Karina menyuruh pelayan untuk memanggil kakeknya sejenak. Begitu melihat mereka, kakek Harmoko merasa hatinya hangat dan bahagia. Dia segera menghampiri cucunya serta David dimeja makan. Mereka bertiga makan dengan penuh keakraban. Usai makan, kakek Harmoko berpamitan ingin beristirahat lebih awal dengan alasan besok ada jadwal pemeriksaan kesehatan. Karina tersenyum simpul, menduga kakeknya sengaja memberi waktu untuk mereka berdua saja. Ketika mereka duduk kembali di ruangan tamu, David menyeka sudut bibirnya dan berkata, "Bagaimana kalau malam ini aku ajak kamu nonton bioskop? Hari ini ada film terbaru dari seri favoritmu." Wajah Karina tampak terkejut, namun senyumnya merekah. "Oh, benarkah?" katanya, terharu bahwa David masih ingat tentang film favoritnya."Tentu saja, aku masih mengingat semua film kesukaanmu. Bahkan, saat kamu tak ada di sini, aku sering menonto
Mereka berjalan keluar dari bioskop, beralih ke taman kota. Sepanjang perjalanan, suasana hening menggantung di antara mereka. David akhirnya memecahkan kebekuan dengan hati hati. "Karina, apakah kamu masih terbayang bayang film horor yang kita lihat tadi, ya?" tanya David sambil melirik wajah Karina. Dari sorot matanya yang cemas dan bibir yang terkatup rapat, David tahu Karina masih bergumul dengan ingatan menyeramkan film tadi. Karina menggeleng pelan, tak sanggup berkata lebih banyak. Merasa perlu memberi penghiburan, David lalu ragu ragu meraih tangan Karina dan menggenggamnya dengan lembut. Karina menatapnya dengan kaget, matanya membulat tak percaya. Namun, di balik keterkejutan itu, tersembunyi rasa nyaman yang perlahan memenuhi hati Karina.Tak lama kemudian mereka tiba, David langsung turun dari mobil dan bergegas membukakan pintu mobil untuk Karina yang dinantinya. Sambil tersenyum manis, David menatap Karina yang turun dengan hati hati. Mobil Bentley hitam mewah mereka