Karina menuruni angkot yang ditumpanginya tadi dengan menjinjing keranjang sayur di tangannya. Angkot yang dinaikinya tadi tidak sampai ke depan rumah Adnan, hanya ada di persimpangan. Jadi dia harus berjalan kaki beberapa meter untuk sampai ke rumah itu.
Ketika dia membuka pintu, dia langsung disambut oleh ibu mertuanya dengan ocehan dan kata-kata yang pedas. “Benar-benar perempuan tidak berguna! Ke pasar saja sangat lama! Sepertinya kamu sengaja ya, ingin membuat aku mati kelaparan?” Karina tidak menjawab ocehan mertuanya, dia langsung pergi ke dapur untuk segera memasak. Laras bukannya berhenti mengoceh, tapi dia justru mengikuti Karina dan melanjutkan ocehannya. “Kamu itu sebenarnya berasal dari mana sih? Kenapa kamu itu tidak tahu malu sekali? Karina, kamu dengar ya? Lidya, pacar Adnan sudah kembali. Jadi kamu harus merelakan Adnan untuk menikahnya!” Karina yang sedang menggenggam sayuran langsung menoleh, “Ibu, tapi aku masih istri sah mas Adnan. Bagaimana mungkin dia akan menikah dengan wanita lain?” Laras tertawa mengejek, “Memangnya kenapa? Apa hakmu untuk melarang? Kamu itu hanya pengantin pengganti. Aku sudah katakan berkali-kali kalau kamu itu sama sekali tidak pantas untuk menjadi istri seorang Adnan, seorang CEO Grup Limanto yang cukup besar. Seharusnya kamu itu bercermin dan tidak usah banyak menuntut. Cukup diam dan patuh saja! Karina meremas sayuran yang ada di tangannya. Kata-kata ibu mertuanya ini begitu sakit dan pedas menusuk hatinya. Belum sempat dia menjawab, Laras kembali melanjutkan caciannya. “Sebenarnya, kalau kamu mau patuh dan tidak membantahku untuk mengerjakan segala pekerjaan rumah dan mengalah dariku, mungkin aku bisa membujuk agar Adnan tidak menceraikan mu. Jadi kamu tetap bisa menumpang hidup di sini dengan baik “ Karina tidak bisa untuk tidak menoleh, dia tidak bisa menahan diri dan bertanya, “Jadi maksud ibu apa?” “Aku akan tetap menyuruh Adnan menikahi Lidya tanpa menceraikan kamu. Kan lumayan, tenaga kamu bisa dipakai di sini. Aku tidak perlu repot-repot membayar pembantu dan kamu juga tidak akan jadi gelandangan di luar sana. Timbal balik yang bagus, bukan? Jadi pikirkanlah dengan baik-baik.” Selesai bicara demikian, Laras langsung meninggalkan Karina tanpa merasa bersalah sedikitpun. Karina meremas dadanya yang terasa begitu sakit. Tetapi dia selalu bisa menguasai dirinya agar melanjutkan masaknya meskipun dengan deraian air mata. Selesai memasak, dia segera menyiapkan makan siang untuk Adnan. Dia ingin sekali mengirim makanan ke kantornya. Siapa tahu dengan begitu, pintu hati Adnan akan sedikit tersentuh olehnya. Dia melirik jam. Satu jam lagi adalah waktu istirahat. Dia tidak boleh terlambat. Karina segera pergi ke kamarnya untuk mandi dan berkemas. Tetapi dia tertegun saat dia tidak mendapatkan baju yang bagus untuk pergi ke kantor Adnan. Ketika dulu dia keluar dari rumahnya, dia memang tidak membawa pakaian bagus satupun. Sebenarnya dia sengaja ingin menyamar sebagai wanita biasa, dengan harapan agar Adnan bisa menerimanya apa adanya dengan tulus, seperti dulu saat Adnan menolongnya dari kecelakaan maut. Pria itu terlihat tulus. Jika mengingat peristiwa itu, sesakit apapun hatinya terhadap Adnan, Karina memang langsung luluh. Dia hanya berharap jika Adnan suatu saat akan menerimanya dan dia bisa memiliki waktu yang tepat untuk membuka jati dirinya dengan tenang. Karina sudah bersiap dengan pakaian apa adanya saja. Dia kemudian melangkah keluar dari rumah ini dengan membawa rantang berisi makan siang untuk suaminya. Dia memang belum pernah pergi ke perusahaan Adnan, tetapi dia tetap tahu di mana perusahaan itu berada. Ketika sampai di sana orang-orang menatapnya penuh heran? Mungkin karena pakaian sederhana yang dikenakannya. Dia memang hanya mengenakan celana jeans berwarna hitam dan kaos lengan pendek berwarna putih. Dia menghampiri seorang staf dan bertanya ruangan Adnan. ‘Ada keperluan apa, kamu ingin bertemu atasan kami?” Staf pria itu bertanya. “Aku,” saat ingin mengatakan jika dia adalah istri Adnan, Karina berpikir terlebih dahulu. Mungkin mereka tidak akan mempercayainya, malah akan menertawakannya. Akhirnya dia mengatakan jika dia adalah orang suruhan ibu Adnan yang datang untuk mengantar makan siang. Untung saja staf pria itu percaya dan akhirnya menunjukkan arah ke ruangan di mana Adnan berada. Karina tanpa ragu melangkah mengikuti petunjuk dari staf tadi, beberapa orang yang dilewatinya menoleh ke arahnya dan berbisik kepada teman di sebelahnya. “Itu siapa? Penampilannya sangat kampungan sekali. Kenapa bisa masuk ke sini? Atau dia salah tempat kali, ya?” Temannya yang diajak bicara hanya menggeleng. “Mungkin dia seorang pesuruh, yang ingin mengantar pesanan.” Karina sempat mendengar bisikan orang-orang itu, tetapi dia diam saja dan tidak peduli. Lagian, tidak mungkin dia mengaku sebagai istri Adnan. Orang-orang pasti tidak akan percaya dengan penampilannya yang seperti ini. Saat dia sudah tiba di pintu ruangan CEO Karina menghentikan langkahnya. Dia sangat ragu untuk mengetuk pintu, dia takut mengganggu suaminya yang mungkin sedang sibuk. Tetapi, bukankah dia datang dengan niat baik? Membawakan makan siang untuknya. Adnan pasti tidak akan marah padanya. Pada akhirnya Karina pun mengetuk pintu. “Masuk!” Terdengar suara Adnan dari dalam memberi perintah. Karina mendorong pintu dengan lembut kemudian dia melangkah masuk. Namun tiba-tiba saja dia menghentikan langkahnya. Dia membeku di kedua kakinya ketika melihat jika suaminya sedang tidak duduk sendirian di kursi kerja, melainkan duduk di sofa dengan memangku seorang wanita yang tidak lain adalah Lidya. Dia bahkan sempat melihat mereka berdua sedang berciuman. Bukan hanya Karina yang terkejut, dua orang itu juga terkejut ketika melihat jika yang masuk itu adalah Karina Adnan langsung menurunkan tubuh Lidya dari pangkuannya dan berdiri. Karina masih dalam keterjutaannya, dia mundur beberapa langkah sambil menutup mulutnya dan menggelengkan kepalanya. Dia benar-benar tidak menyangka jika suaminya tega mengkhianatinya di belakangnya seperti ini. Adnan juga masih dalam keadaan terkejut, tapi dia langsung menguasai diri. Dia berdiri dengan tegak di depan Karina. “Kenapa kamu kesini? Siapa yang mengizinkan kamu masuk?” Hati Karina rasanya seperti tercabik-cabik. Bukannya meminta maaf, suaminya malah bertanya seperti itu. Karina menunduk, mengusap air matanya yang tidak terasa jatuh begitu saja di pipi putihnya. Kemudian dia mengangkat wajahnya dan berkata dengan datar, “Aku kesini hanya untuk mengantar makan siangmu karena tadi pagi aku telat menyiapkan sarapan. Tapi aku tidak menyangka jika kedatanganku kesini ternyata tidak tepat waktunya.” Adnan belum menjawab apapun, Karina kembali berkata, “Maaf kalau sudah mengganggu waktu kalian. Kalau begitu aku pulang dulu. Selamat bersenang-senang.” Selesai mengucapkan itu, Karina meletakkan rantang makanan diatas meja kerja, kemudian dia berbalik. Tetapi Adnan langsung memanggilnya. “Karina!” Karina tidak menoleh, tapi dia menghentikan langkahnya. “Lidya adalah pacarku. Dia sudah kembali, jadi kamu tidak punya hak untuk marah ataupun kecewa jika aku dan dia, “Ya, tentu saja.” Kalimat dari Adnan tergantung karena dipotong oleh Karina. Wanita itu menoleh, kemudian berkata lagi. “Aku memang tidak punya hak untuk marah atau kecewa. Tapi setidaknya aku masih punya hak untuk menuntut. Karena biar bagaimanapun juga, aku adalah istrimu yang sah. Jadi menurutku, perbuatan kalian ini sangat melanggar etika.” Selesai berkata demikian Karina tidak menunggu jawaban dari Adnan, dia langsung melangkah pergi meninggalkan ruangan itu. Sepanjang perjalanan keluar dari pergedungan kantor itu, hati rasanya sangat sakit dan sedih membayangkan adegan di depan matanya tadi. Sepertinya kali ini dia memang benar-benar harus mengambil keputusan. Karina merogoh ponselnya dan menghubungi Mia, terdengar dia berbicara dengan serius. “Baik, Nona Muda. Aku akan segera menjemputmu.” “Tidak perlu! Aku akan datang sendiri ke sana. Kamu tunggu saja.” Karina memutuskan panggilan kemudian dia menyetop taksi. “Ke mana, Nona?” Sopir taksi bertanya. “Grup Harmoko.”Mobil taksi yang ditumpangi Karina berhenti di depan gedung perkantoran grup Harmoko yang menjulang tinggi dan tampak mencolok di antara gedung-gedung lainnya di kota itu. Sebelum dia melangkah masuk ke dalam gedung perusahaan itu, Mia sudah terlihat menunggunya di depan pintu masuk bersama dengan dua pria kekar yang memakai jas hitam. Melihat Karina datang, Mia langsung berlari kecil menyambut, diikuti dengan dua pria tadi. “Nona Muda, ternyata anda benar-benar datang. Kalau begitu, mari silahkan.” Mia terlihat begitu senang, begitu juga dengan dua pria di belakangnya. Mereka tidak menyangka jika Nona Muda mereka benar-benar akan datang ke perusahaan. Sebelum melangkah masuk, Karina menoleh dan bertanya dulu pada Mia, “Kamu tidak memberitahu kakek kan, tentang kedatanganku ini?” “Tidak, Nona Muda. Tuan Besar sudah ada satu mingguan ini tidak pergi ke perusahaan. Dia terlalu khawatir memikirkan mu.” “Baguslah, jangan beritahu pada kakek dahulu tentang rencanaku.” Mia menganggu
Setelah mematikan panggilan dan memasukkan ponselnya kembali ke dalam tas, tanpa ragu Karina melangkah membuka pintu. Ketika dia sampai di ruang tamu, dia melihat Laras sudah berbalik dan ingin menghampirinya. Laras terkejut melihat Karina keluar dengan penampilan seperti itu. Karina yang dekil, lusuh dan kucel itu tiba-tiba tidak ada di diri Karina yang sekarang. Dia terlihat seperti bak putri orang kaya yang baru saja datang dari sebuah perusahaan ternama. Laras sampai tercengang bukan main. Begitu juga dengan Lidya. Mereka tidak menyangka jika Karina bisa berpenampilan secantik itu juga. Apalagi gaun, tas, bahkan perhiasan yang dipakainya adalah merek terkenal. “Kamu! Apa-apaan kamu hah? Dari mana kamu mendapatkan semua barang mewah yang ada di badanmu itu?” Laras langsung menudingnya. Karina tersenyum sinis, kelembutan dan keramahannya yang selama ini selalu ia tunjukan tiba-tiba menghilang dari wajahnya. Dia kemudian berkata dengan nada datar, “Bukan dari mana-mana. Semua
“Kenapa semakin hari kamu semakin seperti ini? Kenapa kamu tidak mau patuh sedikitpun?” Karina langsung menegakkan punggungnya dan menatap Adnan dengan sangat dingin. “Patuh? Aku harus patuh bagaimana lagi? Hampir tiga tahun aku tinggal di rumah ini. Aku menjadi seorang menantu dan istri yang patuh untuk kalian. Sedikitpun aku tidak pernah mengeluh seperti apapun sakitnya kalian menindasku dan menghinaku, tapi aku tetap bertahan demi agar bisa menjadi istri yang baik untuk kamu Adnan. Demi bisa membalas semua kebaikan yang pernah kamu berikan padaku dulu ketika kamu menyelamatkan aku dari kecelakaan. Tetapi, selama itu aku sama sekali tidak dihargai. Aku terus dihina karena kalian melihatku hanyalah seorang wanita yang tidak punya apa-apa. Dan mungkin sekarang, wanita yang sudah meninggalkanmu dan bahkan hampir membuatmu malu itu kembali, tiba-tiba saja kamu berkata akan menikahinya tanpa memikirkan perasaanku bagaimana? Apakah aku masih harus patuh?” Adnan tercengang dengan jawab
Selesai nelpon, Adnan langsung terbalik dan masuk ke dalam rumah. Dia tidak memperdulikan ibunya dan Lidya yang memanggilnya. Dia langsung pergi ke dalam kamar. Dia memeriksa lemari. Dia tertegun saat menyadari jika tidak ada satupun barang milik Karina yang dibawanya. Gaun sederhana dan barang-barang lainnya yang pernah ia belikan untuk Karina, satupun tidak ada yang di bawa. Bahkan cincin pernikahan mereka pun telah tergeletak di atas meja tertumpang di sebuah kertas gugatan cerai yang sudah ditandatangani oleh Karina. Adnan meraih kertas itu dan meremasnya, kemudian melemparnya ke tempat sampah.“Dasar perempuan tidak tahu diri! Dia sendiri yang ingin masuk ke dalam kehidupanku dan dia sekarang yang ingin pergi juga! Dia pikir dia siapa hah? Lihat saja, aku akan menceraikanmu dan membuatmu menyesal sudah berani tidak patuh padaku!”Selama ini sebenarnya Adnan tidak terlalu kejam pada Karina. Dia bertemu dengan Karina dalam keadaan kalut. Karena pada saat itu pernikahannya hampir
Tiga mobil Bentley hitam yang meluncur di jalanan aspal hitam. Meskipun padat, tetapi tiga mobil itu tetap lancar seperti sengaja diberi jalan oleh para pengguna jalan lainnya.Di sebuah persimpangan jalan mobil-mobil itu berbelok dan berhenti di depan sebuah rumah besar dengan pagar besi hitam yang tinggi dan kokoh. Hanya selang beberapa detik gerbang besi itu terbuka tiga mobil itu masuk dan berhenti sebelum pintu mobil paling depan terbuka para pelayan wanita dan pria sudah keluar secara teratur dan berbaris rapi untuk menyambut kedatangan mereka Mia turun terlebih dahulu sebelum kemudian dia membuka pintu untuk sang putri pewaris. Para pelayan membungkuk Dengan hormat ketika Nona mudanya keluar dari dalam mobil. “Selamat datang kembali Nona muda.” mereka serempak mengucapkan kata penyambutan. Karina hanya tersenyum dan mengangguk ringan kemudian dia menatap seorang Pria tua yang memakai tongkat keluar dari pintu Kakek Harmoko menyambut kedatangan cucu satu-satunya miliknya i
“Karina, kamu harus dengar ucapan kakek. Adnan itu bukan suami yang baik untukmu. Kamu tidak akan bahagia jika bersamanya.” Kakek Harmoko terus berusaha untuk menyadarkannya, tetapi hati Karina seperti sudah tertutup. Karina bergeming, dia menatap wajah kakeknya. Pria tua itu yang telah membesarkan dirinya sendirian sejak dia lahir ke dunia ini. Sebenarnya, hatinya merasa sedih dan tidak tega. Tetapi dia tidak bisa mengubah keputusannya. Dia telah berjanji dan dia harus menepati janjinya. “Kakek, maafkan aku. Beri aku waktu tiga tahun untuk membuktikannya, jika pilihanku ini tidak salah.” Kakek Harmoko tidak bisa lagi mencegah keinginan cucunya. Karina memang sangat keras kepala. Pria tua itu menegakkan pandangannya, kemudian dia berkata dengan tegas, “Baik. Tiga tahun. Tiga patah kata yang keluar dari mulutnya cukup membuat Karina lega. Dengan pikiran yang mantap, Karina menarik koper dan keluar dari pintu rumahnya yang cukup megah itu. Tapi baru satu meter dia melangkah, suara ka
Karina masih dalam keterkejutan melihat tingkah ibu mertuanya yang tiba-tiba dengan sengaja menjatuhkan dirinya sendiri ke lantai. Begitu dia melihat Adnan suaminya menghampiri ibunya, dia baru sadar ternyata ibu mertuanya melakukan itu untuk memfitnahnya. Adnan segera membantu ibunya bangun. “Adnan, wanita itu sengaja mendorong bibi. aku melihatnya sendiri. Padahal bibi hanya bertanya baik-baik padanya. “ Lidya berkata demikian untuk memperkuat akting Laras. Tatapan dingin Adnan langsung jatuh kepada Karina. Belum sempat dia untuk membela diri, tiba-tiba saja tangan Adnan mendarat di pipinya. Plak! Karina terkejut, pipinya terasa panas dan perih akibat tamparan tangan Adnan. Dia kemudian mendongak, “Kenapa memukulku? Aku sama sekali tidak bersalah!” “Apa kamu bilang, tidak bersalah? Kamu sudah menyakiti ibuku, tapi kamu masih menyangkalnya? Dasar perempuan tidak tahu diri! Aku benar-benar membencimu Karina!” Setelah mengatakan demikian, Adnan langsung mendorong Karina hingga Ka
Lidya mengulurkan tangannya untuk meraih lengan Adnan. Dia berkata dengan suara manja. “Adnan, bisakah kita seperti dulu lagi? Aku ingin bersamamu dan kali ini aku sudah mendapatkan restu dari kedua orang tuaku untuk menikah denganmu.” Adnan menarik nafas panjang, kemudian dia menoleh dan berkata. “Aku belum memikirkan hal itu karena biar bagaimanapun juga sekarang aku sudah menikah.” “Adnan, dia hanya pengantin penggantiku, kamu sama sekali tidak menyukainya dan kehidupan rumah tangga kamu juga tidak bahagia. Dia bukan wanita yang baik. Lihatlah, ibumu menderita karena memiliki menantu yang tidak berpendidikan dan berlatar belakang tidak jelas seperti dia. Dilihat dari sudut pandang manapun, aku lebih baik dari dia. Jika kamu merasa kecewa karena kejadian dulu, itu hanya sebuah kesalahpahaman saja. Aku pergi ke luar negeri juga demi kebaikan kita. Ayahku berjanji setelah aku menyelesaikan sekolahku, maka dia akan memberi restu untuk kita.” Setelah beberapa saat terdiam, Adnan kem