Share

Bab 3

Lidya mengulurkan tangannya untuk meraih lengan Adnan. Dia berkata dengan suara manja. “Adnan, bisakah kita seperti dulu lagi? Aku ingin bersamamu dan kali ini aku sudah mendapatkan restu dari kedua orang tuaku untuk menikah denganmu.”

Adnan menarik nafas panjang, kemudian dia menoleh dan berkata. “Aku belum memikirkan hal itu karena biar bagaimanapun juga sekarang aku sudah menikah.”

“Adnan, dia hanya pengantin penggantiku, kamu sama sekali tidak menyukainya dan kehidupan rumah tangga kamu juga tidak bahagia. Dia bukan wanita yang baik. Lihatlah, ibumu menderita karena memiliki menantu yang tidak berpendidikan dan berlatar belakang tidak jelas seperti dia. Dilihat dari sudut pandang manapun, aku lebih baik dari dia. Jika kamu merasa kecewa karena kejadian dulu, itu hanya sebuah kesalahpahaman saja. Aku pergi ke luar negeri juga demi kebaikan kita. Ayahku berjanji setelah aku menyelesaikan sekolahku, maka dia akan memberi restu untuk kita.”

Setelah beberapa saat terdiam, Adnan kemudian bersuara lagi, “Pulanglah, ini sudah hampir malam.”

Lidya sedikit kecewa, saat menyadari jika Adnan Masih dingin terhadapnya.

Tetapi dia tidak boleh buru-buru, dia harus bisa mengambil hati Adnan agar bisa kembali lagi dengan pria itu. Kemudian dia mengangguk dengan lembut, “Baiklah, aku akan pulang. Kalau begitu kamu istirahat yang baik ya? Besok aku akan menemuimu lagi.”

Adnan hanya mengangguk, membiarkan Lidya pergi.

Pagi hari, Karina terbangun. Dia merasakan sakit kepalanya pusing. Dia memijat keningnya sendiri.

Semalam, Adnan tidak tidur di kamar. Entah dia tidur di mana, Karina juga tidak tahu.

Ketika dia sedang merenung, pintu kamarnya tiba-tiba digedor oleh seseorang dari luar. Kemudian terdengar suara Bu Laras berteriak memanggilnya.

Sambil sempoyongan, Karina membuka pintu dengan terburu-buru.

Wanita separuh baya itu sudah berdiri di ambang pintu dengan berkacak pinggang

“Ini sudah jam berapa, hah? Kamu malah enak-enakan tidur! Kamu pikir, kamu ini Nyonya besar apa? Cepat belanja ke pasar untuk makan hari ini! Jangan biarkan kami kelaparan, gara-gara kamu seorang istri yang pemalas!”

Laras kemudian berjongkok untuk mengambil keranjang sayur yang ada di samping kakinya, lalu melemparkan pada Karina serta uang juga.

“Cepat pergi! Kalau tidak, aku benar-benar akan menyuruh Adnan untuk menceraikan mu! Kamu akan menjadi gembel dan tidak punya tempat tinggal lagi! Sudah bagus kamu di sini bisa menumpang makan, minum dan tidur gratis! Kamu harus membayarnya dengan mengurus segala sesuatu keperluan rumah ini!” Ucap Bu Laras, kemudian dia berbalik dan pergi meninggalkan Karina yang masih berdiri.

Karina mau berjongkok, memungut keranjang sayur dan uang yang dilemparkan oleh ibu mertuanya tadi. Kemudian dia meletakkan di atas meja dan dia pergi ke kamar mandi untuk mandi terlebih dahulu.

Ketika dia turun, dia melihat Adnan sudah bersiap untuk berangkat ke kantor. Dia menghampiri suaminya itu dan berkata dengan ragu-ragu, “Adnan, apa kamu masih marah padaku? Aku benar-benar minta maaf atas kejadian kemarin. Tapi, aku sungguh tidak menyakiti ibumu.”

Adnan sama sekali tidak menoleh. Dia berkata dengan dingin, “Cobalah kamu mulai memperbaiki dirimu. Dengan begitu, mungkin aku bisa memberimu kesempatan. Jika kamu terus begitu, bagaimana bisa aku membuka hatiku untukmu? Apalagi sekarang pacarku sudah kembali. Semakin kamu berbuat salah, semakin aku muak dan membencimu! Mungkin sebentar lagi aku akan benar-benar menceraikan mu, kecuali jika kamu mau berbuat sedikit lebih baik dan menyenangkan hati ibuku.”

Jawaban dari Adnan benar-benar menyakiti hatinya, belum sempat dia berbicara lagi Adnan sudah melangkah keluar dan masuk ke dalam mobil. Sejenak kemudian mobil itu telah menghilang meninggalkan Karina yang masih berdiri di ambang pintu sambil menatap keluar dengan hampa.

Karina menarik nafas berat. Hari-hari yang dilaluinya seperti sangat berat dan buruk. Rasanya dia tidak bisa bertahan lagi.

Dia kemudian melangkah ke jalan menyetop taksi dan pergi ke pasar untuk mencari bahan masakan.

Selesai mendapatkan semuanya, Karina segera pulang. Dia takut terlambat dan tidak bisa membuatkan makan siang untuk Adnan yang tadi tidak sempat sarapan.

Ketika dia berdiri di pinggir jalan, dia merasa kepalanya sangat pusing. Tiba-tiba dia oleng dan hampir saja dia terpelanting ke tanah, jika tidak ada sepasang tangan yang menopang tubuhnya. Saat dia menoleh ke samping untuk melihat siapa pemilik tangan yang telah menolongnya itu, dia melihat wajah yang tampan tersenyum ke arahnya.

“Eh, apa kamu sedang sakit?” Pria tampan itu bertanya padanya.

Karina segera menarik tubuhnya dari tangan pria itu dan buru-buru menggeleng.

“Tidak, aku hanya sedikit pusing. Terima kasih, sudah menolongku.”

Pria itu mengangguk, “Lain kali hati-hati. Jika merasa tidak enak badan, sebaiknya tinggal saja di rumah dan jangan pergi ke mana-mana dulu. Jika kamu tadi jatuh dan pingsan, lalu ada orang jahat bagaimana?”

Karina belum sempat menjawab, tapi pria itu sudah melangkah pergi.

Karina memang merasa kepalanya semakin pusing, mungkin karena dia kelelahan atau kurang beristirahat. Kemudian dia memutuskan untuk beristirahat dahulu dengan duduk di pinggir jalan. Setelah dia merasa enakan, barulah dia kembali berdiri untuk menyetop taksi. Tiba-tiba dari arah sana terlihat tiga mobil Bentley hitam yang berhenti tepat di hadapannya. Kemudian salah satu pintu dari mobil itu terbuka. Seorang wanita cantik dengan, celana kain dan jas berdasi menghampirinya. Beberapa pria berjas yang juga ikut turun juga mengikuti langkah wanita itu.

Wanita itu mengangguk dengan hormat kepada Karina dan berkata dengan sopan, “Nona Muda, Tuan Besar sudah meminta anda untuk pulang. Kami datang untuk menjemput anda.”

Karina mendengus kasar, kemudian menjawab dengan nada datar, “Mia, katakan pada kakek, ditunggu sebentar lagi. Waktuku belum habis “

Selesai mengatakan itu Karina kemudian melangkah untuk menjauhi wanita itu tetapi wanita itu justru mengikutinya dari belakang. Karina menghentikan langkahnya dan menoleh ke belakang, “Siapa yang mengizinkan kamu untuk mengikuti ku?”

Sekretaris Mia itu langsung menghentikan langkahnya. Dia kemudian menundukkan pandangannya, “Maaf Nona Muda, tetapi Tuan besar sudah sangat mendesak.”

“Cepat pergi! Jangan biarkan orang lain melihat kita!” Karina berkata demikian.

Sekretaris Mia tidak bisa berkata apapun lagi. Nona Muda-nya ini memang sangat keras kepala. Seberapapun dia membujuknya, Nona Muda-nya ini tetap dengan pendiriannya, yaitu pulang kembali ke keluarga Limanto yang sudah jelas-jelas selalu menindasnya. Sekretaris Mia hanya bisa mendesah kemudian berbalik badan dan kembali menuju mobilnya dan menyuruh sang sopir melaju untuk kembali. Diikuti dengan dua mobil lainnya di belakangnya.

Tiga mobil Bentley hitam itu melewati karina.

Karina menatap mobil-mobil itu yang sudah hampir menghilang. Dia teringat, jika satu mobil yang paling depan itu adalah mobil kesayangannya. Tiga tahun yang lalu, dia tidak pernah lepas dari mobil itu dan juga sekretaris Mia yang setiap saat ada di samping kirinya.

Sudah lama dia meninggalkan mereka. Karina mulai berpikir, apakah sudah waktunya dia untuk pulang?

Tetapi ketika dia memikirkan Adnan hatinya kembali merasa khawatir. Jika dia pergi, otomatis kakeknya akan memintanya untuk menarik semua dana yang telah ditanamnya di perusahaan Limanto. Perusahaan itu akan bangkrut lagi dan Adnan pasti akan menderita. Jauh di lubuk hati, dia tetap tidak tega. Biar bagaimanapun juga, pria itu sudah menjadi suaminya hampir tiga tahun belakangan ini.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status