Lidya tak berpikir dua kali, melangkah cepat mendekati Karina dan pria yang tengah berdiri di sampingnya. Sorot mata sinis Lidya tertuju pada keduanya sambil berkata, "Oh, jadi ini pengganti Adnan?" Wajah Karina tampak terkejut, dia tidak menyangka jika Lidya mengikutinya sejak tadi. Karina tak ingin menjawab pertanyaan Lidya. Dia memilih melenggang pergi mengabaikan kehadiran Lidya. Namun, Lidya terus melemparkan kata kata menyakitkan, yang membuat Karina kesal."Kamu tuli?! Aku bicara padamu, Karina! Jangan pura pura tidak tahu. Jadi, inikah laki laki yang akan menggantikan Adnan? Dasar perempuan murahan! Pernikahan kalian belum sah bercerai tapi sudah mencari mangsa lain!" Lidya mengejek dengan senyum sinis.Karina merasa ucapan Lidya tidak perlu benar benar diladeni, dia tetap melangkah pergi. Namun, Lidya tak menyerah begitu saja, tetap mengikutinya dari belakang, menggoda kesabaran Karina. "Murahan ya tetaplah murahan!" ejek Lidya sembari tertawa sinis.Mendengar ejekan tersebu
Mendengar ucapan Adnan Karina langsung mengangkat pandangannya. Dia menatap Adnan dengan pandangan yang sangat dingin. Selama ini, pria itu memang tidak pernah memperlakukannya dengan baik. Jika dulu dia bertahan hanya karena ingin menjadi istri yang baik untuk Adnan tapi sekarang ceritanya sudah berbeda. Dia kemudian menarik bibirnya membentuk senyuman tipis lalu berkata dengan nada mencibir. “Kita tidak punya urusan lagi. Jadi apapun yang aku lakukan, Kamu tidak perlu ikut campur.”Adnan semakin kesal, “Kita belum sah bercerai, jadi urusanmu masih menjadi urusanku.”“Oh begitu ya, tapi bagiku kita ini sudah bercerai. Hanya belum sah saja. Pada saat aku menjadi istrimu saja kamu tidak pernah peduli, apalagi sekarang?” Selesai berbicara Karina langsung menarik tangan Ryan dan mengajaknya untuk berlalu.Begitu melihat mereka berlalu Adnan hanya bisa mengepalkan tangannya, Tapi tidak untuk Lidya. Dia berteriak, “Heh, mau ke mana kalian. Kalian harus bertanggung jawab sudah merusak baju
Saat ini Karina sudah ada di kantor, dia sama sekali tidak memusingkan pertemuannya dengan Adnan dan Lidya tadi. Dia menganggap jika itu adalah hal yang sama sekali tidak penting untuk dipikirkan.Dia segera sibuk membahas masalah pekerjaan dengan Ryan. Karena sebentar lagi perusahaan mereka berdua akan berkolaborasi untuk sebuah bisnis. Ryan adalah sahabatnya yang paling baik meskipun mereka sudah berpisah beberapa tahun yang lalu, tapi Ryan tidak paham apa yang terjadi pada Karina tiga tahun yang lalu sewaktu ia meninggalkan perusahaan dan juga rumah. Dia hanya tahu jika Karina pergi dari rumah untuk mengasingkan diri saja karena tuntutan dari kakeknya, yang menjodohkannya dengan seorang pria yang tidak disukainya. Tapi ketika Karina bercerita yang sebenarnya tentang siapa Adnan dan Lidya yang mereka temui di mall tadi barulah Ryan mengerti. Bukannya bersimpati dengan nasib malang yang menimpa sahabatnya itu, Ryan malah tertawa terbahak bahak. “Wanita hebat sepertimu tiba tiba me
"Baiklah, mari kita makan," ajak Karina. Dua orang itu melangkah ke meja makan dengan tatapan yang saling bertemu. Karina menyuruh pelayan untuk memanggil kakeknya sejenak. Begitu melihat mereka, kakek Harmoko merasa hatinya hangat dan bahagia. Dia segera menghampiri cucunya serta David dimeja makan. Mereka bertiga makan dengan penuh keakraban. Usai makan, kakek Harmoko berpamitan ingin beristirahat lebih awal dengan alasan besok ada jadwal pemeriksaan kesehatan. Karina tersenyum simpul, menduga kakeknya sengaja memberi waktu untuk mereka berdua saja. Ketika mereka duduk kembali di ruangan tamu, David menyeka sudut bibirnya dan berkata, "Bagaimana kalau malam ini aku ajak kamu nonton bioskop? Hari ini ada film terbaru dari seri favoritmu." Wajah Karina tampak terkejut, namun senyumnya merekah. "Oh, benarkah?" katanya, terharu bahwa David masih ingat tentang film favoritnya."Tentu saja, aku masih mengingat semua film kesukaanmu. Bahkan, saat kamu tak ada di sini, aku sering menonto
Mereka berjalan keluar dari bioskop, beralih ke taman kota. Sepanjang perjalanan, suasana hening menggantung di antara mereka. David akhirnya memecahkan kebekuan dengan hati hati. "Karina, apakah kamu masih terbayang bayang film horor yang kita lihat tadi, ya?" tanya David sambil melirik wajah Karina. Dari sorot matanya yang cemas dan bibir yang terkatup rapat, David tahu Karina masih bergumul dengan ingatan menyeramkan film tadi. Karina menggeleng pelan, tak sanggup berkata lebih banyak. Merasa perlu memberi penghiburan, David lalu ragu ragu meraih tangan Karina dan menggenggamnya dengan lembut. Karina menatapnya dengan kaget, matanya membulat tak percaya. Namun, di balik keterkejutan itu, tersembunyi rasa nyaman yang perlahan memenuhi hati Karina.Tak lama kemudian mereka tiba, David langsung turun dari mobil dan bergegas membukakan pintu mobil untuk Karina yang dinantinya. Sambil tersenyum manis, David menatap Karina yang turun dengan hati hati. Mobil Bentley hitam mewah mereka
“Karina, kamu harus dengar ucapan kakek. Adnan itu bukan suami yang baik untukmu. Kamu tidak akan bahagia jika bersamanya.” Kakek Harmoko terus berusaha untuk menyadarkannya, tetapi hati Karina seperti sudah tertutup. Karina bergeming, dia menatap wajah kakeknya. Pria tua itu yang telah membesarkan dirinya sendirian sejak dia lahir ke dunia ini. Sebenarnya, hatinya merasa sedih dan tidak tega. Tetapi dia tidak bisa mengubah keputusannya. Dia telah berjanji dan dia harus menepati janjinya. “Kakek, maafkan aku. Beri aku waktu tiga tahun untuk membuktikannya, jika pilihanku ini tidak salah.” Kakek Harmoko tidak bisa lagi mencegah keinginan cucunya. Karina memang sangat keras kepala. Pria tua itu menegakkan pandangannya, kemudian dia berkata dengan tegas, “Baik. Tiga tahun. Tiga patah kata yang keluar dari mulutnya cukup membuat Karina lega. Dengan pikiran yang mantap, Karina menarik koper dan keluar dari pintu rumahnya yang cukup megah itu. Tapi baru satu meter dia melangkah, suara ka
Karina masih dalam keterkejutan melihat tingkah ibu mertuanya yang tiba-tiba dengan sengaja menjatuhkan dirinya sendiri ke lantai. Begitu dia melihat Adnan suaminya menghampiri ibunya, dia baru sadar ternyata ibu mertuanya melakukan itu untuk memfitnahnya. Adnan segera membantu ibunya bangun. “Adnan, wanita itu sengaja mendorong bibi. aku melihatnya sendiri. Padahal bibi hanya bertanya baik-baik padanya. “ Lidya berkata demikian untuk memperkuat akting Laras. Tatapan dingin Adnan langsung jatuh kepada Karina. Belum sempat dia untuk membela diri, tiba-tiba saja tangan Adnan mendarat di pipinya. Plak! Karina terkejut, pipinya terasa panas dan perih akibat tamparan tangan Adnan. Dia kemudian mendongak, “Kenapa memukulku? Aku sama sekali tidak bersalah!” “Apa kamu bilang, tidak bersalah? Kamu sudah menyakiti ibuku, tapi kamu masih menyangkalnya? Dasar perempuan tidak tahu diri! Aku benar-benar membencimu Karina!” Setelah mengatakan demikian, Adnan langsung mendorong Karina hingga Ka
Lidya mengulurkan tangannya untuk meraih lengan Adnan. Dia berkata dengan suara manja. “Adnan, bisakah kita seperti dulu lagi? Aku ingin bersamamu dan kali ini aku sudah mendapatkan restu dari kedua orang tuaku untuk menikah denganmu.” Adnan menarik nafas panjang, kemudian dia menoleh dan berkata. “Aku belum memikirkan hal itu karena biar bagaimanapun juga sekarang aku sudah menikah.” “Adnan, dia hanya pengantin penggantiku, kamu sama sekali tidak menyukainya dan kehidupan rumah tangga kamu juga tidak bahagia. Dia bukan wanita yang baik. Lihatlah, ibumu menderita karena memiliki menantu yang tidak berpendidikan dan berlatar belakang tidak jelas seperti dia. Dilihat dari sudut pandang manapun, aku lebih baik dari dia. Jika kamu merasa kecewa karena kejadian dulu, itu hanya sebuah kesalahpahaman saja. Aku pergi ke luar negeri juga demi kebaikan kita. Ayahku berjanji setelah aku menyelesaikan sekolahku, maka dia akan memberi restu untuk kita.” Setelah beberapa saat terdiam, Adnan kem