Siapa sangka kakek Harmoko bisa bangkit dari koma? Terbaring di atas ranjang rumah sakit, kakek Harmoko menatap kosong ke arah langit langit. Di sisi ranjangnya, David duduk dengan penuh perhatian, sedang mengaduk bubur di piring yang akan disuapkan kepada kakek. Gerakan lembut tangannya mencerminkan rasa cinta dan kasih sayang yang mendalam. Sementara itu, Karina sibuk membersihkan barang barang kakek Harmoko yang akan dibawa pulang. David terkejut saat ponselnya mulai berbunyi. Dilihatnya layar ponsel yang kemudian ia alihkan pandangannya ke arah kakek Harmoko. Kakek Harmoko mengangguk pelan, mengizinkan David mengangkat telepon tersebut. Dengan hati berdebar, David menoleh ke arah Karina yang memberikan senyuman kecil dan penuh makna. Akhirnya, David pun melangkah keluar ruangan sambil mengangkat telepon. "Hallo, Ma," sahutnya lembut. David mengangkat telepon dari mamanya. "Iya, Ma. Sudah sampai di bandara ya?" ujarnya. "Oh, sopirnya di bengkel? Oke, nanti David kasih tahu kake
David melangkah ke dapur dan tak disangka ia bertemu kakek Harmoko yang tengah meneguk air putih sambil bersandar di meja. Pandangan kakek beralih pada David. "Di mana Karina?" tanya kakek Harmoko, mengangkat sebelah alisnya. "Karina sedang merasa tidak enak badan, Kek. Dia meminta ku mencari minyak kayu putih dan—" potongan kata David terhenti oleh tawa kecil kakek Harmoko. Kakek Harmoko mengibaskan tangannya, tersenyum pada David. "Minyak kayu putih tidak ada di atas meja, David. Yang ada di sini hanya nasi dan lauk-pauk saja." Wajah David bersemu merah, ia menggigit bibir bawahnya, kemudian berkata, "Begini, Kek... sebelum memberikan minyak kayu putih kepada Karina, saya ingin menyuguhkannya sarapan. Kasihan Karina, mungkin ia saat ini sedang lapar." Ucap David diakhiri dengan senyuman. Kakek Harmoko tersenyum puas, berdiri, lalu menepuk bahu David dengan penuh kebanggaan. "Sungguh suami yang bijaksana, penuh perhatian, dan kasih sayang," puji Kakek Harmoko sambil mengacungk
setelah beberapa bulan kemudian, Karina bangkit dengan tekad kuat untuk membuat perusahaan Adnan bangkrut. Setelah dipermalukan di depan umum waktu itu, amarahnya memuncak, dan dia tak ragu lagi untuk mencabut semua suntikan dana untuk perusahaan Limanto. Dengan tatapan tajam, Karina mengutus orang orang kepercayaannya, meminta pengembalian dana tersebut dari perusahaan Limanto. Karina sengaja bermain waktu hingga tiga tahun lamanya. Dalam hatinya, dia tahu Adnan dan Lidya akan bersenang-senang dulu, dan tidak menyangka Karina berani mengambil langkah ekstrim untuk membalas dendam. Karina akhirnya mengambil keputusan untuk mencabut semua dana yang telah disuntikkan oleh perusahaan Harmoko ke Limanto demi menghancurkan perusahaan Adnan. Tersenyum sinis, David mengamati istrinya itu dari kejauhan. "Ayo tunjukkan padanya bahwa kamu bukan Karina yang dulu, tapi cucu Harmoko dan istriku David, CEO Anderson!" ujar David tegas. Karina memalingkan wajahnya, menatap David dalam-dalam, lalu
Suara handphone yang tergeletak di atas meja tiba tiba berbunyi, menginterupsi keheningan pagi. Sinar matahari perlahan menyelinap masuk melalui celah celah gorden putih yang menutupi jendela kamar. Haru, yang masih setengah terjaga, menggeser tangan untuk meraih handphone yang bersemayam di sampingnya. Layar handphone menampilkan pukul 05.30 pagi. Dengan mata yang masih sayu, Haru membaca pemberitahuan dari aplikasi idolanya, yang mengajak para penggemar setia untuk bergabung dalam ajang penciptaan lagu. Rasa berdebar mulai mengepul dalam dadanya. Seakan tergopoh gopoh, Haru bangkit dan melirik ke lantai kamar yang berserakan berbagai draft lirik lagu yang belum sempurna. Tetapi, sepertinya Haru masih belum menemukan aransemen lagu yang paling merepresentasikan jiwanya. Tak putus asa, Haru menghabiskan dua hari penuh dengan terus mencari inspirasi. Kemudian terlintas di benak Haru, bunga anggrek yang tumbuh di musim salju. Melambangkan keteguhan hati untuk tetap mekar dan berkem
"Haru, yuk, kita pergi," ajak Jimin sambil tersenyum ramah, menunjukkan kedua lesung pipinya yang menggemaskan. "Mau kemana?" tanya Haru, alisnya terangkat penasaran. "Kemana aja yang penting kamu senang," sahut Jimin, matanya berbinar penuh semangat. "Duh, maaf, kak. Aku tak tahu tempat yang bagus di kota S ini," ungkap Haru sambil menggaruk garuk kepalanya, menunjukkan wajah bingung. Jimin mengerutkan kening sejenak, seolah memutar otak mencari ide. "Bagaimana kalau kita makan malam saja?" "Di mana?" Haru bertanya, wajahnya kembali ceria, penasaran. "Disekitar sini, nggak jauh kok," jawab Jimin sambil menunjuk ke arah depan. Haru menoleh ke arah yang ditunjuknya dan kembali menatap Jimin dengan penuh tanda tanya. "Kenapa? Apa kamu tidak mau pergi makan malam bersamaku?" tanyanya dengan suara sedikit gugup. "Tidak, Kak," jawab Haru segera, menggeleng cepat. "Lalu?" "Baiklah, kita pergi," ucap Haru, akhirnya pasrah. Jimin tersenyum lebar, lalu menawarkan, "Naik mobi
"Haru. Kenapa Kamu diam lagi?" "Ti-tidak," Menggeleng. "Haru kalau Kamu menjadi kekasihku. Apakah Kamu menyetujuinya,?" Tatapan matanya benar benar begitu menyentuh hati Haru. Haru menelan Salivanya. Dengan perasaan terkejut. Dan juga tak mempercayainya. Mengapa seorang wang Jimin memberikan pertanyaan seperti itu. Dan mengapa seorang wang Jimin menyukai gadis biasa seperti Haru. Apakah cinta begitu sangat membutakan mata dan juga hati. "Haha. kakak pasti sudah mengantuk saat ini. Mari kak Kita segera pulang," Haru mengalihkan pembicaraan Jimin. Namun Haru hendak pergi meninggalkan Jimin. Jimin menarik tangan Haru hingga dipelukan Jimin dan mereka saling bertatapan. Haru kembali menelan Salivanya. Saat berada dipelukan Jimin. "Haru. Tataplah mataku,?" ucap Jimin. Dengan mendekap tubuh Haru yang masih berada diperlukannya. Haru hanya diam dan menelan Saliva. Lalu Jimin perlahan mendekati wajah Haru. Dan. Kriiiinngggg.. Suara alarm berbunyi membuyarkan semua mimpi indah Haru yan
"Siapa sih yang menggangguku? sedang melow begini, ada aja yang gangguin," Haru beranjak dari tempat tidurnya dan berjalan untuk membuka pintu kamar. Kreekk. Suara pintu kamar terbuka. Mata Haru membulat saat melihat kedatangan tamu yang ada didepan kamar. "Astaga," ucap Haru. "Hallo Nona Haru" "Iya Hallo" "Nona sedang apa? Bolehkah Saya masuk ke dalam?" "I-iya silahkan masuk kak" Jhope langsung masuk ke dalam dan kemudian duduk. "Maaf kak di kamarku berantakan" "Tidak apa apa" "kak, ada apa ya?" "Oh, gak, aku hanya ingin melihat keadaanmu saja. Aku hanya ingin memastikan Kamu Apakah baik baik saja, itu saja. Tidak lebih." Jawab J-Hope dengan tersenyum. "Ohh" "Oh iya ini Aku bawakan buah, kamu suka?" Jhope memberikan buah di dalam kantong plastik yang ia bawakan nya itu. "Terima kasih" "Iya, sama sama" Kemudian Aku menatap ke dalam plastik yang Jhope bawakan untukku. "Nona Haru" "Iya," menoleh ke arah Jhope. "Nona sudah makan?" "Belum" "Mau makan bersamaku?" "A
Haru berusaha keras untuk menenangkan hatinya dan mengendalikan emosinya, agar tidak terbawa suasana. Dia menarik napas dalam dalam. "Mau ke mana?" tanya Jimin sambil mengangkat alis. "Nggak ada, ini lagi ngajak Haru jalan jalan. Soalnya kata Haru sedang tidak enak badan. Jadi, aku mencoba mengajaknya mencari angin di sekitar sini," sahut J-Hope sambil menepuk pundak Haru. Haru mencoba tersenyum saat melihat Jimin dan kekasihnya, yang sejak tadi nemplok di dekat Jimin seperti bayangan. Meskipun hati Haru terasa perih, namun ia tetap berusaha membuat keadaan terlihat biasa saja. Dia tak ingin menampakkan wajah keperihannya itu. "Sedang tidak enak badan, kok jalan jalan, Haru? Seharusnya kamu istirahat di rumah, dan makan makanan yang sehat," ujar Jimin dengan nada penuh perhatian dan suara yang lembut. Haru merasa hatinya meleleh, namun ia mencoba menjawab dengan semangat. "Tidak apa apa, kak. Lagi pula ini jalan jalan sama kak Jhope, jadi ada yang nemenin Haru kok," sahut