Saat ini Karina sudah ada di kantor, dia sama sekali tidak memusingkan pertemuannya dengan Adnan dan Lidya tadi. Dia menganggap jika itu adalah hal yang sama sekali tidak penting untuk dipikirkan.Dia segera sibuk membahas masalah pekerjaan dengan Ryan. Karena sebentar lagi perusahaan mereka berdua akan berkolaborasi untuk sebuah bisnis. Ryan adalah sahabatnya yang paling baik meskipun mereka sudah berpisah beberapa tahun yang lalu, tapi Ryan tidak paham apa yang terjadi pada Karina tiga tahun yang lalu sewaktu ia meninggalkan perusahaan dan juga rumah. Dia hanya tahu jika Karina pergi dari rumah untuk mengasingkan diri saja karena tuntutan dari kakeknya, yang menjodohkannya dengan seorang pria yang tidak disukainya. Tapi ketika Karina bercerita yang sebenarnya tentang siapa Adnan dan Lidya yang mereka temui di mall tadi barulah Ryan mengerti. Bukannya bersimpati dengan nasib malang yang menimpa sahabatnya itu, Ryan malah tertawa terbahak bahak. “Wanita hebat sepertimu tiba tiba me
"Baiklah, mari kita makan," ajak Karina. Dua orang itu melangkah ke meja makan dengan tatapan yang saling bertemu. Karina menyuruh pelayan untuk memanggil kakeknya sejenak. Begitu melihat mereka, kakek Harmoko merasa hatinya hangat dan bahagia. Dia segera menghampiri cucunya serta David dimeja makan. Mereka bertiga makan dengan penuh keakraban. Usai makan, kakek Harmoko berpamitan ingin beristirahat lebih awal dengan alasan besok ada jadwal pemeriksaan kesehatan. Karina tersenyum simpul, menduga kakeknya sengaja memberi waktu untuk mereka berdua saja. Ketika mereka duduk kembali di ruangan tamu, David menyeka sudut bibirnya dan berkata, "Bagaimana kalau malam ini aku ajak kamu nonton bioskop? Hari ini ada film terbaru dari seri favoritmu." Wajah Karina tampak terkejut, namun senyumnya merekah. "Oh, benarkah?" katanya, terharu bahwa David masih ingat tentang film favoritnya."Tentu saja, aku masih mengingat semua film kesukaanmu. Bahkan, saat kamu tak ada di sini, aku sering menonto
Mereka berjalan keluar dari bioskop, beralih ke taman kota. Sepanjang perjalanan, suasana hening menggantung di antara mereka. David akhirnya memecahkan kebekuan dengan hati hati. "Karina, apakah kamu masih terbayang bayang film horor yang kita lihat tadi, ya?" tanya David sambil melirik wajah Karina. Dari sorot matanya yang cemas dan bibir yang terkatup rapat, David tahu Karina masih bergumul dengan ingatan menyeramkan film tadi. Karina menggeleng pelan, tak sanggup berkata lebih banyak. Merasa perlu memberi penghiburan, David lalu ragu ragu meraih tangan Karina dan menggenggamnya dengan lembut. Karina menatapnya dengan kaget, matanya membulat tak percaya. Namun, di balik keterkejutan itu, tersembunyi rasa nyaman yang perlahan memenuhi hati Karina.Tak lama kemudian mereka tiba, David langsung turun dari mobil dan bergegas membukakan pintu mobil untuk Karina yang dinantinya. Sambil tersenyum manis, David menatap Karina yang turun dengan hati hati. Mobil Bentley hitam mewah mereka
Karina merasa jantungnya berdebar, pasti David telah memperhatikannya sejak tadi. Tandanya, David tersenyum senyum padanya. Dengan malu, Karina membalas senyuman itu sebelum segera memalingkan wajah, menepiskan rambutnya, dan bergumam sendirian. "Sejak kapan dia ada di sini, betapa malunya aku," keluhnya pelan. Kakek yang menyadari kegugupan Karina pun lalu menegurnya, "Karina, kenapa diam saja? Ayo bergabung dengan kakek dan juga David." Karina menoleh, tersenyum tipis, dan memberi alasan ingin mencuci muka dulu sebelum bergabung dengan mereka. Kakek Harmoko mengangguk, mengizinkan Karina untuk sejenak membersihkan wajahnya.Karina bergegas kembali ke kamar, menuju kamar mandi dan memandangi wajahnya di cermin. Sambil mencuci muka, ia menggumamkan kata kata cemas. "Pasti David telah melihat wajah kusam ku ini. Benar benar malu sekali, ceroboh. Mengapa tidak melihat hal sekitar saat menuruni anak tangga, dan sejak kapan David berada di sana?" Karina menepuk jidatnya, kemudian menggi
Laras sibuk mempersiapkan acara arisan di rumahnya; pesanan makanan enak sudah dipesan dan para undangan arisan akan segera datang. Namun, tanpa diduga Lidya muncul dengan tujuan menemui Adnan yang sebenarnya sedang berada di kantor. Melihat keramaian yang terjadi di rumah itu, Lidya bingung dan dengan lantang bertanya, "Bu, ada acara apa? Sepertinya kok ramai sekali, arisan ya?" "Iya arisan, ada apa? sini duduk." Bu Laras segera mengajak Lidya untuk duduk, penasaran dengan cerita yang akan dibagikan oleh calon mantunya itu. "Kamu bawa berita apa hari ini? Seru gak?" tanya Bu Laras dengan ekspresi penasaran. Lidya pun tersenyum kecil, lalu teringat alasan kedatangannya dan bersiap untuk menceritakan hal tersebut kepada Bu Laras. "Ibu, berita ini pasti akan membuat ibu penasaran," ujar Lidya dengan senyum kecil yang menggoda, sambil mengejek sedikit. Bu Laras tertawa kecil, Lidya tahu betul bagaimana menggoda bu Laras. Merasa ada yang menarik, Lidya bercerita tentang apa yang
Karina menatap jauh punggung Adnan yang semakin menjauh, hingga tiba tiba ponselnya berdering. Dia terkejut saat mendengar kabar dari sisi lain. Tanpa berpikir panjang, ia segera bergegas pergi menuju rumah sakit. "Rumah Sakit Citra Mulya," perintah Karina pada sopirnya dengan nada tergesa gesa. Mobil Bentley hitam melaju dengan kecepatan di atas rata rata.Karina merasa ingin segera sampai ke rumah sakit secepatnya, kemudian Karina berkata, "tambahkan lagi kecepatannya, aku sudah terlambat," ucap Karina dengan nada panik. Sopir hanya menjawab, "Baik, nona muda," sambil menginjak pedal gas lebih dalam. Sayangnya, kemacetan jalan raya yang mengerikan menghadang perjalanan mereka. Karina, yang semakin tidak sabaran, akhirnya membuka pintu mobil, meskipun sang sopir berusaha mencegahnya. "Susul aku ke rumah sakit, aku akan menunggumu di sana," ujar Karina tegas, lalu berlari mencari ojek. Sopir hanya bisa mengangguk patuh, sementara Karina berhasil menemukan pangkalan ojek dan langsun
Siapa sangka kakek Harmoko bisa bangkit dari koma? Terbaring di atas ranjang rumah sakit, kakek Harmoko menatap kosong ke arah langit langit. Di sisi ranjangnya, David duduk dengan penuh perhatian, sedang mengaduk bubur di piring yang akan disuapkan kepada kakek. Gerakan lembut tangannya mencerminkan rasa cinta dan kasih sayang yang mendalam. Sementara itu, Karina sibuk membersihkan barang barang kakek Harmoko yang akan dibawa pulang. David terkejut saat ponselnya mulai berbunyi. Dilihatnya layar ponsel yang kemudian ia alihkan pandangannya ke arah kakek Harmoko. Kakek Harmoko mengangguk pelan, mengizinkan David mengangkat telepon tersebut. Dengan hati berdebar, David menoleh ke arah Karina yang memberikan senyuman kecil dan penuh makna. Akhirnya, David pun melangkah keluar ruangan sambil mengangkat telepon. "Hallo, Ma," sahutnya lembut. David mengangkat telepon dari mamanya. "Iya, Ma. Sudah sampai di bandara ya?" ujarnya. "Oh, sopirnya di bengkel? Oke, nanti David kasih tahu kake
David melangkah ke dapur dan tak disangka ia bertemu kakek Harmoko yang tengah meneguk air putih sambil bersandar di meja. Pandangan kakek beralih pada David. "Di mana Karina?" tanya kakek Harmoko, mengangkat sebelah alisnya. "Karina sedang merasa tidak enak badan, Kek. Dia meminta ku mencari minyak kayu putih dan—" potongan kata David terhenti oleh tawa kecil kakek Harmoko. Kakek Harmoko mengibaskan tangannya, tersenyum pada David. "Minyak kayu putih tidak ada di atas meja, David. Yang ada di sini hanya nasi dan lauk-pauk saja." Wajah David bersemu merah, ia menggigit bibir bawahnya, kemudian berkata, "Begini, Kek... sebelum memberikan minyak kayu putih kepada Karina, saya ingin menyuguhkannya sarapan. Kasihan Karina, mungkin ia saat ini sedang lapar." Ucap David diakhiri dengan senyuman. Kakek Harmoko tersenyum puas, berdiri, lalu menepuk bahu David dengan penuh kebanggaan. "Sungguh suami yang bijaksana, penuh perhatian, dan kasih sayang," puji Kakek Harmoko sambil mengacungk