“Karina, kamu harus dengar ucapan kakek. Adnan itu bukan suami yang baik untukmu. Kamu tidak akan bahagia jika bersamanya.” Kakek Harmoko terus berusaha untuk menyadarkannya, tetapi hati Karina seperti sudah tertutup.
Karina bergeming, dia menatap wajah kakeknya. Pria tua itu yang telah membesarkan dirinya sendirian sejak dia lahir ke dunia ini. Sebenarnya, hatinya merasa sedih dan tidak tega. Tetapi dia tidak bisa mengubah keputusannya. Dia telah berjanji dan dia harus menepati janjinya. “Kakek, maafkan aku. Beri aku waktu tiga tahun untuk membuktikannya, jika pilihanku ini tidak salah.” Kakek Harmoko tidak bisa lagi mencegah keinginan cucunya. Karina memang sangat keras kepala. Pria tua itu menegakkan pandangannya, kemudian dia berkata dengan tegas, “Baik. Tiga tahun. Tiga patah kata yang keluar dari mulutnya cukup membuat Karina lega. Dengan pikiran yang mantap, Karina menarik koper dan keluar dari pintu rumahnya yang cukup megah itu. Tapi baru satu meter dia melangkah, suara kakek memanggilnya. Karina menoleh. “Jika kamu tidak tahan, kamu tidak perlu menahan diri sampai tiga tahun itu tiba. Pintu rumah ini akan selalu terbuka, kapanpun kamu ingin pulang.” Karina mengangguk, dia berbalik dan melangkah dengan mantap. Prang! Suara piring jatuh ke lantai disusul dengan teriakan marah dari Laras, mengejutkan Karina dari lamunannya tentang sang kakek. “Karina! Apa-apaan ini? Kenapa tidak ada makanan sedikitpun di atas meja!” Wanita separuh baya yang sudah menjadi ibu mertua Karina selama tiga tahun ini berteriak. Karina mengusap keringat yang mengalir di dahinya, lalu meletakkan kain pel yang ada di tangannya. Kemudian dia buru-buru berlari menuju meja makan. “Maaf Bu, aku memang belum memasak. Aku belum selesai membereskan rumah. Aku merasa tidak enak badan. Tadi aku istirahat sebentar.” “Dasar menantu tidak berguna! Aku sudah bilang berulang kali padamu, jika hari ini akan ada tamu spesial yang akan datang. Aku sudah menyuruhmu memasak yang banyak untuk menyambutnya!” Karina menoleh saat mendengar suara langkah kaki dari belakang. Dia melihat seorang wanita cantik berjalan dengan anggun. Kedua mata wanita itu menatap dingin padanya. Kemudian wanita itu berdiri di samping itu mertuanya dan berkata dengan lembut, “Bibi, tidak apa-apa. Jangan memarahinya. Bibi sudah mau mengizinkan aku berkunjung ke sini saja, aku sudah senang. Tidak perlu repot-repot.” Ujar wanita itu pada Laras dengan suara yang merdu dan lembut. Karina melihat ibu mertuanya tersenyum penuh kasih sayang kepada wanita itu, sorot matanya juga menampakan kehangatan. Jauh berbeda sekali ketika menatap dirinya. “Lidya, jangan berkata seperti itu. Kamu itu adalah tamu spesial bibi. Jadi sudah semestinya kamu disambut dengan spesial juga.” Lalu Laras menoleh pada Karina, terdengar nada bicaranya berubah, tidak lembut seperti saat dia berbicara pada Lidya tadi. “Tidak seperti wanita itu, sama sekali tidak berguna! Aku juga heran kenapa Adnan malah menikahi wanita miskin dan tidak punya latar belakang keluarga yang jelas seperti dia. Hanya menjadi beban saja!” Karina menunduk, kata-kata menyakitkan seperti itu sudah seperti makanan sehari-hari baginya, bahkan telinganya sudah hampir kebal. Terdengar Laras kembali berbicara penuh kasih sayang pada wanita yang bernama Lidya itu. “Kalau begitu, ayo kita duduk dulu sambil menunggu Adnan pulang.” Bu Laras menggandeng tangan Lidya untuk mengajaknya pergi dari dapur, tapi sebelum melangkahkan kaki dia menoleh lagi pada Karina. “Heh, kamu! Buatkan jus buah untuk Lidya dan siapkan makanan secepatnya!” Karina hanya mengangguk, melirik kedua punggung itu yang telah keluar dari dapur. Dia pernah mendengar jika Lidya ini adalah mantan pacar suaminya. Tetapi untuk apa wanita itu kembali lagi ke sini? Bukankah dulu dia yang telah meninggalkan Adnan satu hari sebelum hari pernikahan mereka? Memikirkan itu, perasaan Karina tiba-tiba menjadi tidak nyaman. Dia menghela nafas berat kemudian melangkah untuk membuat jus buah seperti yang diperintahkan oleh ibu mertuanya tadi. Kemudian dia buru-buru membawanya ke depan, karena sudah terdengar suara panggilan keras dari Laras. Karina melihat dua orang itu berbicara begitu akrab. Dia kemudian meletakkan jus buah di atas meja. Setelah meletakkan jus buah, tanpa berkata apapun, Karina berbalik untuk melangkah pergi. Tetapi Laras tiba-tiba memanggilnya lagi. “Karina!” Karina berhenti, kemudian menoleh, “Iya Bu,” Laras menatapnya dengan sinis, kemudian menoleh pada Lidya dengan pandangan yang lembut. Lalu terlihat dia tersenyum dan kembali menoleh pada Karina. “Kamu sudah tahu kan, siapa dia ini?” Bu Laras bertanya pada Karina sambil melirik sedikit pada Lidya. Karina tidak menjawab, Dia hanya mengangguk. Meskipun tidak pernah bertemu dengan Lidya, tetapi dia tahu semua cerita tentang Lidya dari Adnan suaminya. “Baguslah kalau kamu sudah tahu. Jadi mulai sekarang, kamu harus memperlakukannya dengan baik. Jika sedikit saja kamu melakukan kesalahan, maka aku akan menyuruh Adnan untuk menceraikan mu.” Karina tidak menjawab. Dia tidak mengangguk ataupun menggeleng. “Heh, kamu dengar tidak?!” Laras berkata dengan nada tinggi padanya. “Aku mendengarnya, Bu. Tapi kewajibanku di sini hanyalah untuk melayani suamiku, bukan orang lain.” BRAK! Laras menggebrak meja dengan marah. “Dasar wanita tidak tahu malu! Adnan itu tidak pernah mencintaimu dan tidak pernah menginginkanmu untuk menjadikanmu istri! Kamu saja yang tergila-gila padanya sampai kamu tidak tahu malu, memohon-mohon untuk dinikahi. Kamu hanya menginginkan uang keluarga kami kan? Jadi untuk apa kamu berani membantahku?” Mendengar Ibu mertuanya berkata demikian Karina langsung menggeleng, “Aku sama sekali tidak pernah menginginkan uang kalian.” Mendengar Karina membantah, Laras semakin kesal dan memarahinya. “Kamu tidak usah menyangkal lagi. Aku sudah tahu semuanya. Kamu hanya berpura-pura baik dan patuh di hadapan Adnan, tapi di belakangnya, kamu punya niat terselubung kan? Kamu hanya ingin menumpang hidup enak di sini. Mungkin kamu bisa saja membohongi Adnan, tapi kamu tidak bisa membohongiku!” Karina hanya diam. Seberapapun dia menyangkal, ibu mertuanya itu tidak pernah mempercayainya. Melihat Karina hanya diam, Laras kembali berteriak, “Cepat kamu pergi ke dapur dan memasak! Apa kamu tidak tahu kalau tamu spesial ku ini sudah kelaparan? “Bu, sepertinya hari ini aku tidak bisa memasak. Aku benar-benar sedang tidak enak badan.” Karina menjawab demikian karena dia memang merasa tubuhnya sedang demam dan kepalanya pusing sejak tadi pagi. Hanya saja, dia masih menahannya untuk membereskan rumah. Mendengar jawaban Karina, bukannya bersimpati, Laras malah marah. Dia berdiri dan menghampirinya, “Apa kamu bilang? Tidak mau memasak? Lalu kami mau makan apa? Maksud kamu beli di luar, begitu? Dasar wanita licik! Kamu sengaja ingin memoroti putraku kan?” Laras menarik rambut Karina dan mendorong bahunya, “Cepat kamu memasak, atau aku akan mematahkan tanganmu!” Begitulah Laras ingin mendorong Karina, tiba-tiba terdengar langkah kaki. Saat Laras menoleh dan melihat Adnan sudah berada diluar pintu, tiba-tiba Laras langsung menjatuhkan dirinya ke lantai. “Argh..” Laras meringis kesakitan. Karina tercengang. Lidya juga terkejut saat melihat Laras dengan sengaja menjatuhkan diri di lantai, tetapi ketika dia melihat Adnan yang sudah berjalan masuk, dia langsung mengerti. Dia kemudian berlari menghampiri Laras seolah-olah ingin membantunya. “Ya Tuhan, Bibi. Bibi tidak apa-apa?” Laras menoleh ke arah Karina yang masih berdiri di sana dan berkata dengan suara sedih. “Karina, kenapa kamu begitu kejam menindas ibu? Apa salah ibu padamu?” Melihat ibunya tersungkur di lantai sambil menangis dan meringis kesakitan, Adnan terkejut bukan main dan langsung berlari mendekati. “Ibu, apa yang terjadi?” “Adnan, untung kamu sudah kembali. Lihatlah istrimu, dia kembali menindas ibu. Tolong katakan padanya, jangan lakukan ini lagi pada ibu. Ibu benar-benar sudah tidak tahan.”Karina masih dalam keterkejutan melihat tingkah ibu mertuanya yang tiba-tiba dengan sengaja menjatuhkan dirinya sendiri ke lantai. Begitu dia melihat Adnan suaminya menghampiri ibunya, dia baru sadar ternyata ibu mertuanya melakukan itu untuk memfitnahnya. Adnan segera membantu ibunya bangun. “Adnan, wanita itu sengaja mendorong bibi. aku melihatnya sendiri. Padahal bibi hanya bertanya baik-baik padanya. “ Lidya berkata demikian untuk memperkuat akting Laras. Tatapan dingin Adnan langsung jatuh kepada Karina. Belum sempat dia untuk membela diri, tiba-tiba saja tangan Adnan mendarat di pipinya. Plak! Karina terkejut, pipinya terasa panas dan perih akibat tamparan tangan Adnan. Dia kemudian mendongak, “Kenapa memukulku? Aku sama sekali tidak bersalah!” “Apa kamu bilang, tidak bersalah? Kamu sudah menyakiti ibuku, tapi kamu masih menyangkalnya? Dasar perempuan tidak tahu diri! Aku benar-benar membencimu Karina!” Setelah mengatakan demikian, Adnan langsung mendorong Karina hingga Ka
Lidya mengulurkan tangannya untuk meraih lengan Adnan. Dia berkata dengan suara manja. “Adnan, bisakah kita seperti dulu lagi? Aku ingin bersamamu dan kali ini aku sudah mendapatkan restu dari kedua orang tuaku untuk menikah denganmu.” Adnan menarik nafas panjang, kemudian dia menoleh dan berkata. “Aku belum memikirkan hal itu karena biar bagaimanapun juga sekarang aku sudah menikah.” “Adnan, dia hanya pengantin penggantiku, kamu sama sekali tidak menyukainya dan kehidupan rumah tangga kamu juga tidak bahagia. Dia bukan wanita yang baik. Lihatlah, ibumu menderita karena memiliki menantu yang tidak berpendidikan dan berlatar belakang tidak jelas seperti dia. Dilihat dari sudut pandang manapun, aku lebih baik dari dia. Jika kamu merasa kecewa karena kejadian dulu, itu hanya sebuah kesalahpahaman saja. Aku pergi ke luar negeri juga demi kebaikan kita. Ayahku berjanji setelah aku menyelesaikan sekolahku, maka dia akan memberi restu untuk kita.” Setelah beberapa saat terdiam, Adnan kem
Karina menuruni angkot yang ditumpanginya tadi dengan menjinjing keranjang sayur di tangannya. Angkot yang dinaikinya tadi tidak sampai ke depan rumah Adnan, hanya ada di persimpangan. Jadi dia harus berjalan kaki beberapa meter untuk sampai ke rumah itu. Ketika dia membuka pintu, dia langsung disambut oleh ibu mertuanya dengan ocehan dan kata-kata yang pedas. “Benar-benar perempuan tidak berguna! Ke pasar saja sangat lama! Sepertinya kamu sengaja ya, ingin membuat aku mati kelaparan?” Karina tidak menjawab ocehan mertuanya, dia langsung pergi ke dapur untuk segera memasak. Laras bukannya berhenti mengoceh, tapi dia justru mengikuti Karina dan melanjutkan ocehannya. “Kamu itu sebenarnya berasal dari mana sih? Kenapa kamu itu tidak tahu malu sekali? Karina, kamu dengar ya? Lidya, pacar Adnan sudah kembali. Jadi kamu harus merelakan Adnan untuk menikahnya!” Karina yang sedang menggenggam sayuran langsung menoleh, “Ibu, tapi aku masih istri sah mas Adnan. Bagaimana mungkin dia aka
Mobil taksi yang ditumpangi Karina berhenti di depan gedung perkantoran grup Harmoko yang menjulang tinggi dan tampak mencolok di antara gedung-gedung lainnya di kota itu. Sebelum dia melangkah masuk ke dalam gedung perusahaan itu, Mia sudah terlihat menunggunya di depan pintu masuk bersama dengan dua pria kekar yang memakai jas hitam. Melihat Karina datang, Mia langsung berlari kecil menyambut, diikuti dengan dua pria tadi. “Nona Muda, ternyata anda benar-benar datang. Kalau begitu, mari silahkan.” Mia terlihat begitu senang, begitu juga dengan dua pria di belakangnya. Mereka tidak menyangka jika Nona Muda mereka benar-benar akan datang ke perusahaan. Sebelum melangkah masuk, Karina menoleh dan bertanya dulu pada Mia, “Kamu tidak memberitahu kakek kan, tentang kedatanganku ini?” “Tidak, Nona Muda. Tuan Besar sudah ada satu mingguan ini tidak pergi ke perusahaan. Dia terlalu khawatir memikirkan mu.” “Baguslah, jangan beritahu pada kakek dahulu tentang rencanaku.” Mia menganggu
Setelah mematikan panggilan dan memasukkan ponselnya kembali ke dalam tas, tanpa ragu Karina melangkah membuka pintu. Ketika dia sampai di ruang tamu, dia melihat Laras sudah berbalik dan ingin menghampirinya. Laras terkejut melihat Karina keluar dengan penampilan seperti itu. Karina yang dekil, lusuh dan kucel itu tiba-tiba tidak ada di diri Karina yang sekarang. Dia terlihat seperti bak putri orang kaya yang baru saja datang dari sebuah perusahaan ternama. Laras sampai tercengang bukan main. Begitu juga dengan Lidya. Mereka tidak menyangka jika Karina bisa berpenampilan secantik itu juga. Apalagi gaun, tas, bahkan perhiasan yang dipakainya adalah merek terkenal. “Kamu! Apa-apaan kamu hah? Dari mana kamu mendapatkan semua barang mewah yang ada di badanmu itu?” Laras langsung menudingnya. Karina tersenyum sinis, kelembutan dan keramahannya yang selama ini selalu ia tunjukan tiba-tiba menghilang dari wajahnya. Dia kemudian berkata dengan nada datar, “Bukan dari mana-mana. Semua
“Kenapa semakin hari kamu semakin seperti ini? Kenapa kamu tidak mau patuh sedikitpun?” Karina langsung menegakkan punggungnya dan menatap Adnan dengan sangat dingin. “Patuh? Aku harus patuh bagaimana lagi? Hampir tiga tahun aku tinggal di rumah ini. Aku menjadi seorang menantu dan istri yang patuh untuk kalian. Sedikitpun aku tidak pernah mengeluh seperti apapun sakitnya kalian menindasku dan menghinaku, tapi aku tetap bertahan demi agar bisa menjadi istri yang baik untuk kamu Adnan. Demi bisa membalas semua kebaikan yang pernah kamu berikan padaku dulu ketika kamu menyelamatkan aku dari kecelakaan. Tetapi, selama itu aku sama sekali tidak dihargai. Aku terus dihina karena kalian melihatku hanyalah seorang wanita yang tidak punya apa-apa. Dan mungkin sekarang, wanita yang sudah meninggalkanmu dan bahkan hampir membuatmu malu itu kembali, tiba-tiba saja kamu berkata akan menikahinya tanpa memikirkan perasaanku bagaimana? Apakah aku masih harus patuh?” Adnan tercengang dengan jawab
Selesai nelpon, Adnan langsung terbalik dan masuk ke dalam rumah. Dia tidak memperdulikan ibunya dan Lidya yang memanggilnya. Dia langsung pergi ke dalam kamar. Dia memeriksa lemari. Dia tertegun saat menyadari jika tidak ada satupun barang milik Karina yang dibawanya. Gaun sederhana dan barang-barang lainnya yang pernah ia belikan untuk Karina, satupun tidak ada yang di bawa. Bahkan cincin pernikahan mereka pun telah tergeletak di atas meja tertumpang di sebuah kertas gugatan cerai yang sudah ditandatangani oleh Karina. Adnan meraih kertas itu dan meremasnya, kemudian melemparnya ke tempat sampah.“Dasar perempuan tidak tahu diri! Dia sendiri yang ingin masuk ke dalam kehidupanku dan dia sekarang yang ingin pergi juga! Dia pikir dia siapa hah? Lihat saja, aku akan menceraikanmu dan membuatmu menyesal sudah berani tidak patuh padaku!”Selama ini sebenarnya Adnan tidak terlalu kejam pada Karina. Dia bertemu dengan Karina dalam keadaan kalut. Karena pada saat itu pernikahannya hampir
Tiga mobil Bentley hitam yang meluncur di jalanan aspal hitam. Meskipun padat, tetapi tiga mobil itu tetap lancar seperti sengaja diberi jalan oleh para pengguna jalan lainnya.Di sebuah persimpangan jalan mobil-mobil itu berbelok dan berhenti di depan sebuah rumah besar dengan pagar besi hitam yang tinggi dan kokoh. Hanya selang beberapa detik gerbang besi itu terbuka tiga mobil itu masuk dan berhenti sebelum pintu mobil paling depan terbuka para pelayan wanita dan pria sudah keluar secara teratur dan berbaris rapi untuk menyambut kedatangan mereka Mia turun terlebih dahulu sebelum kemudian dia membuka pintu untuk sang putri pewaris. Para pelayan membungkuk Dengan hormat ketika Nona mudanya keluar dari dalam mobil. “Selamat datang kembali Nona muda.” mereka serempak mengucapkan kata penyambutan. Karina hanya tersenyum dan mengangguk ringan kemudian dia menatap seorang Pria tua yang memakai tongkat keluar dari pintu Kakek Harmoko menyambut kedatangan cucu satu-satunya miliknya i
Beberapa bulan berlalu, dan kolaborasi dengan Hiroshi Tanaka membuahkan hasil. Bersama timnya, Adrian dan Sari meluncurkan produk terbaru mereka, Elysian, sebuah platform berbasis kecerdasan buatan yang tidak hanya melayani kebutuhan pelanggan tetapi juga mampu memprediksi tren masa depan.Peluncuran Elysian diadakan di Tokyo, Jepang, salah satu pasar terbesar mereka. Adrian dan Sari memilih Tokyo bukan hanya untuk menghormati Hiroshi sebagai mitra, tetapi juga untuk menunjukkan kepada dunia bahwa mereka siap bersaing di panggung global.Acara tersebut berlangsung megah, dihadiri oleh para pemimpin industri dari berbagai negara. Ketika demo Elysian dipresentasikan, ruangan dipenuhi dengan tepuk tangan meriah. Platform ini menawarkan sesuatu yang belum pernah ada sebelumnya: teknologi yang dapat mengintegrasikan kebutuhan pelanggan dengan solusi yang benar-benar personal, ramah lingkungan, dan inovatif.Namun, seperti yang telah diperkirakan, Vino kembali mencoba menjegal mereka. Kali
Setelah forum bisnis di Zurich, Adrian dan Sari kembali ke kantor pusat mereka dengan energi baru. Aurora telah menjadi bukti bahwa mereka mampu bertahan di tengah persaingan sengit, tetapi perjalanan mereka masih jauh dari kata selesai. Pasar internasional semakin menuntut inovasi yang lebih cepat dan layanan yang lebih baik.Di pagi yang sibuk, Sari menerima sebuah panggilan telepon dari seorang mitra strategis di Jepang. Mitra itu, Hiroshi Tanaka, adalah pemilik perusahaan teknologi terkemuka yang sudah lama dikenal karena inovasinya dalam bidang kecerdasan buatan.“Sari-san,” suara Hiroshi terdengar penuh semangat. “Saya sangat tertarik dengan konsep Aurora. Saya percaya bahwa dengan kecerdasan buatan, kita bisa mengembangkan produk ini ke level berikutnya. Bagaimana jika kita berdiskusi lebih lanjut tentang kolaborasi?”Mendengar tawaran itu, Sari merasa ini adalah kesempatan emas. Ia segera memberi tahu Adrian, yang langsung setuju untuk mengatur pertemuan virtual dengan tim Hir
Beberapa minggu setelah peluncuran Aurora, hasil penjualan mulai menunjukkan dampak besar. Produk inovatif itu tidak hanya diterima dengan baik, tetapi juga menjadi tren global. Media internasional mulai meliput kisah sukses Adrian dan Sari, menjadikan mereka simbol pengusaha muda yang berani melawan raksasa industri.Namun, seperti yang diduga, Vino tidak tinggal diam. PT. Maxima mulai menggencarkan kampanye untuk mendiskreditkan Aurora. Mereka menyebarkan isu bahwa teknologi yang digunakan oleh Aurora memiliki cacat yang berpotensi berbahaya bagi pelanggan. Isu ini dengan cepat menyebar, dan beberapa pelanggan mulai meragukan kualitas produk Adrian dan Sari.Adrian langsung mengumpulkan timnya untuk menanggapi krisis ini. “Kita harus menyelesaikan ini secepat mungkin. Jika kita membiarkan rumor ini berkembang, reputasi kita akan hancur,” katanya dengan nada serius.Sari, yang selalu tenang dalam situasi genting, menyarankan, “Kita harus transparan. Mari undang para ahli independen u
Kesuksesan ekspansi internasional Adrian dan Sari bukan hanya buah dari kerja keras, tetapi juga bukti ketahanan mereka dalam menghadapi persaingan yang terus meningkat. Namun, mereka menyadari bahwa keberhasilan awal ini hanya permulaan dari perjalanan panjang yang penuh tantangan.Sebuah email masuk ke kotak masuk Adrian pagi itu. Pengirimnya adalah seorang mantan kolega yang kini bekerja sebagai konsultan bisnis di Eropa. Email tersebut menawarkan kolaborasi untuk memperluas produk mereka ke pasar yang lebih luas, terutama di wilayah Eropa Timur, yang dianggap sebagai ladang subur untuk produk inovatif. Adrian menunjukkan email itu kepada Sari, yang langsung melihat potensi besar dari tawaran tersebut.“Kita harus mempersiapkan semuanya dengan matang,” ujar Sari, mempelajari email itu dengan seksama. “Tapi, jika ini berhasil, kita akan punya pijakan kuat di pasar internasional.”Namun, di tengah perencanaan mereka, ancaman baru muncul dari PT. Maxima. Vino, yang dikenal licik dan a
Setelah kesepakatan dengan Ryan tercapai, Adrian dan Sari mulai melihat perubahan besar dalam perusahaan mereka. Penerapan teknologi terbaru yang mereka adopsi berjalan mulus. Tim mereka mulai terbiasa dengan sistem baru, dan hasilnya sangat memuaskan. Proses produksi menjadi lebih efisien, biaya operasional berkurang, dan yang paling penting, mereka bisa memberikan pengalaman pelanggan yang jauh lebih baik. Penjualan terus meningkat, dan reputasi merek mereka semakin dikenal di pasar.Namun, keberhasilan ini juga menarik perhatian para pesaing yang lebih besar, yang mulai merasa terancam dengan inovasi yang dibawa oleh Adrian dan Sari. Seorang pesaing utama, PT. Maxima, yang sudah lama mendominasi pasar, mulai melakukan langkah-langkah agresif untuk meraih pangsa pasar yang lebih besar. PT. Maxima, yang dipimpin oleh seorang eksekutif muda bernama Vino, mengumumkan peluncuran produk baru yang hampir identik dengan produk utama mereka. Mereka menawarkan harga yang lebih murah, yang la
Adrian dan Sari memutuskan untuk menolak tawaran besar dari Daniel Hartono, meskipun tawaran itu menawarkan banyak keuntungan dan peluang. Keputusan itu bukanlah keputusan yang mudah, tapi mereka tahu bahwa kebebasan dan kendali atas bisnis yang mereka bangun adalah hal yang lebih berharga daripada keuntungan jangka pendek yang bisa didapat dengan menyerahkan sebagian besar saham mereka.Setelah pertemuan itu, mereka merasa lega, tetapi juga cemas akan dampak keputusan ini pada masa depan mereka. Sari tahu bahwa mereka harus lebih kreatif dan bekerja lebih keras untuk tetap berkembang tanpa bantuan investor besar. Mereka berdua memutuskan untuk fokus pada pengembangan produk dan mencari peluang baru untuk menjangkau pasar yang lebih luas.Hari-hari berikutnya, mereka memulai perjalanan baru dalam mengelola perusahaan. Mereka berdua menghabiskan lebih banyak waktu untuk mengembangkan ide-ide baru, memperbaiki sistem operasional, dan mencari cara untuk menarik perhatian pelanggan lebih
Meskipun kehidupan Adrian dan Sari kembali tenang setelah konfrontasi dengan Rina, ada perasaan yang mengganjal di dalam hati mereka. Keberhasilan mereka tidak serta merta menghapus semua keraguan dan kecemasan yang ada. Mereka berdua tahu bahwa dunia bisnis penuh dengan persaingan yang ketat, dan meskipun mereka telah mengalahkan rintangan satu per satu, ada banyak tantangan baru yang siap menanti.Beberapa bulan kemudian, Adrian menerima tawaran dari seorang investor besar yang ingin bekerja sama dengan usaha mereka. Tawaran itu sangat menggiurkan, dan dalam hati Adrian, ini bisa menjadi langkah besar bagi perusahaan mereka. Namun, tawaran itu datang dengan syarat yang cukup mengkhawatirkan. Investor tersebut meminta sebagian besar saham perusahaan dengan imbalan dana yang cukup besar dan jaringan bisnis yang luas.Adrian merasa bimbang. Ia tahu bahwa tawaran ini bisa membawa mereka ke level yang lebih tinggi, tapi ia juga tidak ingin kehilangan kendali atas perusahaan yang telah me
Beberapa minggu setelah artikel wawancara yang diterbitkan, kehidupan Adrian dan Sari berubah dengan cepat. Usaha mereka semakin berkembang pesat, dan popularitas mereka semakin dikenal. Namun, di balik kesuksesan itu, mereka menyadari bahwa tidak semua orang senang melihat mereka maju, terutama Rina. Meski keluarga Adrian mulai menerima keadaan, Rina tetap berusaha mencari celah untuk merusak kebahagiaan mereka.Suatu sore, ketika Adrian sedang di kantor untuk rapat dengan beberapa calon mitra bisnis, Sari duduk di ruang tamu rumah mereka yang sederhana. Ia tengah mengecek beberapa pesanan yang masuk melalui aplikasi, sambil sesekali tersenyum melihat betapa cepatnya usaha mereka berkembang. Namun, sebuah telepon yang masuk mengalihkan perhatiannya.“Hallo, Bu Sari?” suara di ujung telepon itu terdengar agak cemas.“Ya, ini saya. Ada apa, Pak?” jawab Sari dengan sedikit curiga.“Ini Pak Amran dari media tadi. Saya ingin memberitahukan sesuatu yang mungkin harus Anda ketahui. Beberapa
“Ibu minta maaf, Adrian. Kami terlalu keras padamu. Kami pikir jalan yang kamu pilih adalah kesalahan, tapi ternyata kami yang salah,” ucap sang ibu dengan suara bergetar. Matanya yang basah menatap Adrian penuh penyesalan.Ayahnya mengangguk pelan, menambahkan, “Kami hanya ingin yang terbaik untukmu. Tapi kami tidak pernah benar-benar mengerti apa yang membuatmu bahagia. Kami salah menilai, dan kami ingin memperbaikinya.”Adrian menghela napas panjang, mencoba meredakan emosi yang berkecamuk di dadanya. Ia menatap kedua orang tuanya dengan penuh kejujuran. “Aku tidak pernah bermaksud mengecewakan kalian, Ayah, Ibu. Aku hanya ingin hidup sesuai dengan apa yang aku yakini benar. Bersama Sari, aku menemukan kebahagiaan dan tujuan hidupku. Aku hanya berharap kalian bisa menerima kami apa adanya.”Rina, yang duduk di sudut ruangan dengan wajah canggung, akhirnya angkat bicara. “Adrian, aku juga minta maaf. Aku terlalu sombong dan tidak menghargai perjuanganmu. Aku pikir aku lebih baik dar