Yoga langsung menarik tangan Cecil dan berkata, "Ikut aku."Yoga membawa Cecil turun ke lantai bawah. Di lantai bawah, Markus sedang bertransaksi dengan tamu.Tamu itu berkata, "Halo, kami datang untuk membeli barang pribadi Tuan Bimo.""Kalian mau beli barang yang mana?" balas Markus.Tamu itu menyahut, "Kudengar rambut Tuan Bimo sama efektifnya dengan obat mujarab. Beri kami beberapa helai rambutnya.""Rambut bagian atas atau bawah?" tanya Markus."Yang bawah," jawab tamu itu. Markus bertanya lagi, "Mau berapa helai?"Tamu itu menyahut, "Lima helai.""Kalau begitu, harganya 1 triliun. Tolong ditransfer," ujar Markus.Uang 1 triliun segera masuk ke rekening Markus. Markus pun tersenyum lembar. Sebelum ke kamarnya, Markus berkata, "Tunggu sebentar ya."Begitu melihat Markus, Yoga langsung memanggilnya, "Markus, apa kamu melihat ibu Cecil semalam?""Kamu nggak lihat aku sibuk berbisnis? Aku nggak punya waktu mengurus wanita tua. Aku nggak lihat," sahut Markus dengan tidak acuh.Setelah
"Mereka menekan dana kompensasi serendah mungkin. Bukan cuma nggak bisa bangun rumah, yang sakit pun nggak bisa berobat.""Wanita tua itu pasti ingin memberi uangnya untuk putrinya. Dia nggak ingin uang itu habis karena pengobatannya.""Sebenarnya tindakannya agak bodoh. Kalian masih ingat wanita yang pergi ke kantor relokasi? Dia langsung bunuh diri di sana. Uangnya pun cair."Yoga mengepalkan tangannya dengan erat. Amarah hampir membuatnya kehilangan akal sehatnya. Geng Naga ini benar-benar biadab!Kompensasi itu adalah jaminan hidup para penduduk ini. Sementara itu, Geng Naga malah tidak memberikannya. Bukankah ini sama dengan ingin membunuh para penduduk? Sampai-sampai ada yang pergi ke kantor untuk bunuh diri? Sungguh keterlaluan! Geng Naga harus mendapat ganjaran!Ketika melihat Cecil menangis tersedu-sedu, Yoga merasa tidak tega. Dia segera memeriksa denyut nadi ibu Cecil. Siapa sangka, ternyata masih ada sedikit denyutan.Yoga merasa senang. Dia segera berkata kepada Cecil, "Ce
"Yoga, kamu di mana?" tanya Ambar dengan kesal."Kenapa? Apa ada urusan?" tanya Yoga balik."Tentu saja ada! Masa aku mencarimu untuk ngobrol santai? Datang ke rumahku. Ada yang ingin kubicarakan," sahut Ambar dengan jengkel."Ya sudah, aku segera ke sana," ucap Yoga. Setelah ke rumah Karina, Yoga baru akan mencari Geng Naga untuk memberi mereka pelajaran.Segera, Yoga tiba di rumah Karina. Hanya ada Karina dan Ambar di rumah. Jelas, kedua wanita ini sedang bertengkar. Mereka duduk berjauhan dan tidak menghiraukan satu sama lain. Sarapan di atas meja juga belum habis dimakan.Karena suasana yang suram, Yoga tak kuasa merasa gugup. Dulu ketika kedua wanita ini bertengkar dan Yoga belum bercerai dari Karina, dirinya selalu terkena imbasnya.Yoga bertanya dengan hati-hati, "Bibi, Karina, ada apa?""Kamu tanyakan saja padanya," sahut Karina dengan marah. Sepertinya masalah ini lebih rumit dari yang dibayangkan Yoga.Yoga bertanya kepada Ambar, "Bibi, ada masalah apa?"Ambar menyahut dengan
Ambar tersenyum sinis dan menyindir, "Huh! Sudah kubilang kamu bakal rugi kalau nggak dengar nasihatku! Sekarang sudah kapok, 'kan?""Karina, ada masalah apa?" tanya Yoga dengan penuh perhatian.Karina menatap Ambar dan tampak ragu-ragu. Ambar berkata, "Katakan saja, apa yang terjadi? Kamu putriku. Aku nggak mungkin mengabaikanmu. Aku galak juga demi kebaikanmu."Karina berucap dengan hati-hati, "Bukan aku, tapi Gatot.""Apa? Apa yang terjadi padanya?" Ambar sontak bangkit dari sofa.Karina menyahut, "Tadi Geng Naga yang meneleponku. Mereka menculik Gatot dan minta kita menebusnya dengan uang.""Apa? Geng Naga? Astaga!" Pandangan Ambar sontak menggelap. Dia terduduk kembali di sofa."Ibu!" Karina buru-buru menghampiri dan menepuk dada Ambar untuk menenangkannya. "Jangan panik. Mereka menyuruh kita menebusnya, berarti mereka ingin uang. Mereka nggak bakal macam-macam pada Gatot. Ayo, kita pergi sekarang.""Tapi ... mereka Geng Naga. Mereka punya kekuasaan besar dan sangat kejam. Mereka
"Segera bawa kami temui Gatot.""Aku ...." Pemuda itu tidak berani banyak bicara lagi. Dia langsung membawa Yoga untuk mencari orang tersebut. Dia merasa sangat kesal.'Sialan, padahal aku ini perampok, kamu ini keluarga sandera! Memangnya kamu nggak bisa sadar diri? Baru ketemu saja sudah menamparku dua kali. Orang yang nggak tahu mungkin akan mengira kamu perampoknya!''Ini berbeda sekali dengan yang ditayangkan di drama-drama! Sialan, tunggu saja. Aku pasti akan balas dendam!' batin pemuda itu.Ambar mengalihkan pandangannya antara Yoga dan pemuda itu secara bergantian. Kemudian, dia bertanya, "Yoga, kamu punya dendam sama pemuda ini?"Yoga mengangguk dengan perlahan.Ambar langsung marah besar, "Yoga, apa mereka menangkap putraku ini ada hubungannya denganmu? Kamu yang mencelakai anakku! Pantas saja. Gatot adalah anak baik, mana mungkin dia akan menyinggung Geng Naga ...."Karina buru-buru menyergah, "Ibu, jangan banyak bicara. Sekarang ini kita masih berharap sama Yoga untuk nolon
"Sialan ...." Si Gemuk marah besar. Memangnya Yoga tidak bisa membiarkan dia bergaya sebentar? Dengan kehadiran Yoga di sini, si Gemuk juga tidak punya suasana hati untuk bermain biliar lagi.Dia pun meletakkan tongkat biliarnya dan berkata, "Sudahlah, kita langsung bicara urusan serius saja." Lebih baik segera selesaikan urusan ini, lalu usir si pembawa sial ini.Setelah menenangkan diri, si Gemuk berkata dengan nada bicara bagaikan seorang "penculik", "Si Gatot berjudi di kasinoku semalaman dan kalah total. Akhirnya dia berutang sama rentenir dan nggak bisa bayar. Jadi, wajar saja kalau aku cari keluarganya untuk bantu dia bayar, 'kan?"Lagi-lagi berjudi! Karina mengumpat dengan kesal, "Memang nggak bisa berubah! Katakanlah, berapa utangnya? Aku akan suruh bagian keuangan untuk transfer ke kalian."Ambar menghela napas lega. Kalau cuma utang judi, masalah ini lebih mudah diatasi.Si Gemuk menjawab, "20 triliun!""Apa?" Emosi Karina meledak. "20 triliun? Mana mungkin! Nggak mungkin di
Si Gemuk membalas, "Sialan, kenapa kamu banyak sekali omong kosong. Pokoknya cepat serahkan uangnya saja ....""Kalau kamu nggak telepon, akan kuhajar kamu sekarang juga," balas Yoga.Sialan .... Si Gemuk benar-benar tidak bisa menyinggung Yoga sama sekali. Pada akhirnya, dia mengeluarkan ponselnya untuk menelepon bosnya. Tak lama kemudian, telepon itu pun tersambung.Si Gemuk berkata dengan nada hormat, "Tuan Sudiro, aku ini si Gemuk. Sementara ini berjalan mulus, tapi mereka mau bicara dengan Anda untuk memastikan keselamatan sandera."Sudiro memakinya, "Bodoh! Sandera apanya? Gatot itu orang yang berutang sama kita!"Si Gemuk membalas dengan penuh rasa bersalah, "Ya, benar. Aku yang salah bicara. Dia itu orang yang berutang, bukan sandera."Yoga mengambil ponsel itu dan bertanya, "Kamu bos Geng Naga?""Benar!" Sudiro melanjutkan, "Kamu keluarga Gatot? Si Gemuk sudah jelaskan kejadian detailnya padamu, 'kan? Sebaiknya kamu tahu diri."Yoga melanjutkan, "Dana kompensasi untuk relokasi
Di sisi lain, Ambar merasa sangat terluka sekaligus marah. Yang membuatnya sakit hati adalah melihat fondasi yang telah dibangun oleh Karina selama setengah hidupnya, kini lenyap begitu saja. Setelah ini, keluarga mereka tidak akan menjalani kehidupan yang baik lagi.Sementara itu, yang membuatnya marah adalah Yoga. Menurutnya, Yoga benar-benar tidak berguna. Dia datang bersama mereka, tetapi tidak memberikan kontribusi apa pun. Pada akhirnya, Karina tetap harus menyerahkan sahamnya.Saking marahnya, ingin sekali rasanya Ambar mencabik-cabik Yoga. Setelah dipikir-pikir, sejak Yoga mendekati Karina, keluarga mereka tidak pernah menemui hal yang baik. Orang ini benar-benar pembawa sial.Melihat tatapan penuh kebencian dari Ambar, Yoga bisa menebak dengan jelas apa yang dipikirkan wanita itu. Yoga merasa jengkel, sekaligus ingin tertawa.Di saat seperti ini, Ambar masih saja menyalahkannya? Bukankah seharusnya dia menyalahkan Gatot? Gatot yang menghancurkan keluarganya! Sudah setahun lebi