Wanita itu berkata, "Kami mencari Tuan Bimo untuk mendiskusikan hal penting. Kalau menghalangi kami, kamu nggak akan bisa tanggung akibatnya. Tolong minggir, biar aku yang cari dia sendiri."Markus memarahinya, "Kamu ini nggak ngerti bahasa manusia ya? Sudah kubilang nggak ada Tuan Bimo di sini ...."Yoga langsung mengenali pemilik suara itu. Bukankah orang itu adalah pasangan perjodohan yang ditetapkan oleh ayah kandungnya, Winola? Konon, dia adalah putri dari salah satu keluarga kultivator kuno terbesar.Demi membatalkan perjodohan dengan Yoga, wanita ini bahkan mengutus Leluhur Jahanam Langit untuk membunuhnya. Untungnya, Yoga bernasib mujur. Bukan hanya tidak terjatuh di Gunung Sakura, sekarang dia malah beruntung mendapatkan peluang besar.Apa yang hendak dilakukan wanita ini mencari Bimo?Setelah berpikir keras, Yoga memutuskan untuk menjumpainya. Yoga menenangkan dirinya, lalu berpakaian serba hitam dan berjalan ke lantai bawah."Siapa yang cari aku?" tanya Yoga sambil mendengus
Yoga berkata, "Kekuasaanmu nggak cukup? Kalau begitu, utus orang yang punya cukup kekuasaan."Winola bergegas menjelaskan, "Tuan Bimo jangan salah paham. Keluarga Bramasta mengutusku ke sini bukan karena nggak mementingkan masalah ini.""Hanya saja, Tuan juga tahu, ada sebuah pembatas antara dunia fana dan dunia kultivator kuno. Ahli dari Keluarga Bramasta nggak boleh melewati pembatas itu sembarangan, jadi ...."Markus menyela, "Nggak usah dilanjutkan lagi, orangnya sudah pergi."Winola baru mendongak dan menyadari Bimo telah kembali ke kamarnya. Dia merasa tidak rela, sehingga terpaksa berkata, "Tuan Bimo, aku akan pulang untuk menyampaikan hal ini dan menyuruh petinggi Keluarga Bramasta untuk mengunjungi Tuan langsung."Markus berkata, "Nggak ada gunanya. Kalaupun tetua Keluarga Bramasta datang mengunjunginya langsung, belum tentu dia mau kerja sama dengan kalian."Winola menatap Markus dengan marah dan bertanya, "Apa maksudmu?"Markus menjawab, "Sesuai yang kubilang tadi. Tapi, aku
Saingan cinta? Yoga bertanya dengan kebingungan, "Saingan cinta apanya? Saingan dari mana?"Agnes berkata, "Ceritanya agak rumit, nggak bisa dijelaskan dengan singkat. Aku juga nggak bisa jelaskan dengan rinci.""Kalau begitu, naik ke sini untuk cerita," perintah Yoga."Oke!" Agnes menutup telepon, lalu berkata kepada pemuda itu, "Tunggu sebentar, aku lapor ke Tuan Bimo dulu."Pemuda itu akhirnya menunjukkan sedikit sopan santun, "Terima kasih."Agnes pergi ke kamar Yoga. Yoga yang sudah tidak sabaran pun bertanya, "Agnes, kamu bilang dia adalah saingan cintaku? Dia mau dekatin Karina atau Nadya?"Agnes menggeleng, "Bukan keduanya."Yoga bertanya, "Lalu siapa?"Agnes menjawab, "Winola.""Winola?" Yoga terdiam sejenak, "Aku nggak punya hubungan apa pun sama Winola. Kenapa dia bisa jadi saingan cintaku?"Agnes berkata, "Mungkin kamu nggak nganggap dia sebagai saingan, tapi dia pasti menganggapmu sebagai saingan nomor satu."Yoga mulai tertarik. "Oh ya? Ceritakan lebih lanjut."Agnes menj
Yoga bertanya, "Aku selalu menepati janjiku. Apa pantas kamu menyuruhku ingkar janji?""Ini ...." Sutrisno merasa kesulitan.Yoga mengingatkannya, "Sejujurnya, aku lebih berharap bisa kerja sama dengan Keluarga Salim, tapi nggak enak hati ingkar janji. Kalau kamu bisa membuat Keluarga Bramasta berinisiatif membatalkan kerja sama denganku, bahkan ... menghancurkan mereka. Berarti bukan aku yang ingkar janji."Sutrisno langsung memahami maksudnya, "Aku mengerti, Tuan Bimo. Tunggu saja kabar baik dariku.""Ya," ucap Yoga sambil tersenyum. "Kamu cukup pintar juga."Setelah Sutrisno pergi, dia langsung memberi perintah pada anggota Keluarga Salim. Tidak peduli apa pun yang terjadi, mereka harus membinasakan Keluarga Bramasta.Dengan musnahnya Keluarga Bramasta, peluang untuk bekerja sama dengan Bimo akan jatuh di tangan Keluarga Salim. Selain itu, dia juga bisa sekalian mendapatkan Winola. Sekali mendayung, dua pulau terlampaui.Yoga tersenyum dingin, 'Winola, kamu berulang kali ingin membu
Widya merasa kesulitan. "Ini dimasak Lili untuk menghargaimu, mana boleh aku meminumnya?"Nada bicara Ayu mulai serius, "Kamu sudah bekerja keras, sudah sepantasnya minum sesuap." Setelah berkata demikian, Ayu menyodorkan sup jamur itu kepadanya. Intan dan Lili yang melihat adegan ini mengerutkan alis dengan kebingungan.Mereka baru menyadari bahwa sup jamur ini mungkin bermasalah. Apakah Bu Widya telah menaruh sesuatu pada sup jamur itu? Wajah Intan langsung menjadi muram. Dia sangat setia terhadap Ayu, mana mungkin bisa bersabar melihat ada yang ingin mencelakai Ayu?Intan berkata dengan nada dingin, "Bu Widya, ini adalah niat baik Nona. Kamu nggak boleh menyia-nyiakannya. Minumlah sup ini.""Baiklah!" Melihat dirinya tidak bisa lagi menolak, Widya terpaksa menerima sup itu. Dia berpura-pura meminumnya, tiba-tiba langsung menyiramkannya ke arah Ayu saat mangkuk itu baru saja hendak menyentuh bibirnya. Setelah itu, Widya mencari kesempatan untuk melarikan diri dari jendela.Ayu langsu
Lili bergegas menelepon Karina.Pada saat bersamaan, di makam Keluarga Kusuma. Yoga melihat makamnya sendiri dengan perasaan hampa. Bagaimana rasanya merokok di hadapan makam sendiri?Yoga membuang puntung rokok dan mengumpat keras, "Bimo sialan, kamu membuat hidupku berantakan! Kalau bukan gara-gara kamu, memangnya aku bisa sampai nggak punya tempat untuk pulang dan nggak bisa menjumpai keluargaku?Yoga membuat kesadaran roh Bimo kesal. "Bajingan. Kalau bukan karena aku, kamu masih disiksa di kawah lava gunung berapi sekarang. Padahal aku sudah menolongmu. Bukannya berterima kasih, kamu malah nyalahin aku dan menekan kesadaran rohku. Kamu benar-benar pantas mati!"Yoga membalas, "Lebih baik mati daripada hidup seperti ini."Bimo memaki, "Dasar nggak tahu balas budi! Akan kuhabisi kamu!"Yoga menghardik, "Kamu saja nggak punya badan sekarang, cuma tersisa sedikit kesadaran roh, mau bagaimana menghabisiku? Sudah, tidur sana! Berisik sekali!""Kamu ....""Aku ...."Ucapan Yoga benar-bena
Saat ini, suasana terasa sangat hening. Keheningan ini berlangsung sekitar hampir dua jam lebih. Namun tiba-tiba, ponsel Karina berdering. Peneleponnya adalah Lili.Setelah menjawab panggilan itu, terdengar Lili bertanya dengan panik, "Kak, di mana kalian sekarang? Lagi di kantor nggak?"Karina menjawab, "Nggak. Aku dan Nadya mengunjungi makam Yoga. Kenapa, Lili? Nada bicaramu sepertinya cemas sekali."Lili bergegas berkata, "Kak, kalian cepat ke rumahku. Mungkin kalian dalam bahaya.""Hm?" Karina mengernyitkan alisnya. "Lili, ada apa sebenarnya?"Lili menjawab, "Musuh kakakku dulu mengutus mata-mata di sekitar kalian. Setelah Kakak meninggal, mereka mau menghabisi kalian."Karina sontak menjadi tegang. "Oke, kami ke sana sekarang."Setelah menutup telepon, Karina menarik Nadya dan berlari ke arah mobil mereka. Setelah masuk ke mobil, Karina berkata dengan panik, "Pak, kita ke Perusahaan Farmasi Abadi sekarang."Namun, sopirnya malah tidak bereaksi sama sekali dan tidak menyalakan mesi
Karina dan Nadya segera tiba di Perusahaan Farmasi Sehat Abadi. Karina memapah Nadya sambil berlari masuk dan memanggil, "Tolong, ada yang terluka. Cepat bawakan obat luka terbaik di sini ...."Ketika Ayu dan Lili melihat Nadya yang terluka, mereka sontak merasa cemas. Kemudian, mereka segera mengambilkan obat terbaik dan membantunya membalut luka.Karina tampak sangat khawatir. Hal ini membuat Lili dan Intan merasa heran. Bukankah kedua wanita ini terus berselisih karena Yoga? Lantas, mengapa sekarang mereka malah terlihat seperti sahabat? Mata Karina sampai berkaca-kaca seperti ingin menangis.Sesaat kemudian, luka Nadya selesai dibalut. Karina memapahnya dengan hati-hati dan berucap, "Maaf, Nadya. Kamu terluka gara-gara aku. Aku janji akan merawatmu sampai lukamu sembuh. Aku juga akan membantumu mengurus perusahaanmu.""Nggak apa-apa. Aku yakin kamu juga akan melakukan hal yang sama kalau di posisiku," hibur Nadya sambil tersenyum."Ya." Karina mengangguk.Ayu menatap kedua wanita i