Pria tua berjanggut berkata, "Nak, jangan buru-buru. Aku cuma ngomong sesuai yang kuramalkan. Aku juga meramalkan, kamu akan mengalami keberuntungan cinta yang melimpah baru-baru ini. Tapi hati-hati, karena perubahan kuantitas bisa menyebabkan perubahan kualitas. Keberuntungan cinta bisa berubah menjadi bencana cinta," kata pria tua itu.Yoga tertegun sejenak. Pria berjanggut itu memang ada benarnya, akhir-akhir ini dirinya memang terjebak dalam masalah cinta. Namun, Yoga tidak terlalu memikirkannya dan menganggap bahwa pria tua itu hanya beruntung karena berhasil menebaknya.Pria tua itu melanjutkan, "Kamu akan mengalami bencana berdarah dalam waktu dekat. Kalau nggak hati-hati, kamu bisa kehilangan segalanya. Kamu benar-benar harus sangat berhati-hati."Yoga memutuskan untuk tidak lagi menghiraukan pria tua itu. Dia tidak percaya pada ramalan. Yoga hanya percaya bahwa segalanya tergantung pada usaha manusia. Dia berjalan dengan langkah besar menjauhi pria itu.Tak diduga, pria tua it
Pria tua berjanggut berkata dengan cemas, "Tuan, jangan-jangan Anda mau ke tempat itu ...."Lawan bicaranya menjawab, "Nggak usah banyak tanya, nggak ada gunanya kamu tahu terlalu banyak."Melihat majikannya agak kesal, pria tua berjanggut tampak ketakutan. "Maafkan kelancanganku.""Masih ada satu hal lagi," timpal pria itu, "Bos di penginapan ini mengejarmu dari dunia ahli bela diri kuno sampai ke sini, kelihatannya dia tulus juga padamu. Kalau mau, aku bisa bantu menjodohkan kalian."Pria tua berjanggut tersenyum getir, "Tuan, garis keturunan ramalanku memang membawa lima kelemahan dan tiga kekurangan. Aku punya nasib kesepian. Ditakdirkan untuk hidup sendiri sampai tua. Kalau aku terlalu dekat dengannya, itu akan membawa bencana baginya."Pria lainnya berkata, "Takdirku ada di tanganku, bukan ditentukan langit. Kalau kamu dilahirkan dengan lima kelemahan dan tiga kekurangan, aku akan membantumu mengubah takdirmu."Pria tua berjanggut tersenyum getir. Mengubah takdir seseorang memang
Yoga ingin mencari Vania untuk memecat Hilda. Namun, Hilda menghentikannya dan berkata, "Jangan terburu-buru. Pertimbangkan dulu penawaranku yang sebelumnya. Kalau kamu setuju, aku akan memberimu 200 juta sekaligus mempromosikanmu menjadi kepala satpam. Gimana?"Yoga merasa lucu mendengarnya. Dia membalas, "Kamu cuma anak magang, tapi ingin mempromosikanku? Siapa yang memberimu keberanian untuk bicara begitu?""Meskipun cuma anak magang, aku punya koneksi di perusahaan. Mudah saja untuk mempromosikanmu," ujar Hilda dengan angkuh."Kalau begitu, aku penasaran siapa yang begitu sial sampai punya hubungan denganmu," ejek Yoga."Cih! Jaga omonganmu ya! Asal kamu tahu, aku kerabat Pak Kusuma, bos Perusahaan Farmasi Hansa," sahut Hilda sambil mengerlingkan mata.Yoga menatap Hilda dengan heran. Dia bertanya, "Kenapa aku baru tahu Pak Kusuma punya kerabat sepertimu?""Pak Kusuma kakak iparku!" ucap Hilda dengan lantang.Yoga hampir menyemburkan darah mendengarnya. Dia menimpali, "Pak Kusuma k
Hilda membalas dengan kesal, "Dia sudah mempermalukan kakakku. Menyebalkan sekali. Aku menyuruhnya minta maaf, tapi dia pura-pura nggak dengar."Tama mengamati Yoga dari atas hingga bawah, lalu bertanya, "Siapa dia?""Dia satpam perusahaan, masa kamu nggak tahu?" tanya Hilda balik.Tama pun murka. Dia membentak, "Berani sekali seorang satpam menindas primadona universitas. Aku akan memberinya pelajaran!"Kemudian, Tama menghardik Yoga, "Hei! Dengar baik-baik! Aku insinyur perusahaan ini! Aku mau kamu minta maaf pada Hilda sekarang juga!"Yoga termangu sesaat. Tama adalah petinggi perusahaan sekaligus anggota ini. Dia seharusnya tahu identitas bosnya. Bagaimana bisa dia memerintahkan bosnya untuk minta maaf? Apa yang terjadi?Yoga yang merasa curiga pun berkata, "Kita sama-sama pekerja di sini. Status kita setara. Atas dasar apa aku harus menurutimu?""Karena aku mengenal Vania, manajer umum perusahaan!" sahut Tama dengan lantang. Dia merasa pertanyaan Yoga ini sangat lucu. Kemudian, di
Vania mengernyit dengan heran. "Kok bisa? Pak, apa kita perlu memanggilnya kemari?"Yoga menggeleng dan membalas, "Nggak perlu. Dia terus mengurung diri untuk apa? Apa mungkin dia bertanggung jawab atas proyek besar dan merasa tertekan, jadi sikapnya berubah drastis?""Nggak mungkin. Soalnya aku belum memberinya tugas apa pun belakangan ini." Vania menggeleng. "Dia mengurung diri cuma untuk membaca data-data dulu. Aku juga nggak ngerti maksudnya."Yoga merenung sambil mengangguk. "Oke, aku sudah mengerti. Lanjutkan saja pekerjaanmu."Vania menatap Yoga dengan tatapan berhasrat dan menggoda, "Pak, belakangan ini tekanan kerjaku agak besar. Apa kamu bisa bersikap lancang kepadaku sedikit? Sebentar juga nggak apa-apa kok."Yoga merasa lucu. Dia bangkit dan berkata, "Di ruang kantormu."Mata Vania sontak berbinar-binar. Dia berhasil merayu Yoga. Dia segera berujar, "Terima kasih, Pak."Keduanya pun menuju ke pintu. Begitu Vania melangkah keluar, Yoga langsung menutup dan mengunci pintu.Va
Raja Naga bertanya, "Jangka waktu yang panjang? Selama apa?""Sekitar seminggu," jawab Yoga."Aku tahu beberapa ilmu sihir yang bisa mengontrol pikiran orang, tapi cuma bisa bertahan selama beberapa jam. Kalau sekitar seminggu, aku nggak pernah dengar," ujar Raja Naga."Oke." Yoga menceritakan tentang perubahan sikap Tama dan lainnya kepada Raja Naga. "Menurutmu, apa yang terjadi kepada mereka?"Setelah merenung sejenak, Raja Naga bertanya, "Apa mungkin raga mereka telah direbut seseorang? Raga mereka masih utuh, tetapi jiwa lain yang menempati raga itu?""Direbut? Bukannya itu cuma ada di novel dan drama? Memangnya ada cara merebut jiwa dan raga orang?" tanya Yoga balik."Aku cuma menebak. Aku nggak pernah bertemu hal seperti itu. Tapi, aku pernah dengar ada ilmu seperti itu di dunia kultivator kuno tingkat tinggi," sahut Raja Naga.Yoga mengangguk dan merasa kemungkinan ini cukup besar. Karena tidak punya cara lain, dia hanya bisa mengamati Tama untuk sementara waktu ini.Selama bebe
Yang mengemudikan mobil adalah Wenny. Begitu turun dari mobil, wanita itu sontak memelototi Yoga.Hilda menghampiri dan berkata, "Kak! Akhirnya kamu datang. Aku sudah menunggumu sejak tadi.""Maaf, jalanan macet tadi," ujar Wenny."Ayo kita masuk, jangan sampai mereka menunggu terlalu lama," ucap Hilda."Nggak perlu terburu-buru. Kita selesaikan masalahmu dulu," sahut Wenny."Memangnya aku punya masalah apa?" tanya Hilda dengan heran.Wenny menghampiri Yoga dan berkata, "Yoga, dengar baik-baik. Lain kali menjauh dari Hilda. Asalkan aku masih hidup, jangan harap kamu bisa mengusik Hilda.""Apa?" Sekujur tubuh Hilda gemetaran. Dia bertanya, "Kak, ka ... kamu panggil dia apa tadi?""Yoga. Kenapa memangnya? Kamu nggak tahu kalau dia Yoga?" tanya Wenny balik.Hilda berkata dengan tidak percaya, "Ternyata dia Yoga! Kakek menjodohkanku dengannya!"Wenny terkejut mendengarnya. Hilda merasa sangat canggung. Dia bertanya, "Kenapa kamu nggak memberitahuku identitasmu sejak awal?""Kamu sendiri ng
Setelah satu per satu serangan, sekelompok pria itu tergeletak tak berdaya dibuat Yoga. Yoga menargetkan wajah mereka sehingga semuanya tampak babak belur. Ini adalah sesuatu yang sangat fatal bagi gigolo seperti mereka!"Berengsek! Beraninya kamu memukul wajahku! Aku nggak akan mengampunimu!""Aku baru menghabiskan banyak uang untuk perawatan, tapi kamu malah memukul wajahku!""Telepon Kak Kris! Bocah ini harus dibunuh!""Benar, suruh Kak Kris beri dia pelajaran!"Yoga menggerakkan pergelangan tangannya sambil berkata, "Oke, aku akan menunggu bala bantuan kalian di sini. Kebetulan, aku memang ingin melampiaskan amarahku."Usai mengatakan itu, Yoga berjalan masuk ke Restoran Floran. Di kamar Roselia, para pelayan terus keluar masuk dan tampak sangat sibuk.Mereka menggunakan berbagai cara untuk membantu Roselia meredakan rasa sakitnya, tetapi semua itu tidak berguna. Roselia meringkuk di ranjang dan bercucuran keringat. Sekujur tubuhnya gemetar tak terkendali.Begitu melihat Yoga, mata