Yoga membalas, "Oke."Begitu mendengar suara ini, Ashila dan Wenny termangu. Kenapa suara ini terdengar begitu familier, bahkan mirip dengan suara Yoga? Keduanya tidak berpikir terlalu banyak. Lagi pula, suara pria dewasa hampir sama.Ashila berkata, "Pak, aku sudah mengatur pesta malam di aula lantai paling atas untuk menyambut kedatanganmu. Kuharap kamu bisa ikut serta malam ini. Semua staf akan hadir.""Oke." Yoga mengiakan dengan culas lagi.Ashila dan Wenny merasa sangat senang. Ashila berujar, "Kalau begitu, aku nggak akan mengganggu istirahatmu lagi. Sampai ketemu malam ini."Keduanya berjalan pergi dengan pelan. Sementara itu, Yoga yang merasa lelah pun berbaring untuk istirahat. Energinya terkuras banyak karena peluru itu. Meskipun tidak terluka, tubuhnya justru sangat lelah.Yoga tidur sampai pukul 7.30 malam. Dia terbangun karena panggilan telepon Buana. Buana berujar, "Pak, aku sudah dalam perjalanan ke tempatmu. Aku akan tiba sejam lagi. Apa ada barang yang ingin kamu bawa
"Sobat, cuma kamu yang bisa menjilat wanita sampai seperti ini. Benar-benar nggak tahu malu.""Astaga, kamu pria paling muka tebal yang pernah kutemui.""Nona Wenny cantik dan pintar, banyak pria yang mengejarnya. Siapa kamu? Berani sekali kamu mengincarnya.""Biar kuperingatkan, segera tinggalkan tempat ini dan jangan ganggu Nona Wenny. Kalau nggak, kami nggak akan sungkan-sungkan padamu."Yoga melirik semua orang itu dan merasa sangat kecewa. Dia berkata, "Pantas saja, kinerja kantor di ibu kota menjadi yang terburuk beberapa tahun ini. Justru aneh kalau prestasi kalian bagus."Begitu ucapan ini dilontarkan, semua orang sontak murka."Berengsek, berani sekali kamu mengutuk kami!""Cepat minta maaf! Kalau nggak, jangan harap bisa meninggalkan tempat ini hari ini!""Satpam, blokir semua pintu keluar. Hari ini, dia nggak boleh keluar sebelum minta maaf!"Para satpam segera menghalangi pintu. Beberapa staf pria bahkan menyingsingkan lengan baju dan memasang postur siap berkelahi. Sementa
Buana berkata dengan sopan, "Pak Kusuma, maaf sudah membuatmu lama menunggu. Kita sudah bisa berangkat sekarang."Pemandangan ini membuat semua orang tercengang. Buana memanggil Yoga dengan sebutan Pak Kusuma! Ternyata, pria yang mereka anggap sebagai penjilat Wenny adalah bos mereka! Bagaimana mungkin?Ketika teringat pada perilaku barusan, mereka ingin sekali mencari tempat untuk bersembunyi. Terutama Ashila, dia bahkan ingin bunuh diri sekarang. Lelucon macam apa ini?Yoga berkata, "Buana, tunggu sebentar. Ada masalah yang harus kutangani di sini.""Baik." Buana mengiakan. Orang bodoh sekalipun tahu bahwa Yoga akan balas dendam. Jadi, mereka mulai memohon."Pak, kami benar-benar minta maaf. Kami sudah meremehkanmu sebelumnya. Kami memang bodoh. Tolong ampuni kami untuk kali ini saja.""Kami tulus meminta maaf padamu, Pak. Tolong beri kami kesempatan sekali lagi."Yoga menyahut dengan dingin, "Kesempatan nggak datang begitu saja, semua tergantung pada kemampuan kalian sendiri."Yoga
Buana segera menenangkan, "Nona, jangan cemas. Aku sudah mengundang Pak Kusuma dari Perusahaan Farmasi Hansa kemari. Aku yakin Pak Dirga akan pulih sebentar lagi."Begitu mendengarnya, sekujur tubuh Wenny sontak menegang. Dia segera memandang ke belakang Buana. Apakah ini pria yang diimpikannya selama ini? Meskipun tidak bisa melihat paras Yoga, sorot matanya yang tegas itu membuat Wenny terpana.Wenny menyapa dengan hormat, "Pak Kusuma, terima kasih sudah menolongku waktu itu. Kali ini, mohon bantuanmu untuk menyembuhkan kakekku.""Bukan masalah," sahut Yoga sambil melambaikan tangan. Suara serak itu membuat Wenny makin terpesona.Buana berkata, "Pak Kusuma, kita nggak bisa menunda lagi. Tolong segera obati Pak Dirga.""Oke." Yoga maju untuk memeriksa denyut nadi Dirga. Denyut nadi Dirga sangat lemah, bahkan rumit sehingga agak sulit untuk diobati.Kemudian, Yoga mengamati catatan medis Dirga dan mendapati bahwa masalah terbesarnya adalah jumlah sel darah putih yang menurun drastis. O
Keluarga Sumargo benar-benar berjerih payah untuk melawannya. Mereka sampai mencelakai Dirga dan para petinggi Kota Terlarang.Buana mendengus. "Huh! Omong kosong apa yang kamu katakan? Aku nggak ngerti. Sekarang, aku menuntutmu karena telah membunuh Pak Dirga. Sebaiknya kamu bekerja sama dalam penyelidikan.""Tenang saja, aku nggak akan melawan." Yoga menunjukkan senyuman nakal. Sementara itu, Wenny sungguh panik. Dia buru-buru menyuruh staf medis untuk menyelamatkan kakeknya, tetapi semua upaya penyelamatan itu tidak berguna. Detak jantung dan napas Dirga tidak bisa kembali lagi."Huhuhu!" Wenny menangis dengan putus asa. Dia berlari ke depan Yoga untuk bertanya, "Pak, apa yang dikatakan Pak Buana benar? Kamu ingin membunuh kakekku?"Yoga menatap mata Wenny, lalu membalas dengan tulus, "Kalau aku bilang aku nggak bersalah, apa kamu akan percaya?"Wenny menatap mata Yoga, merasa linglung untuk sesaat. Kenapa tatapan ini terlihat makin mirip dengan tatapan Yoga? Ditambah lagi dengan su
Yoga menatap dengan saksama. Ternyata itu bukan kabut, melainkan Racun Jiwa. Mikroorganisme itu sangat kecil sehingga terlihat seperti kabut saat berkumpul. Selain itu, kedelapan tahanan itu melepaskan Racun Jiwa yang berbeda-beda. Semua racun itu dapat menyerang sel darah putih manusia, melemahkan jaringan otot, mengorosi organ dalam dan tulang.Yoga berkata, "Kalau tebakanku nggak salah, ini adalah formasi Sihir Beracun tingkat atas, Formasi Delapan Jiwa. Begitu terkena racun ini, seseorang akan lumpuh dalam beberapa saat dan hanya bisa menyaksikan tubuhnya meleleh.""Yang bisa membentuk formasi ini hanya ahli terhebat. Demi melawanku, Keluarga Sumargo benar-benar berjerih payah, sampai-sampai para monster tua ini turun tangan."Buana menyahut, "Aku nggak nyangka pengetahuanmu cukup luas juga. Benar, ini Formasi Delapan Jiwa. Kedelapan orang ini adalah senior hebat dari Sekte Sihir Beracun. Kamu seharusnya merasa terhormat karena mati di tangan mereka.""Tapi, aku merasa kalian yang
Yoga berkata, "Kalian sudah mau mati, untuk apa tahu sebanyak itu?"Berkat Mantra Iblis Hati yang ditinggalkan oleh ibunya, Yoga berhasil menjinakkan Raja Cacing Giok.Buana hendak melarikan diri saat melihat sudah tidak ada harapan untuk menang. Kedelapan senior itu juga ingin kabur, tetapi tidak berdaya. Otot, tulang, dan organ mereka telah diserang, membuat mereka kesulitan untuk berdiri. Mereka hanya bisa meminta tolong pada Buana."Buana, tolong kami. Kalau kami mati, Keluarga Sumargo nggak bakal mengampunimu," ujar salah seorang senior itu.Nyawa Buana saja sudah terancam, mana mungkin dia peduli pada orang lain lagi. Dia menimpali, "Senior-senior, maafkan aku. Kalian sudah sekarat, nggak ada gunanya aku menolong kalian. Jadi, aku pamit dulu."Buana bergegas melarikan diri. Kedelapan senior itu hanya bisa menerima nasib. Beberapa saat lagi, mereka akan menyaksikan tubuh mereka hancur karena Racun Jiwa. Dipikirkan saja sudah membuat mereka merinding.Pilihan paling baik untuk seka
Panggilan segera terhubung. Buana berkata, "Pak Karno, ada perubahan situasi. Yoga membunuh Pak Dirga saat mengobatinya. Aku menangkapnya, tapi dia melarikan diri dari penjara dan mencoba membunuhku. Aku curiga Yoga sudah lama ingin merebut takhta. Tolong beri keputusan secepatnya.""Suruh Yoga bicara denganku," ujar Karno dengan suara penuh wibawa."Baik." Buana langsung melemparkan ponselnya kepada Yoga.Karno bertanya, "Yoga, apa yang dikatakan Buana benar?""Yang dia katakan nggak sesuai kenyataan. Buana adalah mata-mata yang diatur Keluarga Sumargo. Sejak awal, dia sudah mengkhianatimu. Pak Dirga dan lainnya jatuh sakit juga karena dia. Dia bahkan bersekongkol dengan kedelapan ahli untuk membunuhku," jelas Yoga."Oke, aku sudah mengerti. Emran, tangkap Buana," perintah Karno tanpa merasa ragu sedikit pun.Duar! Buana bak disambar petir. Dia tidak menyangka Karno akan memercayai Yoga begitu saja dan mengabaikan dirinya yang telah berjasa selama ini. Bagaimana hal ini mungkin?Emran