Wenny menimpali, "Hmph! Kamu nggak perlu menjelaskannya. Semua orang sudah tahu niat burukmu!"Lantaran merasa tertekan, Vania meminta Wenny untuk pergi. Dia berkata, "Wenny, kamu pergi saja. Aku benaran nggak apa-apa. Jangan khawatir, ini Perusahaan Farmasi Hansa. Nggak akan ada yang bisa menyentuhku."Tidak disangka, Wenny malah makin bersikeras. Dia membalas, "Nggak bisa. Aku nggak akan pergi. Kak Vania, kamu sama sekali nggak mengenal Yoga. Dia bisa melakukan apa pun untuk mencapai tujuannya."Vania seketika tidak bisa berkata-kata. Dia membatin, 'Kalau aku bersalah, lebih baik aku dihukum di pengadilan daripada diusik oleh orang bodoh ini.' Lantaran sudah tidak berdaya, dia langsung membahas inti permasalahannya dan bertanya, "Wenny, kamu mencariku selarut ini. Apa ada masalah?"Wenny tiba-tiba menyahut sambil menitikkan air mata, "Kak Vania, terjadi sesuatu pada kakekku.""Hah?" Vania seketika sedikit tersadar dari mabuknya dan bertanya lagi, "Terjadi sesuatu pada Kakek Dirga? Se
Namun sesudah melihat tiket, ternyata tempat duduk Yoga bersebelahan dengan tempat duduk Wenny. Yoga pun terpaksa berjalan ke sana. Ini pasti bukan kebetulan. Vania pasti sengaja membuat mereka duduk bersebelahan. Yoga tidak akan memaafkan Vania begitu saja.Di sisi lain, Wenny sedang celingak-celinguk seperti sedang mencari seseorang. Begitu melihat Yoga, dia bertanya dengan ekspresi kaget, "Yoga, kenapa kamu ada di sini?"Yoga menjawab dengan dingin, "Aku mau naik pesawat.""Memangnya kamu mau ke mana?" tanya Wenny lagi."Jangan bicara omong kosong. Tentu saja pergi ke tempat yang dituju pesawat ini," timpal Yoga.Wenny seketika merasa kesal. Dia berkata dengan marah, "Hmph! Yoga, aku rasa kamu sengaja mau menggangguku. Biar kuberi tahu. Kalaupun harus mati, aku nggak akan setuju untuk menikah denganmu. Nggak ada gunanya kamu terus mengusikku. Satu hal lagi, kamu jangan coba-coba berniat buruk pada Kak Vania."Yoga melirik Wenny sekilas sembari menyindir, "Jangan kepedean."Wenny san
Pesawat pun lepas landas. Setelah pesawat stabil, Wenny meninggalkan tempat duduknya dan pergi ke ruang awak kabin. Dia menyapa seseorang, "Melina, kamu sedang sibuk?"Melina mengenal Wenny. Dia tersenyum sembari menyahut, "Kak Wenny. Aku baru selesai menyeduh kopi. Kamu mau nggak?""Nggak, terima kasih. Melina, apa kamu bisa perlihatkan daftar penumpang pesawat ini padaku? Aku mau mencari seseorang," balas Wenny."Bisa. Ini daftar penumpangnya. Lihat saja," ujar Melina.Wenny membaca daftar penumpang kelas satu dengan teliti. Namun, tidak ada orang lain lagi yang punya nama belakang Kusuma selain Yoga. 'Apa-apaan ini? Kak Vania membohongiku? Pak Kusuma nggak ada dalam penerbangan ini? Nggak mungkin. Mungkinkah Pak Kusuma nggak mau menonjolkan diri, jadi dia duduk di kelas ekonomi?' gerutu Wenny dalam hati.Wenny buru-buru memeriksa daftar penumpang kelas ekonomi, tetapi tidak ada yang punya nama belakang Kusuma. "Kalau begitu, hanya ada satu penjelasan. Pak Kusuma nggak ingin ada yang
Hal ini membuat Wenny sangat senang. Dia membatin, 'Hmph! Yoga sialan. Tadi, dia malah bilang pria ini bukan Pak Kusuma dan nggak membiarkanku duduk di sini. Untung saja aku nggak memercayainya.'Lantaran merasa waktunya sudah tepat, pria berkacamata hitam memutuskan untuk menjalankan rencananya. Dia berbisik, "Nona Wenny, ada hal penting yang ingin kukatakan padamu. Apa aku boleh ganggu waktumu sebentar?"Hal penting? Selain penyakit kakeknya, sepertinya tidak ada lagi hal penting lain di antara mereka. Sampai sekarang, kejadian tentang Dirga dan sekelompok bos besar Kota Terlarang yang kehilangan kesadaran masih dirahasiakan. Jika hal ini disebarkan, masyarakat pasti akan panik.Wenny bertanya, "Apa kamu ingin membahas penyakit kakekku?"Pria berkacamata hitam mengangguk sembari menjawab, "Benar."Wenny berujar, "Kita bicara di ruang awak kabin saja. Ada temanku di sana. Aku bisa meminjam ruangannya sebentar.""Baik," sahut pria itu.Kala mereka berdua hendak pergi, jantung Yoga seke
Akhirnya, Wenny mengumpulkan keberanian untuk memohon, "Yoga, tolong aku ...."Yoga hanya meliriknya sekilas, lalu menimpali, "Untuk apa?""Kamu ...," pekik Wenny dengan kesal. Tidak lama kemudian, dia langsung sadar. Daripada mengharapkan pria berengsek seperti Yoga untuk menolongnya, lebih baik dia menyelamatkan diri sendiri.Pria berkacamata hitam berujar dengan dingin, "Yoga, aku berikan dua pilihan. Pertama, kamu hancurkan fondasimu, lalu serahkan diri. Dengan begitu, aku bisa menjamin keselamatan kalian semua. Jangan khawatir, pemimpinku nggak menginginkan nyawamu. Aku jamin dia nggak akan membunuhmu.""Kedua, aku akan memecahkan jendela. Kita semua akan mati!" sambung pria itu.Mendengar ini, Wenny seketika tersulut amarah. Dia berteriak, "Berengsek! Yoga, ternyata dia menargetkanmu. Kamulah penyebabnya. Kalau terjadi sesuatu pada seluruh penumpang, kamu yang harus bertanggung jawab.""Bajingan! Masalahmu dengan Yoga, hadapi dia saja. Apa hebatnya menyandera wanita ...," cerca W
"Katakan, siapa yang mengutusmu?" tanya Yoga."Jangan harap!" Pria berkacamata hitam masih keras kepala. Dia membalas, "Meskipun harus mati, aku tetap nggak akan memberitahumu.""Bagus." Yoga berujar sambil mencibir, "Kamu pasti pernah dengar Teknik Jarum Hantu dan Sarang Ribuan Serangga, 'kan? Aku nggak tahu berapa lama kamu bisa bertahan."Pria berkacamata hitam seketika merinding. Sebagai ahli bela diri, dia tentu saja pernah mendengar tentang Teknik Jarum Hantu dan Sarang Ribuan Serangga. Keduanya termasuk sepuluh siksaan teratas.Melihat Yoga hendak menyuapkan Sarang Ribuan Serangga ke mulutnya, pria berkacamata sontak putus asa. Dia buru-buru berteriak, "Aku akan katakan. Aku mendapatkan Dekret Dewa Digdaya untuk membunuhmu.""Untung kamu tahu diri," sindir Yoga.Kala ini, para penumpang yang tadinya sangat ketakutan mulai tenang. Mereka mengerumuni pria berkacamata hitam dan menaklukkannya. Sementara itu, beberapa orang berdiri di samping Yoga."Pak Kusuma memang pemberani. Aku
Ashila juga menimpali dengan semangat, "Wenny, apa kabar? Kamu baru kembali dari Provinsi Sadali?"Wenny mengangguk seraya menyahut, "Benar. Aku baru turun dari pesawat. Kak Ashila, apa yang kamu lakukan di bandara?"Ashila membalas, "Aku sedang menjemput bosku. Pak Kusuma, pemilik Perusahaan Farmasi Hansa.""Apa?" Wenny bertanya dengan kaget, "Kak Ashila, Pak Kusuma itu bosmu? Sejak kapan kamu bekerja untuknya?""Belum lama ini, aku baru ganti pekerjaan dan bekerja di Perusahaan Farmasi Hansa. Sekarang, aku menjadi penanggung jawab Perusahaan Farmasi Hansa di Ibu Kota," jawab Ashila.Wenny berujar dengan senang, "Bagus sekali. Kak Ashila, apa aku boleh ikut menjemput Pak Kusuma?"Ashila bertanya dengan penasaran, "Wenny, kalau aku dengar dari nada bicaramu, apa kamu juga pernah mendengar tentang Pak Kusuma?""Tentu saja!" Wenny menimpali dengan ekspresi bangga, "Jujur saja, aku dan Pak Kusuma sangat berjodoh. Dulu saat perusahaanku mengalami krisis, Pak Kusuma yang membantuku menyelam
"Kenapa aku merasa Pak Kusuma terus menghindariku, ya?" tanya Wenny.Ashila menghibur, "Tenang saja, kita akan mengadakan pesta sambutan untuk Pak Kusuma malam ini. Kita pasti bertemu dengannya nanti."Wenny seketika dipenuhi antusiasme. "Benar, aku pasti bisa bertemu Pak Kusuma hari ini."Yoga menaiki mobil, bersiap-siap pergi ke Kota Terlarang untuk mengobati Dirga. Tidak lama sesudah naik, dia ditelepon oleh sebuah nomor asing."Halo, siapa ini?" tanya Yoga."Halo, Pak Yoga. Aku sekretaris pribadi Pak Karno. Panggil saja aku Buana. Pak Karno yang menyuruhku meneleponmu," sahut orang di ujung telepon.Sekretaris pribadi Karno jelas bukan sembarang orang. Buana berhak memberikan saran atas semua keputusan yang dibuat oleh Karno. Bahkan di beberapa rapat besar, Buana dapat menggantikan Karno membuat keputusan.Jabatan Buana lebih rendah sedikit daripada Dirga. Akan tetapi, karena Buana terus melayani Karno, statusnya terlihat berada di atas Dirga sedikit.Yoga bertanya dengan penasaran