Boom!Yoga mengayunkan satu telapak tangan ke depan dan mengeluarkan kekuatan dahsyat yang langsung meledak. Semua kerangka di depannya langsung hancur berkeping-keping dan berserakan di tanah.Melihat semua itu, Yoga mengernyitkan alis dan menatap ke depan dengan dingin. Kerangka-kerangka di aula sebelumnya ternyata bisa hidup kembali seperti semula. Jika kerangka-kerangka ini juga seperti itu, situasinya akan menjadi sangat sulit.Namun, apa yang dikhawatirkan selalu terjadi. Tulang-tulang yang berserakan di tanah kembali berkumpul dan perlahan-lahan membentuk kerangka yang baru. Kerangka itu memegang senjata dan terus mengayunkannya ke arah Yoga."Gawat. Kerangkanya begitu banyak, apa kita masih bisa melarikan diri dari sini?" tanya Winola dengan cemas dan ketakutan."Bagaimanapun juga, kita tetap harus mencari cara melarikan diri," jawab Yoga dengan nada muram. Setelah mengatakan itu, dia langsung menarik Winola ke belakangnya dan berniat untuk menghadapi semuanya sendirian.Namun,
Muncul dua pria di hadapan Yoga dan Winola, yang satu berpakaian hitam dan yang satunya lagi berpakaian putih. Wajah kedua pria itu tidak terlihat jelas, tetapi punggung keduanya memberikan kesan yang sangat kokoh.Yoga dan Winola pun tertegun dan tatapan mereka terlihat terkejut karena muncul dua orang yang hidup."Apa yang harus kita lakukan?" bisik Winola di telinga Yoga.Yoga mengernyitkan alis dan menatap kedua pria itu dengan tajam. Dia tiba-tiba teringat sesuatu dan berkata dengan nada muram, "Nggak perlu takut, mereka nggak bisa mendengar kita. Ini mungkin hanya sebuah formasi.""Apa?" seru Winola dengan terkejut dan seluruh tubuhnya bergetar. Dia mengira kata-katanya akan membuat kedua pria itu langsung menyadari keberadaan mereka, tetapi tidak terjadi apa-apa. Kedua pria itu tetap menatap ke arah pintu gua dengan tenang dan tidak bergerak sedikit pun."Formasi? Formasi apa?" tanya Winola dengan panik."Ini hanya kilas balik saja," jawab Yoga dengan nada muram.Sebelum Winola
"Siapa kedua orang ini?" tanya Yoga sambil tertegun dan menatap kedua pria itu dengan bengong. Dari diri mereka, dia bisa merasakan sebuah aura yang belum pernah dirasakannya. Itu adalah percaya diri yang seolah-olah mereka menguasai dunia."Apa yang sebenarnya mereka ingin lakukan? Hanya untuk membuat orang mengambil sisik naga ini? Tapi, kenapa harus disembunyikan di sini?" tanya Winola yang juga makin bingung setelah melihat pemandangan itu. Dia bahkan merasa semua ini terlalu rumit."Kalau ini adalah rencana, aku rasa tujuan mereka sudah tercapai," kata Yoga dengan nada muram dan tatapannya terlihat serius. Dia merasa dirinya sudah menjadi pion dalam permainan kedua pria itu karena sisik naga itu memang ada di tangannya.Winola bertanya, "Bagaimana kalau kita pergi saja? Kita kembalikan saja benda ini, terlalu berbahaya. Orang-orang ini sudah merencanakannya sejak lama, bahkan sampai sekarang."Yoga membalas, "Kita masih terjebak dalam ingatan sisik naga ini, kita masih nggak bisa
Yoga terkejut dan merasa ada yang tidak beres. Pada saat itu, seluruh gua dan gunung tiba-tiba runtuh total. Batu-batu berjatuhan dan semuanya runtuh.Pada detik berikutnya, Yoga tiba-tiba membuka matanya dan menarik napas dalam-dalam. Dia baru menyadari dia tidak berada di dalam gua, melainkan di sebuah ladang yang luas.Winola juga membuka pintunya dan ekspresinya berubah. Keduanya berpelukan dengan sangat erat dan dekat, terlihat sangat akrab."Kita ... nggak mati?" tanya Winola dengan sangat senang dan menatap Yoga dengan bersemangat.Saat itu, Yoga dan Winola saling menatap dengan wajah yang sangat dekat. Saat melihat ke dalam mata masing-masing, mereka melihat bayangan satu sama lain di dalam mata mereka. Situasi itu terasa sangat ambigu."Kamu .... Cepat lepaskan aku!" teriak Winola buru-buru dengan wajah yang memerah dan secara refleks menundukkan kepala."Aku nggak menyentuhmu, kamu yang harusnya melepaskan aku," kata Yoga dengan santai.Mendengar perkataan itu, Winola yang ba
Yoga dan Winola saling menatap. Ekspresi mereka penuh dengan kerumitan. Keduanya merasa bahwa yang ada di depan mereka adalah ilusi, hanya sekadar figur dalam dunia ilusi ini dan sama sekali bukanlah sosok yang nyata. Saat ini, rasanya mustahil untuk bisa keluar dari sini.Winola memandang ke arah Yoga. Sambil menghela napas pelan, dia bertanya, "Kapan sebenarnya kita mulai terperangkap dalam dunia ilusi ini?""Kalau dipikir-pikir, mungkin sejak kita jatuh dari tebing. Saat itu, kamu mulai berubah," jawab Yoga dengan ekspresi sangat serius. Dia mencoba mengingat kejadian sebelumnya dan merasa bahwa segalanya memang dimulai dari saat itu.Wajah Winola agak memerah saat memandang Yoga. Dia membalas, "Sepertinya memang begitu. Kamu benar-benar berubah saat itu ...."Kala itu, Yoga selalu melindunginya, memperhatikan perasaannya, dan bahkan terlihat seperti pria sempurna yang diciptakan khusus untuk dirinya. Namun, mana mungkin Yoga seperti itu?Keduanya tetap terdiam dan berdiri kaku di t
Yoga masih kebingungan. Dia memanggil dengan ragu-ragu, "Tuan Bimo?"Tak disangka, Bimo benar-benar merespons. Dia berujar dengan santai, "Lanjutkan saja, itu bukan urusanku."Yoga bertanya, "Gimana caranya keluar dari sini?""Memangnya kamu mau ke mana?" balas Bimo.Yoga menjawab dengan tegas, "Tentu saja keluar dari dunia ilusi ini!"Bimo menimpali, "Kalian sebenarnya sudah keluar. Saat Aditya dan Regan menghilang, kalian langsung meninggalkan dunia ilusi."Ekspresi Yoga agak berubah, bercampur antara kaget dan bingung. Dia pun bertanya lagi, "Kalau begitu, kenapa kami masih ada di sini dan bukannya kembali ke gua?" "Itu mungkin hadiah kecil dari mereka untukmu. Biar kalian bisa hemat tenaga dan pergi dengan mudah," jawab Bimo.Yoga memaki, "Dasar! Kenapa kamu nggak kasih tahu lebih awal? Kalau begitu, Winola yang ada di depanku ini ....""Ya, dia orang nyata," jawab Bimo singkat."Kamu ...." Yoga langsung terdiam dengan ekspresi canggung. Dia tak kuasa melirik Winola. Ada perasaan
Winola memungut sebuah ponsel dari tanah. Tak salah lagi, itu milik Yoga. Ponsel itu pasti terjatuh ketika mereka berguling-guling tadi.Saat ini, hati Winola dipenuhi rasa malu dan penghinaan. Barulah dia menyadari bahwa pria tadi sebenarnya bukanlah seseorang dari dunia ilusi. Yang lebih parah lagi, dirinya juga tidak berada dalam dunia ilusi. Semua yang terjadi tadi nyata.Winola mengepalkan tangannya erat-erat. Tubuhnya bergetar hebat karena marah. Pandangannya lagi-lagi tertuju pada noda merah yang tertinggal di lantai.Saat ini, pikirannya seolah-olah dihantam. Semua menjadi jelas dalam sekejap dan membuatnya merasa hancur.Winola sontak memaki, "Yoga, dasar bajingan! Kamu membohongiku!"Winola menarik napas dalam-dalam dan berusaha keras untuk mengendalikan amarahnya. Pada akhirnya, dia hanya bisa pergi dari tempat itu.Setelah beberapa waktu berjalan, Winola akhirnya menemukan jalan raya. Dia menghentikan sebuah mobil dan kembali ke rumah Keluarga Bramasta.Sesampainya di rumah
Ini benar-benar luar biasa dan mengejutkan. Yoga bertanya, "Tuan Bimo, kalian sama-sama hidup di masa 1.000 tahun yang lalu. Bisakah kamu memberiku petunjuk tentang mereka?"Namun, Bimo terlihat sedikit tidak senang. Dia membalas, "Apa hubungannya denganku?"Yoga mendesaknya, "Dasar licik, kamu pasti tahu sesuatu. Cepat beri tahu aku!""Aku nggak tahu apa-apa," balas Bimo.Yoga mengejek, "Jangan-jangan mereka pernah mengalahkanmu dan bikin kamu malu, jadi kamu nggak mau membicarakannya?"Bimo langsung berseru, "Omong kosong. Aku ini tak tertandingi di dunia ini. Nggak ada yang bisa mengalahkanku!"Yoga bertanya lagi, "Yakin? Kamu pikir aku nggak bisa merasakan kalau kamu lagi bohong?"Bimo terdiam beberapa saat. Akhirnya, dia menghela napas panjang sebelum menjawab, "Ya sudah. Dua orang itu memang agak misterius. Mereka datang menemuiku di masa lalu cuma untuk satu hal.""Mereka memberiku sebuah kitab dan bilang bahwa di masa depan, itu akan menyelamatkan nyawaku. Benar saja saat aku t
Dengan kecepatan yang bisa dilihat dengan mata, benang-benang itu segera mengurung Yoga. Yoga pun tidak memiliki kesempatan untuk melarikan diri lagi."Hahaha. Bagus. Biar kamu melihat kematianmu sendiri, pasti akan sangat menakutkan, 'kan? Tempat ini akan menjadi kuburanmu, matilah!" kata Farel sambil mengendalikan benang-benang itu untuk terus menyusut.Krak krak krak krak.Benang-benang itu makin kencang dan bahkan memotong gunung dan dinding-dindingnya. Seluruh makam pun mulai berguncang, seolah-olah akan hancur total.Yoga bertanya, "Kamu benar-benar nggak punya cara ya?"Bimo menjawab, "Aku pernah mendengar orang itu punya bakat yang luar biasa dan tegas dalam membunuh, jadi nggak ada orang yang bisa selamat dari teknik Jaring Langit Bumi ini."Yoga kembali berkata, "Kalau aku mati dan tubuhku hancur, kesempatanmu untuk menguasaiku pun akan hilang."Bimo langsung terdiam, sepertinya perkataan Yoga ini menyentuh titik kelemahannya. Setelah terdiam cukup lama, dia akhirnya hanya b
"Kamu bisa menghindar sekali, tapi kamu pikir kamu bisa menghindar dari semua serangan berikutnya?" kata Farel sambil tertawa terbahak-bahak dan penuh semangat. Dia yakin serangan ini bisa membunuh Yoga."Ini benar-benar merepotkan," kata Yoga sambil mengernyitkan alisnya karena tidak menyangka orang ini bisa mendapatkan kesempatan seperti ini. Bukan hanya bisa menjadi kultivator jenderal, Farel juga memiliki teknik seperti ini. Apakah Farel ini anak beruntung yang legendaris? Dia menyipitkan mata dan berpikir hari ini dia harus membunuhnya meskipun Farel adalah protagonisnya.Boom!Aura dalam tubuh Yoga terus meningkat dan perlahan-lahan menuju level kultivator jenderal. Seluruh lorong itu seolah-olah akan dihancurkan kekuatan yang luar biasa itu. Dinding-dinding runtuh dan berbagai benda di dalamnya terlempar jauh.Pada saat itu, ekspresi Farel terlihat sangat terkejut, lalu matanya membelalak dan menatap Yoga dengan bingung. Tingkat kekuatan yang terpancar dari Yoga membuat Farel be
Bukankah Yoga hanya memiliki kekuatan seorang kultivator prajurit? Tidak mungkin, ini pasti tidak mungkin.Saat ini, Yoga kembali mendekat dan menatap Farel dengan ekspresi yang datar.Hanya dengan gerakan kecil ini saja, Farel langsung terkejut hingga tubuhnya bergetar dan mundur beberapa langkah. Perasaan ketakutan ini membuat ekspresinya menjadi makin muram dan menggertakkan giginya dengan kuat. Dia berpikir dia tidak boleh seperti ini karena dia bukan kultivator prajurit lagi, melainkan seorang kultivator jenderal. Mengapa dia harus takut pada Yoga?Saat terus meyakinkan dirinya, emosi Farel makin meningkat dan amarah di hatinya makin membara. "Kamu hanya mengandalkan ada harta karun saja. Kalau nggak, kamu pasti bukan tandinganku."Setelah mengatakan itu, Farel pun tidak menahan dirinya lagi. Energi yang sangat kuat di seluruh tubuhnya langsung menyembur keluar dan menerjang depan sampai pakaiannya pun berkibar."Kecuekan manusia adalah hal yang paling konyol dan juga penyebab keg
"Seharunya nggak ada masalah, perasaanmu pasti salah. Pasti begitu," kata Sutrisno dengan tatapan penuh ketakutan dan menatap lorong yang dalam itu dengan bengong. Dia juga tidak percaya bisa terjadi perubahan yang begitu mengerikan. Bagaimana bisa Farel itu mencapai kultivator jenderal?Mata Winola bergetar dan ekspresinya terlihat panik. Dia tidak bisa menahan diri lagi, sehingga segera berbalik dan pergi."Kamu mau ke mana?" tanya Sutrisno yang terkejut dan segera menahan Winola agar tidak pergi."Lepaskan aku! Lepaskan aku! Aku harus pergi mencari dia, harus sekarang juga," kata Winola yang merasa gelisah dan cemas hingga memberontak dengan panik. Dia tidak bisa menerima fakta dia harus bersembunyi, sedangkan Yoga harus menghadapi risiko sendirian. Saat itu, hatinya benar-benar merasa kacau."Kamu gila ya? Kamu tahu apa yang sedang kamu lakukan? Apa ada gunanya kamu pergi ke sana? Itu adalah kekuatan kultivator jenderal, kamu hanya akan mati dan menjadi beban Yoga," teriak Sutrisno
Sutrisno dan Winola langsung menganggukkan kepala, lalu segera berlari ke ruang makam di depan.Tanpa adanya beban yang mengganggu, pandangan Yoga perlahan-lahan beralih ke arah Farel. Kali ini, tempat ini akan menjadi tempat untuk mengakhiri dendam antara dia dan Farel."Serang!" teriak Yoga sambil mengentakkan kakinya dan langsung menyerang. Aura yang tajam di sekitar pun menghantam tubuhnya, tetapi hanya pakaiannya yang koyak-koyak. Sementara itu, tubuhnya sendiri tetap seperti semula, tidak terluka sedikit pun."Apa-apaan ini? Kamu pakai senjata ajaib tingkat jumantara sebagai pelindung?" tanya Farel yang langsung terkejut. Selain itu, dia tidak bisa memikirkan alasan lain. Bagaimana mungkin serangannya yang begitu kuat malah tidak melukai Yoga sedikit pun?"Huh! Untuk apa aku pakai benda seperti itu?" kata Yoga dengan cuek. Kekuatan fisiknya sudah mencapai tingkat yang tidak bisa dipahami oleh orang biasa. Bagaimana mungkin kekuatan seorang kultivator jenderal bisa menyakitinya?
"Apa hebatnya kultivator prajurit itu? Tapi, kamu nggak perlu tahu soal itu, kamu hanya perlu tahu kamu akan mati di sini," kata Yoga dengan aura membunuh yang menyebar dan perlahan-lahan mendekati Farel dengan langkah yang sangat berat."Kamu berani membunuhku?" teriak Farel dengan marah dan mata yang membelalak."Kenapa kalau aku membunuhmu?" kata Yoga dengan senyuman yang menyindir."Ibumu pun nggak berani menyentuhku, kamu malah berani membunuhku? Kalau dia tahu, kamu pasti akan menerima akibatnya. Apalagi kalau Keluarga Husin yang tahu masalah ini, ibumu akan mendapat masalah," ancam Farel dengan segera. Seperti sebelumnya, Yoga sebenarnya bisa membunuhnya. Namun, Ayu menghentikannya, sehingga Yoga tidak bisa bergerak.Namun, Yoga tiba-tiba tertawa terbahak-bahak. Dia menunjuk pada Sutrisno dan berkata sambil tersenyum, "Keluarga Salim yang merupakan salah satu dari empat keluarga besar di dunia kultivator kuno pun kamu berani membunuh. Bukankah tadi kamu sendiri yang mengatakan a
Yoga menunjuk ke satu arah dan berkata dengan tenang, "Sudah mati. Pergi lihat saja sendiri, sekalian ikut mati di sana.""Apa?"Farel menjadi makin marah karena dia tidak bisa menerima kenyataan itu dan memerintahkan kultivator prajurit lainnya, "Bunuh dia!"Ekspresi kultivator prajurit itu menjadi serius dan merasa sangat tegang. Dia menatap Yoga, tetapi dia tidak bisa melihat dengan jelas kekuatan lawannya itu. Seolah-olah ada lapisan kabut tipis yang menyelimuti sosok Yoga."Kamu nggak mungkin bisa membunuh mereka. Hari ini aku akan melihat sendiri apa yang sebenarnya telah terjadi," kata kultivator prajurit itu dengan dingin dan langsung menyerang Yoga. Tidak ada yang percaya Yoga memiliki kekuatan untuk melawan seorang kultivator prajurit."Huh!" Yoga tersenyum dingin dan tatapannya terlihat menyindir. Menghadapi serangan lawan, dia tidak menghindar dan hanya berdiri di tempat dengan diam. Seolah-olah, dia sengaja menunggu lawannya menyerang."Matilah!" teriak kultivator prajurit
Farel tersenyum dengan sangat sombong. Dia mengira Sutrisno dan Winola bisa datang ke sini karena melarikan diri. Sementara itu, Yoga sudah ditangkap dan dibunuh dengan kejam oleh tiga kultivator prajurit itu."Farel, aku ini tuan muda Keluarga Salim, kamu cari mati atau ingin membawa bencana bagi Keluarga Husin?" kata Sutrisno dengan nada dingin dan melangkah maju. Bagaimanapun juga, Keluarga Salim adalah keluarga nomor satu di dunia kultivator kuno, sehingga Keluarga Husin tidak bisa menandingi reputasi dan kekuatan mereka. Dia tidak percaya Farel ini berani membunuhnya."Huh! Ini adalah ruang rahasia, kenapa kalau kamu mati? Tempat ini sudah seperti dunia yang terpisah, nggak ada orang yang akan tahu kalau kamu mati. Bukan hanya kamu, Keluarga Bramasta juga begitu. Semuanya harus mati di sini," kata Farel sambil tertawa terbahak-bahak dengan sangat liar. Kata-katanya yang dingin membuat suasana di seluruh makam ini penuh dengan aura membunuh.Ekspresi Sutrisno dan Winola langsung me
"Jangan menahan diri lagi! Selama orang ini nggak mati, kita semua nggak akan tenang!"Sekejap kemudian, ketiga kultivator prajurit itu serentak menyerang Yoga dengan penuh amarah dan kebencian. Wajah mereka memancarkan kemarahan yang meluap-luap. Setiap langkah mereka dipenuhi dengan niat membunuh.Namun, kekuatan Yoga saat ini sudah mencapai puncak kultivator jenderal tahap jumantara. Dia hanya tinggal selangkah lagi untuk menembus ke tingkat kultivator raja, bahkan bisa dibilang satu kakinya sudah berada di sana. Mana mungkin ketiga kultivator prajurit ini bisa menjadi lawannya?Dengan tenang, Yoga mengangkat tinjunya yang memancarkan kilatan petir terang. Listrik memelesat ke segala arah.Hanya dengan satu pukulan, ketiganya langsung terpental keras ke tanah. Kekuatan penghancur yang dahsyat itu membuat mereka muntah darah. Tubuh mereka dipenuhi luka-luka yang begitu mengerikan hingga membuat siapa pun bergidik ngeri.Ketiga kultivator prajurit itu menatap Yoga dengan wajah penuh k