Rafi menjawab dengan gugup, "Maafkan kelancanganku. Mohon Tuan Bimo mengampuniku!"Yoga kembali tersenyum sinis. Rafi ... ternyata kamu bisa seperti ini juga! Masih berani berdiri untuk bicara denganku?"Ke depannya, kamu cuma boleh berlutut di hadapanku!""Baik!" jawab Rafi. Sekujur tubuhnya mulai berkeringat dingin dan semakin gugup. Tuan Bimo ini terlalu mendominasi!"Kenapa kamu cari aku?" tanya Yoga lagi."Aku sengaja mencarikan sebuah tanah berharga untuk Anda. Setelah berhasil mendapatkannya nanti, aku akan hadiahkan pada Tuan Bimo. Semoga Tuan Bimo bisa menyukainya!" ujar Rafi dengan hormat."Tanah berharga?" Sudut bibir Yoga berkedut. Jangan-jangan yang dimaksudnya itu adalah tanah dekat makam Keluarga Kusuma?Padahal dia belum mendapatkan tanah itu, tapi sudah datang untuk memberikan hadiah? Apa orang ini tidak punya otak? Mustahil dia bisa mendapatkan tanah itu!"Berikan sekarang juga!" ujar Yoga dengan nada dingin."Hah? Maksudku setelah berhasil mendapatkannya nanti ...."
Nadya melihat memandangi kaus hitam kecil itu dengan penuh curiga. Tidak ada merk, tidak ada gambar, dan modelnya juga sangat aneh. Bahkan, ada aroma khas yang aneh. Dilihat dari segi mana pun, kaus ini tidak terlihat seperti hadiah."Aku boleh nolak nggak?" tanya Nadya dengan wajah tak berdaya."Coba pakai dulu!" ujar Yoga dengan penuh penantian."Kalau begitu, boleh kucuci dulu nggak?""Boleh sih ... tapi kalau kamu memang bisa mencucinya," balas Yoga.Nadya semakin bingung. Dalam hatinya bertanya-tanya memangnya kenapa benda ini tidak bisa dicuci?Kemudian, Nadya membawa kaus itu ke kamar mandi dan berencana untuk mencucinya. Namun saat kaus ini direndam ke air, permukaannya tidak bisa basah sama sekali, seolah-olah terpisah dari air begitu saja."Ada apa ini? Apa ini benda kedap air yang kamu temukan?" Nadya merasa bersemangat. Jika benda ini bisa diproduksi massal, dia pasti akan kaya raya."Cuma ada satu di dunia ini, tahan sama senjata apa pun. Bisa digunakan untuk melindungimu
Jika bukan karena karpet di lantai yang tebal, ponsel Winola pasti sudah rusak."Bajingan menyebalkan! Aku sudah lama menunggu dan kamu masih mau membakar dupa? Kenapa kamu punya banyak sekali alasan!" geram Winola. Namun, dia hanya bisa terus menunggu.Ketika batang hidung Yoga belum juga terlihat pada pukul 3 sore, Winola tidak bisa bersabar lagi. Dia mengambil ponsel dan mengirimkan pesan.[ Sudah selesai belum? ]Yoga segera membalas pesannya.[ Aku mau periksakan diri ke rumah sakit dulu, mau memastikan aku nggak punya penyakit menular. Jangan sampai aku menularkannya padamu. ]Winola tercengang. Apa Yoga benar-benar laki-laki? Mengapa persiapannya untuk hal ini banyak sekali?Winola menggertakkan gigi. Akhirnya, dia menahan kesal dan mengirimkan satu pesan lagi beserta foto bahunya yang terbuka.[ Cepatlah, aku sudah nggak sabar! ]Setelah mengirim pesan itu, tubuh Winola langsung memancarkan niat membunuh yang kuat. Demi memancing Yoga ke sini, dia sampai harus melakukan hal ini
"Winola, aku nggak nyangka kamu begitu nggak tahu malu!""Kupikir kamu punya moral tinggi, ternyata malah begitu rendahan. Pesan-pesanmu dan foto itu buktinya!""Mau merayu Yoga? Kamu wanita paling menjijikkan yang pernah kutemui!"Karina dan Nadya langsung menerobos masuk. Di belakang mereka, masih ada Asta dan Lili. Seisi ruangan seketika menjadi ramai.Hinaan yang terus terdengar membuat Winola linglung. Apa yang terjadi? Dia menatap Yoga dengan ekspresi bingung.Yoga berucap, "Kamu wanita yang baik, tapi aku nggak ingin salah jalan."Winola terdiam. Wajahnya yang cantik terlihat begitu syok. Saat ini, dia tidak tahu apakah harus menangis atau tertawa.Hebat sekali! Winola telah menggunakan berbagai cara untuk memancing Yoga ke sini. Setelah menunggu lama, pria itu malah datang dengan membawa banyak orang. Selain itu, apa maksudnya dengan salah jalan?"Yoga, kamu melakukan hal yang benar. Seorang pria harus menjaga akhlak dan menjauhi hal-hal yang nggak pantas!" puji Asta sambil men
Karina dan yang lainnya juga menutup mulut mereka dengan terkejut. Astaga, situasi ini makin menarik saja! Asta pun menutup mata Lili agar gadis itu tidak melihat hal-hal yang tidak senonoh."Cukup!" seru Winola. Dia segera mendekat dan menjelaskan dengan marah, "Aku dipaksa melakukan ini dan dia ditugaskan untuk mengambil foto. Hanya itu yang bisa kukatakan, terserah kamu mau percaya atau nggak!"Setelah mengucapkan kata-kata itu, Winola berbalik dan pergi dengan marah. Dia tidak sudi berlama-lama di sini, walau sedetik pun."Rupanya begitu. Apa ada yang mau kamu jelaskan?" tanya Yoga sambil menatap Silus dengan ekspresi menyeramkan di wajahnya.Yoga bisa merasakan bahwa pria di depannya bukan orang biasa. Silus memiliki aura seorang kultivator kuno."A ... aku hanya kebetulan ... akh!" Sebelum Silus bisa menyelesaikan kata-katanya, lengannya sudah dipatahkan oleh Yoga. Silus yang kesakitan langsung jatuh berlutut."Katakan! Siapa yang mengirimmu?" tanya Yoga. Tangannya sudah mencengk
Saat Winola bangun, hari sudah berganti. Bukankah ini kamarnya? Bagaimana dia bisa kembali?Winola yang masih linglung berusaha mengingat-ingat apa yang terjadi sebelumnya. Sepertinya dia bertemu Yoga. Bukan! Wajah pria itu memang sangat mirip dengan Yoga, tetapi naluri Winola mengatakan bahwa dia bukan Yoga.Memikirkan hal ini menambah sakit kepala yang dirasakan Winola. Dia terpaksa mengesampingkan masalah ini untuk sementara waktu.Winola mengambil ponsel, lalu seketika tertegun begitu menjelajah internet. Hatinya dibanjiri kegelisahan.[ Mengejutkan! Seorang wanita misterius tertangkap basah sedang merayu Ketua Dewan Direksi Grup Kusuma, lalu kabur dengan panik setelah ketahuan! ]Di bawahnya, terdapat foto Winola yang sedang melarikan diri di koridor. Biarpun wajahnya tidak terlihat, Winola merasa sangat malu."Yoga bajingan!" umpat Winola.Winola berniat menelepon Yoga, tetapi setelah memikirkannya kembali, dia mengurungkan niatnya. Apa yang bisa dia lakukan setelah meneleponnya?
Jelas-jelas Yoga adalah pria yang jujur dan terhormat."Aku pria baik-baik, jangan salah paham," tolak Yoga."Aku nggak percaya. Kamu itu pemain wanita!" bantah Hilda.Yoga kehabisan kata-kata. Pada saat itu, tiba-tiba ponselnya berdering. Yoga memeriksa ponsel dan melihat bahwa Ayu meneleponnya."Ada apa, Bu?" tanya Yoga. Dia merasa lega mendapatkan alasan untuk menjauhi Hilda."Ada yang gawat! Cepat lihat berita!" seru Ayu dengan panik.Yoga tertegun. Apa ibunya juga senang bergosip? Sepertinya dia perlu mencari waktu untuk makan bersama dan menjelaskan semuanya pada sang ibu."Aku tahu, aku sudah lihat. Itu palsu, Bu. Aku yang sengaja mengaturnya," ucap Yoga."Kamu gila? Apa kamu tahu seberapa besar masalah yang kamu timbulkan?" balas Ayu dengan nada terkejut.Yoga menenangkan ibunya, "Jangan khawatir, aku bisa atasi."Ayu berucap lagi, "Gimana caramu mengatasinya? Kamu nggak akan bisa! Kamu nggak seharusnya menaruh barang-barang antik itu!"Yoga terdiam. Barang antik? Barang antik
"Kami ini profesional. Ini asli atau bukan, tentu saja kami yang lebih tahu," ucap Mateo. Dia mendengus sebelum berbalik dan pergi.Namun, Yoga masih merasa ragu. Dia membawa Ayu untuk memeriksa artefak perunggu itu sendiri. Berhubung mereka adalah orang-orang dari Grup Yoga, Mateo tidak menghalangi mereka.Bahkan sambil berjalan, Mateo terus membujuk mereka agar menyerahkan barang itu kepada negara secepatnya.Kemudian, Yoga melihat lima artefak perunggu di sana. Benda-benda itu masih dipenuhi tanah dan telah berkarat kehijauan karena usia. Aroma khas benda-benda bersejarah langsung tercium kuat.Yoga berdecak kagum. Dia berpikir bahwa orang-orang ini sungguh berani. Semua benda itu asli dan sangat berharga, masing-masing juga berusia lebih dari 1.000 tahun.Mateo menasihati lagi, "Tim penelitian kami pasti akan menggunakan lahan ini untuk riset arkeologi. Kalau diserahkan sekarang, mungkin kalian bakal dapat penghargaan. Tapi kalau menunggu proses hukum, yang bisa kalian dapatkan cu