Janice melanjutkan, "Pak Anwar. Dia yakin aku nggak bersalah sehingga mengatur konferensi pers ini untukku.""Walaupun aku nggak punya hubungan darah dengan Keluarga Karim, keluarga ini selalu memperlakukanku ... seperti keluarga sendiri dan nggak pernah melukaiku. Makasih banyak," tambah Janice sambil membungkuk dalam-dalam kepada Anwar.Meskipun Anwar merasa marah, dia tidak bisa berkata apa-apa. Dia hanya tersenyum dan mengangguk kepada semua orang. Tak bisa dipungkiri, langkah ini adalah cara tercepat untuk meredakan krisis reputasi Keluarga Karim.Setelah konferensi pers selesai, Janice bergegas menyusul Priska dan berucap, "Makasih. Kalau bukan karena bukti yang kamu temukan tentang Calvin, aku pasti ...."Priska mengisyaratkan kepada rekan-rekannya untuk membawa Calvin ke dalam mobil, lalu menatap Janice dengan tatapan kesulitan."Bukan aku. Itu semua perintah Pak Jason. Gadis-gadis yang kasih kesaksian itu semuanya ditemukan oleh Pak Jason dalam semalam. Sebelumnya, nggak ada y
Wajah Vania tampak pucat. Ketika Jason mengangkat tangan, Vania sontak merebut flashdisk dan menjatuhkannya. Kemudian, dia pura-pura tidak sengaja menginjak flashdisk itu hingga hancur.Vania berucap dengan ekspresi penuh penyesalan, "Maaf, Jason. Aku nggak sengaja. Aku cuma ingin membantumu ambil tadi."Janice menatap flashdisk yang hancur itu, lalu berbalik dan pergi. Tidak penting Jason melihat isinya atau tidak, yang penting Vania merasa takut dan orang-orang melihatnya. Itu sudah cukup.Setelah Janice keluar, Ivy mengikutinya. Ivy menegur, "Kamu sudah gila? Kenapa memberi bukti itu kepada Vania?""Ibu, kamu kira kita bisa melindungi bukti itu?" tanya Janice balik."Kamu bisa memutarnya langsung. Kemudian, orang-orang akan tahu kebusukan Vania," jelas Ivy."Kamu nggak ingin tinggal di rumah Keluarga Karim lagi? Kamu kira Jason akan mengampuni kita?" tanya Janice lagi.Ivy telah meremehkan cinta Jason kepada Vania. Di kehidupan lampau, Janice mati karena cinta ini. Jason sampai meli
Ketika Janice tersadar kembali, dia sudah berada di rumah sakit. Meskipun matanya bergerak, kesadarannya belum pulih total. Dia bisa mendengar obrolan di pinggir ranjang."Gimana kondisinya?" Terdengar suara rendah, familier, dan berbahaya."Dia baik-baik saja. Aku berani jamin. Tangannya akan kembali normal."Tangan? Begitu mendengarnya, kesadaran Janice berangsur kembali. Matanya yang menyipit tertuju pada dokter berjas putih.[ Vincent, Direktur Departemen Neurologi ]Nama yang sangat familier. Janice akhirnya ingat. Di kehidupan lampau, tangan Vania terluka saat masak. Jason khawatir padanya, jadi menyuruh dokter saraf terbaik untuk memeriksanya.Hari itu, Janice mendapat kesempatan untuk mendesain ulang perhiasan. Namun, tiba-tiba muncul perampok yang memotong saraf di tangannya.Janice pun pergi ke rumah sakit, memohon supaya diberikan dokter saraf terbaik. Siapa sangka, dia diberi tahu bahwa Jason membawa Vincent hanya untuk mengobati luka kecil Vania.Janice langsung menelepon
Janice kembali ke kampus. Dia masuk ke asramanya. Tidak ada siapa pun di dalam. Sepertinya mereka pergi wawancara.Janice membuka lacinya. Ketika melihat barang di dalam, matanya sontak menyipit. Janice hendak mengambilnya, tetapi tiba-tiba terdengar suara di belakang. "Janice."Janice menurunkan tangannya dan berbalik. Malia langsung berlari ke hadapannya dan menampar wajah sendiri."Janice, aku minta maaf. Semua ini gara-gara aku tamak. Reporter bilang aku cuma menyampaikan beberapa patah kata pakai akunmu dan aku percaya. Kamu juga tahu ibuku membenciku karena aku menghamburkan uangnya untuk kuliah. Makanya, aku tertipu. Maafkan aku."Malia menampar diri sendiri sambil meminta belas kasihan dari Janice. Janice pura-pura termangu supaya Malia tidak menghentikan tamparannya.Malia kesal, tetapi tidak berani mengatakan apa pun. Setelah wajahnya merah, Janice baru menghentikannya. "Sudahlah, nggak ada gunanya minta maaf lagi sekarang."Janice menunduk mengelus tangannya yang cedera. Mat
Sebelum menoleh untuk melihat, Janice sudah tahu siapa yang datang. Kaleng di tangannya pun terjatuh dan bergelinding, lalu akhirnya berhenti di depan sepasang sepatu kulit pria.Janice buru-buru membungkuk untuk memungut, tetapi sepasang tangan tiba-tiba merangkul pinggangnya. Tangan itu seperti lilitan ular berbisa.Janice ditahan di depan meja. Napas yang panas mengenai kepalanya, lalu mengenai lehernya. Ini membuat napasnya menjadi tidak karuan.Bibir Jason menempel dengan telinga Janice. Dengan nada bicara nakal, dia bertanya, "Kamu sangat suka digandeng orang?"Napas panas itu membuat telinga Janice seperti digelitik. Rasanya sangat geli. Dia ingin kabur, tetapi Jason akan menahannya dengan makin kuat nanti.Meskipun dihalangi pakaian, Janice bisa merasakan hawa panas pada dada Jason. Dia tidak bisa menahan diri. Telinganya memerah.Jason yang berada di belakang terus mengamati Janice yang malu dan berusaha mengontrol diri. Tatapannya yang mendalam tertuju pada Janice lekat-lekat
Hanya dengan satu sentuhan, seluruh tubuh Janice seolah-olah tersengat listrik. Dia tak kuasa gemetaran.Setelah memperhatikannya, tatapan Jason menjadi mendalam. Dia mendekati Janice. Tetesan air di kerah bajunya menetes ke perut Jason.Tubuh Janice bergetar makin hebat. Jason menatap Janice lekat-lekat. Tatapannya dipenuhi hasrat yang tidak bisa disembunyikan."Sama sensitifnya dengan malam itu.""Nggak!" bantah Janice segera."Masa? Kamu bukan bicara begini malam itu?" Jason terkekeh-kekeh sambil mengusap perut Janice yang basah karena tetesan air tadi. Tangannya yang lembut sungguh hangat. Rasanya sangat nyaman dan aneh.Perut Janice menegang. Dia tak kuasa mendesah dan hanya bisa membiarkan Jason mengambil alih tubuhnya."Um ...." Jason benar-benar gila. Jika anggota Keluarga Karim tahu, Janice bisa mati di sini. Namun, tenaga Janice kalah telak dari Jason. Dia hanya bisa membiarkan Jason mengangkatnya dan lanjut menciumnya.Tiba-tiba, terdengar suara ketukan pintu. "Janice, kamu
Selesai menyeduh teh, Janice membawakan teh ke ruang tamu. Hari ini suasana sangat harmonis. Anwar sampai terus tersenyum.Setelah membagi teh, Janice berdiri di samping Ivy dan Zachary untuk menjadi manusia transparan lagi.Saat ini, Jason masuk dengan kerah baju yang masih basah. Tracy bertanya dengan heran, "Jason, biasanya kamu paling memperhatikan kebersihan. Kenapa pakaianmu kotor hari ini?"Jason duduk, lalu mengambil teh sambil melirik Janice dan menyahut dengan nada datar, "Ketemu kucing tadi."Tracy menyesap tehnya dan berujar dengan tersenyum, "Menarik sekali. Kucing itu pasti menabrak mulutmu ya?"Jason meniup tehnya dan mengiakan, "Ya, tenaganya besar sekali."Janice menunduk. Wajahnya terasa panas. Setelah mengobrol sesaat, Anwar ingin tidur siang. Dia bangkit dan berkata, "Jason, bawa aku kembali ke kamar.""Ya." Jason bangkit dan memapah Anwar.Janice yang menunduk terus merasakan ada tatapan menyapu ke arahnya. Akan tetapi, dia tidak mendongak, berpura-pura tidak ada y
Anwar tidak menyukai latar belakang Vania. Untungnya, Vania punya citra dan reputasi yang baik jika dibandingkan dengan wanita lain yang mengejar Jason. Namun, Vania sangat mengecewakan saat konferensi pers.Ekspresi Jason tetap terlihat datar. Responsnya bahkan terdengar sangat dingin. "Ya."Usai mengobrol, keduanya berpisah.Sesaat kemudian, Vania keluar dari taman belakang. Karena gugup, tangannya meremas gaunnya dengan sekuat tenaga. Dia harus menang!....Ivy ingin Janice menginap semalam, tetapi Janice menolak. Tidak ada kenangan indah di rumah ini. Janice akan teringat pada dirinya yang dicampakkan pada kehidupan lampau dan putrinya yang menyedihkan.Jadi, ketika langit mulai gelap, Janice pergi. Namun, di tengah jalan, angin kencang tiba-tiba bertiup. Janice pun mempercepat langkah kakinya, tetapi hujan deras sudah turun, membuatnya basah kuyup.Tiba-tiba, terdengar suara rem di belakang. Janice pun berbalik, menghalangi hujan dengan tangan supaya dia bisa melihat.Seorang pria