"Kenalin, aku Dimas, keka … eh–temannya Bang Rizki," ucap Dimas hampir keceplosan, lelaki itu mengulurkan tangannya hendak bersalaman dengan Nur, karena merasa bukan muhrim, Nur menangkupkan kedua tangannya sambil tersenyum sopan ke arah Dimas."Bukan muhrim Dimas," ucap Rizki pelan hampir seperti berbisik. "Andai dia tau kalau aku dan dia sebenarnya muhrim, tampilanku saja lelaki tapi khodamku perempuan hihihi," bisik Dimas langsung disikut oleh Rizki saat mereka masuk ke dalam restaurant. "Maya, bolehkan Bang Rizki dan temannya gabung makan sama kita?" Maya menoleh pada Nur, di belakang Nur berdiri Rizki dan Dimas. "Ya boleh kalilah, yuk silahkan duduk, makin rame makin seru," Maya mempersilahkan duduk. "Kebetulan aku lapar kalilah! " seru Dimas sedangkan Rizki duduk dengan canggung, Maya sedikit tertegun dengan tingkah Dimas yang seperti … tapi ia coba abaikan. "Kalian mau pesan apa?" Maya memberikan tabel menu pada Rizki. "Kamu nanyea? Kamu bertanyea-tanyea kami mau pesan a
"Sabar ya Nur, kelak Allah akan memberimu jodoh yang terbaik versi Allah, bukan versimu, sudah-sudah jangan menangis lagi, setidaknya Allah menunjukkan sisi lain seorang Rizki," ucap Bu Zubaidah menghibur Nur. "Iya Mak, tapi mamak enggak apa-apa kan? Karena ga jadi punya menantu.""Ya enggak apa-apa lah Nur, berarti bukan jodohmu.""Nggak malu kan nanti Mamak sama tetangga, karena mereka pasti ada yang mengejek kita nanti.""Mamak sudah kebal Nur, lagian ngapain mesti malu, kalau punya anak kayak si Fitri itu baru mamak merasa malu, sikapnya kriminal, dirimu cuma masih belum diberi jodoh, karena jodoh, rezeki dan kematian merupakan rahasia dan sudah diatur oleh Allah Swt, biar Allah yang mengatur, kita sebagai manusia hanya bisa berikhtiar, selama ini mamak lihat kau sudah berusaha, cuma kalau Allah masih belum memberi, ya kita bisa apa? Terus berpikir positif pada Allah karena dia tau mana yang terbaik untuk hambanya.""Ya Allah … terima-kasih banyak ya Mak."Nur merasa beruntung me
"Malu nih yee! Hahahaha, sampai kapanpun ga bisa kau mengalahkan si Fitri!""Kenapa, Nur?" "Biasalah Mak, tetangga depan rumah, ga anaknya ga ibunya, sama saja.""Apa katanya? Ga bisa tenang paling hidupnya kalau ga mengejek kita.""Dia ngejekin karena Bang Rizki gay, entah apa-apa lagi katanya, ga usah kita dengarkan Mak.""Tau dari mana dia kalau si Rizki gay?""Katanya tau dari si Fitri.""Ya Allah … biarpun dipenjara ga ketinggalan berita si Fitri itu ya.""Entahlah Mak, Nur juga heran.""Tidak berapa lama mobil pajero sport hitam berhenti di depan rumah Nur. " Itu paling si Raihan, siapkan hati Nur, kalau sempat si Beti tau kau dijemput si Raihan, pasti entah apa-apa kata yang keluar dari mulutnya itu.""Iya Mak, insya Allah Nur sudah kebal, Bang Raihan kan sudah duda dan Nur juga tidak ada ikatan dengan lelaki manapun jadi kami bisa memulai hubungan, mudah-mudahan Allah melancarkan segala sesuatunya.""Assalamualaikum," ucap Bang Raihan sudah berdiri di depan pintu. "Waalaiku
Mungkin sekitar dua puluh menitan Nur dan Umi Maryani mengobrol, awalnya obrolan masalah ibunya Nur dan berlanjut ke masalah pemahaman agama, semakin banyak mengobrol semakin kagum wanita yang telah melahirkan Raihan itu, dia merasa wanita ini memang pantas untuk pendamping anaknya yang mana akan mewarisi pondok pesantren milik keluarga mereka, Nur juga jago akunting bisnis sesuai bidangnya dan posisinya dimana tempat ia bekerja, kebetulan keluarga Raihan memiliki sekitar seratus hektar lahan sawit yang mana kelak bakalan Raihan yang meneruskan, maka dari itu Umi Maryani senang jika Raihan mendapatkan istri yang pas, ilmu agamanya mumpuni dan ilmu bisnisnya tidak diragukan, sebagai orang tua pasti menginginkan terbaik untuk anaknya. "Lagi ngobrolin apa sih, kok sepertinya seru banget," ucap Raihan yang baru saja turun dari lantai atas. "Biasa obrolan wanita," ucap umi. "Nur, temenin masak yuk," ajak Raihan. "Eh kamu itu, kasihan Nur nanti capek, pesen lewat aplikasi saja.""Yah …
"Nur, apa tidak sebaiknya untuk sementara waktu tinggal di apartemen, entah mengapa perasaan abang tidak tenang kefikiran terus sama keselamatan Nur," ucap Raihan melalui sambungan telepon. "Mana mungkin Nur tinggal di apartemen Bang, sedangkan pernikahan kita tinggal satu minggu lagi, banyak yang harus Nur persiapkan bersama mamak.""Entahlah Nur, benar-benar risau hati abang.""Insya Allah semua akan baik-baik saja Bang, ya sudah abang istirahat ya, ini juga Nur hendak tidur karena besok pagi harus ngantor."." Iya Nur, kamu jaga diri baik-baik ya Nur.""Baik, Abang juga ya, semoga kita semua selalu dalam lindungan Allah swt."Nur mematikan sambungan telepon lalu beranjak untuk tidur.Adzan yang berkumandang dari masjid terdengar merdu mengalun menyapa gendang telinga wanita yang baru saja dilamar itu, Nur ngulet sebentar lalu bangun dan mandi. "Nur, ikut jamaah ke masjid?" "Ikut Mak, tunggu ya Mak.""Nur, mamak tadi udah masak sop ayam buatmu, nanti dimakan ya Nak, kau harus jag
"Nur, kita pulang ya," ucap Raihan lembut, lelaki itu memberi kode pada Maya agar menyuruh Nur untuk pulang apalagi matahari sangat terik pada saat itu, Raihan khawatir jika Nur jatuh sakit. "Ayo Nur, kita pulang, kau harus segera mengisi lambungmu dengan sedikit makanan agar kau tidak sakit," ucap Maya mencoba menarik tangan Nur dengan lembut. "Kalian pulang saja, aku masih ingin disini.""Nur, dirumah masih ramai orang yang melayat kamu harus menemui mereka," ucap Maya lagi. "Kita pulang ya Nur, Mamak juga pasti sedih kalau kau masih meratap seperti ini, bentuk cinta yang paling tinggi itu jika kita ikhlas merelakan kepergian orang yang kita cintai dan sayangi menghadap sang ilahi, yang mamak butuhkan saat ini hanya doamu Nur, jadi bangkitlah Nur, jangan biarkan Mamak bersedih disana melihatmu seperti ini." Kata -kata Raihan mampu menyadarkan Nur, wanita bermata sembab itu menyeka air matanya dengan kasar lalu perlahan berdiri dibantu oleh Maya. "Lihatlah Raihan begitu peduli pa
Siapa yang mengirim pesan saat tengah malam begini, apakah itu sebuah ancaman yang serius atau hanya sekedar orang iseng, jika Nur terus diam, orang itu akan semakin sering menekan atau meneror, Nur harus ambil tindakan, untuk saat ini orang pertama yang hendak ia hubungi itu adalah Raihan, biar bagaimanapun lelaki yang akan menikah dengannya itu harus tau isi pesan yang barusan ia terima, agar bisa segera dilacak nomornya tapi karena mengingat saat ini sudah lewat tengah malam Nur mengurungkan niatnya karena takut mengganggu jam istirahat Raihan, Nur juga sadar diri, sekuat tenaga Nur mencoba mengabaikan agar dia juga bisa segera tidur, sulit memang, di saat suasana hati sedang berduka dan trauma akan peristiwa pembunuhan ibunya pas di depan matanya, kini ia mendapat teror, Nur mencoba menguatkan hatinya. Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbarAsyhadu allaa ilaaha illallah, Asyhadu allaa ilaaha illallahAsyhadu anna muhammadar rosuulullah, Asyhadu anna muhammadar ro
"Bang, ngapain kita kesini?" Nur terlihat panik. "Emang kenapa Sayang, kan kita sudah suami istri, lagian aku ingin bersantai sejenak dan kamu juga bisa istirahat." Pipi Nur memanas saat Raihan memanggilnya dengan kata 'sayang'"Di rumah kan kita bisa istirahat.""Apa kamu yakin bisa bersantai di kamar saat ada mertua? Rasa tidak nyaman pasti ada sayang, kita menginap semalam dua malam disini, kamu tenangkan pikiran dan aku juga ingin istirahat, suamimu ini lelah, sayang." Masih asing bagi Nur mendengar kata Mertua, istri dan suami sehingga membuat Nur tertunduk malu. Nur mengikuti langkah kaki Raihan yang berjalan masuk ke arah lobby hotel, tangan kiri Raihan membawa tas Nur dan tangan kanannya menyeret koper kecil milik lelaki itu. Raihan berbicara sebentar dengan resepsionis dengan menunjukkan kode booking hotel melalui ponselnya, tidak berapa lama resepsionis memberi dua card pada Raihan. "Ayo Sayang,"ucap Raihan lembut, Nur kembali tertunduk malu karena Raihan memanggilnya
Sehari sebelum lamaran, Nirmala dan ibunya sudah kembali ke rumah mereka, jangan ditanya rasa hati Bu Herlina, doa yang ia langitkan di sepertiga malam untuk anaknya, diijabah sama Allah, kini, Roni sudah kembali ke jalan yang benar, bukan lagi secara membabi buta marah-marah tidak jelas tanpa mencari tahu masalahnya dari dua belah pihak, padahal selama ini Bu Herlina selalu berkata pada Roni agar bertabayyun dalam menyikapi masalah, mencari kejelasan tentang sesuatu masalah hingga jelas dan benar keadaannya, karena selama ini, Roni hanya mendengar kata istrinya. Bu Herlina senang jika rumah tangga anaknya akur dan Roni begitu menyayangi istrinya tapi lihat dulu istri yang bagaimana, jika mempunyai istri seperti Melda yang banyak mudharatnya dan yang lebih parahnya tega berselingkuh, memfitnah dan ingin menghabisi nyawa Nirmala, jadi lebih baik dilepas/dicerai."Nirmala, kalau bisa nanti setelah lamaran, jangan terlalu lama jaraknya ke acara pernikahan, kalau bisa lebih cepat lebih b
Roni tidak langsung pulang kerumah, tiba-tiba saja hatinya dilanda rasa curiga yang datang menyerang begitu saja, saat itu Roni masih berada di rutan, tepatnya di parkiran, pikirannya berkecamuk, ia juga heran, biasanya ia selalu percaya pada Melda, tapi tidak kali ini.Roni kembali masuk ke dalam bukan untuk menemui Melda tetapi menemui sipir untuk meminta ponsel Melda yang dititipkan di bagian loker, siapa tau dengan memeriksa ponsel Melda, ia menemukan titik terang tentang kecurigaan yang baru saja datang menghinggap. "Saya ingin mengambil ponsel istri saya," ucap Roni."Maaf Pak, semua barang napi diberikan saat napi selesai masa jabatannya, eh, apa nih, Pak? Oh iya, iya, bisa diatur Pak. Selow saja Bapak," ucap penjaga sambil senyum sumringah menerima sejumlah uang dari Roni. Kini, ponsel dengan logo apel terbelah berwarna gold itu berada di genggaman Roni, ia tidak memeriksa ponsel itu sekarang, melainkan nanti saat di rumah. Bagai disayat sembilu, bagai mendengar petir di s
Roni terlihat keluar dari sebuah Bank sambil menenteng tas berisi sejumlah uang, ia dikawal oleh beberapa anggota ormas kelapa burung garuda. Lelaki berdarah Batak–Melayu itu terlihat masuk ke dalam mobil fortuner berwarna dark grey menuju kediaman AKP( Ajun Komisaris Polisi) Tegar Nasution. Maksud kedatangan Roni ke tempat AKP Tegar, untuk memberi uang sogok agar istrinya– Melda dapat keluar dari jeruji besi atas kasus yang menjeratnya, tak tega rasa hati Roni melihat kondisi Melda yang semakin hari badannya semakin menyusut, kulit glowingnya kini tampak menghitam disertai munculnya beberapa flek di area pipi, padahal Roni kerap kali membawakan semua kebutuhan Melda saat berada di dalam penjara, peralatan mandi, skincare, kosmetik tapi semua nihil dan tak berhasil membuat Melda tampak cantik, yang ada semakin tak terawat dan tak sedap dipandang mata. Melda tidak serasi dengan air yang ada di rutan tersebut, apalagi di dalam rutan ia harus bekerja bahkan kerap disiksa oleh beberapa
Pov Mela. Cantik, kaya, dan mendapatkan suami tampan dan tajir plus sholeh, sudah pasti menjadi impian semua wanita, tapi stock lelaki kaya di kampungku ini amatlah sedikit maklum karena rata-rata penduduknya masih berada di bawah garis kemiskinan, entah kenapa, padahal daerahku ini penghasil sawit yang lumayan tinggi di sumatera ini, bahkan pabrik kelapa sawit juga ada di daerah ini, apa karena tingkat pendidikan rendah? Adapun lelaki kaya yaitu Bang Roni–abang iparku, tapi aku tidak seberuntung Kak Melda, kakak kandungku yang bisa mendapatkan lelaki kaya, banyak yang mengatakan jika wajah Kak Melda lebih cantik daripada aku, tapi, menurutku sama cantiknya. Kak Melda berubah jadi cantik juga setelah bekerja di Pekan baru, katanya dia bekerja di sebuah perusahaan eksport import minyak, tapi aku tak yakin, secara Kak Melda cuma tamatan SD. Syarat masuk perusahaan itu pasti harus mengantongi ijazah perguruan tinggi. Ah, tidak perlu aku permasalahkan dia bekerja apa di Pekanbaru sana
Dia lagi, dia lagi, batin Raihan kesal. "Kenapa kau menatapku seperti itu? Kau tidak suka jika aku memeluk calon suamiku, biasa aja lah melihatnya, nanti buta pulak mata kau itu karena tatapanmu kayak, setan! " Mela berbicara dengan nada judes pada Nirmala"Perasaan aku biasa saja menatapmu, kau Lah yang sinis melihatku.""Ya wajarlah aku sinis, ngapain kau dekat-dekat calon suamiku, apa selama ini kau buta, tidak bisa melihat tatapan mesra Bang Raihan padaku."Nirmala malas menanggapi Mela, wanita secantik purnama itu pun beranjak hendak pergi. "Nirmala, tunggu." Raihan mencegah. "Biarin saja dia pergi, Bang. Ada Mela disini," ujar Mela seraya bergelayut manja di lengan Raihan. "Jaga sikapmu, Mela.""Sikap apa? Sikap apa, Bang. Jangan sebut namaku Mela jika tidak bisa membuat Abang bertekuk lutut padaku!""Ya Allah!" Raihan menjerit seraya menutup wajahnya karena Mela menaburkan sesuatu ke wajahnya lalu mengenai mata. Melihat Raihan yang seperti kesakitan, cepat Nirmala berlari m
"Mela, hei! Jangan bertindak nekat, jauhkan pisau itu dari lehermu.""Enggak. Enggak mau. Sebelum Abang janji akan menikahiku, kalau perlu pakai perjanjian hitam di atas putih.""Ga mungkin Mela, menikah ga segampang itu.""Gampang kok, tinggal panggil penghulu, udah beres. ""Menikah harus dengan pasangan yang sesuai hati kita, tidak ada keterpaksaan diantara lelaki dan perempuan.""Aku ga terpaksa, aku ikhlas, Bang.""Tapi aku yang terpaksa." Mau tidak mau Raihan harus jujur, agar wanita itu mengerti, tapi yang namanya Mela, mungkin urat malunya juga sudah putus, dia malah berteriak seperti orang kesurupan. "Tidak! Tidaak! Aku akan bunuh diri sekarang.""Apalagi, cepatlah kau bunuh diri," ucap Afis dengan geram. "Diam kau, aku tidak bicara sama kau, marbot setan!""Astaghfirullah," ucap Raihan lalu mengajak Afis untuk meninggalkan tempat itu. "Bang Raihan! Bang Raihan! Baaaaanng!" Raihan terus keluar dan tidak memperdulikan Mela. Mela yang melihat Raihan keluar setelahnya mende
Mela menghubungi nomor Raihan sambil berjalan mundur agar jaraknya jauh dengan Roni. "Bang Roni, aku bukan, Kak Melda." "Melda Sayang," ucap Roni lagi dengan parau sambil tangannya berusaha menggapai tubuh Mela. Sambungan telepon tersambung. "Bang, Bang Raihan, tolong Bang! Aku hendak di nodai Bang Roni, tolong Bang!""Posisi kamu dimana?" tanya Raihan. "Di rumahnya, tolong Bang Raihan, sepertinya Bang Roni sangat menginginkanku karena kecantikanku yang pari–"Tut tut tut sambungan telepon dimatikan, sebelum Mela menyelesaikan ucapannya. Mela mendengus kesal, lalu melemparkan Roni dengan benda apapun yang bisa ia raih. Bugh. Botol parfum milik Melda berhasil mendarat dengan indah di kening Roni, lelaki setengah mabuk itu ambruk dan tergolek di lantai. "Bang. Bang." Mela memanggil, tapi Roni tanpa reaksi, lalu ia berjalan mendekat memeriksa kondisi lelaki itu, ia meraba hidung, ternyata masih ada nafas. "Huh, pake pingsan segala, padahal kan seru tuh kalau saat aku sedang din
"Ampun Mak! Ampun!" pekik Syifa. Terdengar suara tangisan Syifa memilukan hati, Nirmala mencoba untuk menolong tapi ponselnya berdering dan nama Abdul yang tertera di layar. "Assalamualaikum Dul, kamu dimana?""Kak, Kak Nirmala, tolong aku kak.""Dul, kamu dimana?""Masih mending Pak Dedi mau sama kau Syifa, kita ini orang miskin, jangan bermimpi terlalu tinggi, Mamak saja umur 15 tahun sudah menikah." Bu Salamah masih terdengar meracau sambil sesekali terdengar suara Syifa menjerit, mulut dan tangan Bu Salamah bekerja, mulut menyakiti hati, tangan menyiksa badan gadis kecil itu. Nirmala posisinya sudah di luar, karena tadi Bu Salamah sempat mendorongnya keluar dengan penuh emosi, lalu menutup pintu dengan kasar. Dalam keadaan bimbang, harus menolong siapa, Nirmala memprioritaskan Abdul terlebih dahulu, setelahnya baru dia mengurus masalah Syifa. Dengan perasaan sedih merintih, Nirmala melangkah dengan gamang meninggalkan kediamanan Syifa. "Aku tidak tau kak, tapi, disini gelap,
"Ya Allah … apalagi ini, pelakor?""Iya, kau lah pelakor, kau tau sedang makan sama siapa?" Mela berdiri dengan mengangkat dagu sambil tangan dilipat ke dada. "Sama, Bang Raihan.""Kau tau Bang Raihan itu, siapa? Nirmala memutar bola mata malas menanggapi Mela lalu mengangkat bahu, matanya fokus menatap makanan yang terhidang, ia tidak ingin berakhir sakit, sebisa mungkin ia harus makan karena kegiatannya akan padat, apa yang Raihan katakan tadi memang benar, ia tidak boleh menzalimi tubuhnya sendiri dengan tidak menjaga kesehatan, ketika rasa lapar dibiarkan, maka penyakit akan ramah menghampiri, beda konteks jika sedang berpuasa. "Heh! Aku sedang mengajak kau bicara! Jangan diam saja, sombong kali kau jadi manusia.""Mela, apa-apaan kau? Jangan mempermalukan dirimu sendiri seperti ini, lebih baik kau pulang saja." Raihan jengah juga dengan tingkah Mela yang menunjuk-nunjuk Nirmala seolah dialah nyonya besar yang sedang berbicara pada kacungnya. "Apa Bang? Abang menyuruhku pula