Share

Ingat Akan Dosa

Author: YuRa
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Kamu melamun ya? Kamu tadi hampir menabrak orang. Berhenti dulu," teriak Naren.

Liqa menghentikan laju motornya, mematikan mesin dan turun dari motor. Kemudian berdiri di samping motor dan mulai menangis.

Naren mendekatinya.

"Kamu tahu Naren, terkadang aku sudah mulai menyerah dalam hidupku. Ingin rasanya aku mengakhiri hidup, tapi aku selalu teringat Ibu, Aksa, Kakek dan Nenek. Aku juga masih ingat akan dosa."

Naren hanya mendengarkan saja kata-kata Liqa, ia tidak tahu harus berbuat apa.

"Naren, terima kasih sudah mau menjadi temanku. Aku akan selalu mengingat kebaikanmu. Semoga kalau nanti kamu sukses, masih ingat sama aku." Liqa berkata sambil tersenyum.

"Aku akan selalu menjadi temanmu. Kalau kamu butuh teman untuk berbicara, aku akan selalu ada untukmu."

"Terima kasih, Naren. Sekarang aku mau pulang."

"Oke, aku akan mengikutimu dari belakang."

Liqa mengangguk, akhirnya mereka pulang beriringan. Tanpa mereka sadari, ada seseorang yang mengamati mereka.

Sampai juga di rumah Pak Umar, Pak Umar sedang duduk di ruang tamu. Ia melihat Liqa yang pulang bersama dengan Naren walaupun tidak berboncengan.

Setelah berbasa-basi, Naren pun pamit pulang pada Liqa. Sampai di kamar, Liqa baru sempat membuka ponselnya, ternyata ada panggilan dan pesan dari Ara. Intinya Ara menanyakan kemana Liqa, karena waktu Ara kembali menemui Liqa, ternyata Liqa dan Naren tidak ada di tempatnya.

[Ceritanya panjang, besok saja aku ceritakan.] Liqa menjawab pesan dari Ara.

***

Malam hari setelah selesai makan dan membantu neneknya membereskan semuanya, Liqa pun masuk ke kamar. Kamar yang cukup nyaman baginya, kamar tempat ia selalu menumpahkan air mata supaya tidak dilihat oleh Kakek dan neneknya.

Liqa mendengar dering ponselnya menandakan ada pesan yang masuk ke ponselnya.

[Munafik.]

Deg! Jantung Liqa terasa berhenti berdetak ketika membaca pesan itu. Pesan dari Nesya.

[Apa maksudmu?] Balas Liqa.

Kemudian ada beberapa foto yang dikirim oleh Nesya. Liqa kaget melihat foto itu. Foto ia dan Naren sedang berdua di tempat tongkrongan dan berhenti di pinggir jalan tadi.

[Itu nggak seperti yang kamu bayangkan. Aku di tempat tongkrongan bersama dengan Ara, kemudian Naren datang. Kami nggak janjian, tanya saja pada Naren.]

[Yang berdua dipinggir jalan itu ngapain? Dasar munafik!]

[Terserah kamu mau ngomongin apa tentang aku. Aku menjelaskan pun kamu tidak akan percaya. Silahkan cari penjelasan dari Naren.]

[Kamu itu memang pintar mencari perhatian dari Naren. Kamu nggak sepadan dengan Naren. Sadar diri dong.]

[Terima kasih sudah mengingatkanku. Aku selalu sadar diri kok.]

Tidak ada balasan lagi dari Nesya. Liqa sangat sedih, tapi ia tidak menangis. Rasanya air matanya sudah kering menangis dari tadi siang.

[Nesya, kamu salah menilaiku. Kalau kamu memang temanku, pasti tahu semuanya tentangku. Tapi selama ini aku hanya menjadi pendengarmu saja, sedangkan kamu tidak pernah mau mendengarkan keluhanku. Apakah ini yang namanya teman?] Liqa mengirimkan pesan lagi pada Nesya.

Liqa merebahkan tubuhnya di tempat tidur. Pikirannya masih melayang-layang mengingat kejadian hari ini. Hari yang sangat menguras emosi.

"Naren, kamu sangat baik padaku. Aku sangat menghargai kebaikanmu selama ini. Semoga kita bisa selalu bersahabat sampai kapanpun."

"Nesya, ah Nesya, kenapa kamu sekarang sudah banyak berubah? Dulu kamu begitu baik padaku. Apa karena Naren, kamu berubah seperti ini?"

Liqa hanya bisa bermonolog dalam hati. Nesya, teman baiknya waktu SMP. Walaupun di SMA mereka tidak sekelas, tapi hubungan mereka tetap baik. Di SMA Nesya masuk kelas IPA sedangkan Liqa IPS.

Tapi hubungan mereka renggang lagi gara-gara Naren. Nesya menyukai Naren dan sering curhat dengan Liqa. Nesya pun sering mencari perhatian pada Naren. Tapi sepertinya Naren tidak menanggapi perhatian Nesya, malah ia dekat dengan Liqa.

Akhirnya Nesya marah-marah pada Liqa. Menganggap Liqa itu merebut Naren dengan cara menjelek-jelekkan Nesya. Padahal tidak pernah terbesit sedikitpun di hati Liqa untuk pacaran. Ia masih ingin menggapai cita-cita.

"Ibu, aku sangat merindukan Ibu. Aku ingin memeluk Ibu," kata Liqa dalam hati. Ia pun meneteskan air mata dan akhirnya menangis tanpa suara.

***

Waktu istirahat tiba, Liqa tidak pergi ke kantin. Ia selalu membawa bekal ke sekolah. Hanya sesekali saja ia ke kantin karena ia malas antri lama di kantin.

"Kamu bawa bekal apa, Liqa?" tanya Fira teman satu kelas Liqa.

"Tongseng ayam, Mau? Ayo gabung makan disini."

"Ikutan, dong," sahut Satrio yang mendekati Liqa dan Fira, ternyata ada Ammar di belakang Satrio.

"Ayo," jawab Liqa. Satrio dan Ammar menarik kursi untuk duduk di dekat Fira dan Liqa.

Mereka berempat sama-sama membawa bekal, mereka makan bersama dan saling bertukar lauk.

"Ih, nggak ngajak-ngajak." Muncul Ara yang datang membawa bekalnya. Ara memang beda kelas dengan Liqa tapi selalu datang ke kelas Liqa ketika istirahat.

Ara menarik kursi ke arah mereka berempat. Akhirnya mereka makan bersama.

"Boleh gabung?" kata Naren yang datang membawa bungkusan makanan, kemudian meletakkan di meja.

"Ayo, Ren, bekalku banyak nih," ajak Satrio. Naren tampak sumringah, kemudian membuka bungkusan plastik yang ia bawa tadi, gorengan tahu dan tempe.

Mereka menikmati makanan sambil sesekali bercanda.

"Tongsengnya enak," celetuk Fira.

"Masakan neneknya Liqa memang enak, aku sering kok makan disana," sahut Ara.

"Kamu tuh nyari gratisan, makanya sering makan di rumah Liqa." Naren berkata sambil cengengesan, yang lain tertawa mendengar Naren meledek Ara.

"Tahu aja kamu, Ren." Ara menjawab ledekan Naren.

Beberapa teman-teman Liqa sudah mulai masuk ke kelas sambil membawa bungkusan makanan. Mungkin mereka malas makan di kantin yang ramai dengan siswa, jadi makan di kelas.

"Naren!" panggil seorang perempuan di pintu kelas.

Related chapters

  • Pembalasan Terindah untuk Wanita yang Menyakiti Ibuku   Salah Paham

    Semua mata menoleh ke arah pintu. Tampak Nesya dan Sherly yang berjalan masuk ke arah Naren duduk.Liqa tampak deg-degan, ia takut jika Nesya membuat kegaduhan di kelasnya. Bukan apa-apa, ia hanya malu jika sampai ribut dengan Nesya hanya gara-gara laki-laki. Apalagi mereka sudah kelas dua belas dan Minggu depan sudah mulai ujian praktek kemudian dilanjutkan dengan ujian sekolah. Ia tidak mau namanya tercoreng di tercatat di guru BK karena melakukan kesalahan.Suasana tampak hening, semua mata yang ada di kelas itu tertuju pada Nesya dan Sherly. Mereka sebenarnya sudah tahu desas-desus kalau Naren dan Nesya itu berpacaran. Padahal fakta yang sebenarnya adalah sebuah cinta yang bertepuk sebelah tangan. Siapa sih yang tidak kenal dengan Nesya? Anak orang yang kaya dan terpandang di daerah mereka. Nesya juga termasuk anak yang pintar, hanya saja kadangkala kelakuannya suka seenaknya. Sering ribut dengan teman-teman hanya masalah yang sepele. Sedangkan Sherly itu teman baik Nesya atau l

  • Pembalasan Terindah untuk Wanita yang Menyakiti Ibuku   Sadar Diri

    "Cuci muka, Bu. Biar nggak ngantuk," kata Liqa pada Bu Hana, guru BK di sekolahnya."Oh, ya sudah segera masuk ke kelas.""Iya, Bu. Permisi." Liqa pun segera masuk ke kelas lagi, dari kejauhan tampak Naren berjalan menuju ke arahnya. Liqa bergegas, ia tidak mau berpapasan dengan Naren. Akhirnya ia masuk ke kelasnya. Bel tanda pulang sudah berbunyi, Liqa segera menuju ke tempat parkir. Biasanya ia ber haha hihi dulu dengan teman-temannya. Tapi tidak dengan hari ini. Liqa seperti tergesa-gesa, ia langsung mengendarai motornya."Liqa!" panggil seseorang. Tanpa menoleh pun Liqa tahu kalau itu suara Naren. Tapi ia pura-pura tidak mendengar panggilan tersebut. Liqa melajukan motornya dengan kecepatan sedang, keinginannya hanya satu, segera sampai di rumah dan istirahat.***"Liqa, ada yang nyariin kamu," panggil neneknya sambil membuka pintu kamar Liqa."Siapa Nek?" Liqa meletakkan ponselnya."Naren. Cepat temui Naren."Jantung Liqa berdebar dengan kencang mendengar nama Naren disebut oleh

  • Pembalasan Terindah untuk Wanita yang Menyakiti Ibuku   Menjual Diri?

    Liqa sangat mengenali suara itu, ia pun menoleh. Tampak Farhan, ayahnya sedang berbincang dengan Esti. "Halo juga, Mas," jawab Esti. "Sama siapa?" tanya Farhan. "Liqa," sahut Esti sambil menunjuk ke arah Liqa. "Kok sama Liqa?" "Menemaninya membuat buku tabungan, sebentar lagi kan kuliah, harus punya rekening sendiri?" jawab Esti. Hati Farhan terasa perih, seharusnya Liqa lebih dekat dengannya, daripada Esti yang tidak memiliki hubungan darah sama sekali. "Liqa?" panggil Farhan. "Iya, Ayah." Liqa memang seperti itu, kalau hanya berdua dengan ayahnya ia masih bisa bicara dengan baik dan sopan. Tapi kalau ada Rosita, selalu berdebat tanpa henti. "Apakah sudah ada pengumuman? Maksud Ayah, kuliahmu?" tanya Farhan. "Belum, Yah. Katanya satu Minggu lagi." "Semoga lulus ya?" "Amin. Terima kasih untuk doanya." "Mana nomor rekeningmu?" tanya Farhan. "Ini, Mas." Esti menunjukkan buku rekening Liqa. Farhan kemudian memfoto buku tabungan itu. "Nanti Ayah transfer uang untuk keperl

  • Pembalasan Terindah untuk Wanita yang Menyakiti Ibuku   Pinjam Uang

    "Farida! Kamu nggak berhak bertindak seperti tadi. Bapak sama Ibu saja nggak mau menggeledah bawaan Liqa. Kok kamu seenaknya saja melakukan itu. Jangan perlakukan Liqa seperti itu," kata Pak Umar dengan marah.Lelaki beranak tiga itu terlihat berusaha meredam emosinya. Ia sangat kecewa dengan kelakuan Farida. Kemudian ia menarik nafas panjang."Kamu kenapa begitu membenci Liqa? Apa salah dia padamu?" kata Bu Tari dengan pelan."Bu, aku takut kalau Liqa itu salah pergaulan. Keluarganya kan berantakan, siapa tahu ia akan melakukan hal-hal yang nantinya membuat malu keluarga kita," jawab Farida."Sejak kapan kamu peduli dengan Liqa?" sahut Pak Umar.Farida hanya terdiam saja. Benar yang dikatakan Pak Umar, ia memang tidak pernah peduli dengan Liqa. Tidak ada yang bisa diharapkan dari Liqa. Yang ia pedulikan hanyalah uang."Pak, apa Sari selalu mengirim uang untuk Bapak? Maksudku untuk membantu biaya hidup Liqa?" tanya Farida."Apa urusannya denganmu? Walaupun misalnya Sari tidak mengiri

  • Pembalasan Terindah untuk Wanita yang Menyakiti Ibuku   Pandai Mencari Muka

    Liqa mengambil tasnya dan mengeluarkan dompet. Membuka dompet itu dan mengambil uang yang ada didalamnya."Nek, ini ada uang untuk Nenek," kata Liqa sambil menyerahkan uang untuk Bu Tari."Uang apa, ini?" tanya Bu Tari kebingungan."Nek, tadi Liqa dan Tante Esti pergi ke Bank untuk membuat buku tabungan dan mengambil uang. Ini memang pesanan dari Ibu untuk Nenek." Liqa menjelaskan pada neneknya."Kamu nggak perlu repot-repot. Ini kan bisa untuk biaya kuliah kamu nanti," tolak Bu Tari sembari menyerahkan kembali uang itu pada Liqa."Enggak, Nek. Itu amanah dari Ibu yang harus Liqa sampaikan." Liqa menyerahkan kembali uang itu kepada neneknya.Bu Tari meneteskan air mata."Nanti bilang sama ibumu, terima kasih. Ibumu memang selalu perhatian dengan kami. Nenek sebenarnya sedih melihat ibumu, banting tulang di negeri orang." Bu Tari berkata sambil sesenggukan."Iya, Nek. Nanti Liqa sampaikan. Liqa selalu berdoa semoga Ibu selalu diberi kesehatan. Liqa harus sukses, Nek. Nanti Liqa memint

  • Pembalasan Terindah untuk Wanita yang Menyakiti Ibuku   Mereka Akan Menderita

    "Aduh," teriak Liqa, kemudian ia berbalik arah sehingga Liqa dan Melia berhadapan."Makanya punya mulut itu digunakan untuk berbicara baik-baik," kata Melia dengan sinis."Mulutmu lebih kotor lagi, mulut sampah!" kata Liqa dengan tenang. Melia yang emosi agak lengah dan mengendurkan tarikan rambut Liqa. Liqa berusaha melepaskan rambutnya dari tangan Melia, kemudian gantian ia yang menjambak rambut Melia.Rosita yang sedang berjalan mendekati pun berteriak."Lepaskan! Dasar perempuan kotor, tak tahu diri!" teriak Rosita."Yang kotor itu kamu bukan aku. Dasar pelakor nggak punya malu. Urat malu sudah putus dengan menggadaikan tubuhnya pada suami orang." Liqa melepaskan tangannya dari rambut Melia kemudian melangkah pergi. "Awas akan aku adukan pada Ayah," teriak Melia sambil merapikan rambutnya.. Liqa sudah tidak peduli lagi, ia pun segera mengendarai motornya dan keluar dari rumah itu.Sepanjang perjalanan Liqa tampak sangat kesal. Ia masih emosi dengan kejadian tadi. "Lihat saja pem

  • Pembalasan Terindah untuk Wanita yang Menyakiti Ibuku   Ada Maunya

    "Tante sedang banyak masalah, usaha Om Hendri sedang sepi. Banyak klien yang belum membayar, akhirnya produksi menjadi terhambat," kata Farida dengan pelan kemudian menarik nafas panjang.Liqa sudah tahu arah pembicaraan tantenya itu, pasti berhubungan dengan uang."Dan tentu saja pemasukan menjadi berkurang termasuk uang belanja untuk Tante dan untuk kebutuhan Gio dan Irene. Sebenarnya Tante malu untuk mengatakan semua ini, tapi karena terpaksa, mau tidak mau harus Tante katakan. Tante mau meminjam uang sama kamu, bulan pertengahan bulan depan Tante kembalikan," lanjut Farida. Giovani dan Irene adalah anak Farida, mereka terbiasa hidup mewah."Benar dugaanku," kata Liqa dalam hati."Memangnya Tante mau pinjam berapa?" tanya Liqa."Dua puluh juta saja, nanti Tante kembalikan dua puluh satu juta."Liqa kaget mendengar nominal yang disebutkan oleh Farida. Memang uang di rekening Liqa lebih dari itu, tapi ia sudah berjanji akan menggunakan uang itu sebaik mungkin."Banyak sekali Tante!"

  • Pembalasan Terindah untuk Wanita yang Menyakiti Ibuku   Sial

    Melihat makanan dan snack yang tertata rapi di raknya, membuat Liqa mengingat Nayla, anak Esti. Nayla paling senang kalau diajak membeli jajan disini. Tanpa sadar, Liqa pun mengambil beberapa buah Snack dan makanan yang lainnya. Liqa berpikir untuk mampir ke rumah Esti. Setelah selesai berbelanja, ia keluar dan meletakkan belanjaan di motor."Liqa?" panggil seseorang yang sangat ia kenal. "Ayah?" sahut Liqa."Mau kemana?" tanya Farhan, ayah Liqa."Ke rumah Tante Esti.""Wah, sedang banyak uang nih. Tuh belanjaannya banyak. Kamu itu selalu merepotkan Kakek dan Nenek, kamu minta uang sama mereka, kan?" celetuk Rosita yang baru turun dari mobil.Liqa diam saja. Ia sudah muak dengan Rosita."Kalau ditanya itu jawab," kata Rosita."Sudahlah, Bu. Nggak usah bikin keributan disini," kata Farhan berusaha menenangkan Rosita."Siapa juga yang membuat keributan. Aku cuma mau mengetes telinga anakmu, masih berfungsi nggak? Ditanya baik-baik malah diam saja. Jangan-jangan anakmu sekarang sudah t

Latest chapter

  • Pembalasan Terindah untuk Wanita yang Menyakiti Ibuku   Ending

    Farida terdiam mendengar kata-kata Liqa, tapi ia masih penasaran dengan keluarga Keenan.Tiba-tiba muncul Keenan, ia mendengar Liqa berkata dengan suara yang agak keras. Ia khawatir jika Liqa sedang marah. Ia pun mendekati Liqa, yang tampak terengah-engah karena berbicara panjang lebar.“Sabar, Sayang,” bisik Keenan. Mata Liqa sudah berkaca-kaca, ia sudah sangat kesal dengan Farida.“Ajak Liqa masuk ke kamar, biar dia tenang,” kata Sari pada Keenan.“Ayo Sayang,” ajak Keenan sambil menggandeng tangan Liqa. Mereka berdua berjalan menuju ke kamar.Sampai di kamar Liqa langsung menangis tersedu-sedu.“Kenapa Tante Farida sangat jahat pada Liqa dan Ibu? Selalu saja menghina dan mengejek kami. Nanti kalau aku buka semua aib suaminya, bisa stroke dia.” Liqa berkata dengan pelan.“Aib suaminya? Om Hendri?”Liqa mengangguk. Dengan perlahan Liqa menceritakan tentang Hendri. Ketika dulu Hendri mendekati Sari. Keenan mendengarkan dengan seksama, walaupun ia sangat terkejut dengan fakta yang ia d

  • Pembalasan Terindah untuk Wanita yang Menyakiti Ibuku   Keluarga Terpandang

    Terdengar suara orang mengucapkan salam, Hendri dan Liqa langsung menoleh ke arah pintu. “Waalaikumsalam,” sahut Liqa, ia tidak terkejut karena ia hafal betul suara itu. Hendri sangat terperanjat melihat siapa yang datang, begitu juga dengan Farhan. Ia tak kalah syoknya melihat Hendri ada disini.“Kok kamu ada disini, memangnya pernah kesini ya, dengan siapa? Farida mana?” Farhan memberondong Hendri dengan beberapa pertanyaan. Farhan baru saja pulang dari menemui Rosita, diantar oleh Aksa.“Aku memang pernah kesini, mengunjungi Liqa. Farida sedang bertemu dengan teman-temannya.” Hendri menjawab pertanyaan Farhan. Ia merasa heran dengan kehadiran Farhan disini, apalagi ini rumahnya Sari. Ia ingin bertanya, tapi takut nanti malah menjadi bumerang bagi dirinya.Farhan merasa kalau ada yang aneh dengan sikap Hendri, ia pun menemani Hendri ngobrol. Kesempatan ini dimanfaatkan Liqa untuk masuk ke dalam.“Kok Hendri kamu tinggal?” tanya Pak Umar.“Ayah sudah pulang, biar ngobrol sama Ayah s

  • Pembalasan Terindah untuk Wanita yang Menyakiti Ibuku   Kedatangan Hendri

    “Apa kabar Rosita,” sapa Farhan ketika mengunjungi Rosita di rumah Citra, sehari setelah Liqa menikah. Rosita dan Yana yang sedang duduk tampak kaget dengan kedatangan Farhan. Farhan datang kesini diantar oleh Aksa.“Mas Farhan.” Dengan terbata-bata Rosita memanggil nama Farhan. Farhan tampak tersenyum, walaupun dalam hatinya ia sangat terkejut melihat kondisi Rosita dan Yana. Farhan duduk di kursi yang ada di kamar itu.“Aku kesini karena Melia bercerita padaku kemarin. O ya, kemarin Liqa sudah menikah. Alhamdulillah, anak yang dulu selalu kamu anggap musuh ternyata malah bisa membanggakan orang tuanya. Aku juga bangga dengan Melia, sejak ia putus komunikasi denganmu, jalan hidupnya menjadi terarah. Lihatlah Melia sekarang, ia menjadi anak yang berbakti dan penurut. Ia menuruti semua kata-kataku, akhirnya ia bisa selesai kuliah dan bekerja.” Farhan berkata dengan bangga.Rosita hanya terdiam.“Liqa menikah? Kapan pestanya? Kenapa Sari tidak mengundangku?” Yana yang mengomentari ucapa

  • Pembalasan Terindah untuk Wanita yang Menyakiti Ibuku   Menikah

    "Kenapa sekarang? Bukankah rencananya hari Minggu?" protes Liqa. Ia tetap berusaha tersenyum, karena semua mata tertuju padanya."Lebih cepat lebih baik, Mbak," celetuk Aksa."Pantas saja, semua kok hadir disini," gumam Liqa. Ia tidak tahu apa yang ia rasakan sekarang. Kaget, shock, terharu atau bahagia, semua menjadi satu. Akhirnya sampai juga di meja yang sudah disediakan. Sudah ada Keenan yang tampak gagah mengenakan jas berwarna gelap. Juga penghulu dan dua orang saksi. Irwan sebagai saksi dari Liqa dan papanya Salsa sebagai saksi dari pihak Keenan.Liqa pun duduk disamping Keenan. Keenan tampak tersenyum bahagia melihat Liqa yang sangat cantik hari ini. Acara pun dimulai, Farhan sempat meneteskan air mata sebelum menikahkan Liqa. Ia sangat terharu melihat Liqa yang sebentar lagi akan istri orang. Anak yang pernah ia abaikan ternyata bisa menjadi seperti sekarang ini.Dengan lancar, Keenan mengucapkan ijab kabul. Setelah saksi berkata sah, semua yang hadir tampak lega. Dilanjutk

  • Pembalasan Terindah untuk Wanita yang Menyakiti Ibuku   Wisuda

    “Seperti dulu yang pernah ia lakukan pada Ibu. Dia mencoba untuk merayu Ibu dengan iming-iming materi. Itulah sebabnya kenapa kita dulu beberapa kali pindah kontrakan, karena untuk menghindari Om Hendri.” Sari berkata dengan pelan.Liqa merasa syok mendengar kata-kata yang terucap dari mulut ibunya. Walaupun ia sudah mengira kalau Hendri akan melakukan itu.“Apakah dulu Tante Farida tahu?” “Enggak. Makanya sebelum ia tahu, Ibu berusaha untuk pindah. Sampai akhirnya Ibu memutuskan untuk menjadi TKW. Selain karena Ibu butuh biaya untuk kehidupan kita, alasan lainnya juga untuk menghindari gangguan Om Hendri.”“Kenapa jadi janda selalu dipandang sebelah mata ya?” lanjut Sari dengan mata berkaca-kaca. Hatinya sangat sedih, karena sepanjang hidupnya sering dipenuhi dengan air mata. Liqa memeluk erat ibunya.“Biarlah orang memandang Ibu dengan sebelah mata. Yang penting kita baik di mata Allah. Jangan pedulikan penilaian orang lain. Liqa pernah mengalaminya, Bu. Penghinaan dan ejekan dari

  • Pembalasan Terindah untuk Wanita yang Menyakiti Ibuku   Tawaran

    “Maaf, sebenarnya apa maumu?” tanya Sari, ia memberanikan diri untuk menatap Hendri. Hendri sangat senang melihat Sari menatap dirinya, ia pun tersenyum menggoda, membuat Sari merasa jijik dengan Hendri.Sari merasa heran, kenapa Hendri selalu tahu dimana Sari berada? Bukankah jarak kota tempat Hendri tinggal sangat jauh dengan kota dimana Sari berada? Apakah Farida tidak merasa curiga ketika suaminya sering pergi ke kota? Pertanyaan-pertanyaan itu melintas dipikiran Sari.“Seperti yang aku bilang tadi, aku hanya ingin membantu meringankan bebanmu.” “Aku tidak merasa terbebani dengan jualanku ini. Tidak perlu mengasihaniku.”“Jangan angkuh seperti itu. Bagaimanapun juga seorang perempuan itu akan butuh laki-laki sebagai pelindung. Aku siap untuk melindungi mu.”Sari sudah dapat menebak apa yang ada di pikiran Hendri.“Hendri, kamu itu sudah memiliki istri. Lindungilah keluargamu sendiri. Untuk saat ini aku bisa melindungi diriku sendiri.”Hendri tersenyum.“Nggak usah malu-malu, Sari

  • Pembalasan Terindah untuk Wanita yang Menyakiti Ibuku   Bertobatlah

    "Lihatlah Liqa, banyak orang yang menyayangimu dan mendukungmu. Hapuskan rasa benci dan dendam di dalam hatimu. Kalau kamu biarkan dendam itu, lama kelamaan akan menggerogoti mentalmu. Yang rugi kamu sendiri. Masa depanmu masih panjang, banyak impian yang ingin kamu raih. Bukankah kamu mau punya usaha dan menikah muda?" Sari menggenggam tangan Liqa. "Tarik nafas panjang, masukkan sugesti positif di pikiranmu. Ibu tahu kalau kamu mampu melakukan semua ini."Liqa menuruti semua kata-kata ibunya. Perlahan ia mulai bisa tenang."Ayo, kita kesana, biarkan Bu Rosita istirahat dan memikirkan semua yang telah ia lakukan." Citra mengajak Liqa keluar dari kamar Rosita. Liqa dan Sari berjalan melewati Yana yang duduk di kursi roda. Ada Clara yang mendorong kursi roda Yana. Sari pun berhenti sejenak menghampiri Yana."Apa kabar, Wak Yana?" sapa Sari sambil memegang tangan Yana."Ba-baik," sahut Yana dengan mata berkaca-kaca, sepertinya ia tadi juga mendengar kemarahan Liqa. "Alhamdulillah, semo

  • Pembalasan Terindah untuk Wanita yang Menyakiti Ibuku   Menghilangkan Dendam

    Hari ini Sari mengajak Liqa untuk mengunjungi Yana dan Rosita. Sari berusaha untuk tidak membenci mereka, tapi untuk memaafkan perbuatan mereka, masih butuh waktu.Rosita sudah mulai bisa duduk, kata Sita tadi. Ia sudah mulai bisa berbicara walaupun masih terbatas. "Halo Rosita, apa kabar?" sapa Sari yang masuk ke kamar Rosita bersama dengan Liqa. Tampak Melia duduk di pinggir tempat tidur ibunya sedangkan Rosita duduk bersandar. Melia kaget melihat Sari dan Liqa datang mengunjungi ibunya."Ba-baik," sahut Rosita dengan suara yang terbata-bata. Wajah Rosita lebih cerah dari waktu Sari menjenguknya.Liqa tampak terkejut melihat Rosita, ia memang baru pertama ini menjenguk Rosita. Liqa seakan tak percaya, dari tadi matanya menatap Rosita tanpa berkedip. Tadi ibunya bilang hanya menjenguk Yana, jadi Liqa benar-benar tidak tahu kondisi Rosita.Rosita tampak tertunduk, menghindari tatapan mata Liqa."Ini Bu Rosita ya, Bu. Kok lain sekali? Yang Liqa tahu Bu Rosita itu penampilannya glamor

  • Pembalasan Terindah untuk Wanita yang Menyakiti Ibuku   Melamar

    Hari ini pertama kali warung Sari buka, butuh waktu dua Minggu untuk mempersiapkan semuanya. Sari dan Liqa tinggal di rumah sebelah warung, setelah sedikit direnovasi. Rumah dengan tiga kamar itu dicat ulang, begitu juga dengan warung makan. Dengan sentuhan Keenan, warung berubah menjadi lebih kekinian. Sebelum subuh tadi, Sari sudah menyiapkan berbagai bumbu masakan. Liqa ikut membantu karena hari ini ia tidak ke kampus. Kemarin Sari dan Dewi, karyawan Sari, belanja ke pasar untuk membeli sayuran dan bahan-bahan yang diperlukan di warung. Warung mulai sibuk, beberapa pelanggan mulai berdatangan. Mereka adalah pelanggan lama, tapi mereka tahu kalau terjadi pergantian pemilik. Liqa menunggu di meja kasir, sesekali ia membantu membuatkan minuman yang dipesan. Liqa mulai memikirkan untuk menambah minuman yang kekinian.Liqa sangat bahagia melihat ibunya tampak bersemangat menjemput rezeki. Memang ibunya hobi memasak, jadi wajar saja kalau bisnis yang dirintisnya ini berhubungan dengan

DMCA.com Protection Status