Elang tersenyum sambil mengangguk. “Baiklah, kita sudah membuat jadwal ya. Hari kedua mungkin kita bisa bersantai di pemandian air panas, bagaimana?” "Aku juga ingin mencoba jajanan kaki lima yang katanya terkenal ada di Jepang loh." timpal Melani membuat salsa juga Audrey mengangguk setuju. Semua orang setuju dengan rencana itu. Jadi, mereka merencanakan tiga hari ke depan: hari pertama mengunjungi kuil dan menjelajahi Kyoto, hari kedua bersantai di pemandian air panas, dan hari ketiga berkunjung membeli oleh-oleh. Dan malam harinya bisa mencoba jajanan kaki lima Setelah agenda disusun, suasana menjadi semakin santai. Audrey, yang duduk di samping Elang, merasa bersyukur bisa menikmati momen berharga ini bersama keluarganya. “Sepertinya liburan ini akan menjadi salah satu yang paling berkesan,” katanya sambil tersenyum hangat pada Elang. Malam itu mereka tidur lebih awal, mempersiapkan diri untuk ha
Setelah makan siang, suasana menjadi lebih santai saat mereka memutuskan untuk beristirahat sejenak sebelum melanjutkan petualangan malam di Jepang. Saat malam tiba, para orang tua memiliki agenda lain, sementara para anak muda siap menjelajahi jajanan kaki lima yang terkenal di Jepang. Audrey, Melani, dan Salsa tampak sangat bersemangat. Mereka berjalan beriringan, menatap setiap makanan yang dijual di stan-stan yang mereka lewati. Di belakang mereka, Elang, Kenneth, dan Darren mengikuti dengan sabar sambil sesekali berbincang. Ketika mereka mendekati stand penjual seafood mentah, Audrey berhenti dan berkata, “Bagaimana kalau kita mencoba cumi mentah? Aku sangat penasaran setelah melihat video orang memakannya di media sosial!” Melani mengangguk setuju. “Boleh, boleh! Sambil kita video in ya. Kita posting video di media sosial, siapa tahu bisa ramai!” Mereka
"Kenapa sih dia bisa segitu tenangnya, sementara aku di sini kebingungan?" gumam Audrey pelan, merasa bingung dengan perasaannya sendiri. Setiap perhatian kecil dari Elang, meskipun sederhana, sepertinya selalu membuat Audrey terbuai. Juga perubahan sikap Elang terlalu cepat membuat Audrey merasa heran. Tak lama, Elang keluar dari kamar dengan pakaian yang lebih santai, namun tetap rapi. "Sudah siap untuk tidur?" tanyanya sambil menatap Audrey lembut, seolah-olah kejadian sebelumnya tak pernah terjadi. Audrey hanya mengangguk pelan, masih merasa kikuk. "Iya, aku mau istirahat sebentar lagi." jawabnya sambil berdiri, merapikan kursi riasnya. "Kita harus bangun lebih awal besok untuk persiapan pulang. Semoga perjalanan kita lancar." ucap Elang sambil membenahi beberapa barangnya. "Dan jangan lupa, kamu bisa minta bantu maid kalau ada yang harus dipacking." Audrey menghela napas, menerima kenyataan bahw
Audrey hanya mengangguk sambil menghirup udara pagi yang segar, mencoba menenangkan pikirannya. Setelah duduk dan pesawat mulai lepas landas, Audrey melepaskan sabuk pengamannya dan bersandar, memandang keluar jendela melihat kota Jepang yang perlahan mengecil dari ketinggian. "Rasanya baru sebentar kita di sini." ujar Audrey tiba-tiba, lebih seperti berpikir keras daripada berbicara kepada Elang. Elang, yang sedang memeriksa beberapa dokumen di tablet, menoleh dan menatap Audrey. "Kita bisa kembali kapan saja. Jepang selalu bisa jadi tempat kita menghabiskan waktu bersama keluarga," jawabnya santai. "Yang penting, urusan mendesak di rumah harus kita selesaikan dulu." Audrey tersenyum kecil mendengar jawabannya. “Iya, mungkin lain kali kita bisa lebih lama.” Ia kemudian menyandarkan kepala di kursi, membiarkan dirinya rileks sembari menikmati sisa perjalanan pulang. Audrey memutus
Audrey fokus pada laptopnya dengan diiringi lagu juga beberapa camilan pedas. Hingga ketukan dipintu, membuat Audrey beranjak dari sofa. Baru saja pintu terbuka, Nick yang berada diseberang pintu itu mengulas senyum. "Selamat malam nyonya, saya diperintahkan tuan Elang untuk mengatur stylish rambut anda." Audrey hanya mengangguk malas, lalu mulai mengikuti langkah Nick menuju lantai empat dimana ruangan spa pribadi berada disana. Audrey dan Nick yang memasuki lift yang menuju lantai 4. "Di lantai tiga memang ada apa Nick?" tanya Audrey penasaran. Nick yang sudah menekan tombol lift membalikkan badan. "Silahkan anda tanyakan pada tuan, nyonya. Namun walau anda penasaran mohon jangan sampai anda menginjakkan kaki dilantai itu. Sesuai peraturan yang ada." jelas Nick mencoba biasa saja. Audrey terdiam sesaat, lalu mengangguk. "Baiklah, seperti yang kalian ucapkan saja." Jujur saja, dibenak audrey ia benar-benar merasa penasaran dengan isi lantai tiga itu. Audrey yang sibuk berpiki
Kicauan burung berbunyi, juga terbukanya jendela kamar Audrey yang sudah dibuka Mia untuk masuknya udara segar. Hari sekolah sudah tiba, pembelajaran baru dengan semester baru tiba. Audrey keluar dari waking closet dengan seragam yang sudah ia pakai. Rambut blonde itu ia kuncir tinggi-tinggi karena nantinya akan ada pembelajaran olahraga. Audrey turun kelantai bawah menggunakan tangga karena ingin berolahraga santai. Mia yang menunggu didepan lift menoleh saat mendengar langkah kaki menuruni tangga berbunyi cukup keras, karena sang empu terdengar berlari turun. Mata Mia melotot saat melihat Audrey, yang berlari menuruni tangga. "Nyonya, maaf kenapa ya anda turun menggunakan tangga? Apakah lift nya tidak berfungsi?" Audrey yang baru saja menginjakkan kakinya dilantai melirik sekilas. "Tidak." Mia yang mendengar itu semakin heran, "Lalu, untuk apa nyonya menggunakan tangga?" tany
Salsa langsung memutar bola matanya, sambil merespons dengan canda. "Ya ampun, Kak Audi! Kamu bikin aku deg-degan. Aku pikir benar-benar lupa beli oleh-oleh!" Audrey tertawa melihat ekspresi panik yang sempat menghiasi wajah adiknya. "Santai saja, Sa. Kakak tahu kamu pasti tidak lupa. Tapi kalau sampai lupa, wah... siap-siap saja!" Salsa tertawa, lalu mengeluarkan sebuah kantong kecil dari tasnya. "Ini dia! Aku enggak lupa kok. Ini kalung cantik dari Jepang buat Kak Audi, ini juga buat kak Mia." ujarnya sambil menyerahkan dua kotak kecil berisi kalung dengan liontin berbentuk bunga sakura. Audrey tersenyum lebar, merasa tersentuh. "Wah, terima kasih, Sa. Cantik sekali!" ujarnya sambil mengagumi kalung itu. "Kamu tahu saja selera kakak." Salsa hanya mengedikkan bahu sambil tersenyum. "Yah, meski kadang kakakku ini jahil, tapi tetap aku sayang."Mia tersenyum menerima kotak perhiasan itu. "Terima kasih Salsa. Kalun
Elang yang memegang majalah segera menutup majalahnya. "Aku punya permintaan untukmu, aku ingin kamu mencoba memakai softlens berwarna. Apakah kamu bersedia?" tanya Elang panjang lebar menatap Audrey dengan lembut. Audrey mengerutkan alisnya, sedikit terkejut dengan permintaan itu. "Softlens berwarna? Untuk apa ya, Kak?" tanyanya, nada suaranya terdengar bingung. Elang meletakkan majalah di atas meja dan menatap Audrey dengan tenang. "Untuk keamanan dan terjaganya identitasmu." Audrey merenung sejenak, merasa sedikit ragu. "Apakah ini benar-benar perlu, Kak?" "Aku hanya merasa bahwa kamu akan cocok memakai softlens, karena aku akan mengajakmu mengikuti acara bisnis. Dan kukenalkan kamu sebagai istriku." jelas Elang Audrey yang terkejut langsung membelalakkan matanya, pipinya memerah karena tidak menyangka dengan pernyataan Elang. "Istri? Kakak serius?" tanyanya, mencoba menyembunyikan rasa malunya