Audrey mencoba bersikap biasa saat semua mata tertuju pada padanya dan Elang. Elang mengulas senyum manis, berbeda ketika berada dirumah yang cenderung berwajah datar dan sering marah. Lampu-lampu flash begitu banyak dan menyilaukan, namun Audrey berusaha untuk tidak terpengaruh. Setelah difoto beberapa kali mereka segera memasuki ruangan area terlarang yang hanya bisa dimasuki oleh orang yang diundang. Baru saja masuk, Elang langsung dikerubuni beberapa pria lalu ia diperkenalkan, setelahnya Audrey digiring pelayan untuk menuju ke tempat para wanita. Audrey yang baru saja duduk, memakan beberapa makanan yang ada dimeja itu segera menyeka bibirnya, takut ada kotoran kotoran yang menganggu penampilannya. "Nyonya ini dari keluarga mana ya?" tanya wanita yang terlihat seusia Maudy. Audrey tersenyum, "Keluarg
Elang yang sedari tadi berbincang dengan para tamu undangan, mengalihkan pandangannya mencari Audrey. "Saya permisi sebentar, sepertinya saya kehilangan istri saya." ujar Elang dengan tawa kecil kepada para pria yang masih berada disana. Pria yang memakai kacamata itu mendengus, "Sejujurnya saya saja tidak mengetahui bagaimana istri anda Tuan Loues. Apakah anda tidak berniat memperkenalkannya dengan kami?" tanyanya dengan nada bercanda. Elang terkekeh. "Astaga, yang benar saja Tuan Mark, saya permisi dulu." pamitnya kepada semua orang lalu segera pergi mengakhiri percakapan yang tidak ada ujungnya itu. Elang yang berjalan dengan melihat sekeliling dihampiri oleh seorang wanita, "Apakah Tuan Loues sedang mencari istri anda?" tanya wanita itu ramah. "Ah iya, Nyonya Dom. Apakah anda melihatnya?" jawab Elang dengan mengulas senyum. Nyonya Dom mengangguk, "Nyonya Mikie membawanya pergi, namun saya tidak mengetahui pasti kemana mereka pergi." jelasnya singkat Elang yang menden
Keesokan harinya, Audrey terbangun dengan panik saat melihat jam dinding yang menunjukkan bahwa ia sudah terlambat. Tanpa berpikir panjang, ia segera bersiap dan memilih menuruni tangga dengan cepat, melewatkan sarapan yang sudah disiapkan di meja. Mia, yang sudah menunggu di bawah, terkejut melihat Audrey yang berlari menuruni tangga dengan rambut yang sedikit acak-acakan. "Nyonya, apakah Anda tidak akan sarapan dulu?" tanya Mia dengan nada cemas. Audrey sambil mengenakan sepatu dengan terburu-buru hanya melambaikan tangan. "Tidak, aku sudah terlambat. Ayo kita pergi sekarang!" Mia segera mengangguk, lalu mengikuti Audrey menuju mobil yang sudah siap di depan mansion. Audrey duduk di dalam mobil sambil menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri setelah berlari tadi. "Hari ini benar-benar dimulai dengan kacau." gumamnya pelan. Mia, yang duduk di sebelahnya, tersenyum lemb
Monica selalu melihat Audrey sebagai kunci penting dalam memperkuat posisi Leo di dunia bisnis. Audrey, meskipun hanya berasal dari panti asuhan, entah bagaimana bisa membuat perusahaan besar seperti Mikie, mau bekerja sama dengan Leo. Ini adalah kesempatan yang langka, dan bagi Monica, kehilangan Audrey berarti kehilangan peluang yang sangat berharga. Namun, di balik perhitungannya yang rasional, Monica tidak bisa menghilangkan rasa benci yang timbul setiap kali ia memikirkan latar belakang Audrey. Baginya, Audrey tidak pantas berdiri sejajar dengan Leo, meskipun gadis itu cerdas dan memiliki pesona yang tak terbantahkan. Di satu sisi, Audrey adalah berkat terbaik yang pernah datang dalam hidup Leo, tetapi di sisi lain, asal-usul Audrey sebagai anak panti asuhan selalu menjadi duri dalam hati Monica. "Jika saja dia berasal dari keluarga yang lebih layak." seringkali Monica bergumam sendiri, merasa terjebak antara ambisinya untuk m
Audrey yang masih terpaku dengan apa yang baru saja dilihatnya, akhirnya tersadar ketika Mia menarik tangannya. "Mia, kamu nggak harus begitu. Kita bisa coba bicara baik-baik sama Pak Reno." bisiknya dengan nada cemas. Mia tersenyum kecil tanpa menghentikan langkahnya. "Audi, kadang ada hal-hal yang harus kita lakukan biar cepat beres. Lagipula, kalau nggak, kita bisa dapat masalah karena terlambat." jawab Mia santai. Audrey menggeleng pelan, "Aku nggak suka caranya. Rasanya nggak benar." Mia menepuk bahu Audrey lembut, "Sudah, tenang saja. Kita nggak bakal kena masalah kok. Lain kali kita usahakan datang lebih pagi, ya?" Audrey hanya bisa menghela napas, masih merasa ada yang mengganjal. Mereka akhirnya tiba di kelas yang sudah dimulai. Dengan tenang, Mia memberi salam dan meminta izin kepada guru untuk masuk, sementara Audrey mengikuti dari belakang, mencoba melupakan kejadian tadi di pagar sekolah
Setelah Audrey masuk ke dalam lift, Mia menghela napas panjang sambil berjalan menuju pintu keluar mansion . Di dalam pikirannya, Mia berusaha memikirkan cara untuk melaporkan hal ini kepada Elang tanpa membuatnya marah. Sebagai asisten yang dipercayakan untuk menjaga Audrey, Mia tahu bahwa Elang sangat memperhatikan kenyamanan istrinya, bahkan dalam hal kecil seperti kelelahan mencari buku. Di dalam kamarnya, Audrey duduk di tepi tempat tidur, mengeluarkan buku-buku yang telah dipilihnya. Meski lelah, ada rasa puas di hatinya karena berhasil menemukan buku-buku yang ia butuhkan untuk persiapan ujian. Sementara itu, Mia, dengan ragu-ragu mengetik pesan singkat kepada Nick. Ia tahu bahwa Tuan Elang tidak akan senang mendengar bahwa Audrey kelelahan, namun Mia juga tidak ingin mengabaikan tugasnya. Setelah berpikir sejenak, Mia mengirimkan pesannya: 'Tuan, nyonya Audrey memilih untuk mencari buku sendiri di perpustakaan. S
Leo yang masih memakai pakaian formal kerjanya terlihat menunggu dengan sabar didalam mobil sembari menatap sekitar. Leo yang melihat semua siswa-siswi sekolah itu keluar juga ikut keluar menunggu didepan mobil. "Wah ganteng banget." "Kayaknya dia anak orang kaya deh, lihat aja baju dan mobilnya." Leo yang mendengar beberapa bisikan- Ah lebih tepatnya seperti pekikan itu mencoba tidak peduli dan fokus mencari sosok yang dicarinya. Setelah cukup lama ia berdiri didepan mobil hingga sekitar mulai terlihat sepi, namun orang yang ia tunggu tak kunjung juga keluar. "Kemana dia? bukankah dia selalu pulang cepat agar bisa membantu bunda panti?" gumam Leo keheranan. Hingga beberapa saat, Leo yang ingin menyerah tiba-tiba mengulas senyum saat Audrey terlihat berbincang dengan dua gadis yang satunya tidak Leo kenali. Tangannya melambai saat Audrey m
Sesampainya di kamarnya, Audrey segera melepaskan sepatunya dan duduk di tepi tempat tidur. Dia berusaha untuk tenang, tetapi suasana hati yang buruk sepertinya semakin mendominasi. "Kenapa semuanya terasa aneh ?" gumamnya pelan, memandang ke jendela dengan tatapan kosong. Di luar kamar, suasana mansion kembali tenang. Para pelayan melanjutkan tugas mereka dengan diam-diam, terutama setelah kehadiran Grett yang tegas dan sering kali dianggap menyeramkan oleh mereka. Namun, Grett sendiri adalah sosok yang sangat setia pada keluarga Loues, terutama pada Elang. ° Keesokan paginya. Ia menuruni tangga melihat Mia yang berdiri tak jauh dari ujung tangga. "Nyonya, Tuan sudah menunggu Anda untuk sarapan bersama." Audrey hanya mengangguk. Entah kenapa pagi ini suasana hati buruk. Mereka pun sarapan dengan keheningan. Elang tiba-tiba berkata, "Ayo, aku akan mengantarmu."