Setelah makan siang, suasana menjadi lebih santai saat mereka memutuskan untuk beristirahat sejenak sebelum melanjutkan petualangan malam di Jepang. Saat malam tiba, para orang tua memiliki agenda lain, sementara para anak muda siap menjelajahi jajanan kaki lima yang terkenal di Jepang.
Audrey, Melani, dan Salsa tampak sangat bersemangat. Mereka berjalan beriringan, menatap setiap makanan yang dijual di stan-stan yang mereka lewati. Di belakang mereka, Elang, Kenneth, dan Darren mengikuti dengan sabar sambil sesekali berbincang. Ketika mereka mendekati stand penjual seafood mentah, Audrey berhenti dan berkata, “Bagaimana kalau kita mencoba cumi mentah? Aku sangat penasaran setelah melihat video orang memakannya di media sosial!” Melani mengangguk setuju. “Boleh, boleh! Sambil kita video in ya. Kita posting video di media sosial, siapa tahu bisa ramai!” Mereka"Kenapa sih dia bisa segitu tenangnya, sementara aku di sini kebingungan?" gumam Audrey pelan, merasa bingung dengan perasaannya sendiri. Setiap perhatian kecil dari Elang, meskipun sederhana, sepertinya selalu membuat Audrey terbuai. Juga perubahan sikap Elang terlalu cepat membuat Audrey merasa heran. Tak lama, Elang keluar dari kamar dengan pakaian yang lebih santai, namun tetap rapi. "Sudah siap untuk tidur?" tanyanya sambil menatap Audrey lembut, seolah-olah kejadian sebelumnya tak pernah terjadi. Audrey hanya mengangguk pelan, masih merasa kikuk. "Iya, aku mau istirahat sebentar lagi." jawabnya sambil berdiri, merapikan kursi riasnya. "Kita harus bangun lebih awal besok untuk persiapan pulang. Semoga perjalanan kita lancar." ucap Elang sambil membenahi beberapa barangnya. "Dan jangan lupa, kamu bisa minta bantu maid kalau ada yang harus dipacking." Audrey menghela napas, menerima kenyataan bahw
Audrey hanya mengangguk sambil menghirup udara pagi yang segar, mencoba menenangkan pikirannya. Setelah duduk dan pesawat mulai lepas landas, Audrey melepaskan sabuk pengamannya dan bersandar, memandang keluar jendela melihat kota Jepang yang perlahan mengecil dari ketinggian. "Rasanya baru sebentar kita di sini." ujar Audrey tiba-tiba, lebih seperti berpikir keras daripada berbicara kepada Elang. Elang, yang sedang memeriksa beberapa dokumen di tablet, menoleh dan menatap Audrey. "Kita bisa kembali kapan saja. Jepang selalu bisa jadi tempat kita menghabiskan waktu bersama keluarga," jawabnya santai. "Yang penting, urusan mendesak di rumah harus kita selesaikan dulu." Audrey tersenyum kecil mendengar jawabannya. “Iya, mungkin lain kali kita bisa lebih lama.” Ia kemudian menyandarkan kepala di kursi, membiarkan dirinya rileks sembari menikmati sisa perjalanan pulang. Audrey memutus
Audrey fokus pada laptopnya dengan diiringi lagu juga beberapa camilan pedas. Hingga ketukan dipintu, membuat Audrey beranjak dari sofa. Baru saja pintu terbuka, Nick yang berada diseberang pintu itu mengulas senyum. "Selamat malam nyonya, saya diperintahkan tuan Elang untuk mengatur stylish rambut anda." Audrey hanya mengangguk malas, lalu mulai mengikuti langkah Nick menuju lantai empat dimana ruangan spa pribadi berada disana. Audrey dan Nick yang memasuki lift yang menuju lantai 4. "Di lantai tiga memang ada apa Nick?" tanya Audrey penasaran. Nick yang sudah menekan tombol lift membalikkan badan. "Silahkan anda tanyakan pada tuan, nyonya. Namun walau anda penasaran mohon jangan sampai anda menginjakkan kaki dilantai itu. Sesuai peraturan yang ada." jelas Nick mencoba biasa saja. Audrey terdiam sesaat, lalu mengangguk. "Baiklah, seperti yang kalian ucapkan saja." Jujur saja, dibenak audrey ia benar-benar merasa penasaran dengan isi lantai tiga itu. Audrey yang sibuk berpiki
Kicauan burung berbunyi, juga terbukanya jendela kamar Audrey yang sudah dibuka Mia untuk masuknya udara segar. Hari sekolah sudah tiba, pembelajaran baru dengan semester baru tiba. Audrey keluar dari waking closet dengan seragam yang sudah ia pakai. Rambut blonde itu ia kuncir tinggi-tinggi karena nantinya akan ada pembelajaran olahraga. Audrey turun kelantai bawah menggunakan tangga karena ingin berolahraga santai. Mia yang menunggu didepan lift menoleh saat mendengar langkah kaki menuruni tangga berbunyi cukup keras, karena sang empu terdengar berlari turun. Mata Mia melotot saat melihat Audrey, yang berlari menuruni tangga. "Nyonya, maaf kenapa ya anda turun menggunakan tangga? Apakah lift nya tidak berfungsi?" Audrey yang baru saja menginjakkan kakinya dilantai melirik sekilas. "Tidak." Mia yang mendengar itu semakin heran, "Lalu, untuk apa nyonya menggunakan tangga?" tany
Salsa langsung memutar bola matanya, sambil merespons dengan canda. "Ya ampun, Kak Audi! Kamu bikin aku deg-degan. Aku pikir benar-benar lupa beli oleh-oleh!" Audrey tertawa melihat ekspresi panik yang sempat menghiasi wajah adiknya. "Santai saja, Sa. Kakak tahu kamu pasti tidak lupa. Tapi kalau sampai lupa, wah... siap-siap saja!" Salsa tertawa, lalu mengeluarkan sebuah kantong kecil dari tasnya. "Ini dia! Aku enggak lupa kok. Ini kalung cantik dari Jepang buat Kak Audi, ini juga buat kak Mia." ujarnya sambil menyerahkan dua kotak kecil berisi kalung dengan liontin berbentuk bunga sakura. Audrey tersenyum lebar, merasa tersentuh. "Wah, terima kasih, Sa. Cantik sekali!" ujarnya sambil mengagumi kalung itu. "Kamu tahu saja selera kakak." Salsa hanya mengedikkan bahu sambil tersenyum. "Yah, meski kadang kakakku ini jahil, tapi tetap aku sayang."Mia tersenyum menerima kotak perhiasan itu. "Terima kasih Salsa. Kalun
Elang yang memegang majalah segera menutup majalahnya. "Aku punya permintaan untukmu, aku ingin kamu mencoba memakai softlens berwarna. Apakah kamu bersedia?" tanya Elang panjang lebar menatap Audrey dengan lembut. Audrey mengerutkan alisnya, sedikit terkejut dengan permintaan itu. "Softlens berwarna? Untuk apa ya, Kak?" tanyanya, nada suaranya terdengar bingung. Elang meletakkan majalah di atas meja dan menatap Audrey dengan tenang. "Untuk keamanan dan terjaganya identitasmu." Audrey merenung sejenak, merasa sedikit ragu. "Apakah ini benar-benar perlu, Kak?" "Aku hanya merasa bahwa kamu akan cocok memakai softlens, karena aku akan mengajakmu mengikuti acara bisnis. Dan kukenalkan kamu sebagai istriku." jelas Elang Audrey yang terkejut langsung membelalakkan matanya, pipinya memerah karena tidak menyangka dengan pernyataan Elang. "Istri? Kakak serius?" tanyanya, mencoba menyembunyikan rasa malunya
Audrey mencoba bersikap biasa saat semua mata tertuju pada padanya dan Elang. Elang mengulas senyum manis, berbeda ketika berada dirumah yang cenderung berwajah datar dan sering marah. Lampu-lampu flash begitu banyak dan menyilaukan, namun Audrey berusaha untuk tidak terpengaruh. Setelah difoto beberapa kali mereka segera memasuki ruangan area terlarang yang hanya bisa dimasuki oleh orang yang diundang. Baru saja masuk, Elang langsung dikerubuni beberapa pria lalu ia diperkenalkan, setelahnya Audrey digiring pelayan untuk menuju ke tempat para wanita. Audrey yang baru saja duduk, memakan beberapa makanan yang ada dimeja itu segera menyeka bibirnya, takut ada kotoran kotoran yang menganggu penampilannya. "Nyonya ini dari keluarga mana ya?" tanya wanita yang terlihat seusia Maudy. Audrey tersenyum, "Keluarg
Elang yang sedari tadi berbincang dengan para tamu undangan, mengalihkan pandangannya mencari Audrey. "Saya permisi sebentar, sepertinya saya kehilangan istri saya." ujar Elang dengan tawa kecil kepada para pria yang masih berada disana. Pria yang memakai kacamata itu mendengus, "Sejujurnya saya saja tidak mengetahui bagaimana istri anda Tuan Loues. Apakah anda tidak berniat memperkenalkannya dengan kami?" tanyanya dengan nada bercanda. Elang terkekeh. "Astaga, yang benar saja Tuan Mark, saya permisi dulu." pamitnya kepada semua orang lalu segera pergi mengakhiri percakapan yang tidak ada ujungnya itu. Elang yang berjalan dengan melihat sekeliling dihampiri oleh seorang wanita, "Apakah Tuan Loues sedang mencari istri anda?" tanya wanita itu ramah. "Ah iya, Nyonya Dom. Apakah anda melihatnya?" jawab Elang dengan mengulas senyum. Nyonya Dom mengangguk, "Nyonya Mikie membawanya pergi, namun saya tidak mengetahui pasti kemana mereka pergi." jelasnya singkat Elang yang menden
Sepulang sekolah, Audrey langsung mengganti seragamnya dengan pakaian olahraga kasual dan memulai sesi jogging sore di sekitar halaman mansion. Langit senja tampak indah, memberikan suasana yang menenangkan. Langkah-langkah kecilnya berirama, seiring dengan detak jantung yang semakin cepat. Setelah berlari beberapa putaran, ia memutuskan untuk berhenti dan kembali ke kamar. Setelah membersihkan diri, Audrey merebahkan tubuhnya di sofa empuk di dalam kamarnya. Tubuhnya yang lelah terasa segar setelah mandi, namun ia tetap merasakan sedikit keletihan. Dengan malas, tangannya meraih ponsel di atas meja samping, membuka sosial media sekadar untuk membuang waktu. Tak ada yang menarik, hanya foto-foto dan video biasa dari teman-temannya. Hatinya masih terbayang kejadian di sekolah tadi, terutama hasil ujiannya yang membuatnya bahagia. Tak terasa, waktu makan malam tiba. Audrey turun ke ruang makan, di mana Elang sudah duduk d
Setelah makan malam sendirian, Elang berjalan menuju perpustakaan di mansion, di mana Audrey sudah menunggunya. Audrey duduk di depan meja besar dengan beberapa buku matematika terbuka di hadapannya. Ia terlihat serius menyiapkan catatan, meski sesekali terlihat melamun. Elang membuka pintu dan melangkah masuk dengan tenang, suaranya rendah namun cukup untuk menarik perhatian Audrey. "Siap untuk belajar malam ini?" Audrey menoleh, tersenyum tipis. "Tentu saja. Aku sudah menyiapkan semua buku dan soal-soal yang perlu kupelajari." Elang duduk di samping Audrey, memandang buku-buku yang berserakan. "Baiklah, kita mulai dari mana? Fungsi atau trigonometri?" Audrey menghela napas. "Trigonometri mungkin? Aku masih merasa sedikit bingung dengan konsep sinus dan kosinus." Elang mengangguk, mengambil sebatang pensil dan mulai menjelaskan. Dengan sabar, ia menjelaskan konsep dasar trigonom
Audrey dan Maudy tengah sibuk berbelanja, mengitari berbagai toko dengan penuh semangat. Ketika tiba-tiba Maudy memekik kaget, “Nina?!” Audrey menoleh dan melihat seorang wanita elegan, Nina, berjalan mendekat dengan senyum lebar. Maudy bergegas menghampiri dan memeluknya erat. “Ya ampun, sudah lama sekali tidak bertemu!” Nina balas memeluk Maudy dengan hangat. "Maudy! Betapa menyenangkan bisa bertemu di sini! Sudah bertahun-tahun rasanya." Setelah berpelukan, Maudy langsung mengajak Nina untuk makan bersama. "Ayo kita makan, Nina. Sudah lama kita tidak berbicara banyak." Mereka lalu menuju restoran terdekat. Audrey mengikuti, tetap tenang, meski merasa asing dengan pertemuan ini. Ketika mereka duduk, Nina menyapa Audrey dengan senyum hangat. "Audrey, ya? Senang bertemu lagi. Apa kamu tidak bersekolah hari ini?" tanya Nina dengan nada santai, melihat Audrey yang mengenakan pakaian kasual alih-
Pagi itu, Audrey duduk di bangku kelas dengan wajah yang terlihat cerah. Pikirannya masih dipenuhi oleh kejadian malam sebelumnya ketika ia belajar bersama Elang di perpustakaan. Hatinya berdebar setiap kali mengingat senyum tipis dan suara lembut Elang yang dengan sabar menjelaskan soal-soal matematika. Tidak bisa dipungkiri, ada perasaan hangat yang menyelimuti hatinya. Teman-teman sekelas mungkin tak menyadari, tapi bagi Audrey, kejadian semalam itu sangat istimewa. Ia merasa lebih dekat dengan suaminya, meski semuanya berjalan secara alami, tanpa dipaksakan. Saat bel berbunyi, menandakan akhir jam pelajaran, ia tersadar dari lamunannya. ° Ketika Audrey keluar dari gerbang sekolah, menuju halte bus, dibelakangnya Mia senantiasa mengikutinya. Audrey terlihat kebingungan saat tidak menemukan mobil yang biasa pak Gaga supiri. Mia mendekatkan tubuhnya pada Audrey, "Itu adalah mobil Nyonya besar. Mari saya an
Audrey berjalan memasuki gerbang sekolah dengan langkah anggun dan tenang. Di belakangnya, Mia mengikuti sambil membawa beberapa kotak berisi dessert yang telah dibuat oleh Audrey semalam. Sinar matahari pagi menyoroti wajah Audrey yang tampak tenang, meskipun di baliknya, ia menyimpan sedikit rasa bersalah karena tak bisa mengikuti acara di panti asuhan kemarin. Sesampainya di depan kelas, Audrey menoleh ke Mia, "Nanti pas jam istirahat, aku ingin memberikannya pada Salsa. Ini sebagai permintaan maaf." Mia mengangguk sopan, "Tentu, nona." drrt drrt Mia segera merogoh saku rok nya, mengambil handphonenya yang bergetar. Mia menatap Audrey, "Saya ijin mengangkat nona. Silahkan anda memasuki kelas terlebih dahulu." ujarnya lalu membukakan pintu kelas yang masih tertutup. Audrey hanya mengangguk, lalu duduk dengan tenang. Kelas mulai ramai seiring berjalannya waktu, menunggu pembelajaran akan dimu
Mobil melaju pelan menyusuri jalan kota yang mulai ramai dengan aktivitas pagi. Audrey duduk di kursi penumpang, sesekali melirik ke arah Elang yang tampak serius mengemudi. Suasana di dalam mobil terasa hening, namun keheningan itu bukanlah hal yang canggung. Ada sesuatu yang nyaman dalam diam mereka berdua. "Kak, kenapa tiba-tiba ingin mengantarku?" tanya Audrey akhirnya, memecah keheningan yang terasa cukup lama. Elang melirik sekilas ke arah Audrey, lalu kembali fokus ke tabletnya. "Aku hanya ingin memastikan kamu sampai dengan aman," jawabnya singkat, namun senyum tipis muncul di sudut bibirnya. Audrey merasa jantungnya berdetak sedikit lebih cepat. Perhatiannya pada hal-hal kecil seperti ini selalu membuat Audrey merasa tersentuh, meski Elang jarang menunjukkan perhatiannya secara terang-terangan. "Aku selalu aman, Kak." Audrey berusaha menggodanya sedikit. Elang tersenyum
Hingga makan malam tiba, Audrey yang baru saja turun dari tangga melihat Elang yang juga baru saja turun menggunakan lift. Audrey hanya melengos langsung menuju meja makan, diikuti Elang yang mengikutinya dengan heran. Audrey dan Elang memakan makanannya dengan tenang, makanan mulai diganti dengan makanan penutup. "Hmm, dessert matcha ini lezat. Siapa yang membuatnya, Grett?" tanya Elang setelah menghabiskan satu wadah dessert itu. Grett terlihat melangkah mendekat, lalu berbisik membuat Elang menatap Audrey yang fokus memakan dessert cokelat. "Apakah benar kau yang membuatnya?" tanyanya memastikan. Audrey menatap tempat dessert yang tidak tersisa dihadapan Elang. "Itu? iya aku membuatnya beberapa." jawabnya Elang mengangguk puas, "Baiklah, kau ingin hadiah apa sebagai
Audrey lalu menelepon bunda panti. Dering ketiga telepon itu langsung diangkat. 'Halo Audi sayang.' "Halo bunda, maaf Audi tidak bisa mengikuti acara hari ini. Kak Elang mengajakku keluar jadi aku tidak bisa." 'Ah sayang tidak masalah, bunda senang kamu dan tuan pertama semakin dekat.' bip setelah mengobrol cukup lama Audrey mengakhiri sambungan telepon lalu mulai membershikan tubuhnya. Audrey mulai berkutat mengerjakan tugas rumah selama beberapa jam. 'tok tok tok' "Selamat sore nyonya, bibi Grett telah menunggu anda di dapur sesuai apa yang anda perintahkan." jelas Mia setelah memasuki kamar Audrey. Audrey segera beranjak dari meja belajarnya lalu turun menuju dapur berada. Sesampainya disana terlihat Grett menunggunya dengan beberapa bahan makanan yang sudah disiapkan sesuai perintah Audrey.
Audrey mengangkat kepalanya dan tersenyum tipis. "Terima kasih, Mia. Aku harap pelajaran nanti tidak seberat matematika tadi." Mia tertawa kecil. "Yakinlah, nona. Semuanya akan baik-baik saja." Audrey mulai makan, mencoba mengalihkan pikirannya dari nilai buruk yang baru saja ia dapatkan, dan berjanji pada dirinya sendiri untuk lebih giat belajar agar tidak mengulang kegagalan ini. ° Jam pulang sudah tiba, Audrey dan Mia yang berjalan riang menuju halte bis menoleh saat merasa bahunya ditepuk oleh seseorang. "Astaga sa, ada apa?" tanga Audrey Salsa menggeleng kepala, "Astaga kakak, kakak lupa ya kalau dipanti hari ini ada acara. Apakah kakak jadi akan kesana?" tanya Salsa Audrey tersenyum tipis, menggeleng. "Maaf ya sa, kakak belum izin ke suami kakak. Jadi nanti kakak akan menelepon bunda sebagai balasa