“Apa-apaan ini?”Mirna sangat terkejut saat mendapat surat penyitaan aset rumah dan isinya dari petugas dan pengacara perusahaan Dharu.“Kami hanya menjalankan tugas. Kami harap Anda segera mengosongkan rumah ini sesuai dengan prosedur, atau kami akan mengosongkan paksa,” kata petugas pengadilan.Mirna sangat syok, bahkan sampai merasa sesak napas.“Kami harap Anda bekerja sama karena ini berjalan sesuai dengan perjanjian kontrak yang ditandatangani Pak Farhan,” ucap pengacara Dharu.Setelah menyampaikan surat penyitaan serta memberikan waktu satu minggu untuk mengosongkan, petugas dan pengacara Dharu pun pergi dari rumah itu.Mirna terduduk lemas. Bahkan hampir pingsan karena rumah warisan keluarga sekarang disita.“Ada apa, Ma?” tanya Rani yang akhirnya turun setelah seharian berada di kamar.Mirna menatap Rani yang tak pernah memikirkan sama sekali soal keluarga. Dia frustasi karena Farhan tidak ada kabar, lalu putrinya jadi selingkuhan orang.“Hancur! Hancur semua! Rumah ini disit
Hari berikutnya, Dharu baru saja dari luar menemui klien. Saat dia dan Dika akan masuk lift, ada dua OB keluar dari lift membawa buket bunga dan parcel buah.“Mau dikirim ke mana?” tanya Dika iseng.Dharu menoleh Dika yang baru saja bertanya, lalu kembali memandang dua OB yang baru saja keluar dari lift.“Ini, Pak. Kata Bu Dhira, terserah mau dibuang atau dimakan. Beliau tidak mau menerimanya,” kata salah satu OB.“Dhira?” Dharu langsung mengerutkan alis.Dika menoleh Dharu yang tampak terkejut.“Kami permisi, Pak.” Dua OB itu pergi ke arah belakang.“Berarti buket dan parcel itu punya adikmu?” tanya Dika setelah dua OB tadi pergi.Dharu diam berpikir, lalu berkata, “Kamu kembalilah ke ruangan lebih dulu. Aku akan menemui Dhira lebih dulu.”Dharu pergi ke ruangan Dhira. Saat sampai di sana, dia melihat sang adik yang sedang mengecek berkas.“Apa aku mengganggumu?” tanya Dharu saat sudah masuk ruangan.“Tidak,” balas Dhira lantas mengalihkan pandangan ke sang kakak kembar.“Ada apa ke
Mantan pelayan dan pekerja lain itu tampak sangat terkejut karena mobil yang berhenti di hadapan mereka. Hingga mereka melihat siapa yang keluar dari sana.“Non Briana.”Semua orang itu malah sangat senang ketika melihat Briana.Briana tersenyum lalu mendekat ke orang-orang itu. Dia memandang sekilas ke rumah milik mantan mertuanya itu, kemudian memandang ke orang-orang yang ditemuinya.“Kalian mau pergi?” tanya Briana.Orang-orang itu saling tatap, kemudian memandang Briana.“Rumah ini disita, Nyonya Mirna dan Non Rani juga sudah pergi dari sini. Kami tidak mungkin tetap tinggal di sini, jadi kami berniat pulang kampung,” jawab pelayan paruh baya.Briana diam mendengarkan, lalu berkata, “Kembalilah masuk dan tetaplah bekerja di sini.”Semua orang itu terkejut mendengar ucapan Briana, sampai-sampai mereka saling menoleh karena bingung.“Maksudnya, Non?” tanya pelayan.“Jika kalian pulang kampung, kalian mau kerja apa? Rumah ini jadi milikku, aku butuh orang untuk mengurusnya, jadi tol
“Kita akan tinggal di sini?”Rani sangat terkejut karena Mirna menyewa rumah kontrakan kecil yang bahkan tak seluas ruang tamu mereka.“Kita tidak punya banyak simpanan uang. Rekening mama dibekukan, perhiasan juga dijual takkan banyak. Kita harus memikirkan bagaimana caranya bertahan hidup bukan untuk foya-foya!” Mirna menjelaskan karena uang yang dimiliki akan digunakan untuk kebutuhan harian mereka.Rani memberengut kesal. Dia sampai meletakkan koper dengan kasar.“Aku punya uang, kenapa tidak sewa rumah yang lebih besar?” tanya Rani kesal.Rani punya uang dari hasil menjadi selingkuhan. Dia masih menyimpannya karena setelah dibuang Sandi, dia memilih mengurung diri.“Ke depannya kita bakal butuh uang banyak. Jadi simpan uangmu untuk kebutuhan mendesak, kita harus mencari cara agar tetap bisa bertahan hidup, bukan bersenang-senang!” Mirna bicara dengan nada tinggi karena kesal Rani tak mau ikut memikirkan nasib mereka ke depannya.Rani kesal karena terus terkena bentakkan setelah m
Briana kembali bekerja seperti biasa. Dia mulai merasa perlahan lega dan tenang setelah keluarga Farhan bangkrut. Dia memang tak bermaksud sekejam itu, tapi perlakuan keluarga Farhan memang layak mendapat balasan.[Siang ini aku akan menjemputmu makan siang.]Briana membaca pesan dari Dharu. Dia tersenyum lalu membalas pesan suaminya itu.[Baiklah, aku tunggu siang ini.]Briana meletakkan ponsel di meja setelah mengirim pesan ke Dharu, hingga telepon kabel di ruangannya berdering. Briana langsung menjawab panggilan itu.“Bu Briana, ada yang ingin menemui Anda dan sekarang menunggu di lobi. Anda ingin menemuinya atau meminta untuk membuat janji lebih dulu?” tanya resepsionis dari seberang panggilan.“Siapa?” tanya Briana sambil mengecek berkas di meja.“Beliau bilang bernama Mirna.”Briana langsung berhenti membalik berkas saat mendengar nama mantan mertuanya. Dia terdiam sesaat sebelum kemudian kembali bicara.“Aku akan menemuinya.”Briana meletakkan gagang telepon ke tempatnya, lalu
“Sepertinya kamu sangat senang sekali siang ini?” tanya Dharu saat melihat istrinya masuk mobil sambil terus tersenyum.Briana baru saja duduk lalu memakai sabuk pengaman. Dia menoleh ke Dharu masih dengan senyum yang terpajang di wajah.“Ya, karena aku baru saja mendapat sesuatu yang sangat menyenangkan,” jawab Briana.Dharu mengerutkan alis mendengar jawaban Briana. Dia mengemudikan mobil sambil bertanya.“Apa yang menyenangkan?” tanya Dharu penasaran.“Mantan mertuaku bersedia jadi pembantu di rumahku. Dengan begini akan lebih mudah mempermalukannya, sebagai imbalan akan kuberikan rumahnya lagi. Kamu tidak keberatan, kan?”Briana menjelaskan lalu menoleh Dharu yang sedang menyetir untuk mendengar komentar suaminya.Dharu cukup terkejut mendengar ucapan Briana meskipun sudah memberikan kebebasan ke istrinya untuk melakukan apa pun yang disuka dengan rumah milik keluarga Farhan.“Kupikir kamu takkan melepas rumah itu,” ucap Dharu.“Aku sebenarnya tak berminat,” balas Briana, “lagi pu
Briana duduk sambil menyilangkan kaki. Dia menatap Mirna yang sudah duduk berhadapan dengannya.Hari itu Briana tidak ke kantor karena menunggu Mirna datang sesuai dengan kesepakatan yang mereka buat. Briana tak menyangka kalau Mirna benar-benar akan datang untuk menjalankan syarat yang diberikannya.“Aku sudah menulis apa saja syarat yang harus kamu lakukan selama sebulan ini, di sana juga ada hal yang boleh dan tidak boleh kamu lakukan selama menjadi pembantu di sini. Jika kamu melanggar salah satu ketentuan yang aku buat, maka kesempatanmu memiliki kembali rumah itu akan musnah.”Briana memberikan kertas yang sudah ada tulisan tangannya ke meja.“Bacalah dulu, kamu masih memiliki kesempatan untuk berpikir ulang,” ucap Briana sambil bersikap angkuh.Mirna memilih membaca syarat yang ditulis Briana. Dia membacanya pelan hingga terkejut ketika membaca beberapa poin yang dituang di sana.“Kenapa aku tidak diperbolehkan keluar dari rumah ini?” tanya Mirna sangat syok membaca poin di man
Mirna menyetrika pakaian yang ada di ruang setrika. Peluh bermanik di seluruh wajah. Dia lelah tapi harus menyelesaikan pekerjaan yang menggunung itu.“Kenapa tidak selesai-selesai?” Mirna akhirnya merasakan apa yang dirasakan oleh para pembantu juga Briana. Menyetrika pakaian yang tiada habisnya padahal sudah banyak yang dikerjakan.Mirna meletakkan alat setrika, lalu menghela napas kasar. Dia benar-benar tak menyangka akan berada di titik seperti sekarang ini.Baru juga Mirna berhenti sebentar, alat yang dibawanya berbunyi bersamaan dengan lampu yang berkedip. Dia pun buru-buru mematikan setrika, lalu pergi mencari keberadaan Briana yang bahkan tak tahu ada di mana.“Briana ada di mana?” tanya Mirna ke pelayan yang ditemuinya.“Briana? Panggil Nona dong, ga sopan banget!” tegur pelayan.Mirna tak membantah lalu meralat panggilan untuk Briana.“Iya, maksudku Nona Briana.”“Dia ada di ruang kerja,” jawab pelayan sambil menunjuk ke ruang kerja Briana.Mirna berjalan ke ruang kerja Bri
Dhira dan Sean pergi ke IGD rumah sakit mereka berada sekarang. Renata di sana karena mengantar Briana yang mau melahirkan.“Ma.” Dhira langsung memanggil sang mama.“Kenapa kamu cepat sekali ke sini?” tanya Renata keheranan.“Karena aku baru periksa, jadi waktu Mama telepon, aku ada di sini,” jawab Dhira.“Periksa? Kamu sakit?” tanya Renata dengan kepanikan berlipat karena ucapan Dhira.Dhira melebarkan senyum, lantas menunjukkan hasil USG. “Tidak sakit, tapi sedang hamil. Ini, cucu kedua Mama dan Papa.”Dhira memberitahu dengan bangga, sampai membuat Renata sangat syok dan senang.“Ya Tuhan, mama tak percaya. Mama senang sekali mendengar kabar ini.” Renata langsung memeluk karena sangat bahagia.Dhira juga bahagia karena bisa menyenangkan hati sang mama.Saat keduanya saling berpelukan, tiba-tiba terdengar suara bayi yang membuat mereka terkejut.“Sudah lahir? Cepat sekali?” Dhira terkejut, apalagi melihat perawat keluar masuk ruang penanganan.Briana sudah melahirkan di ruang IGD se
“Dhira, kamu di mana?”Sean keluar dari ruang ganti mencari keberadaan Dhira yang tak menyahut padahal dia sudah memanggilnya sejak tadi. Dhira keluar dari kamar mandi, tentu saja hal itu membuat Sean keheranan.“Kenapa masuk kamar mandi lagi?” tanya Sean karena Dhira sudah mandi sejak tadi.Dhira menutup mulutnya seolah merasakan sesuatu yang ingin keluar, tapi dia tetap berjalan menghampiri Sean.Usia pernikahan mereka sudah berjalan tiga bulan. Sean sudah menerima Dhira sepenuhnya, hingga hubungan rumah tangga mereka berjalan dengan sangat baik.“Kamu baik-baik saja?” tanya Sean karena Dhira agak pucat.“Entah, sejak tadi rasanya pusing dan mual,” jawab Dhira.Sean langsung menyentuh kening Dhira, tapi tak merasa panas.“Apa sangat pusing?” tanya Sean memastikan.Dhira sibuk mengikat dasi Sean saat mendengar pertanyaan itu.“Iya lumayan, tadi seperti berputar lalu aku mual,” jawab Dhira kemudian menatap Sean dengan wajah memelas.“Kita ke rumah sakit untuk memastikan kamu sakit apa
Riana memang bertindak kejam, tapi semua itu semata-mata dilakukan untuk melindungi Sean dari hal-hal yang tak diinginkan.Milia diam mendengar ucapan Riana. Dia hanya menunduk sambil meremas jemari karena tak bisa berbuat apa-apa.Ibu Milia juga diam karena takut, lalu memberanikan diri menatap Riana.“Kalau kami pergi dari kota ini, bagaimana dengan usaha pakaian kami? Masa mau ditinggal begitu saja? Misal mau dijual juga tidak bisa cepat laku,” ujar ibu Milia yang takut jika masih di kota itu akan dipersulit Riana.Milia terkejut mendengar ucapan sang ibu, apa itu artinya ibunya mau pindah karena ancaman Riana.“Aku akan membelinya, kalau perlu rumah sekalian akan aku beli dua kali lipat dari harga aslinya, asal kalian pergi dari kehidupan putraku!” Riana tak segan memuluskan keinginan ibu Milia asal pergi dari kota itu.Ibu Milia membayangkan uang sangat banyak yang akan diterimanya jika dijual ke Riana. Dia yang mata duitan langsung setuju begitu saja.“Baik, saya setuju menjualny
Saat sore hari, Sean pulang dan menemui Riana yang sedang bersantai di ruang keluarga.“Sudah pulang? Kamu sudah mengosongkan jadwal agar minggu depan tidak ada kendala, kan? Ingat, pernikahanmu itu minggu depan,” ucap Riana langsung mengingatkan, jangan sampai Sean lupa dan masih membuat jadwal kegiatan di perusahaan.“Mama tenang saja, Vino sudah mengatur semuanya,” balas Sean.Riana mengangguk-angguk senang karena sekarang Sean mudah diatur.“Ma, aku mau menceritakan sesuatu, tapi aku harap Mama tidak berpikiran buruk atau panik dulu,” ucap Sean ingin memberitahu soal Milia.Sean hanya ingin sang mama tahu saja, agar kelak jika terjadi sesuatu atau Milia membuat ulah, sang mama tak benar-benar syok karena sudah tahu dan mendengar sendiri darinya.Riana menoleh Sean saat mendengar apa yang dikatakan oleh putranya itu. Dia menurunkan satu kaki yang sejak tadi disilangkan, dahinya berkerut halus karena penasaran.“Memangnya kamu mau menceritakan apa?” tanya Riana dengan pikiran negati
Dhira langsung bicara tegas agar Milia sadar diri. Dia tak akan kasihan meski Milia sedang hamil, dia sadar kalau wanita seperti Milia, tidak akan puas jika hanya dikasih hati. Begitu mendapat kebaikan, wanita itu akan melunjak tak tahu diri.Milia terdiam mendengar ucapan Dhira, hingga Dhira kembali bicara.“Kamu pikir dengan datang menemui Sean, kamu bisa memintanya bertanggung jawab atas janin yang bukan miliknya? Kamu mungkin tak tahu, Sean sudah tahu segalanya tentang kebusukanmu.” Dhira terus bicara untuk menyadarkan Milia.Milia sangat terkejut mendengar ucapan Dhira, hingga Dhira kembali bicara.“Bahkan tahu kalau kamu selama ini sering tidur dengan pria lain. Sungguh aku ingin tertawa, baru kali ini melihat wanita tak tahu diri sepertimu, sudah selingkuh dan tidur dengan pria lain, tapi minta pertanggungjawaban ke pria yang kamu buang.” Dhira menjejali telinga Milia dengan fakta bahkan tak peduli itu bisa mempengaruhi pikiran dan janin Milia.
Sean mulai nyaman bersama Dhira. Sikap Dhira yang apa adanya saat bicara, membuat Sean merasa tenang.Sean keluar dari lift sambil menatap ponsel, dia mencoba menghubungi Dhira karena ingin mengajak makan siang, tapi Dhira tak menjawab panggilan darinya.“Ke mana dia?” Sean bertanya-tanya karena Dhira mengabaikan panggilan darinya.Sean berpikir apa mungkin Dhira sedang rapat atau bertemu klien, membuatnya memilih mengirim pesan kalau akan datang ke perusahaan Dhira.Saat Sean baru saja keluar dari lobi, Sean terkejut karena ada yang mencegah langkahnya.“Sean.” Milia muncul di sana dengan mata bengkak dan wajah penuh linangan air mata.“Apa lagi yang kamu inginkan?” tanya Sean mulai malas, apalagi dia sudah tahu semua kebusukan Milia.“Sean, kumohon maafkan aku. Saat ini aku tidak tahu harus bagaimana, aku membutuhkanmu,” ucap Milia sambil menggenggam telapak tangan Sean.Sean me
Milia terduduk lemas di kursi selasar yang ada di poliklinik rumah sakit. Dia menatap hasil pemeriksaan akan kondisinya sekarang ini.Milia sangat syok dan bingung karena dia ternyata sedang hamil sembilan minggu.“Bagaimana ini?” Milia mengguyar kasar rambutnya ke belakang menatap hasil tes itu.Milia mencoba menghubungi Ryan tapi sayangnya panggilannya tidak dijawab. Akhirnya Milia memutuskan pergi ke perusahaan Ryan untuk membahas masalah kehamilannya. Apalagi Ryan pernah berjanji akan menikahinya setelah Milia putus dari Sean.Milia pergi ke perusahaan Ryan, lalu menemui bagian respsionis.“Pak Ryan ada di kantornya?” tanya Mila saat bertemu resepsionis.“Maaf, apa Anda sudah membuat janji sebelumnya?” tanya resepsionis.Milia bingung karena belum membuat janji. Kalau dia jujur belum membuat janji, dia pasti akan diusir dari sana. Dia kemudian mengeluarkan ponsel, lalu memperlihatkan chat lamanya saat Ryan mengajak bertemu tanpa memperlihatkan tanggal yang tertera.“Dia memintaku
Sean masih mencoba meminta maaf, dia sudah menyadari kesalahan dan ingin hubungannya dengan sang mama membaik.Riana akhirnya menatap Sean saat mendengar permintaan maaf putranya itu."Aku benar-benar sudah sadar, aku selama ini memang salah karena tak mempercayai apa yang Mama katakan," ucap Sean lagi."Kamu benar-benar sudah paham dengan apa yang mama lakukan?" tanya Riana sambil menatap Sean.Sean mendongak lalu menatap Riana sambil menganggukkan kepala.Riana lega saat melihat Sean sungguh-sungguh meminta maaf, dia lalu meminta Sean agar bangun."Aku sungguh-sungguh meminta maaf," ucap Sean.Riana tersenyum mendengar permintaan maaf dari Sean."Mama lega kalau memang benar kamu sudah sadar. Feeling orang tua itu tidak salah, Sean. Sejak awal, mama sebenarnya tak pernah masalah kamu mau sama siapa. Tapi, saat melihat attitude Milia yang buruk, mama langsung mundur. Bukan karena dia miskin, tapi karena memang dia memiliki sifat dan perilaku yang tidak baik. Jadi, kamu sekarang paham
Dhira pergi ke taman sesuai dengan permintaan Sean. Dia sebenarnya merasa agak aneh karena Sean meminta bertemu tak seperti biasanya.Dhira melihat Sean yang sudah duduk di taman menunggunya. Dia mendekat lalu duduk di samping Sean tanpa menyapa. Keduanya diam cukup lama tak ada yang bicara, Dhira sendiri tak mau buka suara sampai Sean yang mengawalinya.Setelah lama diam, Sean akhirnya menghela napas kasar. Dhira mendengar suara helaan itu tapi sengaja tak menoleh ke Sean.“Ternyata sekarang aku sadar jika sudah salah dan terlalu buta karena cinta,” ucap Sean lalu tersenyum getir.Dhira terkejut mendengar Sean tiba-tiba bicara seperti itu. Dia menoleh Sean, lalu membalas, “Memang benar, kenapa baru sadarnya sekarang?”Sean menoleh Dhira yang bicara blak-blakan, meski kesal tapi dia sadar jika Dhira hanya jujur saja.“Mama marah besar karena sikapku. aku merasa bersalah sudah membuat Mama sedih, padahal sebenarnya Mama selalu memberikan yang terbaik,” ucap Sean lagi lalu sedikit menun