Mantan pelayan dan pekerja lain itu tampak sangat terkejut karena mobil yang berhenti di hadapan mereka. Hingga mereka melihat siapa yang keluar dari sana.“Non Briana.”Semua orang itu malah sangat senang ketika melihat Briana.Briana tersenyum lalu mendekat ke orang-orang itu. Dia memandang sekilas ke rumah milik mantan mertuanya itu, kemudian memandang ke orang-orang yang ditemuinya.“Kalian mau pergi?” tanya Briana.Orang-orang itu saling tatap, kemudian memandang Briana.“Rumah ini disita, Nyonya Mirna dan Non Rani juga sudah pergi dari sini. Kami tidak mungkin tetap tinggal di sini, jadi kami berniat pulang kampung,” jawab pelayan paruh baya.Briana diam mendengarkan, lalu berkata, “Kembalilah masuk dan tetaplah bekerja di sini.”Semua orang itu terkejut mendengar ucapan Briana, sampai-sampai mereka saling menoleh karena bingung.“Maksudnya, Non?” tanya pelayan.“Jika kalian pulang kampung, kalian mau kerja apa? Rumah ini jadi milikku, aku butuh orang untuk mengurusnya, jadi tol
“Kita akan tinggal di sini?”Rani sangat terkejut karena Mirna menyewa rumah kontrakan kecil yang bahkan tak seluas ruang tamu mereka.“Kita tidak punya banyak simpanan uang. Rekening mama dibekukan, perhiasan juga dijual takkan banyak. Kita harus memikirkan bagaimana caranya bertahan hidup bukan untuk foya-foya!” Mirna menjelaskan karena uang yang dimiliki akan digunakan untuk kebutuhan harian mereka.Rani memberengut kesal. Dia sampai meletakkan koper dengan kasar.“Aku punya uang, kenapa tidak sewa rumah yang lebih besar?” tanya Rani kesal.Rani punya uang dari hasil menjadi selingkuhan. Dia masih menyimpannya karena setelah dibuang Sandi, dia memilih mengurung diri.“Ke depannya kita bakal butuh uang banyak. Jadi simpan uangmu untuk kebutuhan mendesak, kita harus mencari cara agar tetap bisa bertahan hidup, bukan bersenang-senang!” Mirna bicara dengan nada tinggi karena kesal Rani tak mau ikut memikirkan nasib mereka ke depannya.Rani kesal karena terus terkena bentakkan setelah m
Briana kembali bekerja seperti biasa. Dia mulai merasa perlahan lega dan tenang setelah keluarga Farhan bangkrut. Dia memang tak bermaksud sekejam itu, tapi perlakuan keluarga Farhan memang layak mendapat balasan.[Siang ini aku akan menjemputmu makan siang.]Briana membaca pesan dari Dharu. Dia tersenyum lalu membalas pesan suaminya itu.[Baiklah, aku tunggu siang ini.]Briana meletakkan ponsel di meja setelah mengirim pesan ke Dharu, hingga telepon kabel di ruangannya berdering. Briana langsung menjawab panggilan itu.“Bu Briana, ada yang ingin menemui Anda dan sekarang menunggu di lobi. Anda ingin menemuinya atau meminta untuk membuat janji lebih dulu?” tanya resepsionis dari seberang panggilan.“Siapa?” tanya Briana sambil mengecek berkas di meja.“Beliau bilang bernama Mirna.”Briana langsung berhenti membalik berkas saat mendengar nama mantan mertuanya. Dia terdiam sesaat sebelum kemudian kembali bicara.“Aku akan menemuinya.”Briana meletakkan gagang telepon ke tempatnya, lalu
“Sepertinya kamu sangat senang sekali siang ini?” tanya Dharu saat melihat istrinya masuk mobil sambil terus tersenyum.Briana baru saja duduk lalu memakai sabuk pengaman. Dia menoleh ke Dharu masih dengan senyum yang terpajang di wajah.“Ya, karena aku baru saja mendapat sesuatu yang sangat menyenangkan,” jawab Briana.Dharu mengerutkan alis mendengar jawaban Briana. Dia mengemudikan mobil sambil bertanya.“Apa yang menyenangkan?” tanya Dharu penasaran.“Mantan mertuaku bersedia jadi pembantu di rumahku. Dengan begini akan lebih mudah mempermalukannya, sebagai imbalan akan kuberikan rumahnya lagi. Kamu tidak keberatan, kan?”Briana menjelaskan lalu menoleh Dharu yang sedang menyetir untuk mendengar komentar suaminya.Dharu cukup terkejut mendengar ucapan Briana meskipun sudah memberikan kebebasan ke istrinya untuk melakukan apa pun yang disuka dengan rumah milik keluarga Farhan.“Kupikir kamu takkan melepas rumah itu,” ucap Dharu.“Aku sebenarnya tak berminat,” balas Briana, “lagi pu
Briana duduk sambil menyilangkan kaki. Dia menatap Mirna yang sudah duduk berhadapan dengannya.Hari itu Briana tidak ke kantor karena menunggu Mirna datang sesuai dengan kesepakatan yang mereka buat. Briana tak menyangka kalau Mirna benar-benar akan datang untuk menjalankan syarat yang diberikannya.“Aku sudah menulis apa saja syarat yang harus kamu lakukan selama sebulan ini, di sana juga ada hal yang boleh dan tidak boleh kamu lakukan selama menjadi pembantu di sini. Jika kamu melanggar salah satu ketentuan yang aku buat, maka kesempatanmu memiliki kembali rumah itu akan musnah.”Briana memberikan kertas yang sudah ada tulisan tangannya ke meja.“Bacalah dulu, kamu masih memiliki kesempatan untuk berpikir ulang,” ucap Briana sambil bersikap angkuh.Mirna memilih membaca syarat yang ditulis Briana. Dia membacanya pelan hingga terkejut ketika membaca beberapa poin yang dituang di sana.“Kenapa aku tidak diperbolehkan keluar dari rumah ini?” tanya Mirna sangat syok membaca poin di man
Mirna menyetrika pakaian yang ada di ruang setrika. Peluh bermanik di seluruh wajah. Dia lelah tapi harus menyelesaikan pekerjaan yang menggunung itu.“Kenapa tidak selesai-selesai?” Mirna akhirnya merasakan apa yang dirasakan oleh para pembantu juga Briana. Menyetrika pakaian yang tiada habisnya padahal sudah banyak yang dikerjakan.Mirna meletakkan alat setrika, lalu menghela napas kasar. Dia benar-benar tak menyangka akan berada di titik seperti sekarang ini.Baru juga Mirna berhenti sebentar, alat yang dibawanya berbunyi bersamaan dengan lampu yang berkedip. Dia pun buru-buru mematikan setrika, lalu pergi mencari keberadaan Briana yang bahkan tak tahu ada di mana.“Briana ada di mana?” tanya Mirna ke pelayan yang ditemuinya.“Briana? Panggil Nona dong, ga sopan banget!” tegur pelayan.Mirna tak membantah lalu meralat panggilan untuk Briana.“Iya, maksudku Nona Briana.”“Dia ada di ruang kerja,” jawab pelayan sambil menunjuk ke ruang kerja Briana.Mirna berjalan ke ruang kerja Bri
Dhira berada di restoran bintang lima. Dia di sana untuk menemui pria yang terus mengganggunya. Dhira mau menemui pria itu hanya untuk menegaskan jika dirinya tak menyukai semua yang diberikan pria itu.Dhira menengok ke arloji yang melingkar di pergelangan tangan, sedikit kesal karena pria yang hendak bertemu dengannya, ternyata tidak datang tepat waktu.“Sepertinya dia hanya ingin mengerjaiku,” gumam Dhira.Dhira memilih berdiri untuk pergi, tapi tiba-tiba ada pria berdiri di samping meja dan menyapanya.“Maaf kalau aku terlambat,” ucap pria yang tak lain Sandi.Dhira mengamati pria itu, hingga mengingat kalau pria itu seperti pernah dilihatnya.“Kamu yang ingin bertemu denganku?” tanya Dhira sambil menatap pria yang berumur jauh di atasnya itu.Sandi mengangguk lalu meminta Dhira untuk kembali duduk.Dhira memilih kembali duduk karena dia hanya ingin menegaskan serta menghentikan apa yang dilakukan Sandy.“Aku tidak suka berbasa-basi, seharusnya ini bisa dilakukan dengan mudah mela
Rani merenung sendiri di kamarnya. Di usianya sekarang, dia seharusnya bisa bekerja dan menikmati hidup yang diinginkan, tapi sayangnya karena ambisinya membuat Rani malah terjebak sebagai selingkuhan.Dia pikir jika semua akan mudah setelah menjadi selingkuhan, tapi ternyata pria yang suka berselingkuh nyatanya brengsek dan manis saat ada maunya saja.“Kalau orang-orang tahu aku ini pernah jadi selingkuhan, apa mereka akan menghinaku?”Tiba-tiba saja Rani cemas, apalagi dia melihat berita kasus perselingkuhan yang terbongkar, lalu wanita yang jadi selingkuhan dihujat habis-habisan.Rani mendadak merinding takut, bagaimana kalau dia diperlakukan seperti itu karena ambisinya dulu.“Tapi, sekarang ga ada yang tahu. Kalau begitu, bukankah seharusnya tidak ada yang tahu?”Rani mencoba bersikap tenang, bagaimanapun dirinya memang harus mulai menjalani hidupnya lagi. Dia tak boleh bergantung ke orang lain lagi seperti yang ibunya katakan.Hari itu Rani mencoba melamar pekerjaan. Dia mencoba