“Apa saja yang dia bicarakan tadi?” tanya Dharu saat menemui Briana di kantor istrinya itu.Briana menarik napas panjang lalu mengembuskan kasar.“Dia bilang kalau sudah tahu kalau kita bersekongkol untuk menghancurkannya. Dia memang tak mengancam, tapi aku yakin kalau dia pasti akan melakukan sesuatu,” jawab Briana.Briana tak tenang setelah Farhan menghubunginya, apalagi dia tak tahu di mana pria itu sekarang.“Kamu tenang saja. Aku akan minta orang untuk melacak keberadaannya. Meski dia bersembunyi atau tiba-tiba muncul, aku yakin dia takkan berani karena polisi juga sedang mencarinya,” ujar Dharu mencoba menenangkan Briana.Briana menatap Dharu, lalu mengembuskan napas kasar.“Ya, aku berharap dia segera ditangkap agar bisa mempertanggungjawabkan perbuatannya. Dia sama sekali tak sadar diri dan terus berniat melakukan perbuatan jahat, padahal dia sudah sangat banyak menyakiti orang lain,” balas Briana.“Bahkan setelah apa yang sudah dilakukannya kepadaku. Dia masih berusaha untuk
Sore itu Briana benar-benar mengadakan pesta kecil-kecilan di halaman samping rumah dekat kolam renang. Briana sengaja mengundang beberapa orang yang memang mengenal Mirna agar melihat kalau wanita itu sekarang bekerja di rumahnya.“Maaf ya, dulu kami kurang baik kepadamu waktu kamu diberitakan bangkrut. Eh sekarang malah ngundang kami, kamu ga dendam, kan?” tanya salah satu tamu juga rekan Briana dulu.“Ya ampun, kenapa kalian berpikiran seperti itu? Tentu saja aku ga dendam. Malah mengadakan acara ini memang untuk mempererat hubungan, siapa tahu kita bisa menjalin kerjasama lagi,” ujar Briana menjelaskan.Para wanita itu senang mendengar ucapan Briana, mereka lalu masuk bersama menuju ke halaman samping.“Aku hanya mengundang beberapa orang saja karena ini hanya pesta kecil. Mau sebesar apa pun kesalahan di masa lampau, bukankah lebih baik dilupakan agar bisa melangkah ke depan.” Briana bicara dengan nada sindiran, tapi yang jelas para wanita itu diundang hanya untuk jadi peran pend
Mirna sangat terkejut. Dia langsung menyeka air mata dan berdiri sambil sedikit menundukkan kepala.“Ini jatah makan malammu. Pesta itu akan berakhir cukup larut, kamu tidak mungkin menahan lapar sampai malam nanti, kan?” Briana datang ke kamar Mirna sambil membawa piring berisi makanan dan buah untuk Mirna.Mirna mendekat lalu mengambil piring berisi makanan yang dibawa Briana.“Terima kasih,” ucap Mirna lirih.Briana hendak pergi saat Mirna sudah mengambil makanan itu, tapi sebelum itu Briana kembali menatap Mirna.“Tenang saja, itu bukan makanan sisa,” ucap Briana.Mirna tak berani memandang Briana karena sekarang semua ego dan kesombongnya diinjak oleh mantan menantunya itu.“Sekarang kamu merasakan bagaimana aku saat di rumahmu, kan? Kuharap kamu bisa belajar dari itu,” ucap Briana lagi lalu pergi meninggalkan kamar Mirna.Mirna memandang makanan yang diberikan Briana, memang baru dan tidak campur-campur seperti sisa makanan yang dijadikan satu. Tiba-tiba saja dia merasa lemas sa
Rani sangat panik karena bayangan yang tampak di luar rumah terus terlihat mondar-mandir. Dia menoleh ke kanan dan kiri untuk mencari benda padat yang bisa digunakan membela diri, tapi tak ada apa pun, hingga terpikirkan menggunakan mie yang masih agak panas untuk melawan kemungkinan pencuri di luar.Rani menggerutu, lampu rumah mati malah sekarang ada orang yang mau berbuat jahat. Dia mengendap ke arah pintu sambil memegang cup mie yang siap dia siramkan. Saat hampir sampai di pintu, gagang pintu itu berputar lalu terbuka perlahan.“Pencuri!” teriak Rani karena takut sambil menyiramkan mie panas.“Agh!” Seorang pria memekik karena terkena siraman mie panas.Rani seperti tahu suara pria yang dia siram mie. Rani memperhatikan wajah pria itu yang tak terlihat jelas karena lampu rumahnya mati.“Dandi?” Rani terkejut karena ternyata pria itu seniornya di kafe.Dandi masih mengibaskan pakaian yang menempel tubuh karena panas, hingga memandang Rani saat mendengar suara wanita itu.“Kenapa k
“Hari ini aku akan menginap di rumah mertuaku. Kamu bisa istirahat atau tiduran setelah menyelesaikan tugas. Tapi ingat, tidak boleh keluar dari rumah.”Briana bicara dengan nada penekanan. Dia ingin menginap di rumah sanga mertua agar Mirna bisa istirahat.“Baik.” Mirna mengangguk mendengar ucapan Briana.Briana hendak membalikkan badan setelah selesai bicara, tapi kembali menoleh ke Mirna.“Kalau mau makan, makan sama dengan apa yang dimakan pelayan lain.” Briana kembali pergi setelah bicara.Mirna begitu lega karena akhirnya bisa bebas dari ketegangan. Dia hanya perlu menyelesaikan tugasnya, lalu bisa segera istirahat.Saat akan pergi ke ruang setrika. Mirna mendengar pelayan lain sedang bersih-bersih sambil bergosip.“Nona Briana itu terlalu baik. Padahal mantan mertuanya itu sudah sangat jahat, tapi dia tetap memperlakukannya baik dan memperingatkan kita untuk tak mengganggunya.”“Benar sekali. Ya, karena itu aku betah di sini, karena Nona selalu menghargai orang lain, bahkan pel
Briana masih mencari keberadaan orang di sekitarnya, tapi itu tempat umum, siapa saja bisa mengambil fotonya lalu dikirim kepadanya.“Bu, apa ada masalah?” tanya sekretaris Briana karena atasannya itu tak segera masuk tapi malah menengok ke kanan dan kiri.Briana menatap sekretarisnya yang sudah menunggu. Dia menatap ponselnya lagi, tapi tak ada pesan balasan dari nomor yang menghubungi. Bahkan saat dia kembali mengirim pesan, sekarang pesan itu tak terkirim.Briana semakin yakin kalau yang menghubunginya Farhan, lalu pria itu menonaktifkan lagi nomor yang dipakai agar tak bisa dilacak.“Tidak ada apa-apa, ayo pergi.” Briana masuk mobil dan meminta sopir untuk segera meninggalkan tempat itu.**Sore harinya Briana pulang bersama Dharu menuju rumah Renata. Briana terlihat diam melamun, membuat Dharu langsung menatap ke istrinya itu.“Kenapa kamu melamun terus sejak tadi?” tanya Dharu keheranan.Briana menoleh Dharu yang sedang menyetir. Dia belum memberitahu soal pesan yang diterimanya
Dandi melihat Rani yang terlihat tegang, apalagi ada pria memakai jaket hitam sedang berhadapan dengan Rani. Dia mendekat setelah melayani pembeli untuk memastikan apakah ada masalah.“Permisi, ada yang bisa saya bantu?” tanya Dandi sopan.Rani menoleh dengan wajah panik, lalu kembali memandang Farhan yang sejak tadi menatapnya.“Apa ada masalah?” tanya Dandi ke Rani.“Tidak ada, dia kakakku. Apa aku bisa keluar untuk bicara dengannya?” tanya Rani ke Dandi.Dandi mengangguk menjawab pertanyaan Rani. Wanita itu lalu mengajak Farhan keluar dari kafe, mereka bicara di samping bangunan.“Kamu ke mana saja? Kenapa baru sekarang muncul di sini?” tanya Rani sambil menatap kesal ke Farhan.“Kenapa kamu bekerja di kafe?” tanya Farhan seolah tak punya dosa menanyakan hal itu ke adiknya.“Kenapa? Kakak pikir kenapa? Kalau bukan karena kecerobohan Kakak, aku tidak akan kerja di sini dan Mama tidak akan kerja di rumah orang sebagai pembantu!” Rani bicara dengan emosi.Farhan diam mendengar ucapan R
“Farhan mulai meneror Briana, aku tidak bisa membiarkan ini berlanjut,” ucap Dharu saat Dika menemuinya di ruang kerja hari itu.“Dia tidak akan mungkin berani menerormu, karena itu sasarannya berpindah ke Briana yang mungkin baginya lebih mudah untuk disasar,” balas Dika.Dharu menghela napas kasar, telunjuknya mengetuk-ngetuk di meja.“Sampai detik ini orang suruhan kita belum juga bisa menangkapnya. Bagaimana mungkin tidak bisa, sedangkan dia sepertinya ada di sekitar Briana?”Dharu mulai berpikir keras demi keselamatan Briana.“Aku akan minta tambahan orang untuk mencarinya, kalau perlu memberikan imbalan besar bagi yang menemukannya. Bagaimana?” tanya Dika memberikan ide.Dharu berpikir sejenak, hingga merasa hanya itu yang bisa dilakukan sekarang.“Baiklah, lakukan apa pun asal Farhan bisa tertangkap!” perintah Dharu.Dika mengangguk lalu pamit keluar dari ruang kerja Dharu. Saat baru saja Dika keluar, ponsel Dharu berdering dengan nama Dhira terpampang di layar.“Ada apa?” tany
Dhira dan Sean pergi ke IGD rumah sakit mereka berada sekarang. Renata di sana karena mengantar Briana yang mau melahirkan.“Ma.” Dhira langsung memanggil sang mama.“Kenapa kamu cepat sekali ke sini?” tanya Renata keheranan.“Karena aku baru periksa, jadi waktu Mama telepon, aku ada di sini,” jawab Dhira.“Periksa? Kamu sakit?” tanya Renata dengan kepanikan berlipat karena ucapan Dhira.Dhira melebarkan senyum, lantas menunjukkan hasil USG. “Tidak sakit, tapi sedang hamil. Ini, cucu kedua Mama dan Papa.”Dhira memberitahu dengan bangga, sampai membuat Renata sangat syok dan senang.“Ya Tuhan, mama tak percaya. Mama senang sekali mendengar kabar ini.” Renata langsung memeluk karena sangat bahagia.Dhira juga bahagia karena bisa menyenangkan hati sang mama.Saat keduanya saling berpelukan, tiba-tiba terdengar suara bayi yang membuat mereka terkejut.“Sudah lahir? Cepat sekali?” Dhira terkejut, apalagi melihat perawat keluar masuk ruang penanganan.Briana sudah melahirkan di ruang IGD se
“Dhira, kamu di mana?”Sean keluar dari ruang ganti mencari keberadaan Dhira yang tak menyahut padahal dia sudah memanggilnya sejak tadi. Dhira keluar dari kamar mandi, tentu saja hal itu membuat Sean keheranan.“Kenapa masuk kamar mandi lagi?” tanya Sean karena Dhira sudah mandi sejak tadi.Dhira menutup mulutnya seolah merasakan sesuatu yang ingin keluar, tapi dia tetap berjalan menghampiri Sean.Usia pernikahan mereka sudah berjalan tiga bulan. Sean sudah menerima Dhira sepenuhnya, hingga hubungan rumah tangga mereka berjalan dengan sangat baik.“Kamu baik-baik saja?” tanya Sean karena Dhira agak pucat.“Entah, sejak tadi rasanya pusing dan mual,” jawab Dhira.Sean langsung menyentuh kening Dhira, tapi tak merasa panas.“Apa sangat pusing?” tanya Sean memastikan.Dhira sibuk mengikat dasi Sean saat mendengar pertanyaan itu.“Iya lumayan, tadi seperti berputar lalu aku mual,” jawab Dhira kemudian menatap Sean dengan wajah memelas.“Kita ke rumah sakit untuk memastikan kamu sakit apa
Riana memang bertindak kejam, tapi semua itu semata-mata dilakukan untuk melindungi Sean dari hal-hal yang tak diinginkan.Milia diam mendengar ucapan Riana. Dia hanya menunduk sambil meremas jemari karena tak bisa berbuat apa-apa.Ibu Milia juga diam karena takut, lalu memberanikan diri menatap Riana.“Kalau kami pergi dari kota ini, bagaimana dengan usaha pakaian kami? Masa mau ditinggal begitu saja? Misal mau dijual juga tidak bisa cepat laku,” ujar ibu Milia yang takut jika masih di kota itu akan dipersulit Riana.Milia terkejut mendengar ucapan sang ibu, apa itu artinya ibunya mau pindah karena ancaman Riana.“Aku akan membelinya, kalau perlu rumah sekalian akan aku beli dua kali lipat dari harga aslinya, asal kalian pergi dari kehidupan putraku!” Riana tak segan memuluskan keinginan ibu Milia asal pergi dari kota itu.Ibu Milia membayangkan uang sangat banyak yang akan diterimanya jika dijual ke Riana. Dia yang mata duitan langsung setuju begitu saja.“Baik, saya setuju menjualny
Saat sore hari, Sean pulang dan menemui Riana yang sedang bersantai di ruang keluarga.“Sudah pulang? Kamu sudah mengosongkan jadwal agar minggu depan tidak ada kendala, kan? Ingat, pernikahanmu itu minggu depan,” ucap Riana langsung mengingatkan, jangan sampai Sean lupa dan masih membuat jadwal kegiatan di perusahaan.“Mama tenang saja, Vino sudah mengatur semuanya,” balas Sean.Riana mengangguk-angguk senang karena sekarang Sean mudah diatur.“Ma, aku mau menceritakan sesuatu, tapi aku harap Mama tidak berpikiran buruk atau panik dulu,” ucap Sean ingin memberitahu soal Milia.Sean hanya ingin sang mama tahu saja, agar kelak jika terjadi sesuatu atau Milia membuat ulah, sang mama tak benar-benar syok karena sudah tahu dan mendengar sendiri darinya.Riana menoleh Sean saat mendengar apa yang dikatakan oleh putranya itu. Dia menurunkan satu kaki yang sejak tadi disilangkan, dahinya berkerut halus karena penasaran.“Memangnya kamu mau menceritakan apa?” tanya Riana dengan pikiran negati
Dhira langsung bicara tegas agar Milia sadar diri. Dia tak akan kasihan meski Milia sedang hamil, dia sadar kalau wanita seperti Milia, tidak akan puas jika hanya dikasih hati. Begitu mendapat kebaikan, wanita itu akan melunjak tak tahu diri.Milia terdiam mendengar ucapan Dhira, hingga Dhira kembali bicara.“Kamu pikir dengan datang menemui Sean, kamu bisa memintanya bertanggung jawab atas janin yang bukan miliknya? Kamu mungkin tak tahu, Sean sudah tahu segalanya tentang kebusukanmu.” Dhira terus bicara untuk menyadarkan Milia.Milia sangat terkejut mendengar ucapan Dhira, hingga Dhira kembali bicara.“Bahkan tahu kalau kamu selama ini sering tidur dengan pria lain. Sungguh aku ingin tertawa, baru kali ini melihat wanita tak tahu diri sepertimu, sudah selingkuh dan tidur dengan pria lain, tapi minta pertanggungjawaban ke pria yang kamu buang.” Dhira menjejali telinga Milia dengan fakta bahkan tak peduli itu bisa mempengaruhi pikiran dan janin Milia.
Sean mulai nyaman bersama Dhira. Sikap Dhira yang apa adanya saat bicara, membuat Sean merasa tenang.Sean keluar dari lift sambil menatap ponsel, dia mencoba menghubungi Dhira karena ingin mengajak makan siang, tapi Dhira tak menjawab panggilan darinya.“Ke mana dia?” Sean bertanya-tanya karena Dhira mengabaikan panggilan darinya.Sean berpikir apa mungkin Dhira sedang rapat atau bertemu klien, membuatnya memilih mengirim pesan kalau akan datang ke perusahaan Dhira.Saat Sean baru saja keluar dari lobi, Sean terkejut karena ada yang mencegah langkahnya.“Sean.” Milia muncul di sana dengan mata bengkak dan wajah penuh linangan air mata.“Apa lagi yang kamu inginkan?” tanya Sean mulai malas, apalagi dia sudah tahu semua kebusukan Milia.“Sean, kumohon maafkan aku. Saat ini aku tidak tahu harus bagaimana, aku membutuhkanmu,” ucap Milia sambil menggenggam telapak tangan Sean.Sean me
Milia terduduk lemas di kursi selasar yang ada di poliklinik rumah sakit. Dia menatap hasil pemeriksaan akan kondisinya sekarang ini.Milia sangat syok dan bingung karena dia ternyata sedang hamil sembilan minggu.“Bagaimana ini?” Milia mengguyar kasar rambutnya ke belakang menatap hasil tes itu.Milia mencoba menghubungi Ryan tapi sayangnya panggilannya tidak dijawab. Akhirnya Milia memutuskan pergi ke perusahaan Ryan untuk membahas masalah kehamilannya. Apalagi Ryan pernah berjanji akan menikahinya setelah Milia putus dari Sean.Milia pergi ke perusahaan Ryan, lalu menemui bagian respsionis.“Pak Ryan ada di kantornya?” tanya Mila saat bertemu resepsionis.“Maaf, apa Anda sudah membuat janji sebelumnya?” tanya resepsionis.Milia bingung karena belum membuat janji. Kalau dia jujur belum membuat janji, dia pasti akan diusir dari sana. Dia kemudian mengeluarkan ponsel, lalu memperlihatkan chat lamanya saat Ryan mengajak bertemu tanpa memperlihatkan tanggal yang tertera.“Dia memintaku
Sean masih mencoba meminta maaf, dia sudah menyadari kesalahan dan ingin hubungannya dengan sang mama membaik.Riana akhirnya menatap Sean saat mendengar permintaan maaf putranya itu."Aku benar-benar sudah sadar, aku selama ini memang salah karena tak mempercayai apa yang Mama katakan," ucap Sean lagi."Kamu benar-benar sudah paham dengan apa yang mama lakukan?" tanya Riana sambil menatap Sean.Sean mendongak lalu menatap Riana sambil menganggukkan kepala.Riana lega saat melihat Sean sungguh-sungguh meminta maaf, dia lalu meminta Sean agar bangun."Aku sungguh-sungguh meminta maaf," ucap Sean.Riana tersenyum mendengar permintaan maaf dari Sean."Mama lega kalau memang benar kamu sudah sadar. Feeling orang tua itu tidak salah, Sean. Sejak awal, mama sebenarnya tak pernah masalah kamu mau sama siapa. Tapi, saat melihat attitude Milia yang buruk, mama langsung mundur. Bukan karena dia miskin, tapi karena memang dia memiliki sifat dan perilaku yang tidak baik. Jadi, kamu sekarang paham
Dhira pergi ke taman sesuai dengan permintaan Sean. Dia sebenarnya merasa agak aneh karena Sean meminta bertemu tak seperti biasanya.Dhira melihat Sean yang sudah duduk di taman menunggunya. Dia mendekat lalu duduk di samping Sean tanpa menyapa. Keduanya diam cukup lama tak ada yang bicara, Dhira sendiri tak mau buka suara sampai Sean yang mengawalinya.Setelah lama diam, Sean akhirnya menghela napas kasar. Dhira mendengar suara helaan itu tapi sengaja tak menoleh ke Sean.“Ternyata sekarang aku sadar jika sudah salah dan terlalu buta karena cinta,” ucap Sean lalu tersenyum getir.Dhira terkejut mendengar Sean tiba-tiba bicara seperti itu. Dia menoleh Sean, lalu membalas, “Memang benar, kenapa baru sadarnya sekarang?”Sean menoleh Dhira yang bicara blak-blakan, meski kesal tapi dia sadar jika Dhira hanya jujur saja.“Mama marah besar karena sikapku. aku merasa bersalah sudah membuat Mama sedih, padahal sebenarnya Mama selalu memberikan yang terbaik,” ucap Sean lagi lalu sedikit menun