Mirna sangat terkejut. Dia langsung menyeka air mata dan berdiri sambil sedikit menundukkan kepala.“Ini jatah makan malammu. Pesta itu akan berakhir cukup larut, kamu tidak mungkin menahan lapar sampai malam nanti, kan?” Briana datang ke kamar Mirna sambil membawa piring berisi makanan dan buah untuk Mirna.Mirna mendekat lalu mengambil piring berisi makanan yang dibawa Briana.“Terima kasih,” ucap Mirna lirih.Briana hendak pergi saat Mirna sudah mengambil makanan itu, tapi sebelum itu Briana kembali menatap Mirna.“Tenang saja, itu bukan makanan sisa,” ucap Briana.Mirna tak berani memandang Briana karena sekarang semua ego dan kesombongnya diinjak oleh mantan menantunya itu.“Sekarang kamu merasakan bagaimana aku saat di rumahmu, kan? Kuharap kamu bisa belajar dari itu,” ucap Briana lagi lalu pergi meninggalkan kamar Mirna.Mirna memandang makanan yang diberikan Briana, memang baru dan tidak campur-campur seperti sisa makanan yang dijadikan satu. Tiba-tiba saja dia merasa lemas sa
Rani sangat panik karena bayangan yang tampak di luar rumah terus terlihat mondar-mandir. Dia menoleh ke kanan dan kiri untuk mencari benda padat yang bisa digunakan membela diri, tapi tak ada apa pun, hingga terpikirkan menggunakan mie yang masih agak panas untuk melawan kemungkinan pencuri di luar.Rani menggerutu, lampu rumah mati malah sekarang ada orang yang mau berbuat jahat. Dia mengendap ke arah pintu sambil memegang cup mie yang siap dia siramkan. Saat hampir sampai di pintu, gagang pintu itu berputar lalu terbuka perlahan.“Pencuri!” teriak Rani karena takut sambil menyiramkan mie panas.“Agh!” Seorang pria memekik karena terkena siraman mie panas.Rani seperti tahu suara pria yang dia siram mie. Rani memperhatikan wajah pria itu yang tak terlihat jelas karena lampu rumahnya mati.“Dandi?” Rani terkejut karena ternyata pria itu seniornya di kafe.Dandi masih mengibaskan pakaian yang menempel tubuh karena panas, hingga memandang Rani saat mendengar suara wanita itu.“Kenapa k
“Hari ini aku akan menginap di rumah mertuaku. Kamu bisa istirahat atau tiduran setelah menyelesaikan tugas. Tapi ingat, tidak boleh keluar dari rumah.”Briana bicara dengan nada penekanan. Dia ingin menginap di rumah sanga mertua agar Mirna bisa istirahat.“Baik.” Mirna mengangguk mendengar ucapan Briana.Briana hendak membalikkan badan setelah selesai bicara, tapi kembali menoleh ke Mirna.“Kalau mau makan, makan sama dengan apa yang dimakan pelayan lain.” Briana kembali pergi setelah bicara.Mirna begitu lega karena akhirnya bisa bebas dari ketegangan. Dia hanya perlu menyelesaikan tugasnya, lalu bisa segera istirahat.Saat akan pergi ke ruang setrika. Mirna mendengar pelayan lain sedang bersih-bersih sambil bergosip.“Nona Briana itu terlalu baik. Padahal mantan mertuanya itu sudah sangat jahat, tapi dia tetap memperlakukannya baik dan memperingatkan kita untuk tak mengganggunya.”“Benar sekali. Ya, karena itu aku betah di sini, karena Nona selalu menghargai orang lain, bahkan pel
Briana masih mencari keberadaan orang di sekitarnya, tapi itu tempat umum, siapa saja bisa mengambil fotonya lalu dikirim kepadanya.“Bu, apa ada masalah?” tanya sekretaris Briana karena atasannya itu tak segera masuk tapi malah menengok ke kanan dan kiri.Briana menatap sekretarisnya yang sudah menunggu. Dia menatap ponselnya lagi, tapi tak ada pesan balasan dari nomor yang menghubungi. Bahkan saat dia kembali mengirim pesan, sekarang pesan itu tak terkirim.Briana semakin yakin kalau yang menghubunginya Farhan, lalu pria itu menonaktifkan lagi nomor yang dipakai agar tak bisa dilacak.“Tidak ada apa-apa, ayo pergi.” Briana masuk mobil dan meminta sopir untuk segera meninggalkan tempat itu.**Sore harinya Briana pulang bersama Dharu menuju rumah Renata. Briana terlihat diam melamun, membuat Dharu langsung menatap ke istrinya itu.“Kenapa kamu melamun terus sejak tadi?” tanya Dharu keheranan.Briana menoleh Dharu yang sedang menyetir. Dia belum memberitahu soal pesan yang diterimanya
Dandi melihat Rani yang terlihat tegang, apalagi ada pria memakai jaket hitam sedang berhadapan dengan Rani. Dia mendekat setelah melayani pembeli untuk memastikan apakah ada masalah.“Permisi, ada yang bisa saya bantu?” tanya Dandi sopan.Rani menoleh dengan wajah panik, lalu kembali memandang Farhan yang sejak tadi menatapnya.“Apa ada masalah?” tanya Dandi ke Rani.“Tidak ada, dia kakakku. Apa aku bisa keluar untuk bicara dengannya?” tanya Rani ke Dandi.Dandi mengangguk menjawab pertanyaan Rani. Wanita itu lalu mengajak Farhan keluar dari kafe, mereka bicara di samping bangunan.“Kamu ke mana saja? Kenapa baru sekarang muncul di sini?” tanya Rani sambil menatap kesal ke Farhan.“Kenapa kamu bekerja di kafe?” tanya Farhan seolah tak punya dosa menanyakan hal itu ke adiknya.“Kenapa? Kakak pikir kenapa? Kalau bukan karena kecerobohan Kakak, aku tidak akan kerja di sini dan Mama tidak akan kerja di rumah orang sebagai pembantu!” Rani bicara dengan emosi.Farhan diam mendengar ucapan R
“Farhan mulai meneror Briana, aku tidak bisa membiarkan ini berlanjut,” ucap Dharu saat Dika menemuinya di ruang kerja hari itu.“Dia tidak akan mungkin berani menerormu, karena itu sasarannya berpindah ke Briana yang mungkin baginya lebih mudah untuk disasar,” balas Dika.Dharu menghela napas kasar, telunjuknya mengetuk-ngetuk di meja.“Sampai detik ini orang suruhan kita belum juga bisa menangkapnya. Bagaimana mungkin tidak bisa, sedangkan dia sepertinya ada di sekitar Briana?”Dharu mulai berpikir keras demi keselamatan Briana.“Aku akan minta tambahan orang untuk mencarinya, kalau perlu memberikan imbalan besar bagi yang menemukannya. Bagaimana?” tanya Dika memberikan ide.Dharu berpikir sejenak, hingga merasa hanya itu yang bisa dilakukan sekarang.“Baiklah, lakukan apa pun asal Farhan bisa tertangkap!” perintah Dharu.Dika mengangguk lalu pamit keluar dari ruang kerja Dharu. Saat baru saja Dika keluar, ponsel Dharu berdering dengan nama Dhira terpampang di layar.“Ada apa?” tany
Briana pergi bersama Medha untuk makan siang bersama. Mereka pergi ke kafe yang tidak terlalu jauh dengan perusahaan. Keduanya sudah duduk di salah satu meja menunggu dilayani.“Selamat datang, kalian mau pesan apa?”Briana menoleh ke pelayan yang menghampiri, hingga sangat terkejut saat melihat siapa yang berdiri di samping meja.“Rani?”Rani siap mencatat, hingga terkejut ketika baru menyadari jika wanita yang duduk di meja itu adalah Briana.Medha juga terkejut melihat Rani di sana. Dia baru saja meletakkan tas di samping, sehingga tak menyadari kalau Rani datang sebagai pelayan.Rani gelagapan melihat Briana dan Medha, tapi karena tetap harus profesional bekerja. Dia tetap melayani Briana dan Medha.“Kalian mau pesan apa?” tanya Rani dengan suara lirih sambil menunduk malu.Briana dan Medha saling tatap. Medha sendiri terlihat puas melihat keluarga Farhan satu persatu hidup susah.Briana sempat terdiam sejenak, lalu akhirnya memesan minuman dan makanan begitu juga dengan Medha.Ra
“Kalau salah menu atau ada yang kurang berkenan, aku akan menggantinya,” ucap Rani cepat dengan suara gemetar karena takut terkena masalah.Briana melihat kepanikan dalam tatapan mata Rani. Dia menyodorkan lebih dekat, lalu berkata, “Tidak ada masalah, aku tiba-tiba merasa makanan ini kelebihan untukku. Ambillah kembali, makan atau terserah, tapi akan tetap aku bayar.”Briana menyodorkan piring itu tanpa menatap Rani, menunggu sampai mantan iparnya itu mengambil.Medha hanya diam karena sudah bisa menebak maksud Briana. Dia melirik Rani yang bingung dan panik, lalu berkata, “Ambil saja daripada kamu terkena komplain, bukankah terpenting kami yang membayar?”Rani menoleh ke Medha, lalu akhirnya mengambil piring dari tangan Briana.“Baik.” Rani akhirnya pergi meninggalkan meja Briana dan Medha.Medha menatap Briana yang bersiap makan, lalu berkata, “Kasih tinggal kasih, kenapa harus ada acara bilang kebanyakan pesan?”Medha menggeleng kepala, lalu mengambil alat makan.“Dia akan besar k