“Besok aku akan menikahimu.”
Yavid mengucapkan kalimat itu tanpa beban. Sedangkan bagi Aleya menikah adalah hal yang menakutkan. Yang terbayangkan di pikirannya adalah siksaan yang akan ia terima setelah menikah.
“Be—besok? Sepertinya terlalu cepat.”
Aleya menelan salivanya. Ia ketakutan jika Yavid akan memperlakukannya sama seperti Jarvis. Menyiksanya.
“Lebih cepat, lebih baik, kan?” Yavid melirik ke Aleya.
Wajah Aleya terlihat pucat. Ia memang ingin membalaskan dendam kepada Jarvis dan keluarganya, tapi jika menikah dengan Yavid secepat ini, malah membuat keberaniannya kembali menciut.
“Ta—tapi, kamu seorang pimpinan perusahaan terbesar di Endosiana, aku rasa aku tidak pantas menjadi istri kamu,” Aleya menundukkan wajahnya.
Aleya sadar jika dirinya bukan lagi anggota keluarga Alvaro, juga bukan pemilik sebuah perusahaan. Walaupun menikah dengan seorang pemimpin perusahaan, ia tidak yakin bisa melawan musuhnya.
“Aleya, dengarkan aku!” Yavid menatap Aleya dengan serius, “aku yang menentukan siapa yang akan menikah denganku. Aku tidak suka dengan mental lemah seperti ini.”
Aleya terdiam mendengar ucapan Yavid yang mencoba meyakinkan dirinya.
“Tapi aku hanyalah orang kecil, aku bukan lagi anggota keluarga Alvaro.”
Aleya kembali meneteskan air matanya. Yavid duduk menghadap ke Aleya.
“Dengar! Kamu harus seperti jarum! Kecil, tapi ketika menusuk akan sangat menyakitkan. Ikuti saja rencanaku.”
Ucapan Yavid membuat Aleya tertegun. Kenapa sekarang Yavid terdengar seperti seorang motivator? Yavid masih menatap Aleya dengan serius.
“Ba—baiklah, aku akan mengikuti rencana kamu,” Aleya mulai yakin jika Yavid memang ingin menolongnya.
Senyum tipis terukir di bibir Yavid dengan kumis tipis di atasnya. Aleya menyaksikan senyuman pertama Yavid kepadanya. Rasanya sungguh aneh.
“Mulai sekarang kamu tinggal di rumahku.”
Yavid kembali duduk menghadap depan.
“Apa? Tinggal di rumah kamu? Lalu aku harus tinggal bersama Belina si wanita kasar itu?” Aleya terperanjat.
Tinggal berjauhan dengan Belina saja sudah membuatnya tersiksa, apalagi jika tinggal satu rumah.
“Bodoh! Aku sudah setahun tidak tinggal lagi bersama Verrel. Nenek sudah mengijinkan aku tinggal di rumahku sendiri.”
Yavid mengusap dahinya sendiri melihat kepanikan Aleya.
“Syukurlah.” Ujar Aleya sambil mengelus dadanya.
Sesampainya di mansion milik Yavid, Aleya menempati kamar pribadi yang luas dan mewah. Banyak bunga mawar merah menghiasi setiap meja. Wanginya sungguh menenangkan.
“Ini kamarmu. Semua pakaian sudah disiapkan di dalam lemari. Besok kita akan ke cacatan sipil.”
Jantung Aleya kembali berdebar mendengar ucapan Yavid.
“Ba—bagaimana jika ... kita menikah beberapa hari lagi. Aku ingin—.”
Belum juga Aleya menyelesaikan ucapannya, Yavid langsung memotong ucapan Aleya.
“Tidak bisa! Besok kita menikah!” ujar Yavid singkat sebelum meninggalkan kamar Aleya.
Yavid menutup kamar Aleya. Sedangkan Aleya masih berdiri mematung membayangkan nasibnya jika menikah dengan Yavid.
“Menikah dengan Jarvis saja aku selalu disiksa, dipukuli, ditampar. Sekarang aku harus menikah dengan pamannya demi membalas dendam. Apakah ini setimpal, Aleya?”
Aleya bersandar ke dinding dan perlahan ia duduk di lantai. Rasa cemas kembali menghantui hatinya.
“Apakah penyiksaan itu akan terulang?”
Ia masih ingat betul bagaimana Jarvis secara tiba-tiba menamparnya, memukulnya bahkan menarik rambutnya hingga tubuhnya tersungkur. Tangannya menyentuh benda dari dalam saku cardigan. Aleya mengambil benda dari dalam sakunya. Obat depresan yang selama ini ia konsumsi.
“Aku ingin bersama ibu, aku lebih baik menyusul ibu,” Aleya menangis sedih karena tiba-tiba terpikirkan mengakhiri hidupnya dan bertemu dengan ibunya di alam surga.
Aleya mengeluarkan enam pil sekaligus dan meminumnya secara bersamaan. Tidak lama kemudian tubuhnya gemetar hebat, kini tubuhnya tergeletak di lantai. Dari mulutnya keluar air liur perlahan kesadarannya mulai menurrun.
“I—ibu,” ucap Aleya lirih.
Tubuhnya masih gemetar di lantai rasa sakit di kepalanya begitu hebat, hingga akhirnya seorang pelayan menemukannya dan berteriak sekencang mungkin meminta bantuan.
“Aaa, siapapun! Tolong! Tolong!”
Rita berteriak setelah melihat kondisi Aleya.
“Ada apa?”
Yavid masuk ke dalam kamar Aleya sambil terengah-engah karena berlari dari lantai satu menuju ke lantai dua.
“Nyonya Aleya ...” Rita menunjuk ke arah Aleya.
Yavid terkejut dan panik melihat keadaan Aleya yang tergeletak di lantai dengan kondisi lemas kedua matanya terpejam, tapi tubuhnya masih gemetar. Yavid segera menggendong tubuh Aleya.
“Siapkan mobil, aku akan membawanya ke rumah sakit. Rita, kamu ikut denganku!”
Pelayan yang menemukan tubuh Aleya tersebut mengangguk dan mengikuti langkah Tuannya.
“Ibu?”Kedua mata Aleya terbelalak melihat sosok wanita berambut panjang memakai baju putih sedang berdiri di hadapannya.“Ibu, aku rindu ibu,” Aleya merentangkan kedua tangannya bermaksud ingin memeluk ibunya.Wanita itu hanya tersenyum tapi tidak menghampirinya. Aleya juga tidak bisa mendekat. Aleya mengernyitkan dahinya.“Kenapa ibu? Aku datang untuk bersama ibu.”Wanita itu malah tersenyum dan mundur perlahan menjauh dari Aleya.“Ibu. Kenapa menjauh, bu,” pekik Aleya sambil berusaha mengejar ibunya, tapi kedua kakinya malah terasa berat.Wanita itu semakin menjauh, membuat Aleya menangis sedih.“Kamu harus seperti jarum, kecil tapi ketika menusuk akan sangat menyakitkan. Bangkitlah, nak. Kamu berhak bahagia.”Aleya tertegun mendengarkan ucapan ibunya. Perlahan sosok ibunya menghilang di antara cahaya putih yang tiba-tiba muncul.“Ucapan itu sama seperti ucapan ...” Aleya mengernyitkan dahinya ketika melihat sosok lelaki yang menghampirinya, “Yavid?”Aleya membuka kedua matanya per
“Bangunlah, Nyonya. Tuan Yavid sudah pergi.”Aleya terkejut mendengar ucapan Rita yang bisa menebaknya sedang berpura-pura belum sadar. Aleya segera membuka kedua matanya.“Bagaimana kamu tahu kalau aku sudah sadar?”Pertanyaan Aleya membuat Rita tersenyum.“Syukurlah, Nyoya sudah sadar. Saya tidak sengaja saya melihat Nyonya membuka mata waktu saya masih berada di luar kamar. Tapi waktu Tuan Yavid akan masuk, Nyonya segera memejamkan mata lagi.”Aleya menjadi malu setelah ketahuan berbohong.“A—aku hanya ingin memastikan jika Yavid tidak mempermainkan aku.”Rita berdiri mendekat ke Aleya.“Jangan melakukan tindakan seperti tadi lagi. Saya dan Tuan benar-benar cemas dengan keadaan Nyonya.”Mendengar ucapan Rita membuat Aleya terkejut.“Cemas? Lelaki dingin itu cemas?”Tentu saja Aleya tidak percaya begitu saja dengan ucapan Rita.“Tuan berlari begitu cepat ketika saya berteriak minta tolong. Tanpa ragu Tuan menggendong Nyonya dan dibawa ke rumah sakit ini.”Aleya ingat saat Rita berte
“Dasar lelaki sombong, menyebalkan!”Aleya kesal, lalu memijat kembali dahinya. Kepalanya masih terasa pusing.“Kamu pembohong, Rita!” dengus Aleya kesal.Rita terkejut dirinya ikut terseret atas sikap Tuannya yang membuat kesal Aleya.“Saya berbohong?”Aleya menatap Rita dengan tatapan tajam.“Kamu bilang Yavid mencemaskan aku, tapi buktinya? Dia enggak nunjukin perhatiannya sama sekali. Manusia macam apa dia?”Aleya menumpahkan kekesalannya kepada Rita. Pelayan itu hanya bisa tersenyum memaklumi sikap majikannya tersebut.“Maafkan saya, Nyonya. Mungkin Tuan sedang ...”Belum juga Rita menyelesaikan ucapannya, Aleya segera memotong ucapannya.“Ssstt. Jangan bicara lagi, kamu pasti akan membelanya. Astaga, sepertinya aku terjebak permainannya Yavid,” dengus Aleya sambil terus memijat dahinya.Keesokan harinya, tubuh Aleya sudah terasa membaik, ia sudah bisa duduk dan rasa pusing sudah mulai berkurang. Selang infus juga sudah di cabut oleh suster. Rita masuk dengan pakaian yang berbeda
“Kita mau kemana?”Rita tidak menjawab pertanyaan Aleya. Ia fokus mendorong kursi roda yang ditempati oleh Aleya menuju basement.“Gavin ada di sana,” Rita segera melajukan kursi roda ke arah mobil merci hitam.Wajah Gavin dan Rita terlihat tegang. Rita membantu Aleya masuk ke mobil. Setelah Aleya duduk di kursi belakang, Gavin menyimpan kursi roda di bagasi dan Rita segera masuk ke mobil.“Bagaimana bisa mereka ada si sini?” tanya Rita kepada Gavin.Aleya masih kebingungan dengan pertanyaan Rita.“Sebenarnya apa yang terjadi?”Aleya menatap Rita lalu Gavin secara bergantian.“Nyonya Belina dan Tuan Verrel tiba-tiba datang dan melakukan audit di luar jadwal. Informanku bilang kalau ada yang membocorkan keberadaan Nyonya Aleya. Mereka tidak ingin Nyonya Aleya ada di rumah sakit ini.” Gavin menjelaskan sambil mengemudikan mobil sedan hitam menuju rumah Yavid.Aleya tertegun mendengar jawaban Gavin.“Mereka benar-benar membenciku, sepertinya mereka ingin melihatku menderita,” ujar Aleya
“Aku ingin menikah dengan kamu.”Yavid tertegun mendengar ucapan Aleya. Terlebih lagi ia melihat Aleya berjalan menuju ruang kerjanya di lantai satu.“Apa? Kamu terlalu banyak minum obat lagi sepertinya.”Yavid menghampiri Aleya sambil membersihkan kedua tangannya yang terdapat bercak darah setelah memukuli Jony.“Duduk! Aku tidak ingin kamu pingsan lagi. Merepotkan!” tukas Yavid.ALeya malah kesal dengan sikap acuh Yavid.“Bukankah kamu yang bilang jika lebih cepat lebih baik?” Aleya menatap sinis.Aleya tidak mau duduk sebelum Yavid menyetujui rencananya.“Kamu aneh. Kemarin aku ajak menikah cepat kamu nolak. Sekarang kamu malah maksa untuk nikah cepat.”Yavid menatap Aleya dengan serius.“Kamu yang menawarkan bantuan. Aku setuju dengan tawaranmu.”Aleya meneguhkan hatinya untuk rencana balas dendam. Salah satu rencananya adalah menikah dengan Yavid. Walau rasa takut di hatinya berusaha membuat nyalinya goyah.“Jika itu keputusanmu. Baiklah, kita menikah hari ini.”Ucapan Yavid kemb
“Kenapa lambat sekali?”Yavid menggerutu sambil menoleh ke arah Rita, dia sudah berdiri di samping mobil selama lima belas menit menunggu Aleya. Sedangkan Aleya berdiri di belakang Rita, bersembunyi dari tatapan tajam Yavid.“Seharusnya aku menghukum kamu karena —“ tiba-tiba suara Yavid tercekat ketika melihat sosok Aleya yang berjalan menghampirinya dengan penampilan yang berbeda.Wanita berambut sebahu itu memakai dress cuttingan Sheath ditambah satu susun kerut di bagian bawah serta kerah Square dan lengan model Puff menambah kesan mewah, anggun dan feminim. Sangat cocok ditubuh Aleya.“—cantik,” ujar Yavid yang secara tidak sadar memuji Aleya sambil berdiri mematung melihat kecantikan calon istrinya tersebut.Rita tersenyum mendengar ucapan Tuannya, sedangkan Aleya malah terus menundukkan wajahnya dan merasa canggung.Yavid segera tersadar, “Bodoh! Kenapa malah diam di situ? Cepat masuk ke mobil!” sentak Yavid yang salah tingkah dan segera duduk di kursi belakang mobil sedan hitam
“Untung saja kali ini kita lolos dari Jarvis.”Aleya menghela napas panjang, rasa khawatir menggelayuti pikirannya, tapi tidak ada yang bisa ia lakukan sekarang. Ia menyenderkan kepalanya ke jendela mobil seraya memandangi deretan toko yang ia lewati.Situasi jalanan sedang macet, mobil mereka berhenti di depan sebuah toko peralatan lukis bernama Little Art berjarak seratus meter dari persimpangan lampu merah. Kedua mata Aleya tertuju ke toko lukis tersebut.Matanya membulat teringat sepuluh tahun yang lalu ia dan ibunya sering membeli alat lukis di sana.Terukir senyum di bibir tipis Aleya, kenangan manis bersama mendiang ibunya di toko itu masih membekas di ingatannya. Bagi Aleya, melukis merupakan kegiatan untuk menumpahkan semua keluh kesahnya. Namun, sejak ibunya meninggal, semua alat lukisnya di bakar oleh Purnama bahkan ayah kandungnya tersebut menunjukkan sifat aslinya yang kasar dan tamak.“Nyonya!”Panggilan Rita membuat Aleya tersadar dari lamunannya, “ A—apa?” jawabnya tan
“Tapi, sepertinya Yavid enggak akan mengizinkan aku keluar rumah.”Wajah Aleya cemberut. Maria berjongkok di hadapan Aleya, kemudian berbisik.“Tuan Yavid tidak akan tahu jika Nyonya hanya sebentar di sana.”Aleya memikirkan sejenak ucapan Maria, walau ragu ia akhirnya setuju dengan saran Maria. Selama beberapa hari ini hatinya selalu tidak tenang. Dengan melukis ia yakin akan mendapatkan ketenangan dan depresi yang ia alami akan berkurang.“Baiklah, kita ke sana, aku akan panggil Rita.” Baru saja Aleya beranjak dari tepi tempat tidur, Maria segera menghentikan langkah Aleya.“Nyonya, jika Rita ikut, maka Tuan Yavid akan tahu. Rita merupakan tangan kanan Tuan Yavid, sepertinya tidak mungkin jika Rita setuju. Sebaiknya Nyonya pergi secara diam-diam.”Aleya terdiam, berpikir sejenak sebelum akhirnya berkata, “Benar juga, jika Rita ikut maka Yavid akan tahu.” Walau ragu, Aleya tetap mengikuti saran Maria untuk pergi secara diam-diam.Maria mengajak Aleya ke lantai satu melalui jalan khus
“Tenanglah, aku akan coba hubungi nomor ini.”Suster Rose menuliskan kalimat itu di secarik kertas dan memperlihatkannya ke Rita yang berjalan menjauh darinya. Beruntung Rita masih sempat membacanya dan tersenyum sambil menganggukkan kepalanya berkali-kali sebagai ucapan terima kasih kepada Suster Rose yang bersedia membantunya.Rita menghela napas lega, kini ia tinggal menunggu kedatangan Yavid yang diyakini akan segera mencarinya.“Diam di sini! Kamu tidak boleh jauh dari Tuan James!” ujar Pedro mendorong tubuh Rita ke tempat duduk di depan ruang perawatan intensif.Sementara itu, James sedang berada di dalam ruangan menemani Aleya yang terbaring di kasurnya. Berkali-kali James mengecup dahi dan pipi Aleya bergantian, ia menunjukkan kasih sayangnya kepada Aleya walaupun wanita yang dicintainya itu terlihat canggung. Semua adegan itu dilihat oleh Rita dari balik pintu ruangan yang memiliki kaca transparan.“Dasar Mesum!” hardik Rita kepada James dengan suara pelan.Tatapan Rita begi
“Kenapa kamu terlihat senang tunanganmu kehilangan ingatannya?”Dokter Dani melihat gelagat aneh James, biasanya keluarga atau orang yang disayangnya mengalami hilang ingatan akan sedih, tapi James malah sebaliknya.“Ma-maksudku, aku bersyukur Aleya masih hidup. Kalau mengenai ingatannya, aku juga sangat sedih karena banyak kenangan kita berdua yang tidak dia ingat lagi,” jawab James kembali berakting meyakinkan Dokter Dani.Rita yang mendengar ucapan James terlihat kesal, “Aku sudah muak dengan sikap James yang licik, aku harus cari cara meninggalkan pesan untuk Tuan Yavid,” bisik Rita dalam hatinya.Kemudian ia melihat ada kertas kosong di meja suster, kemudian diam-diam ia mengambil kertas tersebut dan pulpen yang ada di meja tersebut dan mengantonginya.Sementara itu, Dokter Dani akhirnya mempercayai ucapan James.“Kamu tenang saja, aku rasa ingatan Nona Aleya akan kembali dalam beberapa bulan atau mungkin lebih cepat. Kenangan kalian akan diingatnya lagi,” ucap Dokter Dani mengua
“Siapa wanita itu? Kenapa dia berteriak?”Aleya menatap James dengan rasa penasaran, tapi belum mendapatkan jawaban dari James, dokter datang dan segera memeriksa Aleya.“Mohon maaf, Anda silakan di luar dahulu, dokter akan memeriksa pasien.” Safira menuntun James keluar ruangan.Lelaki muda dan tampan itu terpaksa menuruti perintah Safira dan meninggalkan Aleya dengan dokter yang akan memeriksa keadaannya.Di luar ruangan, Rita terlihat khawatir dengan kondisi Aleya. Ia berdiri tidak jauh dengan James. Wanita yang menjadi penjaga sekaligus asisten Aleya terpaksa harus menuruti dan melihat wajah lelaki yang kini ia benci karena sudah membohongi Aleya.Sementara itu, James terlihat sedang berdiskusi dengan Dion dan Tedy.“Rapikan kamar tamu sekarang. isi lemari dengan pakaian untuk Aleya, beritahu semua orang di rumah termasuk penjaga rumah agar memanggil Aleya dengan panggilan Nona muda, dia adalah tunanganku yang sebentar lagi akan menikah denganku. Orang tua Aleya sudah meninggal d
“Di mana aku?”Pertanyaan itu berasal dari suara parau Aleya yang mulai tersadar. Perlahan ia membuka kedua matanya dan melihat sekeliling ruangan berwarna putih.Kedua pandangan matanya tertuju kepada selang infus yang terpasang di tangan kanannya. Kemudian ia tersadar sedang berada di rumah sakit, di ruang perawatan intensif.“Ada apa ini?” ia mencoba mengingat kejadian yang menyebabkan dirinya berada di ruangan tersebut.Aleya mencoba bangun, tapi tubuhnya terasa seperti remuk.“Aaarrh,” pekiknya menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya.Tubuhnya kembali terkulai di atas kasur, seolah menyerah untuk bangkit. Ia memilih untuk tetap merebahkan tubuhnya di atas kasur.“Suster!” teriak Aleya dengan suara parau.Suster segera masuk ke ruangan tempat Aleya di rawat.“Nona Aleya sudah sadar?” tanya suster bernama Safira dengan suara lembut. Lalu ia mengecek keadaan Aleya yang terlihat kebingungan.“Aku kenapa, Suster?” pertanyaan Aleya membuat Safira tertegun.“Nona Aleya, Anda tidak bisa m
“Tinggalkan saja aku!”Aleya membuat James terkejut hingga ia melepaskan pelukannya.“Kenapa?” tanya James mengerutkan dahinya seolah tidak percaya dengan apa yang didengarnya.“Jika aku merepotkanmu, jauhi aku, lepaskan aku!” Aleya mencoba melepaskan diri dari James.James menghela napas panjang, mencoba mengatur emosinya, biasanya semua wanita akan menuruti semua keinginan dan perintahnya, apalagi mendapatkan perilaku lembut darinya. Namun, tidak dengan Aleya yang selalu membuat James harus ekstra sabar menghadapinya.“Aleya, dengarkan aku!” James memegangi kedua bahu Aleya dengan lembut, “kamu sama sekali tidak merepotkan aku, justru aku merasa bersalah karena telah melibatkanmu dengan semua permasalahanku dengan persaingan bisnisku. Aku ingin kamu tetap bersamaku, aku akan melindungimu.”James justru bersikukuh ingin Aleya tetap bersamanya tanpa mengetahui jika Aleya ingin segera pergi darinya.Aleya bingung harus berkata apalagi untuk melepaskan dirinya dari James.“Ya Tuhan, izi
“Mereka adalah musuhku.”James memberitahu mengenai musuhnya kepada Aleya. Ia tahu betul jika suatu saat nanti Aleya pasti akan mengetahui kehidupan James yang penuh tantangan.“Musuhmu? Kenapa mereka mengincarku?” Aleya semakin penasaran dengan ucapan James.“Sebenarnya mereka mengincarku, kamu hanya sebagai umpan agar aku mendatangi mereka,” jawab James dengan wajah serius.Aleya tersentak mendengar jawaban James, hal yang ia takuti akhirnya terjadi juga.“Ta-tapi kenapa aku yang menjadi umpannya? Memangnya tidak ada orang lain?” hatinya sudah ketakutan sedari tadi, sekarang ditambah dengan pengakuan James yang mempunyai banyak musuh.“Mungkin mereka menyaksikan kita berdua di siaran langsung televisi ketika gedung pameran di serang oleh mantan mertuamu.” James menghela napas panjang.Jauh di lubuk hatinya yang dalam, James merasakan penyesalan karena telah melibatkan Aleya dalam kehidupannya. Wanita yang dia cintai kini harus berjibaku dengan kehidupan keras James. Musuhnya yang ba
Bab 94Penolong“Cepat, Nyonya! Jangan buang waktu kami!” Lelaki yang memakai masker putih terdengar tidak sabar.Aleya yang ketakutan terpaksa ikuti langkah lelaki lain yang ada di hadapannya. “Habisi mereka, hanya wanita itu yang kita butuhkan,” ujar lelaki bermasker putih itu memberikan perintah kepada anak buahnya yang memakai masker hitam setengah berbisik.Secara tidak sengaja Aleya mendengar ucapan yang membuatnya bergetar ketakutan.Aleya menghentikan langkahnya, ia sadar bahwa sasaran utama mereka adalah menangkapnya dan menjadikannya sandera. “Aku akan ikuti perintah kalian, tapi dengan syarat,” ujar Aleya memberanikan diri bicara walau suaranya bergetar ketakutan.“Astaga! Apa lagi?” lelaki bermasker putih itu semakin terlihat kesal dengan Aleya yang seolah mengulur waktu.“Aku ingin mereka berdua ikut aku!” Aleya berusaha menepikan rasa takutnya dan menatap lelaki yang memakai masker putih.Lelaki yang memakai masker putih itu menatap Aleya dengan tatapan taja
“Sial! Kita terjebak.”Rita segera menghubungi Gavin dan meminta batuan setelah mobil yang mereka kendarai berhasil dihadang oleh mobil sedan hitam yang sedari tadi sudah membuntuti mereka.Gavin mengangkat panggilan telepon dari Rita.“Halo ...”Tanpa basa-basi Rita langsung menjelaskan keadaan mereka kepada Gavin.“Gavin, kami dihadang oleh orang tidak dikenal. Aku sudah share lokasi, cepat ke sini!” teriak Rita membuat situasi semakin mencekam.Aleya memegang erat sabuk pengamannya dan mengatur napasnya, ia sedang menenangkan dirinya sendiri.Sementara Rita dan Agus sedang memperhatikan ketiga pria yang turun dari mobil sedan hitam. Ketiga pria itu semuanya berpakaian serba hitam dan menggunakan masker di wajahnya. Salah satunya merupakan pria yang menggedor jendela mobil waktu berhenti di lampu merah.“Rita, bagaimana ini?” tanya Aleya dengan suara yang bergetar. Wajahnya seketika pucat melihat ketiga pria yang menghampiri mereka ternyata membawa tingkat bisbol.“Tenang,
Bab 92Melindungi“Dokter Jomi ingin melindungimu.”Ucapan Rita membuat Aleya tertegun, padahal ia mengharapkan Rita mengucapkan sesuatu yang mendukungnya.“Melindungiku? Maksudmu apa?”Rita menoleh, “Dokter Jomi tahu jika berurusan dengan James pasti hidupnya tidak akan tenang. Dari caranya menghabisi lelaki di bangunan terbengkalai tadi bisa diketahui jika James merupakan orang yang tidak peduli dengan orang lain. Dengan kata lain, dia akan menghabisi orang yang tidak disukai tanpa belas kasihan.”Sekali lagi ucapan Rita membuat Aleya tersentak. Ia baru menyadari kalau risikonya akan separah itu.Aleya menelan salivanya, “Aku memang bodoh. Seharusnya aku mendengarkan ucapan Yavid agar tidak mendekati James. Lalu aku harus bagaimana? Jika aku tiba-tiba menjauh dari James, dia pasti akan menghabisiku,” ujar Aleya yang tampak ketakutan membayangkan akan bernasib sama dengan lelaki malang yang ia lihat tadi pagi.Bahkan James terlihat santai padahal ia baru saja menyaksikan orang