“Besok aku akan menikahimu.”
Yavid mengucapkan kalimat itu tanpa beban. Sedangkan bagi Aleya menikah adalah hal yang menakutkan. Yang terbayangkan di pikirannya adalah siksaan yang akan ia terima setelah menikah.
“Be—besok? Sepertinya terlalu cepat.”
Aleya menelan salivanya. Ia ketakutan jika Yavid akan memperlakukannya sama seperti Jarvis. Menyiksanya.
“Lebih cepat, lebih baik, kan?” Yavid melirik ke Aleya.
Wajah Aleya terlihat pucat. Ia memang ingin membalaskan dendam kepada Jarvis dan keluarganya, tapi jika menikah dengan Yavid secepat ini, malah membuat keberaniannya kembali menciut.
“Ta—tapi, kamu seorang pimpinan perusahaan terbesar di Endosiana, aku rasa aku tidak pantas menjadi istri kamu,” Aleya menundukkan wajahnya.
Aleya sadar jika dirinya bukan lagi anggota keluarga Alvaro, juga bukan pemilik sebuah perusahaan. Walaupun menikah dengan seorang pemimpin perusahaan, ia tidak yakin bisa melawan musuhnya.
“Aleya, dengarkan aku!” Yavid menatap Aleya dengan serius, “aku yang menentukan siapa yang akan menikah denganku. Aku tidak suka dengan mental lemah seperti ini.”
Aleya terdiam mendengar ucapan Yavid yang mencoba meyakinkan dirinya.
“Tapi aku hanyalah orang kecil, aku bukan lagi anggota keluarga Alvaro.”
Aleya kembali meneteskan air matanya. Yavid duduk menghadap ke Aleya.
“Dengar! Kamu harus seperti jarum! Kecil, tapi ketika menusuk akan sangat menyakitkan. Ikuti saja rencanaku.”
Ucapan Yavid membuat Aleya tertegun. Kenapa sekarang Yavid terdengar seperti seorang motivator? Yavid masih menatap Aleya dengan serius.
“Ba—baiklah, aku akan mengikuti rencana kamu,” Aleya mulai yakin jika Yavid memang ingin menolongnya.
Senyum tipis terukir di bibir Yavid dengan kumis tipis di atasnya. Aleya menyaksikan senyuman pertama Yavid kepadanya. Rasanya sungguh aneh.
“Mulai sekarang kamu tinggal di rumahku.”
Yavid kembali duduk menghadap depan.
“Apa? Tinggal di rumah kamu? Lalu aku harus tinggal bersama Belina si wanita kasar itu?” Aleya terperanjat.
Tinggal berjauhan dengan Belina saja sudah membuatnya tersiksa, apalagi jika tinggal satu rumah.
“Bodoh! Aku sudah setahun tidak tinggal lagi bersama Verrel. Nenek sudah mengijinkan aku tinggal di rumahku sendiri.”
Yavid mengusap dahinya sendiri melihat kepanikan Aleya.
“Syukurlah.” Ujar Aleya sambil mengelus dadanya.
Sesampainya di mansion milik Yavid, Aleya menempati kamar pribadi yang luas dan mewah. Banyak bunga mawar merah menghiasi setiap meja. Wanginya sungguh menenangkan.
“Ini kamarmu. Semua pakaian sudah disiapkan di dalam lemari. Besok kita akan ke cacatan sipil.”
Jantung Aleya kembali berdebar mendengar ucapan Yavid.
“Ba—bagaimana jika ... kita menikah beberapa hari lagi. Aku ingin—.”
Belum juga Aleya menyelesaikan ucapannya, Yavid langsung memotong ucapan Aleya.
“Tidak bisa! Besok kita menikah!” ujar Yavid singkat sebelum meninggalkan kamar Aleya.
Yavid menutup kamar Aleya. Sedangkan Aleya masih berdiri mematung membayangkan nasibnya jika menikah dengan Yavid.
“Menikah dengan Jarvis saja aku selalu disiksa, dipukuli, ditampar. Sekarang aku harus menikah dengan pamannya demi membalas dendam. Apakah ini setimpal, Aleya?”
Aleya bersandar ke dinding dan perlahan ia duduk di lantai. Rasa cemas kembali menghantui hatinya.
“Apakah penyiksaan itu akan terulang?”
Ia masih ingat betul bagaimana Jarvis secara tiba-tiba menamparnya, memukulnya bahkan menarik rambutnya hingga tubuhnya tersungkur. Tangannya menyentuh benda dari dalam saku cardigan. Aleya mengambil benda dari dalam sakunya. Obat depresan yang selama ini ia konsumsi.
“Aku ingin bersama ibu, aku lebih baik menyusul ibu,” Aleya menangis sedih karena tiba-tiba terpikirkan mengakhiri hidupnya dan bertemu dengan ibunya di alam surga.
Aleya mengeluarkan enam pil sekaligus dan meminumnya secara bersamaan. Tidak lama kemudian tubuhnya gemetar hebat, kini tubuhnya tergeletak di lantai. Dari mulutnya keluar air liur perlahan kesadarannya mulai menurrun.
“I—ibu,” ucap Aleya lirih.
Tubuhnya masih gemetar di lantai rasa sakit di kepalanya begitu hebat, hingga akhirnya seorang pelayan menemukannya dan berteriak sekencang mungkin meminta bantuan.
“Aaa, siapapun! Tolong! Tolong!”
Rita berteriak setelah melihat kondisi Aleya.
“Ada apa?”
Yavid masuk ke dalam kamar Aleya sambil terengah-engah karena berlari dari lantai satu menuju ke lantai dua.
“Nyonya Aleya ...” Rita menunjuk ke arah Aleya.
Yavid terkejut dan panik melihat keadaan Aleya yang tergeletak di lantai dengan kondisi lemas kedua matanya terpejam, tapi tubuhnya masih gemetar. Yavid segera menggendong tubuh Aleya.
“Siapkan mobil, aku akan membawanya ke rumah sakit. Rita, kamu ikut denganku!”
Pelayan yang menemukan tubuh Aleya tersebut mengangguk dan mengikuti langkah Tuannya.
“Ibu?”Kedua mata Aleya terbelalak melihat sosok wanita berambut panjang memakai baju putih sedang berdiri di hadapannya.“Ibu, aku rindu ibu,” Aleya merentangkan kedua tangannya bermaksud ingin memeluk ibunya.Wanita itu hanya tersenyum tapi tidak menghampirinya. Aleya juga tidak bisa mendekat. Aleya mengernyitkan dahinya.“Kenapa ibu? Aku datang untuk bersama ibu.”Wanita itu malah tersenyum dan mundur perlahan menjauh dari Aleya.“Ibu. Kenapa menjauh, bu,” pekik Aleya sambil berusaha mengejar ibunya, tapi kedua kakinya malah terasa berat.Wanita itu semakin menjauh, membuat Aleya menangis sedih.“Kamu harus seperti jarum, kecil tapi ketika menusuk akan sangat menyakitkan. Bangkitlah, nak. Kamu berhak bahagia.”Aleya tertegun mendengarkan ucapan ibunya. Perlahan sosok ibunya menghilang di antara cahaya putih yang tiba-tiba muncul.“Ucapan itu sama seperti ucapan ...” Aleya mengernyitkan dahinya ketika melihat sosok lelaki yang menghampirinya, “Yavid?”Aleya membuka kedua matanya per
“Bangunlah, Nyonya. Tuan Yavid sudah pergi.”Aleya terkejut mendengar ucapan Rita yang bisa menebaknya sedang berpura-pura belum sadar. Aleya segera membuka kedua matanya.“Bagaimana kamu tahu kalau aku sudah sadar?”Pertanyaan Aleya membuat Rita tersenyum.“Syukurlah, Nyoya sudah sadar. Saya tidak sengaja saya melihat Nyonya membuka mata waktu saya masih berada di luar kamar. Tapi waktu Tuan Yavid akan masuk, Nyonya segera memejamkan mata lagi.”Aleya menjadi malu setelah ketahuan berbohong.“A—aku hanya ingin memastikan jika Yavid tidak mempermainkan aku.”Rita berdiri mendekat ke Aleya.“Jangan melakukan tindakan seperti tadi lagi. Saya dan Tuan benar-benar cemas dengan keadaan Nyonya.”Mendengar ucapan Rita membuat Aleya terkejut.“Cemas? Lelaki dingin itu cemas?”Tentu saja Aleya tidak percaya begitu saja dengan ucapan Rita.“Tuan berlari begitu cepat ketika saya berteriak minta tolong. Tanpa ragu Tuan menggendong Nyonya dan dibawa ke rumah sakit ini.”Aleya ingat saat Rita berte
“Dasar lelaki sombong, menyebalkan!”Aleya kesal, lalu memijat kembali dahinya. Kepalanya masih terasa pusing.“Kamu pembohong, Rita!” dengus Aleya kesal.Rita terkejut dirinya ikut terseret atas sikap Tuannya yang membuat kesal Aleya.“Saya berbohong?”Aleya menatap Rita dengan tatapan tajam.“Kamu bilang Yavid mencemaskan aku, tapi buktinya? Dia enggak nunjukin perhatiannya sama sekali. Manusia macam apa dia?”Aleya menumpahkan kekesalannya kepada Rita. Pelayan itu hanya bisa tersenyum memaklumi sikap majikannya tersebut.“Maafkan saya, Nyonya. Mungkin Tuan sedang ...”Belum juga Rita menyelesaikan ucapannya, Aleya segera memotong ucapannya.“Ssstt. Jangan bicara lagi, kamu pasti akan membelanya. Astaga, sepertinya aku terjebak permainannya Yavid,” dengus Aleya sambil terus memijat dahinya.Keesokan harinya, tubuh Aleya sudah terasa membaik, ia sudah bisa duduk dan rasa pusing sudah mulai berkurang. Selang infus juga sudah di cabut oleh suster. Rita masuk dengan pakaian yang berbeda
“Kita mau kemana?”Rita tidak menjawab pertanyaan Aleya. Ia fokus mendorong kursi roda yang ditempati oleh Aleya menuju basement.“Gavin ada di sana,” Rita segera melajukan kursi roda ke arah mobil merci hitam.Wajah Gavin dan Rita terlihat tegang. Rita membantu Aleya masuk ke mobil. Setelah Aleya duduk di kursi belakang, Gavin menyimpan kursi roda di bagasi dan Rita segera masuk ke mobil.“Bagaimana bisa mereka ada si sini?” tanya Rita kepada Gavin.Aleya masih kebingungan dengan pertanyaan Rita.“Sebenarnya apa yang terjadi?”Aleya menatap Rita lalu Gavin secara bergantian.“Nyonya Belina dan Tuan Verrel tiba-tiba datang dan melakukan audit di luar jadwal. Informanku bilang kalau ada yang membocorkan keberadaan Nyonya Aleya. Mereka tidak ingin Nyonya Aleya ada di rumah sakit ini.” Gavin menjelaskan sambil mengemudikan mobil sedan hitam menuju rumah Yavid.Aleya tertegun mendengar jawaban Gavin.“Mereka benar-benar membenciku, sepertinya mereka ingin melihatku menderita,” ujar Aleya
“Aku ingin menikah dengan kamu.”Yavid tertegun mendengar ucapan Aleya. Terlebih lagi ia melihat Aleya berjalan menuju ruang kerjanya di lantai satu.“Apa? Kamu terlalu banyak minum obat lagi sepertinya.”Yavid menghampiri Aleya sambil membersihkan kedua tangannya yang terdapat bercak darah setelah memukuli Jony.“Duduk! Aku tidak ingin kamu pingsan lagi. Merepotkan!” tukas Yavid.ALeya malah kesal dengan sikap acuh Yavid.“Bukankah kamu yang bilang jika lebih cepat lebih baik?” Aleya menatap sinis.Aleya tidak mau duduk sebelum Yavid menyetujui rencananya.“Kamu aneh. Kemarin aku ajak menikah cepat kamu nolak. Sekarang kamu malah maksa untuk nikah cepat.”Yavid menatap Aleya dengan serius.“Kamu yang menawarkan bantuan. Aku setuju dengan tawaranmu.”Aleya meneguhkan hatinya untuk rencana balas dendam. Salah satu rencananya adalah menikah dengan Yavid. Walau rasa takut di hatinya berusaha membuat nyalinya goyah.“Jika itu keputusanmu. Baiklah, kita menikah hari ini.”Ucapan Yavid kemb
“Kenapa lambat sekali?”Yavid menggerutu sambil menoleh ke arah Rita, dia sudah berdiri di samping mobil selama lima belas menit menunggu Aleya. Sedangkan Aleya berdiri di belakang Rita, bersembunyi dari tatapan tajam Yavid.“Seharusnya aku menghukum kamu karena —“ tiba-tiba suara Yavid tercekat ketika melihat sosok Aleya yang berjalan menghampirinya dengan penampilan yang berbeda.Wanita berambut sebahu itu memakai dress cuttingan Sheath ditambah satu susun kerut di bagian bawah serta kerah Square dan lengan model Puff menambah kesan mewah, anggun dan feminim. Sangat cocok ditubuh Aleya.“—cantik,” ujar Yavid yang secara tidak sadar memuji Aleya sambil berdiri mematung melihat kecantikan calon istrinya tersebut.Rita tersenyum mendengar ucapan Tuannya, sedangkan Aleya malah terus menundukkan wajahnya dan merasa canggung.Yavid segera tersadar, “Bodoh! Kenapa malah diam di situ? Cepat masuk ke mobil!” sentak Yavid yang salah tingkah dan segera duduk di kursi belakang mobil sedan hitam
“Untung saja kali ini kita lolos dari Jarvis.”Aleya menghela napas panjang, rasa khawatir menggelayuti pikirannya, tapi tidak ada yang bisa ia lakukan sekarang. Ia menyenderkan kepalanya ke jendela mobil seraya memandangi deretan toko yang ia lewati.Situasi jalanan sedang macet, mobil mereka berhenti di depan sebuah toko peralatan lukis bernama Little Art berjarak seratus meter dari persimpangan lampu merah. Kedua mata Aleya tertuju ke toko lukis tersebut.Matanya membulat teringat sepuluh tahun yang lalu ia dan ibunya sering membeli alat lukis di sana.Terukir senyum di bibir tipis Aleya, kenangan manis bersama mendiang ibunya di toko itu masih membekas di ingatannya. Bagi Aleya, melukis merupakan kegiatan untuk menumpahkan semua keluh kesahnya. Namun, sejak ibunya meninggal, semua alat lukisnya di bakar oleh Purnama bahkan ayah kandungnya tersebut menunjukkan sifat aslinya yang kasar dan tamak.“Nyonya!”Panggilan Rita membuat Aleya tersadar dari lamunannya, “ A—apa?” jawabnya tan
“Tapi, sepertinya Yavid enggak akan mengizinkan aku keluar rumah.”Wajah Aleya cemberut. Maria berjongkok di hadapan Aleya, kemudian berbisik.“Tuan Yavid tidak akan tahu jika Nyonya hanya sebentar di sana.”Aleya memikirkan sejenak ucapan Maria, walau ragu ia akhirnya setuju dengan saran Maria. Selama beberapa hari ini hatinya selalu tidak tenang. Dengan melukis ia yakin akan mendapatkan ketenangan dan depresi yang ia alami akan berkurang.“Baiklah, kita ke sana, aku akan panggil Rita.” Baru saja Aleya beranjak dari tepi tempat tidur, Maria segera menghentikan langkah Aleya.“Nyonya, jika Rita ikut, maka Tuan Yavid akan tahu. Rita merupakan tangan kanan Tuan Yavid, sepertinya tidak mungkin jika Rita setuju. Sebaiknya Nyonya pergi secara diam-diam.”Aleya terdiam, berpikir sejenak sebelum akhirnya berkata, “Benar juga, jika Rita ikut maka Yavid akan tahu.” Walau ragu, Aleya tetap mengikuti saran Maria untuk pergi secara diam-diam.Maria mengajak Aleya ke lantai satu melalui jalan khus
“Kamu sudah bangun?”Suara Yavid terdengar tenang ketika melihat Aleya membuka matanya. Kemudian ia melirik ke arah suaminya tersebut yang sedang memakai pakaian kerjanya.Aleya bangkit dari tempat tidurnya dan menghampiri Yavid.“Semalam kamu tidak pulang?” Tanya Aleya.Aleya berniat memuaskan Yavid agar amarahnya benar-benar hilang, tapi setelah menunggunya semalaman hingga ia tertidur, ternyata Yavid tidak kunjung pulang.“Aku ada urusan dengan perusahaan Steel. Mereka akan bekerja sama dengan perusahaan kita dengan menyiapkan alat berat yang akan kita jual.” Yavid menjelaskan sambil menatap cermin di hadapannya.Pandangannya tertuju kepada tubuh Aleya yang memakai mini dress semi transparan yang menunjukkan lekuk tubuhnya dengan sempurna. Sebagai lelaki normal Yavid berkali-kali menelan salivanya menahan gejolak hasrat yang perlahan bangkit ketika dihadapkan dengan wanitanya yang berpakaian seksi.“Hari ini pagi-pagi sekali kamu sudah mau pergi lagi?” tanya Aleya dengan suara lemb
“Besok kita ketemu di gedung pameran.”James tampak bahagia bertemu dengan Aleya. pandangan matanya selalu tertuju kepada wajah Aleya yang cantik.“Baiklah, kita bertemu di sana.” Aleya juga menunjukkan ketertarikannya kepada James. Bukan karena menyukai lelaki berparas tampan itu, tapi bertujuan untuk membuat Yavid cemburu.“See you, cantik,” ujarnya setelah mengecup punggung tangan Aleya dengan lembut sebelum pergi.Yavid terlihat menghembuskan napasnya dengan kasar ketika melihat sikap James kepada Aleya. Semakin terlihat kesal wajah Yavid, semakin bersemangat untuk Aleya membuat hati suaminya itu mendidih.James bahkan lupa berpamitan kepada sahabatnya sendiri. Yavid segera menghampiri Aleya dengan wajah marah dan napasnya menderu.“Kenapa kamu bersikap murahan di hadapan James?” suara baritonnya membuat sosoknya menakutkan jika sedang marah.Aleya tahu resikonya jika membuat Yavid marah, hal menakutkan pasti akan terjadi. Aleya terdiam melihat suaminya menunjukkan marahnya.“Asta
“Sepertinya kamu kenal baik dengan Belina.”Aleya semakin penasaran dengan masa lalu Kristy. Sikap gugupnya menjadi celah bagi Aleya untuk mengulik lebih jauh mengenai wanita yang pernah menjadi tunangan Yavid.Kenapa harus Kristy yang Yavid ajak untuk kerja sama? Kenapa Yavid mengajak mantan tunangannya untuk kerja sama? Pertanyaan yang semakin membuncah di hati Aleya.Kristy tertawa kecil, “Aleya, tidak semua bisa kamu ketahui tentang aku. Masih banyak hal yang menarik bisa kita pelajari untuk membuat perusahaan Strugle semakin berkembang bukan tentang aku.”Aleya tertegun mendengar ucapan Kristy, “Sepertinya banyak rahasia yang dia tutupi tentang Belina,” bisiknya dalam hati.Kristy berdiri sambil menatap Aleya, “Sepertinya Yavid sedang membicarakan hal penting dengan James. Tapi aku tidak bisa menunggu lagi, ada hal yang harus aku urus.”Aleya beranjak dari tempat duduknya lalu menyunggingkan senyum, “Silakan, nanti aku akan sampaikan ke pak Yavid kalau kamu harus pergi.”Kepergia
“Siapa wanita muda ini?”Kristy menoleh ke arah Yavid sambil tersenyum kecil. Sebagai mantan tunangannya, setidaknya Kristy tahu jika lelaki yang pernah ia cintai itu jika membiarkan seorang wanita bisa dekat dengannya maka artinya wanita tersebut spesial dihatinya.Tentu pertanyaan Kristy bukan hanya basa-basi, ia ingin memastikan jika Yavid masih sendiri.“Dia ...” belum juga Yavid menjawab pertanyaan Kristy, Aleya menjawabnya dengan lugas dan tegas.“Aku hanya wanita biasa yang mencoba mendirikan perusahaan bersama orang yang kompeten seperti Yavid.” jawab Aleya.“Ehem!” Yavid berdehem pelan.“Maksudku, Pak Yavid.” Aleya menghela napas pendek.Aleya merasa tidak nyaman untuk berbohong mengenai statusnya dengan Yavid. sesungguhnya ia ingin sekali menyebutkan bahwa Yavid itu suaminya dan membuat Kristy patah hati. Sebagai sesama wanita, ia mengerti tatapan Kristy kepada suaminya, bukan hanya tatapan seorang rekan kerja, tapi tatapan cinta yang sedang bersemi kembali.Kristy menoleh k
“Ganti bajumu!”Yavid memang terpesona ketika melihat pakaian yang digunakan oleh Aleya, seksi dan menarik perhatian.Namun ia sadar kalau mereka akan bertemu dengan Kristy di tempat umum. Dengan pakaian seksi itu pasti menarik mata para lelaki yang ada di sana. Apalagi paras Aleya yang cantik membuat semua mata pasti menatapnya.“Loh kenapa?” Aleya protes.“Kamu bukan Kristy,” jawab Yavid sambil berjalan menuju walking closet untuk berpakaian.Aleya mengikuti langkah Yavid.“Apakah aku tidak menarik seperti Kristy?” tanyanya kesal.“Ganti pakaianmu!” ujar Yavid lagi tanpa menoleh.“Tidak mau!” jawab Aleya bersikukuh dengan pakaian yang digunakan.Yavid menatap Aleya, “Ganti pakaianmu! Aku tunggu di mobil,” ujar Lelaki dingin itu lalu pergi meninggalkan Aleya sendirian di kamar.“Ish! Menyebalkan!” Gumam Aleya kesal.Setelah menunggu beberapa menit, Aleya dan Rita menghampiri Yavid yang berdiri di samping mobil.Yavid melihat Aleya sambil menyunggingkan senyum kecil.Wajah Aleya meman
“Aleya!”Yavid melihat dari balik pintu ruang lukis yang sudah terbuka, lalu menghampiri istrinya itu karena tidak menoleh saat dipanggil olehnya.“Aleya, pagi-pagi begini kamu sudah ...” Yavid menghentikan ucapannya juga langkahnya ketika Aleya menoleh dengan wajah marah.Handuk kimono berwarna putih yang dikenakan Aleya juga terdapat banyak noda cat berwarna merah dan hitam. Yang membuat Yavid tertegun adalah lukisan yang baru saja dibuat oleh wanita yang semalam ia puaskan dengan permainannya di atas ranjang. Ternyata Aleya masih menyimpan rasa cemburu.Terlukiskan sepasang wanita dan pria ada di dalam lingkaran api, mereka berdua berpegangan tangan, tapi si pria menoleh ke arah wanita yang berdiri di luar lingkaran api.Dengan gradasi warna hitam orange dan merah menyala membuat lukisan itu terasa nyata bagi Yavid.Glek! Yavid menelan salivanya sebagai tanda ada rasa takut yang membuncah dalam dirinya kepada wanita yang telah mencuri hatinya itu.Tatapan Aleya sedingin es, genggam
“Sepertinya Aleya sudah tidur.”Yavid perlahan menutup pintu kamarnya, ia melangkah dengan hati-hati agar tidak membangunkan Aleya yang terlihat sudah tertidur.Lelaki tampan itu menuju meja kecil dekat jendela dan mengambil segelas air putih. Ketika membalikkan badannya, alangkah terkejutnya Yavid melihat Aleya sudah duduk di ujung tempat tidur sambil menatapnya dengan tatapan tajam.“Astaga!” pekiknya dan menumpahkan air sehingga membasahi kemejanya.“Aleya, kenapa tiba-tiba kamu duduk di situ?” tanya Yavid kesal.Aleya bergeming, ia masih menatap suaminya itu dengan tatapan tajam. Yavid sadar jika Aleya pasti marah karena ia melihat Kristy ada di sampingnya selama pembukaan pameran lukisan.“Kenapa? kamu sudah melihat Kristy? Rita yang beritahu kamu?” tanya Yavid berusaha bersikap tenang. Walau sebenarnya ia sudah mengetahui jika Aleya akan marah ketika menyaksikan berita mengenai pameran lukisan.“Aku ingin bertemu langsung.”“Nanti juga kamu akan bertemu dengan dia, kita kan mema
“Cari tahu siapa wanita itu!”Napas Aleya tersengal-sengal, tatapannya ke layar televisi semakin menakutkan. Kamera itu masih menyorot wanita cantik dan seksi yang berdiri di samping Yavid.Entah kenapa Aleya mempunyai firasat tidak baik dengan sosok wanita yang terlihat akrab dengan suaminya tersebut.“Namanya Kristy,” jawab Rita sambil melirik ke arah Aleya.Kedua tangan Aleya mengepal, sudah jelas jika ia sedang menahan marah terhadap wanita yang ada di tayangan televisi.“Hmmm, ternyata ini yang namanya Kristy, dia cantik, seksi,” suara Aleya bergetar karena menahan marah. “Pantas saja aku tidak diizinkan ikut ke pameran lukis ternyata karena wanita itu.” Aleya terbakar cemburu karena mengira jika Yavid sengaja berpaling ke wanita lain.“Siapa dia?” tanyanya lagi tanpa memalingkan pandangannya.Rita gugup untuk menjawabnya, seharusnya yang menjawab ini adalah Tuannya.Wanda menyenggol tangan Rita karena tidak cepat menjawab pertanyaan Aleya. Desakan Wanda membuatnya tambah bingun
“Gavin?”Semua orang terkejut melihat Gavin membawa lukisan Aleya satu per satu entah dibawa ke mana.“Kenapa Gavin melakukan ini?” tanya Aleya terkejut melihat pelaku pencuri lukisannya dari kamera pengawas.“Tidak mungkin Gavin melakukan ini, pasti ada yang menyuruhnya.” Rita terlihat cemas melihat rekannya melakukan pencurian lukisan majikannya.“Maksudmu Gavin menjadi pengkhianat?” tanya Aleya tidak percaya.Rita dan Wanda saling beradu pandang, mereka juga tidak menduga jika Gavin tega berkhianat. Lalu siapa yang menyuruhnya?Rita segera menghubungi Gavin, tapi tidak smart phonenya tidak bisa dihubungi.Aleya juga berusaha menghubungi Yavid.“Ya, ada apa?” Yavid menjawab teleponnya dengan nada dingin.“Aku mau ...”Yavid memotong ucapan Aleya, “ Aleya, telepon lagi nanti. James sudah datang,” ujarnya lalu menutup panggilan teleponnya.“Akh, sial!” umpat Aleya, “tunggu, James? Siapa James?” tanyanya kepada orang-orang yang ada di sekitarnya.Hampir semuanya tidak mengetahui orang