Di kediaman keluarga Gulshan, disebuah kamar ada seorang wanita paruh baya tengah duduk dan merajut sebuah pakaian. Ia adalah Bu Rima Gulshan.
Ditengah kesibukannya merajut pakaian tersebut, terdengarlah suara pintu di buka. Ia menengok karena di rumah dia hanya sendirian.
Ceklek
"Siapa disana?" tanya bu Rima.
Bu Rima kaget saat melihat anaknya Varendra, yang sudah sangat lama sekali ia rindukan. Mereka terpaksa terpisah karena sebuah insiden yang terjadi. Insiden yang merubah seluruh kehidupan keluarga Gulshan.
"Ibu." ucap Varendra.
Bu Rima bangkit menghampiri sang anak yang sangat ia rindukan.
"Rendra, anaku..."
"Ibu...."
Mereka berdua saling berpelukan erat, dan menangis. Sungguh suara tangisan bu Rima terasa begitu memilukan untuk di dengar. Bu Rima yang tersadar segera melerai pelukan tersebut kemudian menutup pintu dan menguncinya rapat rapat.
Penderitaan hidup yang mereka jalani sangat berat, tepat di mata bu Rima. Mereka selalu mengancam wanita paruh baya tersebut.
"Mengapa kamu datang nak, mereka selalu mengintai rumah kita." ucap bu Rima.
"Aku bisa melawan dunia bu, tapi aku tak akan sanggup jika tidak melihatmu "
Bu Rima kembali menangis di depan anaknya.
"Apa yang terjadi nak?" tanya bu Rima di sela tangisnya.
"Mengapa kehidupan kita seperti di buku dongeng? Aku masih ingat tentang anak itu...Apakah dia tidak bersalah dan bisa bebas...Seorang anak dengan ayahnya." ucap bu Rima lagi. Ia mengingat Varendra dan Varma suaminya ditangkap tiba tiba.
Bayangan kehidupan masalalu yang bahagia menari nari di benaknya. Bu Rima melamun, sambil mengelus puncak kepala Rendra yang berada dipangkuan ibunya.
Terlihat seorang anak kecil berusia sekitar 8 tahun tengah di gendong ayahnya, mereka bersenda gurau sambil menyanyi bersama mengelilingi pedesaan.
anak itu adalah Varendra kecil dan juga pak Varma, sedari kecil Rendra selalu di didik oleh kedua orang tuanya untuk memiliki sikap patriotisme. Membela negaranya dijalan yang benar.
Ayah dan anak itu kompak bersenandung.
Negara saya adalah simbol perdamaian dan kemakmuran
Aku bisa mengorbankan hidup saya untuk negara ini
Ini rumah saya, tanah airku..
Tanah air tercinta
Mari kita buat negara ini menjadi surga
Untuk menghias setiap sudut negri ini
Kita akan berpesta
Semua bebas dan kenyang
Rendra adalah anak yang cerdas, sedari kecil ia selalu ikut ayahnya pergi ke berbagai acara yang berbaur dengan semua warga. Rendra dan keluarganya selalu menjunjung tinggi kejujuran.
Varendra semakin tumbuh menjadi pemuda tampan yang memiliki rasa patriotisme tinggi, Ia adalah seorang mahasiswa di salah satu ternama di kotanya.
Suatu hari terjadi keributan di depan aula kampusnya, yang menjurus akan terjadinya sebuah tawuran. Dan para berandalan itu ingin menghancurkan nama baik kampus tersebut. Namun Rendra datang disaat yang tepat.
Rendra memimpin teman teman kampusnya untuk bersatu melawan para berandalan tersebut. Disaat itu pula Maura ada disana dan melihat semuanya, Maura merasa tertarik pada pandangan pertama ketika melihat Rendra yang membela nama baik kampusnya.
Tak hanya menghentikan pertikaian tersebut, Rendra justru merangkul para berandalan itu untuk berdamai dengan pihak teman kampusnya. Maura yang menyaksikan dari awal merasa terpukau dengan tindakan Rendra.
Sejak saat itu Maura mulai meneror Rendra dengan memberikan surat surat cinta tanpa nama. Tak hanya di kampusnya namun Maura juga mengirimkan surat ke rumahnya. Hingga Rendra digoda oleh ibu dan ayahnya.
Sesampainya Rendra di rumah, ia hendak masuk ke kamarnya namun dipanggil oleh bu Rima.
"Rendra..."
"Iya bu." Rendra menghentikan langkahnya kemudian menoleh ke arah sang ibu yang tengah duduk disamping ayahnya.
Betapa kagetnya Rendra saat sang ibu menunjukan sebuah surat ditangannya. Bu Rima menunjukannya dengan tersenyum jahil meledek Rendra.
"Oh tidak, surat lain." gumam Rendra.
"Bukan surat biasa nak, tapi surat cinta." goda bu Rima.
"Ayolah nak, kau harus bersyukur jika kau memiliki penggemar bahkan kekasih." ucap pak Varma sambil tersenyum lembut.
"Apa yang dikatakan ayahmu benar nak, kami tidak tahu apa yang dia tulis kok."
"Sayang, apa yang kamu bicarakan?" tanya pak Varma.
"Dia merasa tindakanmu kemarin adalah romantis, dia adalah seorang patriot sejati."
"Jika kau bertemu dengannya, katakanlah tentang perasaanmu." ucap bu Rima lagi.
"Bu, aku tidak tahu siapa dia bu." jawab Rendra dengan sedikit merengek.
Pak Varma dan bu Rima menjadi saling pandang kemudian tersenyum tipis seolah meledek anaknya.
"Aku nggak tahu apakah surat itu untuku." ujar Rendelra menjelaskan membuat orang tuanya semakin tersenyum simpul.
Rendra meninggalkan kedua orang tuanya dan pergi ke perpustakaan kampus, untuk menghilangkan kegalauannya karena teror itu. Namun kemanapun ia pergi, ia selalu menemukan surat cinta dimana mana.
Ternyata diperpustakan kampus saat itu juga ada Maura disana, gadis itu berpura pura saat melihat Rendra yang tampak gelisah. Maura memperhatikan Rendra yang tampak kalut itu. Rendra menoleh ke arah Maura dan mencoba bertanya.
"Maaf, apa kamu melihat seorang gadis disini yang menaruh surat ini?" tanya Rendra sambil menunjukan sebuah surat.
"Surat? Surat apa?" dengan suara sedikit bisik bisik karena mereka sedang berada di perpustakaan. Namun Rendra enggan menjawab karena ia malu tentang surat itu. Kemudian Rendra pindah tempat duduk disamping Maura.
"Boleh aku duduk disini?" tanya Rendra.
"Ya, silakan." jawab Maura.
Kemudian Rendra menceritakan tentang teror surat cinta yang ia dapat kepada Maura, padahal itu semua kelakuan gadis di depannya itu. Rendra meminta bantuan pada Maura untuk mengungkap siapa sebenarnya dalang dibalik surat cinta yang selalu diterima olehnya.
"Aku selalu mendapatkan ini dari seorang gadis, kemanapun aku pergi. Di rumah, di Ladang, di Kampus."
Dalam hati, Maura tersenyum sendiri mendengar cerita Rendra. Ia senang karena akhirnya ia bisa dekat dengan lelaki pujaannya itu, walau dengan cara yang seperti ini. Maura menampakan raut terkejut mendengar penuturan Rendra.
"Sungguh, apa yang ia tulis?"
"Hanya aku cinta! Omong kosong apa ini, Konyol!"
"Apa kau pernah jatuh cinta?" tanya Rendra.
"Tidak." jawab Maura.
"Sama sekali?"
"Bagaimana jatuh cinta itu?" tanya balik Maura dengan berpura pura.
"Bagiamana ya? Saya pun tidak tahu, saya belum pernah jatuh cinta." jawab Rendra.
Ohoooo ternyata seperti itu, ucap Maura dalam hati.
"Bisakah kau membantuku?" tanya Rendra.
"Aku? Apa yang perlu aku bantu?"
"Tolong bantu aku mencari orang yang menaruh surat surat itu." ucap Rendra.
"Kenalkan namaku Rendra, kau siapa?"
"Oh, aku Maura."
"Kau tahu semua gadis dikampus ini kan?"
"Ya, kenapa?"
"Aku ingin tahu gadis ini." jawab Rendra.
"Oke."
Karena suara keduanya yang cukup berisik di dalam perpustakaan, akhirnya mereka di tegur oleh penjaga perpus. Dan mereka meninggalkan tempat itu.
Rendra dan Maura menuju kantin sambil terus membicarakan teror surat cinta itu. Sungguh konyol sih kalau dipikir, dijaman sekarang masih saja ada seseorang yang mengagumi orang lain namun ditumpahkan lewat sepucuk surat cinta. Salah bukan sepucuk, karena nyatanya surat itu banyak sekali. Dimanapun tempat yang Rendra datangi pasti selalu ada surat cinta dari Maura.
Sejak saat itu Maura dan Rendra semakin dekat, mereka menjalin pertemanan. Namun Rendra masih terus mendapatkan surat cinta dari Maura tanpa sepengetahuan Rendra sendiri. Dan Rendra juga tak pernah curiga kepada Maura sedikitpun.
"Apa kau akan ikut dalam perjalanan tour kampus kita?" tanya Maura."Tentu.""Bagus, kita bisa satu kelompok dan akan mencari tahu tentang gadis itu. Semoga kita bisa segera mengetahuinya.""Mengapa gadis ini begitu tergila gila padamu." ucap Maura lagi."Ide bagus."****Beberapa hari berlalu, kini tiba saatnya perjalanan tour kampus. Bus hampir saja berangkat, namun Rendra baru sampai. Disaat ia hendak duduk di kursinya lagi lagi ia menemukan sebuah surat disana.Maura menaiki bus tersebut dan di panggil oleh Rendra."Maura.""Ya, surat lagi?" tanya Maura."Bagaimana kau tahu?" Jawab Rendra."Dari wajahmu sudah terlihat jelas." jawab Maura enteng."Ya Maura, kau benar. Hal ini sangat cepat.""Permisi, ini tempat duduku." Tiba tiba Susi datang ke arah Maura dan Rendra, karena tempat duduk di samping Rendra adalah milik Susi.Rendra menoleh sebentar ke arah Susi, seorang gadis gendut berkulit coklat."Maaf, saya perlu bicara dengannya. Apakah kamu ingin mengambil tempat duduk sata saj
Susi masih saja mengejar ngejar Rendra di taman dengan dibantu teman teman mereka, Susi menangkap Rendra dan memeluknya dari belakang. Sambil Rendra terus bernyanyi dan menghindar dari Susi dan mendekat ke arah Maura.Ini tidak mungkinIni tidak mungkinAku tidak akan pernah jatuh cinta denganmuGadis impian sayaTidak ada di kehidupan nyataAku tidak akan menempatkannya sembarangan di hati sayaWalaupun dalam mimpi sayaTidak akan terjadiDi tengah keramaian yang terjadi, Maura melamun disana hanya ada dirinya dengan Rendra. Terlihat Rendra yang berusaha mengejar Maura, namun Maura terus saja menghindar dan bersembunyi agar tidak ketahuan identitasnya.Di atas kertasHati iniApakah gambarYang terbuat dari mimpiBibirmu terlihat seperti kelopak bungaMatamu seperti lautRambutnya belenggu murniSangat memabukan hatiIni adalah hal yang paling indahGadis di duniaGadis yang hidup di mimpi iniSebenarnya bisa saja adaDalam cermin mimpiDi tepi mata sayaGadis ini berada dalam pikira
Keesokan harinya, di taman dekat kampus jam enam pagi. Rendra sudah berada disana, menunggu seseorang. Tak lama Maura pun datang, Rendra yang melihat hal itu menjadi kaget, dan membuatnya dugaaan prasangkanya dibenarkan."Kau? disini?" tanya Rendra.Maura yang kaget saat melihat Rendra pun akhirnya kembali berkilah, namun dia tidak melihat Susi disana."Ya, aku sedang berjalan jalan saja. Dia datang kesini?" kemudian ia memilih berdiri disamping Rendra."Kemarilah, duduk. Aku akan memberitahumu."ucap rendra menepuk tempat disebelahnya kemudian Maura duduk disana."Dia, sudah berada disini." ucap Rendra."Dimana?" tanya Maura."Ada dibalik pohon itu." ucap Rendra menunjuk sebuah pohon."Kalau begitu, pergilah dan temui dia." ujar Maura dengan memalingkan wajah."Mmmhh, tapi aku tidak berani. Tolong kau ikuti aku ya." ucap Rendra."Aku? tidak tidak.." tolak Maura."Ayolah, please Maura. Mau ya, ayo." Rendra menarik tangan Maura untuk mengikutinya.Rendra dan Maura berjalan menuju arah p
FlashbackPara rombongan Raja yang sedang berkampanye, tiba tiba diberhentikan oleh Varma beserta beberapa orang lainnya yang berprofesi petani."Kau." ucap Raja."Anda ingin membiarkan ladang kami tandus dengan mengalihkan aliran air, mengapa?" tanya Varma."Aku adalah Raja, dan ini wilayah kekuasaanku. Aku hanya melakukan apa yang saya inginkan." jawab Raja."Apakah anda kehilangan Istana anda? Anda tidak bisa egois, dan mau menang sendiri.""Kebetulan Anda menjadi Menteri dibagian negara, oleh karena itu saya tidak bisa tinggal diam saja dan melupakan masalah ini. Dengar, Menteri yang menangani masalah pegadaian tanah dan petani." ucap Varma lagi."Maksudmu, ayahku adalah Menteri petani biasa?" tanya Max."Tanah bisa hancur kapan saja!" jawab Varma."Diam!!! Cobalah untuk mencapai tingkat yang sama seperti saya! Baru berkomentar!" Bentak Raja."Jangan pernah menyamakan kami dengan seorang koruptor!" jawab Varma."Astaga, kau mengatakan koruptor?" tanya Mitu seorang antek Raja."Apa
Maura dan Rendra menyusuri jalan bersama dengan saling berpelukan, sambil menikmati sore hari yang tenang itu. Mereka berjalan di taman yang tampak sepi."Ndra, kau bilang kau sangat mencintaiku. Seberapa besar kau mencintaiku? katakan padaku.""Aku jatuh cinta padamu, aku menjadi seperti orang gila."Maura bergeming kemudian tersenyum lembut ke arah Rendra. Mereka berlalu dari sana."Sampai jumpa kembali pukul dua belas tepat besok, kali ini jangan membuatku menunggu." ucap Rendra yang turun dari mobil Maura."Tunggu, Ndra." cekal Maura."Ya, kenapa?""Apa kau akan mengusirku juga kali ini?""Tak maukah kau mengenalkanku pada ibumu?" ucap Maura lagi.Rendra mengangguk sebagai respon."Ya, aku akan mengenalkanmu nanti." jawab Rendra."Tidak, aku akan menemuinya hari ini sendiri." kekeh Maura."Apa kau memaksa?""Tentu.""Baiklah, ayo." ajak Rendra yang melenggang terlebih dahulu meninggalkan Maura yang masih diam mematung di dalam mobilnya.Maura tersenyum girang kemudian ia turun dar
Tepat pukul lima sore, Rendra benar benar datang ke rumah Maura untuk bertemu dengan Raja. Ia menunggu di ruang tamu, keadaan rumah daat itu sedang sepi hanya ada Raja Maura dan bibinya.Raja melangkah menuruni anak tangga, ia melihat Rendra tengah duduk sendirian kemudian menghampirinya. Maura memperkrnalkan Rendra kepada sang ayah."Papa, kenalkan ini Varendra dia kekasihku." ucap Maura dengan tersenyum.Rendra mengulurkan tangannya untuk berkenalan dengan Raja, namun tak dibalas oleh Raja. Raja malah berbalik badan memunggungi Rendra.Rendra sedikit tersinggung dengan tindakan Raja, ia merasa apakah dirinya sehina itu sehingga Raja tidak mau diajak berjabat tangan dengannya. Sedangkan Raja, ia tidak menyangka jika anaknya akan membawa sekaligus memperkenalkan Rendra dengannya sebagai seorang kekasih."Mengapa semuanya berdiri saja, mari silakan duduk." ujar Bibi Maura.Rendra duduk di sofa samping tempat duduk Maura, berhadapan dengan Raja. Rendra yang sudah terlanjur merasa tersin
Ditempat lain, Rendra menunggu sang kekasih datang dibawah sinar rembulan tepat ditepi danau. Ia bangkit begitu melihat Maura yang berjakan mendekat ke arahnya.Rendraberjakan menghampiri Maura dan memeluknya dengan erat seolah takut akan kehilangan pujaan hatinya itu."Aku tahu, kau akan datang." ucap Rendra."Aku tahu kau telah meninggalkan rumah Ayahmu demi aku.""Aku tahu kau akan datang, Maura.""Rendra...""Kau salah paham.""Aku tidak akan meninggalkan Ayahku.""Kau bercanda?" Rendra mengusap rambut Maura pelan."Aku tidak bercanda Ndra, aku mematuhi ayahku. Aku akan tetap tinggal dirumah Ayahku."Rendra kaget mendengar penuturan Maura, ia diam saja dan mendekati sang kekasih yang tengah memunggunginya. Kemudian memeluknya dengan erat."Lalu bagaimana denganku?""Ndra, aku memang tidak akan meninggalkan ayahku tapi bukan berarti aku juga akan meninggalkanmu.""Maksudmu apa Maura?""Ya Ndra, kita akan tetap bersama sama karena Ayahku sudah setuju dengan hubungan kita berdua.""A
Didepan sel yang dimaksud oleh petugas polisi tersebut mata Rendra melotot tajam, ia kaget melihat penampakan didepannya. Dimana sang ayah saat kini tubuhnya sedang digantung dengan kedua tangan dan kakinya terikat disisi kanan dan kirinya. Wajahnya pun penuh dengan lebam dan darah yang tampak sudah ada beberapa yang mengering disana. Ia sangat marah sekarang, mengapa polisi polisi itu harus melakukan hal seperti itu untuk mengintrogasi Ayahnya. Padahal belum jelas jika sang Ayah adalah komplotan dari teroris teroris tersebut.BrakkkkRendra menggebrak meja tempat polisi tadi sedang berjaga, kedua tangannya mencengkeram kerah baju petugas itu. Ia sangat marah melihat kondisi Ayahnya yang sangat memprihatinkan, hatinya ikut tergores. Ia tahu betul jika apa yang dituduhkan kepada Varma tidaklah benar, sedari kecil Varma selalu mengajarkan Rendra untuk menjunjung tinggi rasa Patriotisme dalam dirinya."Mengapa Ayahku diperlakukan seperti itu?" ucap Rendra marah, ia masih menghardik petug