Share

Pembalasan Lelaki Teraniaya
Pembalasan Lelaki Teraniaya
Author: Mommy_Ilona

Bab 1

Di kediaman keluarga Gulshan, disebuah kamar ada seorang wanita paruh baya tengah duduk dan merajut sebuah pakaian. Ia adalah Bu Rima Gulshan.

Ditengah kesibukannya merajut pakaian tersebut, terdengarlah suara pintu di buka. Ia menengok karena di rumah dia hanya sendirian.

Ceklek

"Siapa disana?" tanya bu Rima.

Bu Rima kaget saat melihat anaknya Varendra, yang sudah sangat lama sekali ia rindukan. Mereka terpaksa terpisah karena sebuah insiden yang terjadi. Insiden yang merubah seluruh kehidupan keluarga Gulshan.

"Ibu." ucap Varendra.

Bu Rima bangkit menghampiri sang anak yang sangat ia rindukan.

"Rendra, anaku..."

"Ibu...."

Mereka berdua saling berpelukan erat, dan menangis. Sungguh suara tangisan bu Rima terasa begitu memilukan untuk di dengar. Bu Rima yang tersadar segera melerai pelukan tersebut kemudian menutup pintu dan menguncinya rapat rapat.

Penderitaan hidup yang mereka jalani sangat berat, tepat di mata bu Rima. Mereka selalu mengancam wanita paruh baya tersebut.

"Mengapa kamu datang nak, mereka selalu mengintai rumah kita." ucap bu Rima.

"Aku bisa melawan dunia bu, tapi aku tak akan sanggup jika tidak melihatmu "

Bu Rima kembali menangis di depan anaknya.

"Apa yang terjadi nak?" tanya bu Rima di sela tangisnya.

"Mengapa kehidupan kita seperti di buku dongeng? Aku masih ingat tentang anak itu...Apakah dia tidak bersalah dan bisa bebas...Seorang anak dengan ayahnya." ucap bu Rima lagi. Ia mengingat Varendra dan Varma suaminya ditangkap tiba tiba.

Bayangan kehidupan masalalu yang bahagia menari nari di benaknya. Bu Rima melamun, sambil mengelus puncak kepala Rendra yang berada dipangkuan ibunya.

Terlihat seorang anak kecil berusia sekitar 8 tahun tengah di gendong ayahnya, mereka bersenda gurau sambil menyanyi bersama mengelilingi pedesaan.

anak itu adalah Varendra kecil dan juga pak Varma, sedari kecil Rendra selalu di didik oleh kedua orang tuanya untuk memiliki sikap patriotisme. Membela negaranya dijalan yang benar.

Ayah dan anak itu kompak bersenandung.

Negara saya adalah simbol perdamaian dan kemakmuran

Aku bisa mengorbankan hidup saya untuk negara ini

Ini rumah saya, tanah airku..

Tanah air tercinta

Mari kita buat negara ini menjadi surga

Untuk menghias setiap sudut negri ini

Kita akan berpesta

Semua bebas dan kenyang

Rendra adalah anak yang cerdas, sedari kecil ia selalu ikut ayahnya pergi ke berbagai acara yang berbaur dengan semua warga. Rendra dan keluarganya selalu menjunjung tinggi kejujuran.

Varendra semakin tumbuh menjadi pemuda tampan yang memiliki rasa patriotisme tinggi, Ia adalah seorang mahasiswa di salah satu ternama di kotanya.

Suatu hari terjadi keributan di depan aula kampusnya, yang menjurus akan terjadinya sebuah tawuran. Dan para berandalan itu ingin menghancurkan nama baik kampus tersebut. Namun Rendra datang disaat yang tepat.

Rendra memimpin teman teman kampusnya untuk bersatu melawan para berandalan tersebut. Disaat itu pula Maura ada disana dan melihat semuanya, Maura merasa tertarik pada pandangan pertama ketika melihat Rendra yang membela nama baik kampusnya.

Tak hanya menghentikan pertikaian tersebut, Rendra justru merangkul para berandalan itu untuk berdamai dengan pihak teman kampusnya. Maura yang menyaksikan dari awal merasa terpukau dengan tindakan Rendra.

Sejak saat itu Maura mulai meneror Rendra dengan memberikan surat surat cinta tanpa nama. Tak hanya di kampusnya namun Maura juga mengirimkan surat ke rumahnya. Hingga Rendra digoda oleh ibu dan ayahnya.

Sesampainya Rendra di rumah, ia hendak masuk ke kamarnya namun dipanggil oleh bu Rima.

"Rendra..."

"Iya bu." Rendra menghentikan langkahnya kemudian menoleh ke arah sang ibu yang tengah duduk disamping ayahnya.

Betapa kagetnya Rendra saat sang ibu menunjukan sebuah surat ditangannya. Bu Rima menunjukannya dengan tersenyum jahil meledek Rendra.

"Oh tidak, surat lain." gumam Rendra.

"Bukan surat biasa nak, tapi surat cinta." goda bu Rima.

"Ayolah nak, kau harus bersyukur jika kau memiliki penggemar bahkan kekasih." ucap pak Varma sambil tersenyum lembut.

"Apa yang dikatakan ayahmu benar nak, kami tidak tahu apa yang dia tulis kok."

"Sayang, apa yang kamu bicarakan?" tanya pak Varma.

"Dia merasa tindakanmu kemarin adalah romantis, dia adalah seorang patriot sejati."

"Jika kau bertemu dengannya, katakanlah tentang perasaanmu." ucap bu Rima lagi.

"Bu, aku tidak tahu siapa dia bu." jawab Rendra dengan sedikit merengek.

Pak Varma dan bu Rima menjadi saling pandang kemudian tersenyum tipis seolah meledek anaknya.

"Aku nggak tahu apakah surat itu untuku." ujar Rendelra menjelaskan membuat orang tuanya semakin tersenyum simpul.

Rendra meninggalkan kedua orang tuanya dan pergi ke perpustakaan kampus, untuk menghilangkan kegalauannya karena teror itu. Namun kemanapun ia pergi, ia selalu menemukan surat cinta dimana mana.

Ternyata diperpustakan kampus saat itu juga ada Maura disana, gadis itu berpura pura saat melihat Rendra yang tampak gelisah. Maura memperhatikan Rendra yang tampak kalut itu. Rendra menoleh ke arah Maura dan mencoba bertanya.

"Maaf, apa kamu melihat seorang gadis disini yang menaruh surat ini?" tanya Rendra sambil menunjukan sebuah surat.

"Surat? Surat apa?" dengan suara sedikit bisik bisik karena mereka sedang berada di perpustakaan. Namun Rendra enggan menjawab karena ia malu tentang surat itu. Kemudian Rendra pindah tempat duduk disamping Maura.

"Boleh aku duduk disini?" tanya Rendra.

"Ya, silakan." jawab Maura.

Kemudian Rendra menceritakan tentang teror surat cinta yang ia dapat kepada Maura, padahal itu semua kelakuan gadis di depannya itu. Rendra meminta bantuan pada Maura untuk mengungkap siapa sebenarnya dalang dibalik surat cinta yang selalu diterima olehnya.

"Aku selalu mendapatkan ini dari seorang gadis, kemanapun aku pergi. Di rumah, di Ladang, di Kampus."

Dalam hati, Maura tersenyum sendiri mendengar cerita Rendra. Ia senang karena akhirnya ia bisa dekat dengan lelaki pujaannya itu, walau dengan cara yang seperti ini. Maura menampakan raut terkejut mendengar penuturan Rendra.

"Sungguh, apa yang ia tulis?"

"Hanya aku cinta! Omong kosong apa ini, Konyol!"

"Apa kau pernah jatuh cinta?" tanya Rendra.

"Tidak." jawab Maura.

"Sama sekali?"

"Bagaimana jatuh cinta itu?" tanya balik Maura dengan berpura pura.

"Bagiamana ya? Saya pun tidak tahu, saya belum pernah jatuh cinta." jawab Rendra.

Ohoooo ternyata seperti itu, ucap Maura dalam hati.

"Bisakah kau membantuku?" tanya Rendra.

"Aku? Apa yang perlu aku bantu?"

"Tolong bantu aku mencari orang yang menaruh surat surat itu." ucap Rendra.

"Kenalkan namaku Rendra, kau siapa?"

"Oh, aku Maura."

"Kau tahu semua gadis dikampus ini kan?"

"Ya, kenapa?"

"Aku ingin tahu gadis ini." jawab Rendra.

"Oke."

Karena suara keduanya yang cukup berisik di dalam perpustakaan, akhirnya mereka di tegur oleh penjaga perpus. Dan mereka meninggalkan tempat itu.

Rendra dan Maura menuju kantin sambil terus membicarakan teror surat cinta itu. Sungguh konyol sih kalau dipikir, dijaman sekarang masih saja ada seseorang yang mengagumi orang lain namun ditumpahkan lewat sepucuk surat cinta. Salah bukan sepucuk, karena nyatanya surat itu banyak sekali. Dimanapun tempat yang Rendra datangi pasti selalu ada surat cinta dari Maura.

Sejak saat itu Maura dan Rendra semakin dekat, mereka menjalin pertemanan. Namun Rendra masih terus mendapatkan surat cinta dari Maura tanpa sepengetahuan Rendra sendiri. Dan Rendra juga tak pernah curiga kepada Maura sedikitpun.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status