"Hari ini saatnya. Aku harus melakukannya!" kata Suci dalam hati.
Suci menghela nafas panjang dan memulai lagi aktivitasnya di sebuah rumah kecil yang ditempati oleh Suci dan keluarganya. Suasananya tampak begitu tenang meskipun panas menyeringai.
Fajar, anak laki-lakinya yang berusia enam tahun, masih belum pulang dari sekolahnya, meninggalkan rumah mereka dalam keadaan sepi. Suci menunggu Fajar pulang dengan menyibukkan diri membersihkan dapur.
Bagas, suaminya, yang biasanya bekerja di kantor selama hari kerja, tiba-tiba pulang ke rumah untuk makan siang. Dia sudah merasa lapar dan berharap makanan kesukaannya akan menunggunya di meja.
Suci tidak memasak apapun. Ia hanya menyiapkan semangkuk mie goreng untuk Fajar nanti. Namun, ketika Bagas melihat meja makan, ekspresinya berubah menjadi masam dan penuh dengan kemarahan. Makanan favoritnya tidak ada di sana. Dia dengan cepat melontarkan pertanyaan dan mengeluarkan kemarahan yang mendalam.
"Suci, apa ini? Kenapa hanya ada mie instan saja? Apa kamu tidak masak hari ini. Ngapain aja seharian" Bagas berteriak dengan kasar, suaranya menggelegar di seluruh ruangan. Matanya penuh dengan amarah yang memancar.
Suci, yang selalu berusaha untuk menjaga ketenangan dalam situasi-situasi seperti ini, mencoba untuk merespons dengan lembut. "Mas, maaf hari ini aku tidak belanja karena tidak ada uang. Sisa uangku hanya cukup untuk membeli 1 bungkus mie instan buat makan Fajar nanti"
Namun, Bagas tetap marah dan kasar dalam tanggapannya. "Uang? Biasanya juga tak ada uang kamu bisa masak enak. Dasar kamu memang istri yang pemalas. Sudah dekil, malas lagi. Benar-benar nggak pantas jadi istri seorang PNS."
Di tengah ketegangan yang tercipta di ruangan itu, perasaan ketidakpuasan dan amarah Bagas menjadi semakin kuat. Makanan yang seharusnya menjadi hal kecil, kini menjadi pemicu konflik dalam rumah tangga mereka. Umpatan demi umpatan dilontarkan Bagas dengan sengit tanpa memperdulikan perasaan istrinya itu.
Suci mencoba untuk menjaga ketenangan dan menghindari konfrontasi lebih lanjut, tetapi di balik penampilan tenangnya, ada keberanian yang tumbuh dalam dirinya, sebuah keberanian yang mungkin akan membawanya ke langkah-langkah yang tak terduga dalam usahanya untuk mengakhiri siksaan yang sudah berlangsung terlalu lama.
Dalam beberapa tahun terakhir, sosok Bagas yang lembut dan penuh perhatian telah berubah menjadi monster yang menguasai rumah tangga mereka. Bagas yang dulu begitu lembut seolah telah berubah menjadi bayangan dirinya yang lain.
Kata-kata Bagas yang dahulu menjadi simfoni cinta mereka, kini hanya sisa-sisa ingatan. Setiap hari, dia menyaksikan kebaikan yang pernah ada di mata Bagas berubah menjadi tindakan kekerasan dan kata-kata penghinaan.
Meskipun tubuhnya terluka oleh kekerasan fisik, tak mampu merobohkan hatinya. Namun luka batin yang tak berdarah malah membuat mentalnya hancur dan tak pernah sembuh sepenuhnya.
Namun, dibalik semua itu, ada keberanian yang tumbuh dalam diri Suci. Keberanian untuk mengakhiri semua penyiksaan ini.
Saat Bagas terus berteriak, Suci diam-diam mengambil ponselnya dengan gemetar. Ia merasa bahwa inilah saat yang tepat untuk mengambil langkah penting.
Dengan tangan gemetar, Suci mulai merekam adegan mengerikan ini dengan kamera ponselnya. Dan meletakkannya di atas kursi tanpa Bagas sadari.
"Kenapa kamu diam saja? Tuli ya? Cepat masakan masakan kesukaanku. Aku tidak punya banyak waktu. Dasar babu."
"Maaf mas. Aku istrimu. Bukan babu." Kata suci menjawab dengan tegas seperti menantang.
"Oh, sudah berani menjawab ya. Ngaku istri, tapi apa pantas wanita jelek kotor seperti kamu menjadi istri pegawai seperti ku. Mikir donk. Untung kamu masih aku anggap sebagai babu. Daripada aku lempar ke jalan, mau makan apa kamu."
"Bukankah selama ini aku tak pernah kau nafkahi. Bahkan apa yang kamu makan bersama keluargamu adalah uang dari orang tuaku." Sanggah Suci dengan penuh keberanian. Akhirnya emosi yang selama ini dia pendam perlahan ia tumpahkan.
"Dasar wanita jalang. Sudah berani membantah kau ya." Bagas yang mulai geram pun menampar pipi Suci dengan keras hingga tubuh suci terjengkang ke belakang.
"Benar-benar wanita tak tahu diuntung. Berani membantah lagi ku tendang kau dari rumahku ini. Mau kau kuceraikan?" Tambah Bagas.
"Rumahmu? Apa kamu lupa, ini rumahku. Orang tuaku yang membelikannya untukku. Dan satu lagi. Kau tidak perlu susah-susah menceraikanku. Aku yang akan mengurus perceraian ini sendiri."
Air mata Suci mulai jatuh membasahi pipinya yang merah. Sekuat apapun ia berusaha menguatkan dirinya, semua itu akan goyah saat suaminya menghinanya. Tapi hal itu tak membuat Bagas merasa iba. Ia malah semakin menjadi-jadi.
Bagas mulai mendekati Suci. Ia menjambak rambut Suci dan dia membenturkan kepala Suci ke lantai berkali-kali sambil terus menghina Suci.
Dengan sekuat tenaga Suci mencoba melepaskan diri dari Bagas. Walaupun ia sadar jika kekuatan yang dimilikinya tak sebanding dengan suaminya.
Setelah Bagas puas menganiaya Suci, barulah ia berhenti. Suci lun segera menjauh dari Bagas dan mendekati ponselnya yang ia taruh di Kursi meja makan.
Ia meraih ponselnya dengan sesegukan. Suara-suara tajam Bagas dan teriakan kasarnya tertangkap dalam rekaman. Suci tahu bahwa dia harus melakukan sesuatu, bahwa dia tidak bisa terus hidup dalam ketakutan seperti ini.
Setelah merekam video itu, Suci merasa ada keberanian yang tumbuh dalam dirinya. Namun, dia juga menyadari bahwa tindakannya ini bisa memicu kemarahan lebih lanjut dari Bagas. Tanpa ragu, dia mengirim video tersebut kepada Tantri, sahabatnya sejak masa SMP yang saat ini bekerja di yayasan perlindungan perempuan dan anak.
Bagas tak tahu apa yang dilakukan Suci. Ia hanya tersenyum dari kejauhan. Karena berfikir bahwa Suci tidak akan berani melawannya. "Ngapain serius lihat ponsel. Mau lapor ke orang tuamu? Lapor saja. Biar ibumu kaget, terus jantungnya kumat dan mati. Hahahaha. Sudah terima saja nasibmu. Kamu tak akan bisa melawanku"
"Kamu benar mas. Aku tidak akan berani melaporkan semuanya ke orang tuaku. Karena aku takut mereka akan kaget. Tapi aku akan melaporkannya ke orang lain.
"Hahahaha. Lapor ke siapa? Pak RT? Apa pak RW? Kenapa nggak sekalian lapor polisi saja!" ejek Bagas sambil tertawa menghina.
"Iya, nanti aku pasti akan melaporkannya ke polisi juga."
"Loh, bagus itu. Biar kamu sadar kalau kamu bodoh. Karena tidak akan ada orang yang akan mendengarkanmu. Karena kamu tak punya bukti. Emang lapor akan ditanggapi kalau nggak ada bukti."
"Kata siapa aku nggak ada bukti. Ini buktinya. Bahkan sudah aku kirim."
Suci memutar video hasil rekamannya dan menunjukkannya ke Bagas. Dan betapa kagetnya Bagas melihat dirinya yang sedang memakai seragam coklat itu melakukan KDRT. Ia pun seketika merebut ponsel itu dari tangan Suci dan membantingnya ke tanah. Dengan penuh amarah ia menginjak-injak ponsel itu hingga remuk tak berbentuk.
"Hancurkan saja mas hpnya. Toh udah aku kirim kok barusan." Ejek Suci melihat Bagas sibuk menginjak-injak ponsel Suci.
"Bajingan kamu Suci. Kamu sengaja ya menjebakku."
Dalam keadaan amarah yang memuncak, Bagas meraih baju Suci dengan kasar. Tangannya mengepal dan terlihat siap untuk melancarkan pukulan ke arah Suci. Tetapi dengan keberanian yang tumbuh dalam dirinya, Suci malah menantangnya.
"Pukul saja, Mas. Sekalian. Biar semakin jelas buktinya. Karena orang-orang dari yayasan perlindungan perempuan dan anak sedang dalam perjalanan menuju kesini, setelah mereka melihat video yang kukirim tadi."
Kata-kata Suci yang berani itu memicu kemarahan Bagas. "Kurang ajar, kau! Bajingan!"
Bagas melepaskan genggamannya pada baju Suci. Ada rasa ketakutan dalam hatinya. Dan kekesalannya meledak. Ia memukul-mukul meja makan dengan ganas, memunculkan suara-suara berisik yang mengisi ruangan. Ia sama sekali tidak mengira bahwa Suci akan berani melakukan tindakan seberani ini.
"Kalau sampai video itu menyebar, aku tidak akan segan-segan untuk menghabisimu. Lihat saja." Ancam Bagas.
Dengan kata-kata yang berani, Suci memperingatkan Bagas tentang konsekuensi dari tindakannya. Bagas hanya bisa merasa semakin marah dan tak terkendali saat ia merasa terancam.
Akhirnya, dengan amarah yang menguasainya, Bagas pergi dari situ. Ia membuka pintu rumah dengan kasar, mungkin ingin melarikan diri dari situasi yang semakin memburuk. Namun, saat ia melihat siapa yang datang, ekspresi terkejutnya menggambarkan bahwa situasi ini mungkin akan menjadi lebih rumit daripada yang ia bayangkan.
"Oh tidak. Jangan sekarang." Bagas berkata dengan nada panik, seolah-olah sesuatu yang tidak diinginkannya sedang mendekat.
Dengan langkah berat, Bagas mendekati pintu depan, mencoba meredakan kecemasan yang mendalam. Ia tahu bahwa situasinya sangat genting. Apa yang telah terjadi dengan Suci, video yang sudah terkirim, dan potensi kedatangan petugas dari yayasan perlindungan perempuan dan anak semuanya menggantung di atas kepalanya. Karir dan reputasi Bagas sebagai seorang PNS berada dalam bahaya besar.Namun, ketika Bagas melangkah keluar dan melihat siapa yang berdiri di depan pintu, perasaan kaget mendalam menyergapnya. Itu bukan orang dari yayasan perlindungan perempuan dan anak, melainkan ibunya sendiri, Farida. Bagas mematung, tidak tahu apa yang harus dia katakan atau lakukan. Kehadiran ibunya di rumah ini saat ini adalah yang paling tidak diharapkan."Ibu? Kenapa Ibu sudah pulang dari rumah Anita? Katanya dia akan lama disana. Aduh, gawat ini jika Ibu tahu," ujar Bagas dengan nada gugup, mencoba menutupi kecemasannya.Farida memandang tajam pada Bagas, menangkap kebingungannya. "Anak ibu yang gant
Dengan langkah berat, Bagas mendekati pintu depan, mencoba meredakan kecemasan yang mendalam. Ia tahu bahwa situasinya sangat genting. Apa yang telah terjadi dengan Suci, video yang sudah terkirim, dan potensi kedatangan petugas dari yayasan perlindungan perempuan dan anak semuanya menggantung di atas kepalanya. Karir dan reputasi Bagas sebagai seorang PNS berada dalam bahaya besar.Namun, ketika Bagas melangkah keluar dan melihat siapa yang berdiri di depan pintu, perasaan kaget mendalam menyergapnya. Itu bukan orang dari yayasan perlindungan perempuan dan anak, melainkan ibunya sendiri, Farida. Bagas mematung, tidak tahu apa yang harus dia katakan atau lakukan. Kehadiran ibunya di rumah ini saat ini adalah yang paling tidak diharapkan."Ibu? Kenapa Ibu sudah pulang dari rumah Anita? Katanya dia akan lama disana. Aduh, gawat ini jika Ibu tahu," ujar Bagas dengan nada gugup, mencoba menutupi kecemasannya.Farida memandang tajam pada Bagas, menangkap kebingungannya. "Anak ibu yang gant
Setelah video bukti kekejaman Bagas diperlihatkan, suasana di rumah tersebut semakin tegang. Farida dan Bagas tidak bisa lagi menghindari kenyataan yang begitu nyata di depan mata mereka. Mereka terdiam, tak bisa berkata apa-apa.Suci tetap merasa takut, tetapi dengan Tantri di sisinya, ia merasa lebih kuat. Tantri, dengan tegas, berkata kepada mereka, "Saya datang ke sini, tidak untuk menghancurkan keluarga Anda, tapi untuk melindungi Suci dari kekerasan yang telah ia alami selama ini. Kami berharap Anda bisa memahami seriusnya situasi ini."Bagas mencoba mempertahankan dirinya, "Ini semua hanya salah paham. Suci pasti memanipulasi video ini untuk merusak reputasi saya. Saya tidak pernah melakukan kekerasan terhadap istri saya.""Saya memiliki bukti yang kuat dan saksi yang telah melihat kekerasan ini terjadi. Saya juga akan membawa kasus ini ke pihak berwenang jika perlu. Yang kita inginkan adalah keamanan dan keadilan bagi Suci," jawab Tantri dengan tenang dan penuh wibawa.Farida
Suci yang hanya mengenakan selimut, melepaskan pelukan Anita. Dengan suara lembut ia menghibur Anita, "Jangan menangis, Anita. Semoga kamu tak pernah merasakan apa yang aku rasakan. Maafkan aku jika selama disini aku pernah melakukan kesalahan kepadamu. Aku akan pergi sekarang. Jaga dirimu baik-baik, sahabatku."Anita, meskipun terisak, mencoba tersenyum pada Suci, "Suci, aku tahu ini bukan salahmu. Kamu pantas mendapatkan kebahagiaan. Pergilah, raihlah kebahagiaanmu di dunia yang baru di sana."Walaupun Suci sangat menderita, melihat Anita yang sedih seperti itu, hatinya kasihan. Ia tahu selama ini Anita selalu jahat padanya, tetapi bagaimanapun juga, Anita pernah menjadi sahabatnya saat SMA dulu. Entah kesalahan apa yang dilakukan Suci padanya hingga Anita ikut-ikutan keluarganya membenci Suci.Tangis Anita semakin menjadi-jadi seakan tak rela Suci pergi. Tapi ia mendukung Suci untuk meninggalkan rumah yang seperti neraka ini. Agar Suci bisa menemukan kebahagiaannya sendiri di luar
"Kamu? Kenapa kamu bisa di sini?" tanya Tantri kaget, matanya memancarkan kebingungan yang mendalam ketika dia melihat seorang lelaki berbaju biru yang santai duduk di depan televisi.Dimas Herlambang, suami Tantri, tersenyum penuh arti. "Kenapa tidak bisa? Saat istriku rindu, jangankan Eropa, surga pun akan aku tinggalkan dan segera datang menemuimu. bukankah begitu seharuanya sayang?""Aku sengaja meminta cuti, jadi aku memutuskan untuk pulang lebih awal. Agar kita bisa dinner di hari anniversary ke 5 kita."Sementara Dimas menjelaskan alasan kedatangannya, Tantri yang penuh perasaan tak bisa berkata apa-apa. Bibirnya membisu. Dia merasa terharu karena tak pernah menyangka Dimas akan meluangkan waktunya di tengah kesibukan pekerjaannya yang tak kunjung lengang. Ia tidak menduga jika suaminya lebih mengutamakan dirinya daripada pekerjaannya.Mata Tantri berkaca-kaca, dan tanpa berpikir panjang, dia memeluk erat suaminya dengan manja. Namun, Dimas
Setelah hampir setengah jam Tantri membantu Suci berpakaian, mereka berdua akhirnya siap pergi ke sekolah Fajar untuk menjemputnya.Suci yang tadinya tidak mengenakan pakaian sama sekali, kini tampak cantik dan elegan dengan baju mahal yang melekat di tubuhnya. Ditambah lagi dengan sedikit riasan yang dibubuhkan oleh Tantri, membuat Suci bertransformasi menjadi wanita yang berbeda. Suci dan Tantri pun kini siap untuk berangkat. Ketika mereka berdua akan pergi, Dimas tiba-tiba menghentikannya, "Loh, mau pergi kemana kalian?""Urusan perempuan, sayang. Mau tahu aja" Jawab Tantri dengan pura-pura tegas.Mata Dimas tertuju kearah suci. Ia memperhatikan Suci dari ujung kepala ke ujung kaki. Karena sekarang Suci sudah berubah menjadi cantik jelita. Ia hampir saja tidak mengenali Suci.Suci yang merasa malu karena diperhatikan oleh Dimas hanya bisa tertunduk dan diam. "Hei, ada apa sayang? Kok segitunya liat Suci?" Tanya Tantri deng
Suci memandang pintu gerbang sekolah dengan perasaan bingung yang semakin dalam. Entah kenapa, namun instingnya memberi isyarat bahwa perempuan yang telah menjemput Fajar bukanlah seseorang yang bisa dipercayai. Ia pun berusaha meredam kecemasannya dan berbicara dengan Tantri dan Dimas."Saya rasa ada yang tidak beres, Tan. Fajar ternyata sudah dijemput oleh seorang wanita yang mengaku sebagai aku. Apakah Bagas mungkin terlibat dalam ini? Apa mungkin ini rencananya." Kata Suci dengan nada panik.Tantri dan Dimas juga merasa cemas mendengar penjelasan Suci. Mereka tahu bahwa Bagas memiliki motif tersendiri, terutama setelah Suci mengungkapkan tentang niatannya untuk membawanya Fajar pergi.Dimas berbicara dengan tegas, "Kita harus mencari tahu apa yang terjadi. Suci, apakah kamu punya nomor telepon Bagas? Cobalah hubungi dia.""Tidak bisa, aku tidak punya HP. Tadi HP ku sudah dibanting oleh mas Bagas." Jawab Suci. "Terus bagaimana ini?""S
Suci sama sekali tidak menyangka masalahnya akan melebar seperti ini. Ia berpikir jika setelah mengungkap masalah KDRT suaminya kepada Tantri, ia akan langsung bisa hidup bebas berdua bersama Fajar. Tapi ternyata hasilnya diluar dugaan.Karena tindakan berani itu ternyata berdampak buruk. Hingga Fajar yang tidak tahu apa-apa ikut terseret menjadi korbannya. "Seharusnya aku tidak senekat Iki. Seharusnya aku tahu jika mas Bagas akan melakukan hal ini. Kenapa aku tidak memperhitungakan hal ini. Ia pasti menyuruh Anita untuk menjemput Bagas." Eluh Suci. Ia mulai menyesali apa yang telah ia lakukan."Suci, jangan menyerah. Apa yang kamu lakukan sudah benar. Percayalah. Oh ya, kenapa kamu bisa berpikir jika Anita yang menjemput Fajar?" Tanya Tantri."Karena Fajar akrab dengan Anita. Walaupun Anita sangat membenciku. Tapi ia sangat sangat terhadap Fajar. Tadi guru BK dan pak satpam itu juga bilang jika Fajar mengakui wanita itu sebagai ibunya. Berarti Fajar kenal betul siapa wanita itu.""Be
9 tahun yang lalu. Saat aku masih duduk di kelas 1 SMA, disitulah pertama kali aku bertemu dengan Intan. Tepatnya pada semester ke 2. Kala itu Intan menjadi murid pindahan. Yang pindah dari kota lain.Intan adalah seorang gadis yang sangat cantik dan manis. Ia juga sangat lugu. Sepertinya dia adalah gadis yang baik. Tapi entah kenapa Intan selalu menjadi bahan bully-an di kelasku. Sebenarnya saat pertama Intan masuk kelasku, aku ingin menyapanya. Tapi aku malu. Intan sering merasa asing di sekolah ini. Karena kebanyakan siswa di kelas ini memiliki hp, untuk berpartisipasi dalam grup WhatsApp, dan terhubung satu sama lain melalui media sosial. Mereka sering berbicara tentang aplikasi chat terbaru dan membandingkan hp mereka.Namun, Intan adalah pengecualian. Dia satu-satunya siswa yang tidak memiliki hp, dan ini membuatnya merasa semakin terisolasi dari teman-teman barunya. Mereka sering mengolok-oloknya dan membuatnya merasa tidak diinginkanSuatu hari, Intan duduk di kursi belaka
Tanpa membuang waktu, mereka bertiga segera kembali ke rumah Tantri. Setelah sampai, mereka bertiga berkumpul di ruang tengah. Hingga akhirnya hp Dimas diisi daya dan video CCTV berhasil diputar.Mereka mulai melihat gambar yang cukup menggemparkan. Di layar, terlihat seorang wanita yang mereka tidak kenal sedang menggandeng Fajar dengan lembut. Bahkan mereka berdua terlihat sedang bercanda di sepanjang koridor sekolah.Tantri langsung menyuarakan kebingungannya, "Siapa dia? Kenapa dia ada di sekolah dan mengambil Fajar? Dan kenapa jika terlihat sangat akrab dengan Fajar? Apa kamu mengenalnya?""Tidak mungkin. Kenapa dia ya Tuhan?" Ucap Suci. Matanya masih terpaku pada layar HP Dimas. Ia masih tidak mempercayai apa yang sedang ia lihat."Jadi kamu mengenalnya, Ci?" Tanya Tantri lagi."Tentu saja, Tan. Aku sangat mengenalnya." Suci menjawab dengan ekspresi yang penuh emosi. Ia pun menutup wajahnya dengan tangannya. Dan menangis.M
Suci, Tantri, dan Bagas terdiam dalam kebingungan yang mendalam. Panasnya cahaya matahari yang menyengat tak terasa karena otak mereka sudah mendidih berkat masalah Fajar yang menghilang secara misterius.Dalam kesunyian yang hanya dipenuhi oleh ketegangan yang semakin merayap, mereka saling memandang, mencari jawaban atas misteri yang semakin rumit ini. Fajar yang tidak ada di sekolah, ada perempuan yang mengaku sebagai Suci yang menjemputnya, dan Bagas yang dengan tulus datang untuk menjemput Fajar, semuanya terasa seperti potongan puzzle yang sulit dipadukan.Suci mencoba untuk merenung sejenak, mencari petunjuk atau ide tentang apa yang sebenarnya terjadi. "Kita harus segera mencari tahu di mana Fajar berada. Ini sangat mengkhawatirkan," kata Suci dengan nada prihatin. Cahaya matahari menyilaukan melalui jendela mobil, menciptakan bayangan yang tak menentu di wajah mereka.Tantri setuju, "Benar, kita harus bertindak cepat. Pak Bagas, apakah anda punya ide siapa yang bisa menjemput
Suci sama sekali tidak menyangka masalahnya akan melebar seperti ini. Ia berpikir jika setelah mengungkap masalah KDRT suaminya kepada Tantri, ia akan langsung bisa hidup bebas berdua bersama Fajar. Tapi ternyata hasilnya diluar dugaan.Karena tindakan berani itu ternyata berdampak buruk. Hingga Fajar yang tidak tahu apa-apa ikut terseret menjadi korbannya. "Seharusnya aku tidak senekat Iki. Seharusnya aku tahu jika mas Bagas akan melakukan hal ini. Kenapa aku tidak memperhitungakan hal ini. Ia pasti menyuruh Anita untuk menjemput Bagas." Eluh Suci. Ia mulai menyesali apa yang telah ia lakukan."Suci, jangan menyerah. Apa yang kamu lakukan sudah benar. Percayalah. Oh ya, kenapa kamu bisa berpikir jika Anita yang menjemput Fajar?" Tanya Tantri."Karena Fajar akrab dengan Anita. Walaupun Anita sangat membenciku. Tapi ia sangat sangat terhadap Fajar. Tadi guru BK dan pak satpam itu juga bilang jika Fajar mengakui wanita itu sebagai ibunya. Berarti Fajar kenal betul siapa wanita itu.""Be
Suci memandang pintu gerbang sekolah dengan perasaan bingung yang semakin dalam. Entah kenapa, namun instingnya memberi isyarat bahwa perempuan yang telah menjemput Fajar bukanlah seseorang yang bisa dipercayai. Ia pun berusaha meredam kecemasannya dan berbicara dengan Tantri dan Dimas."Saya rasa ada yang tidak beres, Tan. Fajar ternyata sudah dijemput oleh seorang wanita yang mengaku sebagai aku. Apakah Bagas mungkin terlibat dalam ini? Apa mungkin ini rencananya." Kata Suci dengan nada panik.Tantri dan Dimas juga merasa cemas mendengar penjelasan Suci. Mereka tahu bahwa Bagas memiliki motif tersendiri, terutama setelah Suci mengungkapkan tentang niatannya untuk membawanya Fajar pergi.Dimas berbicara dengan tegas, "Kita harus mencari tahu apa yang terjadi. Suci, apakah kamu punya nomor telepon Bagas? Cobalah hubungi dia.""Tidak bisa, aku tidak punya HP. Tadi HP ku sudah dibanting oleh mas Bagas." Jawab Suci. "Terus bagaimana ini?""S
Setelah hampir setengah jam Tantri membantu Suci berpakaian, mereka berdua akhirnya siap pergi ke sekolah Fajar untuk menjemputnya.Suci yang tadinya tidak mengenakan pakaian sama sekali, kini tampak cantik dan elegan dengan baju mahal yang melekat di tubuhnya. Ditambah lagi dengan sedikit riasan yang dibubuhkan oleh Tantri, membuat Suci bertransformasi menjadi wanita yang berbeda. Suci dan Tantri pun kini siap untuk berangkat. Ketika mereka berdua akan pergi, Dimas tiba-tiba menghentikannya, "Loh, mau pergi kemana kalian?""Urusan perempuan, sayang. Mau tahu aja" Jawab Tantri dengan pura-pura tegas.Mata Dimas tertuju kearah suci. Ia memperhatikan Suci dari ujung kepala ke ujung kaki. Karena sekarang Suci sudah berubah menjadi cantik jelita. Ia hampir saja tidak mengenali Suci.Suci yang merasa malu karena diperhatikan oleh Dimas hanya bisa tertunduk dan diam. "Hei, ada apa sayang? Kok segitunya liat Suci?" Tanya Tantri deng
"Kamu? Kenapa kamu bisa di sini?" tanya Tantri kaget, matanya memancarkan kebingungan yang mendalam ketika dia melihat seorang lelaki berbaju biru yang santai duduk di depan televisi.Dimas Herlambang, suami Tantri, tersenyum penuh arti. "Kenapa tidak bisa? Saat istriku rindu, jangankan Eropa, surga pun akan aku tinggalkan dan segera datang menemuimu. bukankah begitu seharuanya sayang?""Aku sengaja meminta cuti, jadi aku memutuskan untuk pulang lebih awal. Agar kita bisa dinner di hari anniversary ke 5 kita."Sementara Dimas menjelaskan alasan kedatangannya, Tantri yang penuh perasaan tak bisa berkata apa-apa. Bibirnya membisu. Dia merasa terharu karena tak pernah menyangka Dimas akan meluangkan waktunya di tengah kesibukan pekerjaannya yang tak kunjung lengang. Ia tidak menduga jika suaminya lebih mengutamakan dirinya daripada pekerjaannya.Mata Tantri berkaca-kaca, dan tanpa berpikir panjang, dia memeluk erat suaminya dengan manja. Namun, Dimas
Suci yang hanya mengenakan selimut, melepaskan pelukan Anita. Dengan suara lembut ia menghibur Anita, "Jangan menangis, Anita. Semoga kamu tak pernah merasakan apa yang aku rasakan. Maafkan aku jika selama disini aku pernah melakukan kesalahan kepadamu. Aku akan pergi sekarang. Jaga dirimu baik-baik, sahabatku."Anita, meskipun terisak, mencoba tersenyum pada Suci, "Suci, aku tahu ini bukan salahmu. Kamu pantas mendapatkan kebahagiaan. Pergilah, raihlah kebahagiaanmu di dunia yang baru di sana."Walaupun Suci sangat menderita, melihat Anita yang sedih seperti itu, hatinya kasihan. Ia tahu selama ini Anita selalu jahat padanya, tetapi bagaimanapun juga, Anita pernah menjadi sahabatnya saat SMA dulu. Entah kesalahan apa yang dilakukan Suci padanya hingga Anita ikut-ikutan keluarganya membenci Suci.Tangis Anita semakin menjadi-jadi seakan tak rela Suci pergi. Tapi ia mendukung Suci untuk meninggalkan rumah yang seperti neraka ini. Agar Suci bisa menemukan kebahagiaannya sendiri di luar
Setelah video bukti kekejaman Bagas diperlihatkan, suasana di rumah tersebut semakin tegang. Farida dan Bagas tidak bisa lagi menghindari kenyataan yang begitu nyata di depan mata mereka. Mereka terdiam, tak bisa berkata apa-apa.Suci tetap merasa takut, tetapi dengan Tantri di sisinya, ia merasa lebih kuat. Tantri, dengan tegas, berkata kepada mereka, "Saya datang ke sini, tidak untuk menghancurkan keluarga Anda, tapi untuk melindungi Suci dari kekerasan yang telah ia alami selama ini. Kami berharap Anda bisa memahami seriusnya situasi ini."Bagas mencoba mempertahankan dirinya, "Ini semua hanya salah paham. Suci pasti memanipulasi video ini untuk merusak reputasi saya. Saya tidak pernah melakukan kekerasan terhadap istri saya.""Saya memiliki bukti yang kuat dan saksi yang telah melihat kekerasan ini terjadi. Saya juga akan membawa kasus ini ke pihak berwenang jika perlu. Yang kita inginkan adalah keamanan dan keadilan bagi Suci," jawab Tantri dengan tenang dan penuh wibawa.Farida