Mas Akbar tertawa. Meski tidak sepenuhnya mencairkan suasana yang sedikit menegang ini, tapi Mas Akbar tampak begitu berusaha untuk bersikap tenang."Ada yang lucu?" tanyaku penasaran dengan sikap mas Akbar.Mas Akbar mendekatkan wajahnya pada wajahku. Kedua tangannya menangkup wajahku dengan sorot mata tajam."Aku memang salah, maafkan kebodohanku."Keningku berkerut mendengar permintaan maaf Mas Akbar. Secepat itukah, Mas Akbar akan membongkar rahasia besar tentang perselingkuhannya dengan Mulan?Wajah mas Akbar semakin mendekat padaku, Seperti hendak menciumku."Apa yang kalian lakukan?!"Pertanyaan itu membuat diriku dan mas Akbar terkejut. Segera aku melihat ke arah pintu kamar, dan terlihatlah Orang yang selama ini aku rindukan sedang berdiri di ambang pintu kamarku yang terbuka lebar."Mama?" Penyelamatku! Bergegas diriku berlari memeluk tubuh beliau."Kapan mama pulang, kenapa nggak ngabarin dulu, biar Mawar jemput?!" aku mendongak menatap wajah ayu Mama yang terlihat begitu
Aku masih duduk diam di depan meja riasku. Setelah berganti pakaian, diriku tak lantas langsung turun ke lantai bawah. Melainkan berdiam diri dengan pemikiran yang begitu banyak. Mulai dari penasaran dengan kedatangan Mama dan papa, diriku juga ingin mengetahui kondisi Mulan. Wanita itu pasti dalam keadaan baik-baik saja, kalau tidak pasti Mas Akbar akan setia menunggunya di rumah sakit."Mawar?"aku menoleh, menatap ke arah pintu dan terlihatlah mama telah berdiri dengan tatapan penuh tanda tanya.Mama tidak langsung mengajakku untuk turun ke lantai satu, melainkan melangkahkan kakinya menuju ke arahku.Mama mengelus lembut pundakku."Ada apa sayang? Kau terlihat kurusan, sudah hampir dua bulan ini kau juga tidak datang berkunjung. Apakah rumor itu benar?""Apa mama percaya pada rumor itu?"Mama menghembuskan nafas panjang, Seperti ingin membuang semua hal sesak dalam dadanya."Ini salah mama, maafkan keegoisan mama sayang."Aku segera menggenggam erat tangan mama. Memamerkan deretan
"Siapa Mulan?"Aku menatap wajah mama. Wanita itu terlihat begitu penasaran dengan nama yang barusan keluar dari mulutku. Segera aku memasukkan ponsel ke dalam saku gamisku."Mawar, siapa Mulan?" kembali mama bertanya hal yang sama."Bukan siapa-siapa ma, dia temannya Siti. Hari Minggu besok dia akan menikah." Jawabku berbohong.Mama tidak langsung menanggapi jawabanku. Wanita berumur empat puluh tahun dan masih terlihat cantik itu hanya tersenyum masam."Mama dan papa ada urusan penting. Jadi, kau tidak perlu repot-repot membuat minuman. Ayo, kita ke depan.""Kenapa cepat sekali Ma? Kalian baru saja datang." aku begitu kesal dengan sikap kedua orang tuaku."Sudah, jangan banyak protes. Papamu sedang tidak dalam keadaan baik-baik saja.""Maksudnya, papa sakit?""Tidak sayang, tapi ada sesuatu yang terjadi. Biasa, ada masalah di kantor. Dan papamu berharap suamimu bisa ikut andil dalam urusan kantor. Tapi, tadi suamimu berkat telah memilih untuk bekerja di Hotel milik Hamzah. Lengkapla
Aku melirik jam dinding yang telah menunjukkan pukul delapan malam. Sepertinya tidak ada tanda-tanda kepulangan mas Akbar ke rumah. bagiku, hal itu tidak jadi masalah. Hanya saja, hati ini masih tidak terima dengan rentetan kebohongan yang terus dilakukan oleh Mas Akbar.Saat aku ingin menutup pintu rumah, betapa terkejutnya diriku saat ada sesosok tubuh manusia yang berdiri di teras rumah menghadap berlawanan denganku."Kyaaaaaaa!!!" aku membayangkan sosok kuntilanak sedang bertamu ke rumahku."MAWAR!"Kedua mata yang tadi aku pejamkan segera aku buka kembali untuk melihat siapa orang yang sedang memanggil namaku. "Siti?"Pak!Gadis itu memukul lenganku, terlalu keras sampai aku merasa ngilu dibuatnya."Sakit tau!" ucapku kesal sambil mengelus lembut lenganku."Lagian, kenapa harus teriak begitu? Apa kau sedang membayangkan bahwa diriku ini Kunti?"Aku nyengir kuda. Segera Memeluk erat tubuh Siti."Malam ini, nginap di rumahku saja, ya?" aku mencoba untuk membujuk Siti agar mau berm
"Jadi, kau memilih untuk bertahan dalam rumah tangga seperti ini?"Aku tersenyum getir mendengar pertanyaan Siti. Bukan bertahan, lebih tepatnya ingin menghancurkan semua hal yang telah merenggut kebahagiaanku."Mawar, jawab aku. Jangan seperti ini. Jujur saja, karena rumah tanggamu yang seperti ini justru membuatku jadi takut untuk melangkah ke jenjang yang lebih serius lagi." Siti menyandarkan tubuhnya pada Sofa. "Aku memilih, bukan berarti aku ingin mempertahankan mas Akbar.""Lalu?""Aku ingin menghancurkan semua hal yang membuat hatiku sakit. Mas Akbar dan wanita itu. Keduanya harus hancur."Siti tak lantas merespon perkataanku. Wanita itu nampak bingung dengan jawaban yang aku berikan padanya."Caranya?""Apa kau dapat menjaga rahasia?"Siti mencubit lenganku, gadis itu nampak terlihat kesal dengan pertanyaanku."Aku ingin mendekati Selingkuhan Suamiku.""What?! Kau gila Mawar!"Segera aku berdiri dan melangkahkan kakiku menuju ke tangga untuk menuju ke kamar."Kau berminat tid
Beberapa saat dalam keheningan yang telah tercipta antara diriku dan Siti, sahabatku itu nampak menatap marah padaku."Ceraikan saja Akbar dan buat dia menyesal."Aku menggeleng cepat berusaha untuk terlihat baik-baik saja dihadapan Siti."Mau menangis?"kembali aku menggeleng sambil tersenyum."Mawar, sumpah aku nggak tahan sama semua ini. Aku ingin sekali Menghajar Akbar Sekarang juga. Tapi, siapa pengirim video ini? Nomornya masih belum kau save." Komentar Siti tersadar bahwa nomor tersebut belum tersimpan."Apa bisa kita lanjutkan besok saja? Dan video itu…apakah Mas Akbar bersama dengan wanita itu?"Siti berulang kali mengelus dadanya, berusaha untuk menetralkan emosi dalam jiwanya."Ya, mereka berhubungan seks di dalam kamar mandi. Apa kau mau lihat? Mending aku hapus..""Jangan! Itu adalah bukti-bukti yang aku miliki. Jika suatu saat nanti akan tiba waktunya, pasti Mas Akbar akan mengelak dan dengan bukti tersebut, pasti Mas Akbar tidak dapat membela diri lagi."Siti segera men
Abian tidak memperdulikan umpatan dan teriakan kemarahan mas Akbar. Pria yang dulu aku kenal dengan sifat sabarnya itu dengan cepat menarik tubuhku menjauh dari jangkauan Mas Akbar. Aku dapat melihat beberapa pasang mata penuh kekesalan menatap kepergianku dengan Abian. Tubuhku sama sekali tidak berontak atau sekedar mengatakan kata tidak saat Abian menuntun langkahku untuk bergegas keluar dari mall.Sesampainya di parkiran mobil, jujur aku merasa ragu dengan keputusanku pergi meninggalkan Mas Akbar."Tidak Abian, aku harus menolong suamiku."Abian tidak tinggal diam. Pria itu membuka pintu mobilnya dan mendorong tubuhku agar masuk kedalam."Abian, ini salah."Pria itu sama sekali tidak terpengaruh dengan ucapanku. Mobilnya terus melaju keluar dari parkiran mall.Kali ini, aku menyerah pada keadaan. Biarkan kali ini aku bersandar pada pendirian Abian, walaupun aku tahu jika diriku kali ini salah meninggalkan Mas Akbar dalam keadaan seperti itu."Masih menyalahkan diri sendiri?"aku me
Suasana mendadak menjadi hening setelah diriku memberanikan diri untuk melemparkan pertanyaan pada Papa. Pria berumur lima puluh tahun itu terlihat mengalihkan pandangannya dariku."Jawab Pa…" lirihku sambil sesekali melemparkan senyum agar terlihat tegar di hadapan beliau.Papa tidak menjawab pertanyaanku. Pria berkacamata itu memilih untuk pergi meninggalkan diriku dan duduk di samping Mama. Kepalanya tertunduk dan tidak berani menatap wajahku."Ayo sayang, kita ke kamarmu." Mama beranjak dari tempat duduknya dan segera memapah tubuhku untuk berjalan.Rasanya begitu menyakitkan hati ini saat mengetahui orang yang seharusnya menjadi sandaran tempat untuk mengeluhkan kondisi hidupku, justru malah membuat suasana hatiku semakin kacau saja."Mawar, coba lihat mama." Aku menatap wanita yang telah bersusah payah melahirkan diriku ke dunia ini."Apa mama juga tidak percaya padaku?""Bagaimana kalau kalian bercerai saja, itu adalah pilihan terbaik Mawar. Rumah tanggamu sudah terlampau banya
Perasaanku saat ini sedang dalam keadaan kurang nyaman. Setelah Abian pamit akan melakukan sesuatu yang berkaitan dengan keluarga Akbar, entah mengapa perasaan ini tak menentu."Belum ada kabar?" tanya Mama yang saat ini duduk di sebelahku.aku menggeleng sambil terus mencoba untuk menghubungi nomer telpon Abian."Sebentar lagi juga Abian memberi kabar. Jangan terlalu mengkhawatirkan keadaan ini. Polisi juga sudah memiliki bukti yang cukup kuat untuk menangkap Sandoro." Papa memotong pembicaraan kami. Pria paruh baya itu terlihat asyik menikmati teh hangat dan pisang goreng buatan Mama."Tapi, Pa…tidak biasanya Abian bersikap seperti ini." Jawabku sambil memaksakan senyum."Coba cek ponselmu, siapa tahu saja sudah ada berita penangkapan Sandoro."Aku menuruti kemauan Papa dan melihat berita terbaru yang menyuguhkan video penangkapan Sandoro.Mama yang melihat ekspresi wajahku menyimpulkan sesuatu dan segera menyalakan layar televisi. "Benar dugaan Papa," lirih Mama sambil mengelus lem
Dunia Akbar runtuh dalam hitungan detik. Kedua matanya masih menatap tak percaya dua tubuh yang tanpa busana saat ini saling melekat dan berkeringat bersama menapaki gairah cinta yang tiada tara.Tak ada yang bersuara, semuanya tenggelam dalam pikiran masing-masing."Mas Akbar…" lirih Mulan, dengan linangan air mata yang membasahi pipinya.Akbar ambruk begitu saja, tubuhnya terasa begitu lemah. Kalau dimasa lalu, Ia menyakiti Hati Mawar dengan menyetubuhi wanita lain, kini Akbar harus menanggung beban derita yang entah bisa disembuhkan atau tidak selama sisa umurnya, karena melihat dengan jelas tubuh istrinya kini disetubuhi oleh Ayahnya sendiri."Akbar!" teriak Sania panik melihat anaknya jatuh terduduk di lantai.Sania hanya mampu memeluk tubuh Akbar sambil menangis menjerit pilu, merasakan rasa sakit yang akan Akbar tanggung seumur hidupnya."Apa ini, Bu? Kenapa nasibku Seperti ini? Aku memiliki ayah monster dan wanita yang…" tangisnya pecah. Pria tegap itu menangis dalam pelukan Sa
Dengan perasaan yang kacau, Akbar memutuskan untuk menemui orang tuanya yang saat ini berada di rumah. Ingatannya kembali pada saat pertama kalinya Ia bertemu dengan Mulan yang saat itu sedang diTawan oleh beberapa Orang yang mengaku telah membayar mahal gadis desa itu. Tidak ada kecurigaan sama sekali. Ia benar-benar merasa iba atas hal yang terjadi pada Mulan saat itu.Sampai pada akhirnya, dirinya mulai menyadari bahwa Ia jatuh cinta pada gadis desa yang sangat berbeda sekali dengan Mawar.Mulan sangatlah lembut dan selalu membutuhkan pertolongannya. Sebagai seorang Pria, Ia merasa sangat dibutuhkan dan dihargai."Sial!" teriaknya frustasi. Mobil yang dikendarainya melaju sangat cepat agar cepat sampai ke rumah orang tuanya.Sesampainya di rumah, Akbar segera memarkir mobilnya dan berlari ke dalam rumah, mencari sosok pria yang sangat ingin ia temui."Akbar?" Sania tersenyum menatap anak semata wayangnya itu. Wajah Akbar tampak begitu merah, Seperti menahan sesuatu."Dimana Ayah, Bu
"Aku belum selesai bicara!" cegah Akbar, merasa pernyataan Abian terdengar begitu mengusik hatinya."Apa lagi yang ingin kau dengar?" Abian berbalik dan menatap wajah Akbar. Dua pria tampan itu terlihat memiliki ekspresi sama-sama dingin dan hal itu membuat suasana semakin tegang saja."Ayahmu ada di balik semua ini. Cobalah untuk berpikir, apa yang membuat kehidupan rumah tanggamu dengan Mawar berantakan. Kalau kau selalu beralasan kau berselingkuh karena perilaku seksual yang menyimpang, lalu atas dasar apa seorang wanita seperti Mulan mau tinggal dengan orang yang tak normal seperti dirimu!"Akbar sama sekali tidak menyangka, ucapan Abian begitu menusuk hati dan pikirannya. Pria itu ingin sekali menghajar habis-habisan Abian, namun Ia berusaha untuk tetap tenang dan mendengarkan alasan, mengapa Abian begitu ngotot untuk menyalahkan ayahnya."Kita sama-sama seorang Pengusaha dan memiliki banyak uang untuk mengetahui hal-hal yang ingin kita ketahui. Kalau kau tidak begitu peduli denga
"Apa yang membuatmu datang kemari?"tanyaku penasaran pada sosok yang saat ini berdiri di hadapanku.Akbar tidak menjawab, kepalanya celingukan mencari keberadaan seseorang."Apa yang sebenarnya kau inginkan, Akbar? Lebih baik kau pulang saja."Saat hendak melewati tubuh Akbar, pria itu mencekal lenganku, membuatku terpaksa menghentikan langkah kaki dan kembali memandang wajahnya."Aku ingin kita memulai sebuah lembaran baru. Mulan Seperti hilang ditelan bumi. Wanita itu meninggalkan diriku begitu saja." Ucapnya sambil tersenyum menatap wajahku.Aku segera menepis tangan Akbar, dadaku bergemuruh menahan diri agar tidak mengucapkan kata-kata kasar. Aku tidak ingin pengunjung Restoran terganggu dengan kemarahanku.Tak ingin berlama-lama, aku bergegas meninggalkan Akbar. Berjalan keluar Restoran."Mawar, tunggu!"tak kusangka, Akbar masih saja mengejarku sampai ke tempat parkir."Apa sih yang kau inginkan!" sentakku dengan perasaan kesal setengah mati melihat polah tingkah Akbar yang kekan
Bab 172Luka dalam hati selamanya akan menjadi sesuatu yang tidak pasti, jika tidak terobati dengan baik. Semuanya akan terasa indah jika bisa menyikapi hal itu dengan baik.Seperti halnya dengan diriku, tiga buka pasca perceraianku dengan Akbar, hati ini seperti tanaman yang baru saja tumbuh dan akan memulai sebuah perjalanan yang panjang.Akbar?Terakhir kali aku mendengar kabarnya. Pria itu masih mencari keberadaan Mulan, istri keduanya yang sampai saat ini tidak diketahui keberadaannya. Setiap kali otakku kembali membayangkan masa lalu itu, bukan hanya rasa sakit, melainkan rasa kasihan.Kami bertiga memiliki alasan untuk menjadi korban. Ya, korban ketidakadilan atas keegoisan seorang Sandoro. Abian telah memiliki semua bukti yang mengarah pada mantan mertuaku itu.Pria paruh baya itu adalah alasan pertama, kenapa rumah tanggaku dan Akbar hancur berantakan. Walaupun, pada dasarnya kembali lagi pada diri sendiri akan sebuah kekuatan Cinta, yang Akbar tidak memiliki itu semua.Pria i
Aku menatap wajah pria yang kini tengah menatap wajahku dengan sorot mata penuh harap. Wajah tampannya yang terlihat dingin seperti hilang ditelan bumi saat berhadapan dengan diriku. Cintanya bagaikan sebuah air yang terus mengalir membasahi seluruh isi hatiku."Mawar?" kembali Abian menyadarkan diri ini untuk mendapatkan jawaban yang diinginkannya."Apakah harus secepat ini?" aku mencoba untuk mengulur waktu yang ada. Bukan bermaksud untuk menyakiti hati Abian, hanya saja aku merasa masalahku dengan Akbar belum selesai sepenuhnya. Lagipula, Masa iddahku belum sepenuhnya selesai.Abian terlihat tersenyum. Lebih tepatnya memaksakan senyumannya.Merasa tidak nyaman, aku memalingkan wajah ke arah lain. Berlama-lama bertatap muka langsung dengan Abian membuat kesehatan jantungku berdegup kencang sekali."Baiklah, ayo aku antar pulang." Abian mengalihkan pembicaraan dan lebih memilih untuk membuat diriku merasa nyaman berada di dekatnya.***Mulan meremas ujung roknya, menyalurkan rasa tid
"Lagi pula, istrimu itu Mulan bukan Mawar! Pikiranmu Mulan, tapi mulutmu menyebut nama Mawar. Akbar, cobalah untuk mengerti dan pahami hal-hal yang akhir-akhir ini terjadi."Akbar menghempaskan tubuhnya pada Sofa empuk dan menyandarkan tubuhnya. Pikirannya benar-benar kacau. Mendapatkan kabar bahwa Ia telah resmi bercerai dalam kondisi kehilangan Mulan, membuat otaknya terasa begitu berat untuk berpikir."Kenapa tidak bertanya pada ayahmu?" Sania menatap wajah Akbar dan berusaha untuk meyakinkan anak semata wayangnya itu untuk dapat melihat sebuah kenyataan bahwa Ayahnya selama ini telah mempermainkan kehidupannya secara tidak langsung."Apa hubungannya dengan Ayah?" Akbar menegakkan tubuhnya dan menatap wajah Ibunya itu.Sania memutar bola matanya, malas untuk berdebat tentang persoalan yang sebenarnya sepele tapi begitu memuakkan untuk dibahas."Ibu, tolong katakan yang sebenarnya terjadi. Aku benar-benar tak paham atas semua yang terjadi.""Apa ingatanmu sudah tidak bekerja dengan b
Perlahan Abian melepaskan pelukannya dan memutar tubuhku agar berhadapan dengannya. Pria itu nampak begitu serius menatap wajahku dengan sorot mata yang tak dapat aku artikan."Aku akan menikah Mawar, apa kau mendengarnya?" sederet kalimat itu kembali mencuat keluar dari mulut Abian, menyisakan sedikit rasa perih di hatiku. Aku belum dapat mengetahui isi hatiku sebenarnya, namun akhir-akhir ini memang wajah Abian selalu berada dalam pikiranku."Mawar," sekali lagi. Pria itu terlihat begitu putus asa dengan kediamanku. "Abian, aku tahu selama beberapa tahun terakhir kau mencintaiku. Tapi, ini salah. Kau akan menikahi gadis itu. Jadi, tak lantas jika kau mengatakan bahwa kau mencintaiku." Jawabku tanpa berani memandang wajah Abian. Kepalaku tertunduk sambil sesekali mengusap keringat di keningku.Tangan Abian meraih tanganku, menggenggamnya begitu erat."Kaulah segalanya Mawar, orang yang akan aku nikahi adalah dirimu."Kepalaku mendongak menatap wajah Abian. "Apa maksudmu?""Orang yan