Mulan menyeka air mata dengan punggung telapak tangannya sendiri. Setelah merasa lega menumpahkan kekesalannya dengan cara menangis, Mulan kembali menatap plafon rumah sakit dengan tatapan kosong. Ia merasa begitu bodoh sampai-sampai melakukan perbuatan yang dapat menghilangkan nyawanya. Seharusnya ia dapat berpikir untuk tidak menyakiti dirinya. Masih banyak hal yang harus dilakukan di dunia ini. Seandainya Akbar telat membawa dirinya ke rumah sakit, pasti nyawanya akan hilang dengan sia-sia.Mulan meraba pergelangan tangannya yang telah dibungkus oleh kain kasa. "Di mana kamu mas?" kembali air matanya menetes begitu saja membayangkan wajah Akbar sedang bersama dengan istri pertamanya. Seandainya saja ia mengetahui wajah istri pertama suaminya itu, sudah lama Mulan ingin mengatakan bahwa dirinya juga istri lain Akbar. Wanita pilihan yang dipilih oleh Akbar untuk melahirkan seorang anak tampan bernama Nathan. ***Siti terlihat begitu energik saat memasuki sebuah restoran tempa
Mas Akbar tertawa. Meski tidak sepenuhnya mencairkan suasana yang sedikit menegang ini, tapi Mas Akbar tampak begitu berusaha untuk bersikap tenang."Ada yang lucu?" tanyaku penasaran dengan sikap mas Akbar.Mas Akbar mendekatkan wajahnya pada wajahku. Kedua tangannya menangkup wajahku dengan sorot mata tajam."Aku memang salah, maafkan kebodohanku."Keningku berkerut mendengar permintaan maaf Mas Akbar. Secepat itukah, Mas Akbar akan membongkar rahasia besar tentang perselingkuhannya dengan Mulan?Wajah mas Akbar semakin mendekat padaku, Seperti hendak menciumku."Apa yang kalian lakukan?!"Pertanyaan itu membuat diriku dan mas Akbar terkejut. Segera aku melihat ke arah pintu kamar, dan terlihatlah Orang yang selama ini aku rindukan sedang berdiri di ambang pintu kamarku yang terbuka lebar."Mama?" Penyelamatku! Bergegas diriku berlari memeluk tubuh beliau."Kapan mama pulang, kenapa nggak ngabarin dulu, biar Mawar jemput?!" aku mendongak menatap wajah ayu Mama yang terlihat begitu
Aku masih duduk diam di depan meja riasku. Setelah berganti pakaian, diriku tak lantas langsung turun ke lantai bawah. Melainkan berdiam diri dengan pemikiran yang begitu banyak. Mulai dari penasaran dengan kedatangan Mama dan papa, diriku juga ingin mengetahui kondisi Mulan. Wanita itu pasti dalam keadaan baik-baik saja, kalau tidak pasti Mas Akbar akan setia menunggunya di rumah sakit."Mawar?"aku menoleh, menatap ke arah pintu dan terlihatlah mama telah berdiri dengan tatapan penuh tanda tanya.Mama tidak langsung mengajakku untuk turun ke lantai satu, melainkan melangkahkan kakinya menuju ke arahku.Mama mengelus lembut pundakku."Ada apa sayang? Kau terlihat kurusan, sudah hampir dua bulan ini kau juga tidak datang berkunjung. Apakah rumor itu benar?""Apa mama percaya pada rumor itu?"Mama menghembuskan nafas panjang, Seperti ingin membuang semua hal sesak dalam dadanya."Ini salah mama, maafkan keegoisan mama sayang."Aku segera menggenggam erat tangan mama. Memamerkan deretan
"Siapa Mulan?"Aku menatap wajah mama. Wanita itu terlihat begitu penasaran dengan nama yang barusan keluar dari mulutku. Segera aku memasukkan ponsel ke dalam saku gamisku."Mawar, siapa Mulan?" kembali mama bertanya hal yang sama."Bukan siapa-siapa ma, dia temannya Siti. Hari Minggu besok dia akan menikah." Jawabku berbohong.Mama tidak langsung menanggapi jawabanku. Wanita berumur empat puluh tahun dan masih terlihat cantik itu hanya tersenyum masam."Mama dan papa ada urusan penting. Jadi, kau tidak perlu repot-repot membuat minuman. Ayo, kita ke depan.""Kenapa cepat sekali Ma? Kalian baru saja datang." aku begitu kesal dengan sikap kedua orang tuaku."Sudah, jangan banyak protes. Papamu sedang tidak dalam keadaan baik-baik saja.""Maksudnya, papa sakit?""Tidak sayang, tapi ada sesuatu yang terjadi. Biasa, ada masalah di kantor. Dan papamu berharap suamimu bisa ikut andil dalam urusan kantor. Tapi, tadi suamimu berkat telah memilih untuk bekerja di Hotel milik Hamzah. Lengkapla
Aku melirik jam dinding yang telah menunjukkan pukul delapan malam. Sepertinya tidak ada tanda-tanda kepulangan mas Akbar ke rumah. bagiku, hal itu tidak jadi masalah. Hanya saja, hati ini masih tidak terima dengan rentetan kebohongan yang terus dilakukan oleh Mas Akbar.Saat aku ingin menutup pintu rumah, betapa terkejutnya diriku saat ada sesosok tubuh manusia yang berdiri di teras rumah menghadap berlawanan denganku."Kyaaaaaaa!!!" aku membayangkan sosok kuntilanak sedang bertamu ke rumahku."MAWAR!"Kedua mata yang tadi aku pejamkan segera aku buka kembali untuk melihat siapa orang yang sedang memanggil namaku. "Siti?"Pak!Gadis itu memukul lenganku, terlalu keras sampai aku merasa ngilu dibuatnya."Sakit tau!" ucapku kesal sambil mengelus lembut lenganku."Lagian, kenapa harus teriak begitu? Apa kau sedang membayangkan bahwa diriku ini Kunti?"Aku nyengir kuda. Segera Memeluk erat tubuh Siti."Malam ini, nginap di rumahku saja, ya?" aku mencoba untuk membujuk Siti agar mau berm
"Jadi, kau memilih untuk bertahan dalam rumah tangga seperti ini?"Aku tersenyum getir mendengar pertanyaan Siti. Bukan bertahan, lebih tepatnya ingin menghancurkan semua hal yang telah merenggut kebahagiaanku."Mawar, jawab aku. Jangan seperti ini. Jujur saja, karena rumah tanggamu yang seperti ini justru membuatku jadi takut untuk melangkah ke jenjang yang lebih serius lagi." Siti menyandarkan tubuhnya pada Sofa. "Aku memilih, bukan berarti aku ingin mempertahankan mas Akbar.""Lalu?""Aku ingin menghancurkan semua hal yang membuat hatiku sakit. Mas Akbar dan wanita itu. Keduanya harus hancur."Siti tak lantas merespon perkataanku. Wanita itu nampak bingung dengan jawaban yang aku berikan padanya."Caranya?""Apa kau dapat menjaga rahasia?"Siti mencubit lenganku, gadis itu nampak terlihat kesal dengan pertanyaanku."Aku ingin mendekati Selingkuhan Suamiku.""What?! Kau gila Mawar!"Segera aku berdiri dan melangkahkan kakiku menuju ke tangga untuk menuju ke kamar."Kau berminat tid
Beberapa saat dalam keheningan yang telah tercipta antara diriku dan Siti, sahabatku itu nampak menatap marah padaku."Ceraikan saja Akbar dan buat dia menyesal."Aku menggeleng cepat berusaha untuk terlihat baik-baik saja dihadapan Siti."Mau menangis?"kembali aku menggeleng sambil tersenyum."Mawar, sumpah aku nggak tahan sama semua ini. Aku ingin sekali Menghajar Akbar Sekarang juga. Tapi, siapa pengirim video ini? Nomornya masih belum kau save." Komentar Siti tersadar bahwa nomor tersebut belum tersimpan."Apa bisa kita lanjutkan besok saja? Dan video itu…apakah Mas Akbar bersama dengan wanita itu?"Siti berulang kali mengelus dadanya, berusaha untuk menetralkan emosi dalam jiwanya."Ya, mereka berhubungan seks di dalam kamar mandi. Apa kau mau lihat? Mending aku hapus..""Jangan! Itu adalah bukti-bukti yang aku miliki. Jika suatu saat nanti akan tiba waktunya, pasti Mas Akbar akan mengelak dan dengan bukti tersebut, pasti Mas Akbar tidak dapat membela diri lagi."Siti segera men
Abian tidak memperdulikan umpatan dan teriakan kemarahan mas Akbar. Pria yang dulu aku kenal dengan sifat sabarnya itu dengan cepat menarik tubuhku menjauh dari jangkauan Mas Akbar. Aku dapat melihat beberapa pasang mata penuh kekesalan menatap kepergianku dengan Abian. Tubuhku sama sekali tidak berontak atau sekedar mengatakan kata tidak saat Abian menuntun langkahku untuk bergegas keluar dari mall.Sesampainya di parkiran mobil, jujur aku merasa ragu dengan keputusanku pergi meninggalkan Mas Akbar."Tidak Abian, aku harus menolong suamiku."Abian tidak tinggal diam. Pria itu membuka pintu mobilnya dan mendorong tubuhku agar masuk kedalam."Abian, ini salah."Pria itu sama sekali tidak terpengaruh dengan ucapanku. Mobilnya terus melaju keluar dari parkiran mall.Kali ini, aku menyerah pada keadaan. Biarkan kali ini aku bersandar pada pendirian Abian, walaupun aku tahu jika diriku kali ini salah meninggalkan Mas Akbar dalam keadaan seperti itu."Masih menyalahkan diri sendiri?"aku me