“Kamu udah dengar Mas!” saut Linar sinis dengan keberanian yang dipaksakan.Dean menggeram dengan kemarahan yang bergemuruh. Tubuhnya bergerak naik dan menemukan wajah Linar. Salah satu tangannya yang lain menangkap rahang Linar. Menghentikan gerakan tak karuan wanita itu. Air mata membanjiri wajah wanita itu yang kedua matanya terpejam. Dan Dean benar-benar akan meremukkan wajah wanita itu, ketika seluruh tubuh Dean menegang. Oleh bentakan Linar padanya yang dikuti ringisan dan bibir yang digigit untuk menahan. “Stop! Mas Cukup!! Aw..sakit…”Dean tersadar, kedua matanya mengedip dan menyadari bahwa Linar tampak menggigit bibir bagian dalamnya kuat-kuat. Seolah menyimpan kesakitan bercampur takut? Dan wajahnya serasa ditampar dengan keras menyadari bahwa wanita itu tengah menunjukkan reaksi menahan mual, Linar mengernyitkan dahinya terlalu dalam. Wajah Linar terlihat pucat.Cengkeraman tangan Dean di kedua tangan dan rahang istrinya melonggar. Tubuhnya bergerak naik untuk mencermat
“Dean!”“Mami?” Dean terkejut melihat maminya lah yang memanggil, dan ada di rumahnya sejak kapan?“Mami kapan datang?”“Kenapa? Kamu mulai nggak nyaman Mami datang ke rumahmu tanpa memberi tahu kamu lebih dulu?” tanya Mami dengan nada jengkel.“Bukan itu maksudku, Mi.” jawab Dean lemah, ia melanjutkan langkahnya ke arah luar.“Ini sudah terlalu siang untuk berangkat ke kantor, Mas. Dan apa istri kamu nggak membangunkan kamu tepat waktunya, hah?”“Bukan begitu, Mi” jawab Dean semakin BT.“Mami kenapa nggak bilang sama aku mau ke sini? Padahal aku bisa jemput Mami seperti biasa,”Mami terdiam sejenak tampak enggan namun tetap bicara, “Mami belum niat datang tapi, sudah terlalu lama Mami membiarkan Linar. Jadi mami putuskan untuk menemuinya lebih dulu,”“Apa maksud Mami dengan sudah terlalu lama membiarkan Linar?”“Apa selama ini Mami sengaja menghindari Linar? Apa Mami nggak merestui pernikahan kedua kami, Mi? Tapi kenapa Mi?” tambah Dean menekan.“Mami punya banyak alasan, sudahlah ki
Wajah Dean terperangah lalu mengeras dan dipenuhi kegelapan yang begitu pekat hanya dalam hitungan detik. "Apa kamu bilang?" desisnya tajam."Benar 'kan? Kamu udah lama berubah Mas! Jujur aja aku benar-benar heran, kenapa kamu nggak terima aja anak itu dan meneruskan pernikahan kalian yang bahagia, aku yakin Dera akan lebih disambut meriah daripada aku! Dan kamu nggak perlu merasa terbebani lagi!” sembur Linar dengan penuh emosi. Air matanya mengalir dengan deras dan memenuhi seluruh permukaannya wajahnya. Bersama seluruh emosi yang meluap di dalam dadanya. Menerjangnya dengan keras dan ia tak sanggup menanggulanginya.Dean mendorong tubuh Liana ke dinding, mencengkram kedua bahu wanita itu dengan tangannya.Linar sama sekali tak memberontak. Ia tak peduli bahunya akan lebih terasa sakit dan tulang bahunya yang serasa akan remuk saking kuatnya Dean mencengkeramnya. "Kamu bicara omong kosong lagi, hah!" desis Dean dengan bibir yang nyaris tak bergerak tepat di depan wajah Linar.Lina
Kemudian pria itu mengelusnya dengan lembut. Perlahan tapi pasti, ketegangan di perut Linar berkurang. Hingga hilang sama sekali.Dan saat keduanya tersadar, Linar menyentakkan tangan Dean dari tubuhnya. "Aku tetap marah sama kamu, jangan kamu pikir aku akan lupa ya, sama semua kelakuan kamu!”Dean mendengus tipis. "Ya, terima kasih kembali," balasnya mengejek.Linar membuang wajahnya, membalikkan tubuhnya hingga memunggungi Dean. Dean bangkit berdiri dan mendekat. Beberapa menit kemudian, Linar melayang, berada dalam gendongan Dean."Kamu perlu mandi, kan?" Dean berbalik, berjalan masuk ke kamar mandi."Aku bisa mandi sendiri." Linar melihat bak mandi yang sudah dipenuhi air hangat dan busa. Keningnya berkerut, apakah Dean yang menyiapkan ini semua untuknya?Pertanyaan itu tak butuh jawaban, ketika Dean membungkuk dan mendudukkannya di pinggiran bak mandi. "Kamu mau apa sih, Mas?” delik Linar menahan ujung dresnya tetap menutup pahanya ketika Dean memegang ujung kain tersebut dan h
Dean langsung mengamati sekelilingnya, dan kembali menatap maminya setelah yakin Linar tak lagi menguping. "Iya, dia nggak perlu tau. Dan... ""Dan apa?""Mami masih ingat 'kan, kalau Linar itu perempuan pintar sekaligus peka pada sekelilingnya jadi aku minta tolong untuk lebih berhati-hati ketika berbicara di rumah ini,""Oh, ya ampun semuanya sudah berputar, jadi Mami dan kamu mulai sekarang harus berhati-hati demi menjaga perasaan Linar, begitu?""Iya, dunia terus berputar.""Kamu sendiri yang memaksa menikahinya ketika dia dan keluarganya memusuhi kita, merendahkan diri dengan mengejar Linar sampai pernikahan minta dipercepat. Sekarang kamu sendiri yang harus menanggung akibatnya."Dean menggusur rambutnya, jengah. Ia bangkit berdiri dan berkata, "Iya, aku akan bertanggung jawab pada keluarga ku sendiri, Mami tenang aja,""Dan membiarkan Linar semakin besar kepala dan pada akhirnya dia membalas semua yang membuat dia berlagak korban, tersakiti di keluarga kita?"Dean seketika te
"Aku masih mencintai kamu, dan apa kamu masih mencintai aku?""Hah, apa?!" tanya Linar berulang kali dengan nada yang enggan.Dean menahan kekecewaannya karena sikap Linar yang sengaja berpura tak mendengarnya. Dean memilih tak hiraukan, ia menambah kecepatannya dan melepaskan t-shirt yang masih melekat pada tubuhnya. Setelah itu dia kembali merendahkan tubuhnya dan kembali menghentakkan miliknya ke dalam Linar dengan brutal."Panggil namaku!" perintah Dean dengan suara berat beserta napas yang tidak beraturan."Akhh,.. Dean!!! Akh ahhh ahhh!" teriak Linar. Dadanya bergoyang cepat karena brutalnya gerakan Dean di bawah sana, perutnya terasa terisi karena milik panjang Dean."Mas! Uhhh,.. Mas! Dean!" pekik Linar meremas kuat sprei di bawahnya. Dengan reflek dia mengangkat pinggangnya sehingga dadanya membusung. Kesempatan itu langsung dipergunakan oleh Dean dengan menyesap kuat dada Linar dalam keadaan miliknya masih menghantam milik Linar.Peluh sudah bercucuran pada tubuh mereka, h
“Linar! Jangan tutup mata!”“Aku lagi tahan sakit, Mas!” rintih Linar merengek.Dalam sekali gerakan yang ringan, Dean menggendong Linar dan mendudukkan wanita itu di tepi tempat tidur. Telapak tangan Dean menyusup agar menyentuh perut Linar, merasakan tendangan dari dalam yang begitu kuat. Dean membungkukkan punggung, membuka baju kancing Linar hingga menampilkan kulit perut wanita itu yang tampak tonjolan pergerakan. Dari gerakannya, Dean bisa melihat bayinya yang tampak tak tenang. Ia pun mendekatkan wajahnya di perut Linar, dan dengan telapak tangan yang mengusap lembut. Dean berbisik dengan lembut."Sshhh Papa di sini. Nak." Telapak tangan Dean masih terus bergerak, seolah menenangkan bayi dalam kandungan istrinya. "Shhh, kamu yang tenang ya, di dalam perutnya mamah, semuanya baik-baik saja. Udah ada papah sama mamah, ok."Dean mengulang kalimat itu dan usapan lembutnya. Entah mengulangnya berapa kali. Karena setiap ia mengulanginya, gerakan bayi itu perlahan mereda. Hingga sep
“Linar?”“Ah, iya.” “Kamu kenapa melamun di depan kotak lift?” tanya Dean tak habis pikir.“Bukan apa-apa,” jawab Linar memposisikan diri di sudut lift. Dean dan Linar hampir saja di lobby saat suara dering ponsel Dean kembali terdengar, kali ini Dean memperlambat langkahnya seolah menjaga agar Linar tak bisa melihat layar ponselnya, dan langsung ia matikan membuat Linar menatap lekat pada ponsel Dean.“Kamu duluan ya ke parkiran, aku mau ke toilet dulu, ini kuncinya.” “Sekalian mau telepon balik?” tanya Linar tak dapat menahan sindirannya.Gerakan tangan Dean sempat berhenti, membalas tatap Linar yang keras. “Iya, telepon dari Roland, pasti keperluan kantor. Kamu tenang aja aku nggak ada niatan ke kantor karena hari ini aku mau menemani kamu di rumah.”“Kenapa kamu tiba-tiba mau menemani aku di rumah? Apa karena ada Mami?” tanya Linar setengah sinis.“Maksudnya?”“Apa karena kamu khawatir Mami akan membuat aku nggak nyaman lagi, sepertinya masih banyak yang mau Mami omongin sama