"Aku masih mencintai kamu, dan apa kamu masih mencintai aku?""Hah, apa?!" tanya Linar berulang kali dengan nada yang enggan.Dean menahan kekecewaannya karena sikap Linar yang sengaja berpura tak mendengarnya. Dean memilih tak hiraukan, ia menambah kecepatannya dan melepaskan t-shirt yang masih melekat pada tubuhnya. Setelah itu dia kembali merendahkan tubuhnya dan kembali menghentakkan miliknya ke dalam Linar dengan brutal."Panggil namaku!" perintah Dean dengan suara berat beserta napas yang tidak beraturan."Akhh,.. Dean!!! Akh ahhh ahhh!" teriak Linar. Dadanya bergoyang cepat karena brutalnya gerakan Dean di bawah sana, perutnya terasa terisi karena milik panjang Dean."Mas! Uhhh,.. Mas! Dean!" pekik Linar meremas kuat sprei di bawahnya. Dengan reflek dia mengangkat pinggangnya sehingga dadanya membusung. Kesempatan itu langsung dipergunakan oleh Dean dengan menyesap kuat dada Linar dalam keadaan miliknya masih menghantam milik Linar.Peluh sudah bercucuran pada tubuh mereka, h
“Linar! Jangan tutup mata!”“Aku lagi tahan sakit, Mas!” rintih Linar merengek.Dalam sekali gerakan yang ringan, Dean menggendong Linar dan mendudukkan wanita itu di tepi tempat tidur. Telapak tangan Dean menyusup agar menyentuh perut Linar, merasakan tendangan dari dalam yang begitu kuat. Dean membungkukkan punggung, membuka baju kancing Linar hingga menampilkan kulit perut wanita itu yang tampak tonjolan pergerakan. Dari gerakannya, Dean bisa melihat bayinya yang tampak tak tenang. Ia pun mendekatkan wajahnya di perut Linar, dan dengan telapak tangan yang mengusap lembut. Dean berbisik dengan lembut."Sshhh Papa di sini. Nak." Telapak tangan Dean masih terus bergerak, seolah menenangkan bayi dalam kandungan istrinya. "Shhh, kamu yang tenang ya, di dalam perutnya mamah, semuanya baik-baik saja. Udah ada papah sama mamah, ok."Dean mengulang kalimat itu dan usapan lembutnya. Entah mengulangnya berapa kali. Karena setiap ia mengulanginya, gerakan bayi itu perlahan mereda. Hingga sep
“Linar?”“Ah, iya.” “Kamu kenapa melamun di depan kotak lift?” tanya Dean tak habis pikir.“Bukan apa-apa,” jawab Linar memposisikan diri di sudut lift. Dean dan Linar hampir saja di lobby saat suara dering ponsel Dean kembali terdengar, kali ini Dean memperlambat langkahnya seolah menjaga agar Linar tak bisa melihat layar ponselnya, dan langsung ia matikan membuat Linar menatap lekat pada ponsel Dean.“Kamu duluan ya ke parkiran, aku mau ke toilet dulu, ini kuncinya.” “Sekalian mau telepon balik?” tanya Linar tak dapat menahan sindirannya.Gerakan tangan Dean sempat berhenti, membalas tatap Linar yang keras. “Iya, telepon dari Roland, pasti keperluan kantor. Kamu tenang aja aku nggak ada niatan ke kantor karena hari ini aku mau menemani kamu di rumah.”“Kenapa kamu tiba-tiba mau menemani aku di rumah? Apa karena ada Mami?” tanya Linar setengah sinis.“Maksudnya?”“Apa karena kamu khawatir Mami akan membuat aku nggak nyaman lagi, sepertinya masih banyak yang mau Mami omongin sama
“Jelas masih, dong! Gimana kalau nanti malam. Mau gue jemput atau langsung ketemuan di lokasi?”“Di lokasi aja, di kedai ice cream dekat universitas, dan gue cuma bisa ketemu siang ini, gimana?”“Ok, kita ketemu disana, gue bersiap sekarang.”“Ok, hati-hati di jalan, ya.”Linar memandang gamang layar ponsel yang sudah mati. Ini lebih baik, memakan ice cream ditemani teman yang sedang meminta pertolongannya lebih dulu dibandingkan dengan berdiam diri di kamar yang terasa dingin dengan kemelut di hati yang menyakitinya. Mengingatkannya pada.** FlashbackBruukkk...Linar terhuyung ke belakang ketika berbelok ke pintu toilet dan menabrak seorang wanita yang hendak keluar. Ia membungkuk mengambil tas tangan wanita itu dan mengembalikan pada sang pemilik. "Maaf."Wanita itu mengulurkan tangan dengan memasang tatapan datar pada wajah Linar. Tanpa senyum tapi tak cukup dibilang bersikap dingin. Hanya menatapnya datar dengan matanya yang sipit dan bibirnya yang tergores tipis tanpa senyum.
“Karena kamu. Mas Dean harus melawan Mami dan sebagian keluargaku yang lain. Hanya demi menikahi kamu yang nggak mampu memberi keuntungan apapun. Di saat Mas Dean sebenarnya bisa menikahi perempuan yang sederajat dan memberikan dia manfaat atau paling nggak yang mampu mengimbangi dia di segala aspek. Sedangkan kamu cuma pegawai biasa yang beruntung bertemu mas ku, entah apa yang dia lihat dari kamu.”Linar memandang Ista gamang, alasan yang sudah ia prediksi karena terlalu jelas. Siapapun bisa menebaknya. “Apa lagi?”“Dan kamu yang selalu diam di pojokan atau gelayutan di samping Mas Dean, menunggu kami mendatangi kamu lebih dulu. Setelah itu sok sibuk sama orang-orang yang nggak penting. Padahal kamu pendatang yang nggak diharapkan tapi kamu sendiri yang ngak bisa beradaptasi sama kita. Kamu tahu! Menjengkelkan saat kamu yang cuma diam dan orang lain akan berpikir kalau kami yang terlalu sombong untuk mengajak kamu gabung! Padahal kita memang nggak pernah satu frekuensi! Beda circle!
"Linar?!!!" sentak Dean geram.Linar terlonjak dan segera mengendalikan diri, ia mengangkat dagunya lebih tinggi melotot pada Winona, sebagai bentuk antisipasi jika Winona akan membalasnya.“Brengsek! Apa kamu baru aja menampar ku, hah?!!!” jerit Ista menatap nyalang.Sedikit pun tak merasa bergetar saat telapak tangan Ista terangkat dan siap melayang ke wajahnya. Ia tak menyesali perbuatan atau pembelaannya atas ucapan sombong dan merendahkan wanita itu. Jika saja mereka sedang tak di depan umum maka Linar akan membalas dengan mencaci maki sikap Ista yang terlalu manja dan sombong itu. Sudah lama ia ingin menegur atau membalikkan perkataan Ista. "Cukup, Ista!"Suara Dean dari arah belakang membuat keduanya menegang dengan alasan yang berbeda.Ista menurunkan tangannya seketika dan menoleh pada Dean dengan tatapan protes. “Apa?! Mas lihat ‘kan! Dia yang menampar aku lebih dulu! Sial! Dia pikir dia siapa hah!!!”“Ada alasannya ‘kan! Kesabaran aku udah habis Ista! Dan stop playing vic
“Aaarrghhh….”Linar memekik dengan keras, memiringkan tubuhnya dan rasa sakit yang terus meremas keras perutnya. Sontak ia meringis keras, dan terisak.“Mas…” rintih Linar pilu. Linar langsung teringat, hasil testpacknya. Janinnya? Dengan gemetar Linar berusaha bangkit, tetapi rasa sakit yang lebih mendominasi daripada tenaganya. Air matanya mengalir semakin deras dan kedua tangannya bergerak memeluk perutnya. “Darah…? Tolong…” Berharap ada yang mendengar namun mengingat ia sedang ada di kamar hotel pasti tak akan terdengar dari balik pintu ia butuh sesuatu yang lebih keras. Dengan sekuat tenaga ia menggusurkan badannya keluar dari kamar mandi, beruntung tepat di sebelah pintu terdapat nakas yang dihiasi dengan pot bunga terbuat dari kaca setinggi sepuluh sentimeter, dengan meringis tangis dan bercucuran keringat. Linar meraih pot bunga tadi dan melemparnya pada jendela kaca balkon berjarak dua meter di depannya. Praaang….Linar tersenyum meringis nyaris tersengal melihat usahanya
Linar tak menggubris. Meneruskan perjalanannya.Tak sabar, Dean pun menyusul dan berhasil menyambar pergelangan tangan Linar. "Lalu kenapa kamu tiba-tiba berubah? Sebelumnya kita baik-baik aja tapi setelah pemeriksaan kandungan kamu kenapa kamu tiba-tiba diam seolah. Aku nggak ngerti kamu marah kenapa?!""Kamu beneran nggak tahu, Mas?"Dean terdiam, mencoba menyelami arti tatapan Linar."Ya, aku memang memberikan kamu kesempatan kedua, membiarkan kamu menarik aku ke kehidupan kamu semau kamu, tapi bukan berarti kamu berhak mengabaikan aku dan melakukan kesalahan yang sama, Mas!”Mata Dean menyipit, berusaha mengelupas lapisan emosi di wajah Linar. "Apa kamu marah karena aku lebih memilih pergi ke kantor dan mengabaikan janji aku ke kamu, gitu?"Linar memutar bola matanya jengah, menyentakkan tangan Dean, tetapi Dean malah semakin mengetatkan cekalannya."Kamu tahu aku udah jelasin ke kamu! Kalau itu panggilan urusan kerjaan dan aku harus kenkantor sebentar! Aku udah janji sama kamu ng
Silahkan Mampir Cerita Lainnya, Peringatan Cerita 19+Genre Adult Romance, Kontrak dg CEO yg bergaya Cassanova. Alur dan permasalahannya lebih real dan relate kehidupan normal. BlurbJavas mengerang karena bergairah, semakin merengkuh tubuh Zehra pada tubuh tegapnya yang membuat pipi Zehra memerah karena ikut merasakannya, dengan mata berkilat Javas mengusap pipi Zehra. "Jadi dari mana aja kamu seharian ini?""Cuma di rumah, mengemas semua barang aku. Kamu ingat 'kan? Ini jadi hari terakhir-""Aku berubah pikiran, ayo kita bertunangan!" Zehra mendorong dada Javas pelan, "Maaf, aku nggak bisa karena kontrak kita udah selesai, benar 'kan?"Tentang dua manusia yang tak pernah bersilang jalan sebelumnya kini terus dipertemukan hingga memantik rasa penasaran Javas Wira Sastro yang sudah muak dengan hidupnya, mencoba bermain api hingga memanfaatkan Zehra Deris yang terhimpit masalah.Mereka setuju untuk terikat dan tanpa sadar saling terbakar. Namun terlalu banyak perbedaan, drama serta
Empat Tahun Kemudian “Elkan sudah berusia enam tahun, sudah agak telat buat punya adik, tapi kenapa masih belum?” pupil mata Tante Ambar membesar, dengan reaksi dramanya ia melanjutkan. “Apa kalian cuma berencana punya satu anak atau ada masalah dengan rahim kamu lagi, Lin?”Pertanyaan terakhir adalah yang paling sensasional terbukti semua mata tertuju pada Linar yang tengah menuangkan air ke dalam gelas kosong. Ia menyadarinya tapi tak cukup ada alasan untuk menghentikan gerakannya. Ia memang langsung haus saat Tante Ambar kembali kumat.“Ambar! Jaga ucapan kamu!” peringat Om Soepomo.“Aku cuma tanya, kita ini ‘kan keluarga. Wajar dong kalau saling terbuka lagipula lebih baik bertanya langsung dari pada ngomongin di belakang ‘kan?”“Memangnya Tante Ambar masih ngomongin aku di belakang, ya?” tanya Linar berpura-pura ingin tahu.Tante Ambar mengerjapkan matanya beberapa kali. Kemudian mengulas senyum sambil mengedikkan bahunya. “Kadang-kadang aja, kamu terlihat awet muda sih,”“Aku ‘
"Dia pasti tahu itu, Roland pasti sudah cerita tentang itu ke dia." Linar bersedekap layaknya petugas biro interogasi, "Maryn tahu kamu sudah punya anak?" Dean menghela napasnya kasar. “Aku nggak tau, kami jarang ketika bertemu, ngobrol urusan pribadi seperti itu.” Linar memutuskan untuk tidak berhenti, ia mengikuti suaminya. "Lantas, mau apa dia menghubungi kamu selarut ini?" Dean memandang Linar lama, mencoba merangkai kata dengan penjelasan yang ia pilih. "Maryn memastikan aku hadir di pestanya Roland. Akan banyak yang datang dan mungkin akan menjadi acara semacam reuni." "Kamu memang pasti hadir 'kan? Secara dia sahabat kamu. Lagian acara pernikahannya masih dua minggu lagi, jadi kenapa dia harus memastikan kamu hadir sampai segitunya?" Dean terlihat frustrasi dengan enggan ia menambahkan. “Bukan acara pernikahannya tapi…semacam pesta lajang di tempat yang sudah di booking sama yang punya acara.” “Pesta lajang? Dimana?” “Di salah satu pulau Bali.” “Hah, pesta sendirian sek
Braaak! Dean memejamkan matanya, coba menahan keluhan lantaran pintu mobilnya yang baru saja dibanting oleh istrinya. Ia melirik pada Linar yang masih cemberut mengotak atik ponselnya.“Sebentar lagi jam sebelas, kita sekalian makan siang aja ya, jadi kamu pulang jam satu aja.” buka Dean sembari menjalani mobilnya keluar garasi.“Nggak bisa, ‘kan aku udah bilang aku nggak tega ninggalin Elkan terlalu lama.” balas Linar.“Makanya aku udah bilang tadi, bawa Elkan dan susternya sekalian.” bantah Dean santai namun dibalas delikkan oleh Linar.“Justru karena aku mikirin posisi kamu di kantor. Gimana kalau tantrumnya kambuh? Udah pasti mengganggu kesejahteraan kantor kamu.” ucap Linar sewot.Dean memejamkan matanya lelah. Tangannya mengusap wajahnya gusar. Dia mencoba mendekati Rere. “Aku minta maaf, ok. Berhenti ketus saat bicara sama aku, Lin.” Hening…Linar menyadari jika Dean sudah mulai tersinggung dan mengambil sikap tegas dan dinginnya.“Aku pikir kita udah baik-baik aja. Aku bena
"Maaf, Buk. Pak Dean sedang tidak ada di tempat.""Oh ya, bukannya kurang dari setengah jam, baru tiba jam istirahat?""Betul, Buk. Tapi sejam dua jam yang lalu Pak Dean keluar kantor untuk menghadiri event peluncuran salah salah satu karya kami, dan Bapak bilang akan kembali ke kantor sekitar jam dua nanti." jawab sekretaris Dean. Linar mengangguk kecil, ada perasaan menyesal karena sudah semangat mempersiapkan bekal makan siang sejak jam sembilan pagi. "Tadi kamu bilang, event peluncuran produk? Apa itu artinya Buk Dera William dan Pak Roland juga ikut?" pancing Linar. ***Linar merengut kesal, perasaan was-was masih saja menganggunya selama masih ada Dera yang menjadi salah satu partner kerja suaminya artinya Dera masih berputar di dunia suaminya. Peluang mereka untuk bertemu, dekat dan kembali nyaman terlalu besar. Dan terbukti ada kecocokan tempat diantara mereka. Dean baru saja memberitahu lewat telpon jika ia tengah berada di restoran ternama dan memakai ruang makan tertut
"Iya, nanti di dalam kamarnya jangan terlalu lama, ya. Biar kamu bisa ikut foto bersama nah, setelah itu kita bahas acara ulang tahun Ista, nanti. Kamu tahu 'kan sebentar lagi giliran Ista, adik ipar kamu yang berulang tahun. Jadi kamu harus ikut diskusi, ya!""Ok, Tante. Yaudah aku ke kamar dulu, ya. Elkan udah merengek terus."Linar masuk ke salah satu kamar tamu yang ada di lantai dasar. la duduk di sisi ranjang dan mulai menurunkan gaunnya di bagian dada dan melepas kancing bra. Sejak melahirkan Elkan, Linar selalu memakai bra dengan kancing di bagian depan agar memudahkannya untuk menyusui.Linar segera menempatkan bibir Elkan di puncak dadanya. Elkan yang sudah lapar dan haus, segera menghisap dengan tidak sabar. Tidak lama kemudian, mata bayi laki-laki sehat itu terpejam. Linar menatap Elkan dengan penuh kasih sayang. Tangannya bergerak pelan dan lembut untuk mengelus kepala anaknya yang berambut lebat seperti Dean. la tersenyum tipis. Perjalanan rumah tangga yang dulu terasa
Dean menelengkan kepalanya. "Kenapa bisa nggak seger lagi?""Ya, karena aku udah mandi dari setengah jam yang lalu," ucap Linar cemberut."Ya, terus kenapa kamu nggak langsung samperin aku aja, hmm?" "Niatnya 'kan mau kasih kejutan, lagian kamu kelihatan serius banget kerjanya, jadi aku pilih skincare-an deh, sambil nungguin." Dean mendengus ketika kedua lengan Linar mengalungi lehernya. “Bukan karena kamu sibuk cari alasan supaya aku nggak marahin kamu, hm?” sindir Dean tajam. Meski begitu, kedua tangannya bergerak pasti memeluk pinggang Linar.Linar tersenyum geli, kakinya sedikit berjinjit agar bisa mengecup sebentar bibir Dean. "Jangan marah dong, 'kan akunya ga jadi seminggu disana.""Kesepakatannya kamu dan Elkan cuma tiga hari disana, ingat.""Tapi kamu tau sendiri, Mamah aku protes karena aku nggak ikut bantuin acaranya. Dan kamu udah izinkan aku, ingat?""Amat sangat terpaksa, karena mamah kamu yang minta." dengus Dean. “Tapi Mas, kamu suka nggak?” bisiknya tepat didepa
"Cium!" bisik Linar ragu, "Dia cium bibir aku, Mas."Jawaban Linar cukup membuat Dean lega, hanya saja egonya terlanjur luka. Ia kecewa manakala di saat mereka berpisah, ia masih meyakini Linar masih mencintainya, dan kepercayaan Linar adalah perempuan yang pandai menjaga dirinya. Sejujurnya ia pun banyak membiarkan Dera. "Tumben, kamu mau. Padahal hubungan kalian setengah tahu pun belum?""..." Linar tak mampu memandang wajah suaminya.Dean berbalik, "Aku kecewa, aku pikir kamu nggak akan semudah itu berpaling.""Mas..." Linar menahan lengan Dean, "Waktu itu kita udah bercerai, Mas.""Secepat itu kamu berpaling? Apa kamu memang tipikal nggak bisa kesepian? Jangan - jangan kalau aku tinggal dinas lama di luar kota, kamu cari pelukan pria lain.""Aku nggak kaya gitu, Mas. Bukannya banyak kesempatan yang aku buktikan ke kamu, ya? Aku yang selalu nungguin kamu di kamar yang dingin sendirian, Mas! Aku selalu setia sama kamu….” Linar menggigit lidahnya, dan membuang wajahnya ke samping.D
Dean mengetahui jika Linar sudah lama bersahabat dengan Tita tapi dengan Andaru, pria yang dikenalnya sebagai kekasih dari Tita, sejauh apa istrinya dekat dengan Andaru? Dan apakah Tita mengetahui kedekatan mereka berdua hingga dengan santainya Andaru membuat janji temu dan makan bersama, bahkan mengirim pesan selarut ini. Berbagai macam pertanyaan dan pikiran negatif bersemayam dibenaknya dengan cara yang menjengkelkan. Ia curiga, khawatir dan mungkin cemburu. Namun kali ini Dean ingin menguji istrinya.***Tok.. Tok.. "Masuk,"“Mas, ini udah jam makan siang lho, makan yuk!”Dean tersenyum kecil saat menemukan Linar yang melangkah menuju meja kerjanya. Ia memundurkan kursinya dan menyamankan posisi duduknya dengan kaki yang terbuka lebar.Linar berdiri di sampingnya, menyandar di pinggir meja setelah meletakkan tas di atasnya. Tangannya memainkan rambut Dean. “Lunch bareng aku yuk, ada resto recommended yang mau aku coba bareng kamu," Dean mengangguk setuju, menikmati tangan Linar