Dean menatap nyalang, lidahnya kelu akan sikap Linar yang balik menantang. “Ada teman aku yang melihat kebersamaan kalian dan dia mengirimi aku, fotonya. Hufthh! Jangan coba mengelak karena kalian bertemu di ruang publik, siapapun bisa melihatnya ‘kan?” dengus Dean.“Karena memang sedari awal yang kami nggak berniat selingkuh Mas! Dan kami nggak pernah selingkuh! Pertemuan kami murni karena ada keperluan.” tukas Linar lelah.“Apa yang membuat aku harus percaya? Kamu bukan jenis perempuan yang terbiasa berhubungan dekat dengan seorang lelaki. Aku tau seberapa selektifnya kamu berteman. Dan dari dulu sampai sekarang kamu selalu dekat sama satu pria yaitu lelaki itu.”“Dan lelaki itu, pacar dari sahabat aku, Mas! Dan rasanya wajar aja karena kami kenal sejak awal kuliah!” jelas Linar jengah.“Terserah kamu mau percaya atau nggak? Aku lelah! Kami butuh istirahat!” Linar sengaja menekan kata kami agar Dean ingat jika ia juga sedang hamil, tak hanya dirinya yang merasakan lelah tapi jelas j
"Ada apa?""P-perutku. arrghh... " ringis Linar nyaris tak bisa bernapas.Kepanikan melapisi seluruh permukaan wajah Dean, pria itu menunduk dan menyelipkan kedua lengannya di punggung dan balik lutut Linar. Kemudian membawa Linar kembali ke tempat tidur.Linar menggigit bibir bagian dalamnya menahan nyeri di bagian bawah perutnya. Sedangkan Dean, memposisikan dirinya memeluk Linar dari belakang, pria itu menyelipkan telapak tangannya di balik pakaian Linar yang memunggungi Dean.Diam-diam, Dean ikut meringis dan menyentuhkan tangannya di perut Linar yang mengeras. Kemudian pria itu mengelusnya dengan lembut. Perlahan tapi pasti, ketegangan di perut Linar dan desah kesakitan pun berkurang. Hingga benar-benar sirna. Dan saat keduanya tersadar, Linar menyentakkan tangan Dean dari tubuhnya. "Pokoknya aku udah kasih alasan, kenapa aku nggak mau datang."Dean mendengus tipis. "Lantas. Apa kamu nggak keberatan kalau aku kasih alasan yang sama, lengkap dengan ekspresi yang kamu tunjukkan k
“Karena itu nggak penting Lin, dan kamu nggak nanya apapun.” jawab Dean dengan suara yang diseret.Linar menipiskan bibirnya kesal mendengarnya. Dengan sengaja mendorong gelas dan piring kosong dari hadapannya agak kasar. “Aku sudah selesai makan, aku permisi ke atas Mi, Mas.”Tanpa mendengar jawaban, Linar gegas bangkit dan berjalan cepat menaiki tangga. Sesekali mengelus perut besarnya untuk menenangkan janinnya.Sesampainya di dalam kamar Linar langsung mengambil sepotong coklat putih yang ada di kulkas kecil samping ranjang mereka. Dengan hati yang tak nyaman ia mengunyah coklat putih berharap bisa menetralkan suasana hatinya.“Linar! Kenapa kamu langsung pergi gitu, aja, hah?!”Dean menghela napasnya, “Kamu tahu ‘kan. Mami akan lebih tersinggung dengan apa yang kamu lakukan tadi!”“Dan gimana sama aku, Mas? Kenapa Mami belum juga menjaga perasaan aku? Apa maksud dari kata-katanya bahwa aku harus tampil all-out untuk mengalahkan kehadiran Dera, mantan menantu idamannya itu? Jujur
"Hai Lin, kenapa kamu ditinggal sendiri disini?" "Mas Dean lagi menyapa rekanan bisnisnya, dan mungkin mereka akan sedikit mengobrol tentang pekerjaan, dan Mas Dean tahu aku pasti langsung bosen. Dan aku diminta nunggu dia."Marwan mengangguk kecil sambil menatap Linar lekat. "Kenapa, liat akunya begitu?""Dan kamu nggak apa-apa membiarkan Dean pergi dengan Crystaline?"Linar tersenyum kikuk, "Iya, memangnya kenapa?"Marwan mengerjapkan matanya dua kali, kembali menimbang dan memutuskan untuk tersenyum ringan. "Nggak, memang bukan masalah.""Ayo ikut aku! Disana ada Anggita dan Marcel, kamu bisa gabung sama mereka."Sekali lagi diam-diam Linar bersyukur diselamatkan oleh Marwan. Kakak sepupu iparnya yang selalu peka dan rendah hati. ** “Ya, aku dengar dan sekarang acaranya sudah mulai santai dan aku tetap ingin duduk disini, Marcel.”“Anggit, kamu masih bisa duduk santai di dalam dan sesekali kamu bisa ikut mengobrol dengan yang lain ‘kan?”“Aku sudah melakukanya, dan sekaran
“Apa?!” “Ah, sudahlah! Aku harap aku salah, aku sarankan kamu telpon suami kamu sekarang, tanya dia lagi dimana dan sama siapa?”Linar yang masih denial, mulai enggan lantaran rasa familiar yang sempat akrab dulu dengannya kembali menyerangnya. Perasaan bertanya-tanya, merasa ditinggalkan, curiga dan berakhir menyembunyikan kegetiran sendirian. “Aku nggak mau mengganggunya, Nggit.”“Cukup bertanya sewajarnya, Lin! Pastikan kalau penglihatan aku yang salah!” “Memangnya kamu liat apa?”Anggita menutup mulutnya, ia hanya melihat kedua sosok itu dari arah belakang ditambah penerangan yang minim karena mereka melewati samping bangunan rumah. “Aku yakin itu Mas Dean. Postur tubuhnya sama dan… Linar! Lihat ke atas!”Spontan Linar mendongak, meski gelap tapi berkat terang bulan mereka bisa melihat dengan jelas, Dean dan Dera keluar dari pintu jendela yang digeser dan berjalan berbarengan di balkon atas menuju arah samping.“Iya, mereka Mas Dean dan Dera.” seru Linar seolah baru saja menela
Praaangg!!Kedua wanita itu terlonjak kaget karena dua hal yang berbeda, Linar yang terkejut karena suara pecahan beling berasal dari salah satu asisten rumah tangga di rumah yang sedari tadi bekerja seolah berbaur dengan para tamu. Sedangkan Dera tercengang dan butuh beberapa saat baginya untuk mencerna apa yang baru saja dilakukan oleh Linar kepadanya. Jus alpukat strawberry yang agak kental dengan dua warna terang telah mengotori wajahnya yang sudah dirias oleh perias ternama.Dan segera saja keduanya menjadi pusat perhatian dari beberapa tamu yang berada di sekeliling keduanya.Kedua mata Dera membelalak tak percaya dan kemarahan yang sudah mencapai ubun-ubun. "Apa lo sudah gila, hah?!" bentaknya keras. “Sialan! Sini lo!”Tangannya sudah terangkat dan hendak melayang di wajah Linar, tetapi mendadak berhenti di udara.Linar sendiri yang sudah memperkirakan tamparan tersebut, membuka matanya lebar berniat akan menangkap layangan tangan meski ia sendiri gemetar. Tetapi di antara kete
Setelah kembali ke rumah mereka, Ini kali pertama Linar memasuki ruangan ini, ruangan yang diatur sebagai kantor Dean kala bekerja dari rumah atau terima rekan kerja namun ia tidak menyangka jika banyak yang sudah berubah dengan ruangan ini. Kini di sudut ruangan tersedia lemari kaca kecil yang penuh dengan segala minuman dari yang biasa sampai yang memabukkan seperti botol yang sedang Dean pegang. Dengan tubuh gemetar yang sarat akan kekecewaan, Linar memanggil Dean dengan lirih dan mungkin karena keheningan yang mendera suara Linar terdengar jelas. Membuat Dean tersentak di tempatnya dan membalik tubuhnya dengan wajah memerah dan membentak Linar yang seharusnya tidak menyusul ke ruangan ini.Dengan gemuruh Linar menatap Dean nyalang. “Kenapa kamu jadi begini, Mas?”Dean membuang wajahnya frustasi. “Kembali ke kamar, Linar! Istirahatlah!”"Aku mencari kamu ke mana-mana." Linar berjalan melihat Dean yang kembali berbalik memunggunginya dan menghabiskan isi gelasnya lalu menurunkan ge
Dean meremas rambut Linar menekannya ke konter, menahan perempuan itu yang kewalahan menerima ciumannya yang menuntut penyerahan diri Linar sepenuhnya. Tangannya masuk ke dalam celana dalam Linar mengusap dan menggelitik bagian yang mulai basah dan licin itu."Mas," desah Linar ketika Dean melepaskan bibirnya dan beralih mencumbu wajah, leher, dan dadanya dengan terburu- buru, seperti kelaparan.Dean menjilat, mengisap, menarik, dan menggigit. Meninggalkan tanda di semua yang dilalui bibirnya."Mas," pekiknya meringis saat jemari laki-laki itu masuk dan bergerak di dalam pusat gairahnya.Kaki Linar terbuka, lututnya sedikit menekuk ketika Dean menambah satu jari lagi, tidak memberi ampun mendorongnya mencapai puncak. Linar terengah, kepalanya terkulai ke belakang, jemarinya meremas pinggiran konter saat Dean merayap turun, bersimpuh di antara kakinya, menarik celana dalam turun melepasnya dari kaki Linar.Wajah Dean mendongak terbenam di selangkangan Linar. Dia mencumbu kewanitaan, me
Silahkan Mampir Cerita Lainnya, Peringatan Cerita 19+Genre Adult Romance, Kontrak dg CEO yg bergaya Cassanova. Alur dan permasalahannya lebih real dan relate kehidupan normal. BlurbJavas mengerang karena bergairah, semakin merengkuh tubuh Zehra pada tubuh tegapnya yang membuat pipi Zehra memerah karena ikut merasakannya, dengan mata berkilat Javas mengusap pipi Zehra. "Jadi dari mana aja kamu seharian ini?""Cuma di rumah, mengemas semua barang aku. Kamu ingat 'kan? Ini jadi hari terakhir-""Aku berubah pikiran, ayo kita bertunangan!" Zehra mendorong dada Javas pelan, "Maaf, aku nggak bisa karena kontrak kita udah selesai, benar 'kan?"Tentang dua manusia yang tak pernah bersilang jalan sebelumnya kini terus dipertemukan hingga memantik rasa penasaran Javas Wira Sastro yang sudah muak dengan hidupnya, mencoba bermain api hingga memanfaatkan Zehra Deris yang terhimpit masalah.Mereka setuju untuk terikat dan tanpa sadar saling terbakar. Namun terlalu banyak perbedaan, drama serta
Empat Tahun Kemudian “Elkan sudah berusia enam tahun, sudah agak telat buat punya adik, tapi kenapa masih belum?” pupil mata Tante Ambar membesar, dengan reaksi dramanya ia melanjutkan. “Apa kalian cuma berencana punya satu anak atau ada masalah dengan rahim kamu lagi, Lin?”Pertanyaan terakhir adalah yang paling sensasional terbukti semua mata tertuju pada Linar yang tengah menuangkan air ke dalam gelas kosong. Ia menyadarinya tapi tak cukup ada alasan untuk menghentikan gerakannya. Ia memang langsung haus saat Tante Ambar kembali kumat.“Ambar! Jaga ucapan kamu!” peringat Om Soepomo.“Aku cuma tanya, kita ini ‘kan keluarga. Wajar dong kalau saling terbuka lagipula lebih baik bertanya langsung dari pada ngomongin di belakang ‘kan?”“Memangnya Tante Ambar masih ngomongin aku di belakang, ya?” tanya Linar berpura-pura ingin tahu.Tante Ambar mengerjapkan matanya beberapa kali. Kemudian mengulas senyum sambil mengedikkan bahunya. “Kadang-kadang aja, kamu terlihat awet muda sih,”“Aku ‘
"Dia pasti tahu itu, Roland pasti sudah cerita tentang itu ke dia." Linar bersedekap layaknya petugas biro interogasi, "Maryn tahu kamu sudah punya anak?" Dean menghela napasnya kasar. “Aku nggak tau, kami jarang ketika bertemu, ngobrol urusan pribadi seperti itu.” Linar memutuskan untuk tidak berhenti, ia mengikuti suaminya. "Lantas, mau apa dia menghubungi kamu selarut ini?" Dean memandang Linar lama, mencoba merangkai kata dengan penjelasan yang ia pilih. "Maryn memastikan aku hadir di pestanya Roland. Akan banyak yang datang dan mungkin akan menjadi acara semacam reuni." "Kamu memang pasti hadir 'kan? Secara dia sahabat kamu. Lagian acara pernikahannya masih dua minggu lagi, jadi kenapa dia harus memastikan kamu hadir sampai segitunya?" Dean terlihat frustrasi dengan enggan ia menambahkan. “Bukan acara pernikahannya tapi…semacam pesta lajang di tempat yang sudah di booking sama yang punya acara.” “Pesta lajang? Dimana?” “Di salah satu pulau Bali.” “Hah, pesta sendirian sek
Braaak! Dean memejamkan matanya, coba menahan keluhan lantaran pintu mobilnya yang baru saja dibanting oleh istrinya. Ia melirik pada Linar yang masih cemberut mengotak atik ponselnya.“Sebentar lagi jam sebelas, kita sekalian makan siang aja ya, jadi kamu pulang jam satu aja.” buka Dean sembari menjalani mobilnya keluar garasi.“Nggak bisa, ‘kan aku udah bilang aku nggak tega ninggalin Elkan terlalu lama.” balas Linar.“Makanya aku udah bilang tadi, bawa Elkan dan susternya sekalian.” bantah Dean santai namun dibalas delikkan oleh Linar.“Justru karena aku mikirin posisi kamu di kantor. Gimana kalau tantrumnya kambuh? Udah pasti mengganggu kesejahteraan kantor kamu.” ucap Linar sewot.Dean memejamkan matanya lelah. Tangannya mengusap wajahnya gusar. Dia mencoba mendekati Rere. “Aku minta maaf, ok. Berhenti ketus saat bicara sama aku, Lin.” Hening…Linar menyadari jika Dean sudah mulai tersinggung dan mengambil sikap tegas dan dinginnya.“Aku pikir kita udah baik-baik aja. Aku bena
"Maaf, Buk. Pak Dean sedang tidak ada di tempat.""Oh ya, bukannya kurang dari setengah jam, baru tiba jam istirahat?""Betul, Buk. Tapi sejam dua jam yang lalu Pak Dean keluar kantor untuk menghadiri event peluncuran salah salah satu karya kami, dan Bapak bilang akan kembali ke kantor sekitar jam dua nanti." jawab sekretaris Dean. Linar mengangguk kecil, ada perasaan menyesal karena sudah semangat mempersiapkan bekal makan siang sejak jam sembilan pagi. "Tadi kamu bilang, event peluncuran produk? Apa itu artinya Buk Dera William dan Pak Roland juga ikut?" pancing Linar. ***Linar merengut kesal, perasaan was-was masih saja menganggunya selama masih ada Dera yang menjadi salah satu partner kerja suaminya artinya Dera masih berputar di dunia suaminya. Peluang mereka untuk bertemu, dekat dan kembali nyaman terlalu besar. Dan terbukti ada kecocokan tempat diantara mereka. Dean baru saja memberitahu lewat telpon jika ia tengah berada di restoran ternama dan memakai ruang makan tertut
"Iya, nanti di dalam kamarnya jangan terlalu lama, ya. Biar kamu bisa ikut foto bersama nah, setelah itu kita bahas acara ulang tahun Ista, nanti. Kamu tahu 'kan sebentar lagi giliran Ista, adik ipar kamu yang berulang tahun. Jadi kamu harus ikut diskusi, ya!""Ok, Tante. Yaudah aku ke kamar dulu, ya. Elkan udah merengek terus."Linar masuk ke salah satu kamar tamu yang ada di lantai dasar. la duduk di sisi ranjang dan mulai menurunkan gaunnya di bagian dada dan melepas kancing bra. Sejak melahirkan Elkan, Linar selalu memakai bra dengan kancing di bagian depan agar memudahkannya untuk menyusui.Linar segera menempatkan bibir Elkan di puncak dadanya. Elkan yang sudah lapar dan haus, segera menghisap dengan tidak sabar. Tidak lama kemudian, mata bayi laki-laki sehat itu terpejam. Linar menatap Elkan dengan penuh kasih sayang. Tangannya bergerak pelan dan lembut untuk mengelus kepala anaknya yang berambut lebat seperti Dean. la tersenyum tipis. Perjalanan rumah tangga yang dulu terasa
Dean menelengkan kepalanya. "Kenapa bisa nggak seger lagi?""Ya, karena aku udah mandi dari setengah jam yang lalu," ucap Linar cemberut."Ya, terus kenapa kamu nggak langsung samperin aku aja, hmm?" "Niatnya 'kan mau kasih kejutan, lagian kamu kelihatan serius banget kerjanya, jadi aku pilih skincare-an deh, sambil nungguin." Dean mendengus ketika kedua lengan Linar mengalungi lehernya. “Bukan karena kamu sibuk cari alasan supaya aku nggak marahin kamu, hm?” sindir Dean tajam. Meski begitu, kedua tangannya bergerak pasti memeluk pinggang Linar.Linar tersenyum geli, kakinya sedikit berjinjit agar bisa mengecup sebentar bibir Dean. "Jangan marah dong, 'kan akunya ga jadi seminggu disana.""Kesepakatannya kamu dan Elkan cuma tiga hari disana, ingat.""Tapi kamu tau sendiri, Mamah aku protes karena aku nggak ikut bantuin acaranya. Dan kamu udah izinkan aku, ingat?""Amat sangat terpaksa, karena mamah kamu yang minta." dengus Dean. “Tapi Mas, kamu suka nggak?” bisiknya tepat didepa
"Cium!" bisik Linar ragu, "Dia cium bibir aku, Mas."Jawaban Linar cukup membuat Dean lega, hanya saja egonya terlanjur luka. Ia kecewa manakala di saat mereka berpisah, ia masih meyakini Linar masih mencintainya, dan kepercayaan Linar adalah perempuan yang pandai menjaga dirinya. Sejujurnya ia pun banyak membiarkan Dera. "Tumben, kamu mau. Padahal hubungan kalian setengah tahu pun belum?""..." Linar tak mampu memandang wajah suaminya.Dean berbalik, "Aku kecewa, aku pikir kamu nggak akan semudah itu berpaling.""Mas..." Linar menahan lengan Dean, "Waktu itu kita udah bercerai, Mas.""Secepat itu kamu berpaling? Apa kamu memang tipikal nggak bisa kesepian? Jangan - jangan kalau aku tinggal dinas lama di luar kota, kamu cari pelukan pria lain.""Aku nggak kaya gitu, Mas. Bukannya banyak kesempatan yang aku buktikan ke kamu, ya? Aku yang selalu nungguin kamu di kamar yang dingin sendirian, Mas! Aku selalu setia sama kamu….” Linar menggigit lidahnya, dan membuang wajahnya ke samping.D
Dean mengetahui jika Linar sudah lama bersahabat dengan Tita tapi dengan Andaru, pria yang dikenalnya sebagai kekasih dari Tita, sejauh apa istrinya dekat dengan Andaru? Dan apakah Tita mengetahui kedekatan mereka berdua hingga dengan santainya Andaru membuat janji temu dan makan bersama, bahkan mengirim pesan selarut ini. Berbagai macam pertanyaan dan pikiran negatif bersemayam dibenaknya dengan cara yang menjengkelkan. Ia curiga, khawatir dan mungkin cemburu. Namun kali ini Dean ingin menguji istrinya.***Tok.. Tok.. "Masuk,"“Mas, ini udah jam makan siang lho, makan yuk!”Dean tersenyum kecil saat menemukan Linar yang melangkah menuju meja kerjanya. Ia memundurkan kursinya dan menyamankan posisi duduknya dengan kaki yang terbuka lebar.Linar berdiri di sampingnya, menyandar di pinggir meja setelah meletakkan tas di atasnya. Tangannya memainkan rambut Dean. “Lunch bareng aku yuk, ada resto recommended yang mau aku coba bareng kamu," Dean mengangguk setuju, menikmati tangan Linar