"Hai Lin, kenapa kamu ditinggal sendiri disini?" "Mas Dean lagi menyapa rekanan bisnisnya, dan mungkin mereka akan sedikit mengobrol tentang pekerjaan, dan Mas Dean tahu aku pasti langsung bosen. Dan aku diminta nunggu dia."Marwan mengangguk kecil sambil menatap Linar lekat. "Kenapa, liat akunya begitu?""Dan kamu nggak apa-apa membiarkan Dean pergi dengan Crystaline?"Linar tersenyum kikuk, "Iya, memangnya kenapa?"Marwan mengerjapkan matanya dua kali, kembali menimbang dan memutuskan untuk tersenyum ringan. "Nggak, memang bukan masalah.""Ayo ikut aku! Disana ada Anggita dan Marcel, kamu bisa gabung sama mereka."Sekali lagi diam-diam Linar bersyukur diselamatkan oleh Marwan. Kakak sepupu iparnya yang selalu peka dan rendah hati. ** “Ya, aku dengar dan sekarang acaranya sudah mulai santai dan aku tetap ingin duduk disini, Marcel.”“Anggit, kamu masih bisa duduk santai di dalam dan sesekali kamu bisa ikut mengobrol dengan yang lain ‘kan?”“Aku sudah melakukanya, dan sekaran
“Apa?!” “Ah, sudahlah! Aku harap aku salah, aku sarankan kamu telpon suami kamu sekarang, tanya dia lagi dimana dan sama siapa?”Linar yang masih denial, mulai enggan lantaran rasa familiar yang sempat akrab dulu dengannya kembali menyerangnya. Perasaan bertanya-tanya, merasa ditinggalkan, curiga dan berakhir menyembunyikan kegetiran sendirian. “Aku nggak mau mengganggunya, Nggit.”“Cukup bertanya sewajarnya, Lin! Pastikan kalau penglihatan aku yang salah!” “Memangnya kamu liat apa?”Anggita menutup mulutnya, ia hanya melihat kedua sosok itu dari arah belakang ditambah penerangan yang minim karena mereka melewati samping bangunan rumah. “Aku yakin itu Mas Dean. Postur tubuhnya sama dan… Linar! Lihat ke atas!”Spontan Linar mendongak, meski gelap tapi berkat terang bulan mereka bisa melihat dengan jelas, Dean dan Dera keluar dari pintu jendela yang digeser dan berjalan berbarengan di balkon atas menuju arah samping.“Iya, mereka Mas Dean dan Dera.” seru Linar seolah baru saja menela
Praaangg!!Kedua wanita itu terlonjak kaget karena dua hal yang berbeda, Linar yang terkejut karena suara pecahan beling berasal dari salah satu asisten rumah tangga di rumah yang sedari tadi bekerja seolah berbaur dengan para tamu. Sedangkan Dera tercengang dan butuh beberapa saat baginya untuk mencerna apa yang baru saja dilakukan oleh Linar kepadanya. Jus alpukat strawberry yang agak kental dengan dua warna terang telah mengotori wajahnya yang sudah dirias oleh perias ternama.Dan segera saja keduanya menjadi pusat perhatian dari beberapa tamu yang berada di sekeliling keduanya.Kedua mata Dera membelalak tak percaya dan kemarahan yang sudah mencapai ubun-ubun. "Apa lo sudah gila, hah?!" bentaknya keras. “Sialan! Sini lo!”Tangannya sudah terangkat dan hendak melayang di wajah Linar, tetapi mendadak berhenti di udara.Linar sendiri yang sudah memperkirakan tamparan tersebut, membuka matanya lebar berniat akan menangkap layangan tangan meski ia sendiri gemetar. Tetapi di antara kete
Setelah kembali ke rumah mereka, Ini kali pertama Linar memasuki ruangan ini, ruangan yang diatur sebagai kantor Dean kala bekerja dari rumah atau terima rekan kerja namun ia tidak menyangka jika banyak yang sudah berubah dengan ruangan ini. Kini di sudut ruangan tersedia lemari kaca kecil yang penuh dengan segala minuman dari yang biasa sampai yang memabukkan seperti botol yang sedang Dean pegang. Dengan tubuh gemetar yang sarat akan kekecewaan, Linar memanggil Dean dengan lirih dan mungkin karena keheningan yang mendera suara Linar terdengar jelas. Membuat Dean tersentak di tempatnya dan membalik tubuhnya dengan wajah memerah dan membentak Linar yang seharusnya tidak menyusul ke ruangan ini.Dengan gemuruh Linar menatap Dean nyalang. “Kenapa kamu jadi begini, Mas?”Dean membuang wajahnya frustasi. “Kembali ke kamar, Linar! Istirahatlah!”"Aku mencari kamu ke mana-mana." Linar berjalan melihat Dean yang kembali berbalik memunggunginya dan menghabiskan isi gelasnya lalu menurunkan ge
Dean meremas rambut Linar menekannya ke konter, menahan perempuan itu yang kewalahan menerima ciumannya yang menuntut penyerahan diri Linar sepenuhnya. Tangannya masuk ke dalam celana dalam Linar mengusap dan menggelitik bagian yang mulai basah dan licin itu."Mas," desah Linar ketika Dean melepaskan bibirnya dan beralih mencumbu wajah, leher, dan dadanya dengan terburu- buru, seperti kelaparan.Dean menjilat, mengisap, menarik, dan menggigit. Meninggalkan tanda di semua yang dilalui bibirnya."Mas," pekiknya meringis saat jemari laki-laki itu masuk dan bergerak di dalam pusat gairahnya.Kaki Linar terbuka, lututnya sedikit menekuk ketika Dean menambah satu jari lagi, tidak memberi ampun mendorongnya mencapai puncak. Linar terengah, kepalanya terkulai ke belakang, jemarinya meremas pinggiran konter saat Dean merayap turun, bersimpuh di antara kakinya, menarik celana dalam turun melepasnya dari kaki Linar.Wajah Dean mendongak terbenam di selangkangan Linar. Dia mencumbu kewanitaan, me
"Apa maksud kamu, Lin?""Kamu jelas tahu maksud aku, Mas.""Linar! Wajar 'kan kalau Mami memperingatkan kamu ketika harus naik turun tangga, resikonya jauh lebih besar. Biar si Mbok yang mengurusnya.""Ok,"**Linar tampak sibuk, memindahkan menu sarapan pagi menjelang siang ke meja makan dan mempersiapkan makanan untuk disantap Dean. "Tumben Mami belum muncul, Lin. Tolong panggilkan Mami ya, untuk sarapan bareng kita!""Mami, udah pergi sejak pagi, Mas. Kembali ke rumah utama.""Oh ya, kenapa aku sampai nggak tahu, biasanya 'kan-""Memang agak mendadak. Mungkin Mami sedang buru-buru atau apapun itu, yang jelas Mami sempat pamit sama aku,"Dean mengangguk kecil dengan menatap Linar yang agak bersikeras. "Ok." "Apa Mami sempat membahas masalah kemarin malam?""Iya, tentu aja. Mami nggak pernah melewatkan sekalipun untuk terus berkomentar atau memberi nasihat tentang apa yang salah dari aku, apa yang seharusnya aku lakukan apalagi kalau yang aku lakukan dianggap mempermalukan kel
Deg! Hati Linar mencelos akan serangan tiba-tiba, dan kini otaknya mendadak buntu, karena memang itu faktanya. Tapi.. "Dan besar kemungkinan kamu ingin membalas dendam dan pada akhirnya jatuh ke pelukan lelaki lain …" suara Gayatri terhenti dengan mata menimbang dan sinar matanya meredup. "Setelah selama ini, Mami masih meragukan kesetiaan aku? Kalau Mami nggak percaya sama aku, kenapa Mami nggak menentang Mas Dean untuk nggak menikahi aku lagi.""Apa kata dokter saat dulu kalian memeriksa kesuburan? Apa kehamilan kamu yang dulu juga sebenarnya bukan milik Dean?" "Apa?" tanya Linar terkejut akan pertanyaan jauh diluar dugaan. "Apa… apa pernah dokter pernah mengatakan kalau sebenarnya yang bermasalah adalah Dean, sendiri?"Linar mulai mencerna, alasan sinar yang meredup pada matanya, dan nada suara yang merendah. Linar memutuskan menunggu."Kamu dan Dera, sudah terbukti pernah mengandung. Apa artinya itu…""Mi, maaf tapi menurut aku, Mami terlalu ikut campur dan menyimpulkan s
"Brengsek kamu! Dengar aku akan-"Dean dengan cepat menyambar tengkuk Linar mengadah dan mencium bibir Linar rakus. Perlahan kedua kaki Linar melemas, letih melawan Dean. Dean menggerakkan dirinya secara brutal di dalam diri Linar. Kegusaran membutakan matanya, begitu pula hatinya. Dean hanya perlu menghukum Linar tanpa khawatir akan menindih Linar dan membahayakan anaknya di dalam perut."Kamu istri aku! Tugasnya istri itu patuh sama suami, ngerti kamu!" tekan Dean sambil menggerakkan dirinya dengan kasar.Linar mengalihkan perhatian saat Dean akan menciumnya. Dean menghisap leher Linar dan membelit tubuh Linar agar diam didalam rengkuhannya.***Bangun lebih dulu, dengan ingatan yang kembali terkumpul membuat perasaan Linar kembali muram. Linar menoleh ke belakang pada Dean yang masih tertidur lelap, yang ia yakini tak memakai sehelai kain apapun di balik selimut yang hanya menutupi bagian perut hingga ke bawah. Linar buru buru beranjak. Dan pergi ke kamar mandi. Setelah mandi Lin