Linar terkesiap mendengarnya, lalu ia mengangguk kecil, "Iya, aku tahu. Tapi aku beneran lapar, kita sarapan dulu setelah itu aku jawab, ok?""Ok," Raif pun gegas memanggil pelayan dan memesan makanan yang disetujui oleh Linar.Mencari waktu lebih banyak untuk mengulur pembicaraan utama mereka. Ia butuh lebih banyak waktu untuk mempertimbangkan keputusannya. Dan perlukah Raif tahu?Linar tak pernah merasa harus melibatkan mengenai keputusan hidupnya sebelum ia benar-benar mengenal dekat teman lamanya itu. Sebelum ia membiarkan pria itu melangkah lebih jauh ke dalam privasinya karena Raif satu-satunya orang selain keluarganya yang menerima kedatangan tiba-tiba Linar dengan tangan terbuka apapun keadaannya. Linar merasakan ketulusan pria itu dan sekarang ia tak bisa mengabaikan hal tersebut. Raif memang belum menunjukkan keseriusannya. Tak pernah ada bahasan tentang hubungan mereka yang membuat Linar merasa nyaman karena ia tak sedang tak butuh hubungan cinta secepat ini.Namun Raif se
"A… apa?""Kali ini ayo, kita perjelas. Kamu masih cinta sama dia atau keraguan kamu murni karena ikut campur mamah kamu tentang anak kamu? Yang mana yang benar?""Karena nasihat mamah aku yang realistis, dan ya karena anak aku," jawab Linar tercekat. "Kalau begitu, ini nggak bisa dibiarkan, Linar. Dengar! Kali ini aku akan bantu kamu, sekarang kamu kirim nomor ponsel dan alamat kantornya sama aku dan aku akan menemuinya." Raif bangkit berdiri sambil mengeluarkan dompet dan meletakkan beberapa lembar cash,"Raif, kamu nggak perlu sampai segitunya, aku menceritakan semua ini ke kamu, bukan untuk minta bantuan kayak gini!""Yah, terus apa, Lin? Aku tahu kamu masih kecewa dengan semua yang telah terjadi sama kamu, dan kamu nggak akan mau kembali lagi kalau bukan desakan mamah kamu 'kan? Brengsek! Dia memaksa kamu lewat mamah kamu, dasar orang kaya picik! Dari awal dia memang nggak pernah menutupi kedoknya yang picik dan sombong!""Raif," ucap Linar lelah, "Aku cuma punya waktu hari
"Awas!!!"Hanya dalam sekejap mata, Raif sudah menerjang ke arahnya. Mendorong tubuhnya menjauh hingga jatuh tersungkur ke jalanan dengan keras. Rasa sakit menghantam punggung dan pantat. Linar mengerang, dan sebelum kemudian suara hantaman yang lebih keras mengambil seluruh kesadaran. Menjerit melihat tubuh Raif yang terpelanting keras karena ditabrak bagian depan mobil yang melintas di hadapannya.Suara decit ban bersinggungan dengan jalanan beraspal karena rem yang ditekan keras. Mobil berhenti, dan untuk sepersekian detik si sopir bersirobok dengan keterkejutan di kedua mata Linar melewati kaca spion. Kemudian melajukan mobil meninggalkan halaman restoran.Linar masih belum sepenuhnya mencerna apa yang terjadi, ketika wajahnya berputar dan menangis histeris melihat tubuh Raif yang berbaring tak bergerak di tengah jalan. Dengan darah memenuhi setengah wajah pria itu. Juga di tangan, kaki, dan menggenang membasahi aspal."Raif?"Menjelang siang hari, sang mamah mendatangi kamar Lina
"Mas!" ucap Linar tercekat, terkejut tak mengira jika Dean akan sefrontal itu mengatakan rencananya pada keluarga Raif yang notabenenya adalah orang lain.Seringai yang gelap tertarik di salah satu ujung bibir Dean. Kemudian wajah pria itu tertunduk dan salah satu alisnya terangkat. Menatap tangan Linar yang menahannya dan raut permohonan yang begitu kental di wajah basa wanita itu. "Kenapa? Memang begitu kan rencananya? Sekalian meluruskan kesalahpahaman yang nggak perlu.""Jadi Tante dan kamu, saya harus luruskan kalau saya dan Linar bermaksud rujuk, jadi Linar dan Raif murni hanya berteman. Saya harap Tante lebih berhati-hati dalam berbicara.""Mas, kita perlu bicara!" dan Linar beralih pada dua wanita yang menatapnya lekat. "Maaf Tante, kak. Kami permisi ke sana dulu ya," Tanpa mendengar balasan Linar langsung menarik baju pada lengan milik Dean agar mengikutinya."Kamu bicara apa sih, Mas?! Apa perlu kamu membicarakan semuanya ke mereka!"Satu anggukan kecil cukup sebagai jawa
"Kamu nggak aku izinkan pergi, Lin." "Mas, dia itu terluka karena aku!" "Aku bilang aku nggak izinkan kamu pergi, Linar!" ulang Dean dengan tegas dan penuh penekanan. Tekanan di tangan Linar pun semakin menguat, sengaja menyakiti wanita itu. "Kamu baru saja menerima lamaran aku dan lihatlah!" Pandangan Dean beralih ke arah ruang tengah pada keluarga kedua belah pihak yang duduk di kursi tak jauh dari posisi mereka tampak membicarakan mengenai rencana mahar dan segala persiapan pernikahan lebih lanjut. Dalam hati Linar merasakan mamahnya bersikap aktif dengan mendominasi pembicaraan, mengemukakan tuntutan dan arahan, tak lagi menjadi pihak yang mendengarkan dan menerima apapun yang diinginkan oleh calon keluarga besannya karena merasa tak cukup berkontribusi pendanaan pernikahan. Tapi kini mamahnya tak lagi merasa terintimidasi terlebih Dean sendiri yang meminta mamahnya berperan aktif di pernikahan kedua mereka nanti. Dna itu membuatnya lega. "Apa kamu akan meninggalkannya
Norman mengerjap meski memaksa raut wajahnya tetap terlihat datar. Menatap tangan Linar yang terulur ke arahnya bergoyang dengan tak sabar, mendapatkan keinginannya dengan segera."Kenapa sih? Atau aku akan dapatkan taxi ku sendiri." ucap Linar kemudian melangkah melewati Norman. Ia baru saja menyebrang pekarangan rumahnya, ketika Norman langsung mencegahnya bergerak lebih jauh lagi."Saya mohon, biarkan saya membantu keperluan Anda, Nyonya." Suara Norman syarat akan permohonan meski terdengar begitu datar dan sangat tenang.Linar tentu saja bisa menjadi lebih keras kepala pada Norman. Tetapi ia jelas tak punya banyak waktu untuk berdebat. Ia harus segera sampai di rumah sakit. Linar pun mengangguk, kemudian mengikuti langkah Norman.Norman berhenti di samping mobil toyota camry hitam, yang sama dengan milik maminya meski dengan plat nomor yang berbeda. Pria itu membukakan pintu mobil untuk Linar yang segera memanjat masuk ke dalam mobil.***Linar turun dari mobil sambil mengatakan
Raif terdiam sejenak. "Aku 'kan sudah bilang kecelakaan ini bukan salah kamu, Lin.”Linar terdiam. Menatap wajah Raif sekali lagi dengan pandangan yang lebih kuat dan dalam."Tapi... Kalau kamu benar-benar bertanya, aku akan mulai memikirkan jawabannya."Linar tetap bergeming. Perasaannya campur aduk. Tak bisa dijabarkan dan benar-benar membuat dadanya penuh dengan sesak."Alasan aku memintamu ke sini itu karena aku ingin lihat keadaan kamu, aku bersyukur pengorbanan aku nggak sia-sia," ucap Raif dengan perasaan yang begitu dalam. Terkesan benar mempersembahkan ketulusannya hingga membuat Linar serba salah "Dan malam ini, aku ingin kamu menemaniku di sini. Ok!"Kedua mata Linar melihat terkejut akan keinginan Raif. Malam ini? Apakah itu artinya ia harus pulang keesokan harinya? Kepala Linar benar-benar akan pecah memikirkan dua pertanyaan ini. Apa kata mamah dan omnya, jika ia tak pulang malam ini. Terlebih mas Dean juga akan tau dari Norman, "Kenapa? Cuma semalam aja, selama keluarg
Dalam frekuensi yang sama keduanya saling memandang dalam emosi tertegun dan tertahan. "Apa yang sedang kalian lakukan, hah?" suara sang mamah memecah ketegangan yang semakin nyata di antara Linar dan Dean. Linar mengerjapkan matanya, berusaha keras menahan diri dari tatapan emosi Dean yang masih mempengaruhinya. Mendorong dada Dean menjauh, tetapi karena tubuhnya jauh lebih mungil dan tubuh Dean berdiri tegap dan kokoh, malah membuat Linar terhuyung ke belakang. Beruntung Dean menangkap pinggangnya sebelum pantatnya jatuh ke lantai dengan cara yang sangat tidak anggun. Kedua mata sang mamah membelalak dan kepalanya menggeleng-geleng tak habis pikir. "Ya ampun! Apa yang kalian lakukan sih? Walaupun tubuh kalian tertutup tirai tapi ini tetap tempat umum! Dan lagi ya, kalian sebentar lagi akan menikah, seharusnya kalian bisa menahan dong!" Dean tak terlalu menggubris kalimat mamah mertua, memberi ruang untuk sang mamah mendekati Linar yang berpura-pura sibuk dengan gaunnya. Mengaba
Silahkan Mampir Cerita Lainnya, Peringatan Cerita 19+Genre Adult Romance, Kontrak dg CEO yg bergaya Cassanova. Alur dan permasalahannya lebih real dan relate kehidupan normal. BlurbJavas mengerang karena bergairah, semakin merengkuh tubuh Zehra pada tubuh tegapnya yang membuat pipi Zehra memerah karena ikut merasakannya, dengan mata berkilat Javas mengusap pipi Zehra. "Jadi dari mana aja kamu seharian ini?""Cuma di rumah, mengemas semua barang aku. Kamu ingat 'kan? Ini jadi hari terakhir-""Aku berubah pikiran, ayo kita bertunangan!" Zehra mendorong dada Javas pelan, "Maaf, aku nggak bisa karena kontrak kita udah selesai, benar 'kan?"Tentang dua manusia yang tak pernah bersilang jalan sebelumnya kini terus dipertemukan hingga memantik rasa penasaran Javas Wira Sastro yang sudah muak dengan hidupnya, mencoba bermain api hingga memanfaatkan Zehra Deris yang terhimpit masalah.Mereka setuju untuk terikat dan tanpa sadar saling terbakar. Namun terlalu banyak perbedaan, drama serta
Empat Tahun Kemudian “Elkan sudah berusia enam tahun, sudah agak telat buat punya adik, tapi kenapa masih belum?” pupil mata Tante Ambar membesar, dengan reaksi dramanya ia melanjutkan. “Apa kalian cuma berencana punya satu anak atau ada masalah dengan rahim kamu lagi, Lin?”Pertanyaan terakhir adalah yang paling sensasional terbukti semua mata tertuju pada Linar yang tengah menuangkan air ke dalam gelas kosong. Ia menyadarinya tapi tak cukup ada alasan untuk menghentikan gerakannya. Ia memang langsung haus saat Tante Ambar kembali kumat.“Ambar! Jaga ucapan kamu!” peringat Om Soepomo.“Aku cuma tanya, kita ini ‘kan keluarga. Wajar dong kalau saling terbuka lagipula lebih baik bertanya langsung dari pada ngomongin di belakang ‘kan?”“Memangnya Tante Ambar masih ngomongin aku di belakang, ya?” tanya Linar berpura-pura ingin tahu.Tante Ambar mengerjapkan matanya beberapa kali. Kemudian mengulas senyum sambil mengedikkan bahunya. “Kadang-kadang aja, kamu terlihat awet muda sih,”“Aku ‘
"Dia pasti tahu itu, Roland pasti sudah cerita tentang itu ke dia." Linar bersedekap layaknya petugas biro interogasi, "Maryn tahu kamu sudah punya anak?" Dean menghela napasnya kasar. “Aku nggak tau, kami jarang ketika bertemu, ngobrol urusan pribadi seperti itu.” Linar memutuskan untuk tidak berhenti, ia mengikuti suaminya. "Lantas, mau apa dia menghubungi kamu selarut ini?" Dean memandang Linar lama, mencoba merangkai kata dengan penjelasan yang ia pilih. "Maryn memastikan aku hadir di pestanya Roland. Akan banyak yang datang dan mungkin akan menjadi acara semacam reuni." "Kamu memang pasti hadir 'kan? Secara dia sahabat kamu. Lagian acara pernikahannya masih dua minggu lagi, jadi kenapa dia harus memastikan kamu hadir sampai segitunya?" Dean terlihat frustrasi dengan enggan ia menambahkan. “Bukan acara pernikahannya tapi…semacam pesta lajang di tempat yang sudah di booking sama yang punya acara.” “Pesta lajang? Dimana?” “Di salah satu pulau Bali.” “Hah, pesta sendirian sek
Braaak! Dean memejamkan matanya, coba menahan keluhan lantaran pintu mobilnya yang baru saja dibanting oleh istrinya. Ia melirik pada Linar yang masih cemberut mengotak atik ponselnya.“Sebentar lagi jam sebelas, kita sekalian makan siang aja ya, jadi kamu pulang jam satu aja.” buka Dean sembari menjalani mobilnya keluar garasi.“Nggak bisa, ‘kan aku udah bilang aku nggak tega ninggalin Elkan terlalu lama.” balas Linar.“Makanya aku udah bilang tadi, bawa Elkan dan susternya sekalian.” bantah Dean santai namun dibalas delikkan oleh Linar.“Justru karena aku mikirin posisi kamu di kantor. Gimana kalau tantrumnya kambuh? Udah pasti mengganggu kesejahteraan kantor kamu.” ucap Linar sewot.Dean memejamkan matanya lelah. Tangannya mengusap wajahnya gusar. Dia mencoba mendekati Rere. “Aku minta maaf, ok. Berhenti ketus saat bicara sama aku, Lin.” Hening…Linar menyadari jika Dean sudah mulai tersinggung dan mengambil sikap tegas dan dinginnya.“Aku pikir kita udah baik-baik aja. Aku bena
"Maaf, Buk. Pak Dean sedang tidak ada di tempat.""Oh ya, bukannya kurang dari setengah jam, baru tiba jam istirahat?""Betul, Buk. Tapi sejam dua jam yang lalu Pak Dean keluar kantor untuk menghadiri event peluncuran salah salah satu karya kami, dan Bapak bilang akan kembali ke kantor sekitar jam dua nanti." jawab sekretaris Dean. Linar mengangguk kecil, ada perasaan menyesal karena sudah semangat mempersiapkan bekal makan siang sejak jam sembilan pagi. "Tadi kamu bilang, event peluncuran produk? Apa itu artinya Buk Dera William dan Pak Roland juga ikut?" pancing Linar. ***Linar merengut kesal, perasaan was-was masih saja menganggunya selama masih ada Dera yang menjadi salah satu partner kerja suaminya artinya Dera masih berputar di dunia suaminya. Peluang mereka untuk bertemu, dekat dan kembali nyaman terlalu besar. Dan terbukti ada kecocokan tempat diantara mereka. Dean baru saja memberitahu lewat telpon jika ia tengah berada di restoran ternama dan memakai ruang makan tertut
"Iya, nanti di dalam kamarnya jangan terlalu lama, ya. Biar kamu bisa ikut foto bersama nah, setelah itu kita bahas acara ulang tahun Ista, nanti. Kamu tahu 'kan sebentar lagi giliran Ista, adik ipar kamu yang berulang tahun. Jadi kamu harus ikut diskusi, ya!""Ok, Tante. Yaudah aku ke kamar dulu, ya. Elkan udah merengek terus."Linar masuk ke salah satu kamar tamu yang ada di lantai dasar. la duduk di sisi ranjang dan mulai menurunkan gaunnya di bagian dada dan melepas kancing bra. Sejak melahirkan Elkan, Linar selalu memakai bra dengan kancing di bagian depan agar memudahkannya untuk menyusui.Linar segera menempatkan bibir Elkan di puncak dadanya. Elkan yang sudah lapar dan haus, segera menghisap dengan tidak sabar. Tidak lama kemudian, mata bayi laki-laki sehat itu terpejam. Linar menatap Elkan dengan penuh kasih sayang. Tangannya bergerak pelan dan lembut untuk mengelus kepala anaknya yang berambut lebat seperti Dean. la tersenyum tipis. Perjalanan rumah tangga yang dulu terasa
Dean menelengkan kepalanya. "Kenapa bisa nggak seger lagi?""Ya, karena aku udah mandi dari setengah jam yang lalu," ucap Linar cemberut."Ya, terus kenapa kamu nggak langsung samperin aku aja, hmm?" "Niatnya 'kan mau kasih kejutan, lagian kamu kelihatan serius banget kerjanya, jadi aku pilih skincare-an deh, sambil nungguin." Dean mendengus ketika kedua lengan Linar mengalungi lehernya. “Bukan karena kamu sibuk cari alasan supaya aku nggak marahin kamu, hm?” sindir Dean tajam. Meski begitu, kedua tangannya bergerak pasti memeluk pinggang Linar.Linar tersenyum geli, kakinya sedikit berjinjit agar bisa mengecup sebentar bibir Dean. "Jangan marah dong, 'kan akunya ga jadi seminggu disana.""Kesepakatannya kamu dan Elkan cuma tiga hari disana, ingat.""Tapi kamu tau sendiri, Mamah aku protes karena aku nggak ikut bantuin acaranya. Dan kamu udah izinkan aku, ingat?""Amat sangat terpaksa, karena mamah kamu yang minta." dengus Dean. “Tapi Mas, kamu suka nggak?” bisiknya tepat didepa
"Cium!" bisik Linar ragu, "Dia cium bibir aku, Mas."Jawaban Linar cukup membuat Dean lega, hanya saja egonya terlanjur luka. Ia kecewa manakala di saat mereka berpisah, ia masih meyakini Linar masih mencintainya, dan kepercayaan Linar adalah perempuan yang pandai menjaga dirinya. Sejujurnya ia pun banyak membiarkan Dera. "Tumben, kamu mau. Padahal hubungan kalian setengah tahu pun belum?""..." Linar tak mampu memandang wajah suaminya.Dean berbalik, "Aku kecewa, aku pikir kamu nggak akan semudah itu berpaling.""Mas..." Linar menahan lengan Dean, "Waktu itu kita udah bercerai, Mas.""Secepat itu kamu berpaling? Apa kamu memang tipikal nggak bisa kesepian? Jangan - jangan kalau aku tinggal dinas lama di luar kota, kamu cari pelukan pria lain.""Aku nggak kaya gitu, Mas. Bukannya banyak kesempatan yang aku buktikan ke kamu, ya? Aku yang selalu nungguin kamu di kamar yang dingin sendirian, Mas! Aku selalu setia sama kamu….” Linar menggigit lidahnya, dan membuang wajahnya ke samping.D
Dean mengetahui jika Linar sudah lama bersahabat dengan Tita tapi dengan Andaru, pria yang dikenalnya sebagai kekasih dari Tita, sejauh apa istrinya dekat dengan Andaru? Dan apakah Tita mengetahui kedekatan mereka berdua hingga dengan santainya Andaru membuat janji temu dan makan bersama, bahkan mengirim pesan selarut ini. Berbagai macam pertanyaan dan pikiran negatif bersemayam dibenaknya dengan cara yang menjengkelkan. Ia curiga, khawatir dan mungkin cemburu. Namun kali ini Dean ingin menguji istrinya.***Tok.. Tok.. "Masuk,"“Mas, ini udah jam makan siang lho, makan yuk!”Dean tersenyum kecil saat menemukan Linar yang melangkah menuju meja kerjanya. Ia memundurkan kursinya dan menyamankan posisi duduknya dengan kaki yang terbuka lebar.Linar berdiri di sampingnya, menyandar di pinggir meja setelah meletakkan tas di atasnya. Tangannya memainkan rambut Dean. “Lunch bareng aku yuk, ada resto recommended yang mau aku coba bareng kamu," Dean mengangguk setuju, menikmati tangan Linar