“Polisi?!”“Di depan ada dua orang yang mengaku sebagai polisi, mereka dapat melaporkan atas nama Raif Alam atas tuduhan penyerangan membabi buta di ruang publik. Dia mengaku dikecam oleh Dean dan sekarang melaporkan ke pihak berwajib. Dan mereka meminta keterangan di kantor mereka, Dean.”“Ok, gue kesana dan gue minta tolong bantu gue sebagai pengacara. Oke?"Dipta, mengangkat satu landmark sebagai pancingan dan langsung dimakan oleh Dean. “Bayarannya gue lebihin dari yang terakhir kali, deal?”"Oke setuju!" tumis Dipta setuju. “Raif Alam, itu teman SMA kamu kan Lin?” tanya Asri memastikan.“Ya, Mah. Mungkin dia nggak terima karena antusias sama Mas Dean, tapi ini seharusnya cuma sekedar salah paham, ya 'kan Mas?” tanya Linar menegaskan.“Iya, aku percaya sama kamu. Tapi sekarang aku harus ikut mereka untuk menyelesaikan semuanya. Begitu selesai aku akan langsung kesini, oke!”Tangan Linar yang tidak terpasang jarum infus bergerak naik, menangkup sisi wajah Dean. Dengan mata sendu y
Linar pun tersenyum terlalu lebar atas kegembiraannya. Ia mencoba bangkit untuk duduk dan berbicara lebih tetapi rasa sakit di perutnya membuatnya menghentikannya, sebelum Dean menangkap ringisan yang tersamar di ujung bibirnya. Itu hanyalah rasa nyeri dari bekas jahitan di perut yang dikatakan oleh dokter baru saja. Tak ingin hal itu membuat Dean berubah pikiran."Tunggu sebentar. Ada sesuatu yang ingin kutanyakan pada dokter," tahan Dean ketika dokter sudah selesai dan berpamit ke arah pintu.Linar mengangguk. Menatap punggung Dean yang menghilang di balik pintu bersama dokter dan kedua perawatan. Sambil bertanya-tanya apa yang ingin ditanyakan oleh Dean.Tak berapa lama kemudian, pintu terbuka dan Dean melangkah masuk. Linar berusaha menelaah ekspresi di wajah pria itu lebih dalam. Tetapi tak ada apa pun di sana."Kenapa? Apa yang kamu tanyakan? Dokter bilang apa?" tanya Linar memastikan. Dean membawa kedua tangannya ke dalam genggaman pria itu. Menatap lurus kedua matanya dan meng
“Lho, kenapa aku nggak boleh ada disini, ini rumah sakit umum, Linar.” balas Dera semakin menajamkan mata dan senyumnya.Linar melirik cepat pada suster Ana dan bayinya. “Nggak usah berbelit Dera, to the point aja. Ada perlu apa kamu disini? Dan siapa yang memberitahu kamu aku disini? “Haduh, kamu salah paham, aku nggak butuh cari tahu kamu karena itu sama Sekali nggak penting.” Dera menoleh pada suster Ana yang tersenyum menyapa. Ia berjalan mendekat.“Sus, tolong bawa anak saya ke ruang perawatan lain ya!” sergah Linar sembari memberi isyarat tatapan keluar pada suster Ana.Dera terkikik geli, “Kenapa? Kamu takut? Emang apa yang kamu pikirkan?” “Emang apa yang aku pikirkan? Bayiku udah selesai disusui jadi ini waktunya dia istirahat. Jangan tersinggung Dera.”Sontak Dera melepaskan topengnya. Dengan benci ia mengikuti baby Elkan yang dibawa keluar oleh susternya. “Anakku juga sempat dapat perhatian dan perlindungan dari Dean, tapi secepat itu juga Dean bergerak cepat menyadarinya
Linar beri isyarat agar Dean tetap diam, “Soal anak, kamu tenang aja sampai kapanpun Elkan akan tetap anak kandung kamu. Silahkan kamu bertanggung jawab atas Elkan aku nggak akan menghalangi hubungan kalian.”Dean bertolak pinggang, memutuskan memberi waktu Linar melampiaskan semuanya dengan mata menatap Linar lekat.“Sekarang kita udah mempunyai Elkan, aku hanya ingin menunjukkan sikapku sekaligus memperjelas semuanya. Aku nggak mau menjadi pengganti seseorang, atau jadi penghambat kebahagiaan kamu sama dia. Aku tau soal perjanjian kamu sama mamah yang jadi persyaratan kamu diberi restu untuk menikahi aku lagi,"Rahang Dean menegang, kekhawatiran makin menyergapnya. "Apa yang mau kamu ucapkan?" desis Dean muak. "Kalaupun aku harus pergi jauh dari kalian sekali lagi dengan membawa Elkan, aku nggak masalah aku tau kamu udah memberikan saham perusahaan kamu atas nama aku ditambah uang bulanan dari kamu untuk Elkan, itu udah lebih dari cukup untuk aku,"Rahang Dean mengeras dan rasanya
“Brengsek! Diam kamu, Linar! Nggak usah ikut campur.” decak Dera sinis.“Aku nggak bermaksud ikut campur, tapi aku sedang bertanya dengan… Galtan?” tanya Linar di ujung kalimatnya.“Shit! Ya sama aja!” sewot Dera kesal.“Mending kamu diam, aku cuma perlu Galtan yang jawab.”Dean menoleh jengah pada Linar yang bersikukuh terkesan menginginkan interaksi dengan Galtan.Pria yang bernama Galtan itu tersenyum tipis kemudian tersenyum secerah mentari pagi. “Sorry itu pertanyaan privacy.”“Apa?”“Kita belum saling kenal, agak nggak nyaman langsung ditanyakan begitu.”Linar mengerjapkan matanya, menyadari kelancangannya. Memilih diam berharap ada yang berbicara.“Kamu mantan istrinya Dean ‘kan?” “Istri gue, kami rujuk lebih tepatnya.” balas Dean datar.Galtan lekas menoleh pada Dera yang langsung membuang wajahnya, tak berkutik. “Interesting,” Galtan menyeringai tipis pada Dera, “Iya, aku ayah dari bayinya Dera. Ada lagi yang mau tanyain?”“Cukup! Kalian keluar sekarang!” “Ra, aku nggak ak
“Anakmu selamat terus, kamu dan ibunya harus segera pulang Dean, sekarang!”“Aku akan mencoba mengasuh, mungkin beberapa jam ke depan baby sitternya akan datang.”“Kalian nggak bisa langsung datang bantu Mami?” “Aku harus ke kantor Mi. Banyak pekerjaan yang menumpuk.”“Gimana sama Linar? Dia akan segera pulang 'kan?”Dekan tak langsung menjawab. “Linar belum bisa langsung datang, Mi. Dia ada urusan. Jam empat kami sampai rumah.”“Apa? Memangnya kemana dia? Urusan apa yang lebih penting dari mengurusi anaknya?” “Aku lagi nyetir Mi. Nanti aku telepon lagi.” pungkas Dekan berdusta.***“Itu sudah jadi risiko ketika kamu memutuskan kembali pada orang yang sama, Lin.”“Iya, gue tau tapi Mas Dean selalu sama gue dan dia udah menunjukkan perubahannya, gue pikir…”“Lo pikir apa? Seseorang akan berubah sepenuhnya dalam waktu dekat? Kalau lo percaya berarti lo lagi menggantungkan sesuatu yang salah, dan kali ini lo udah nggak bisa langsung menggugat cerai sembarangan seperti dulu, kalian udah
122.“Aku nggak tau!” jawab Ista spontan.“Gimana bisa nggak tau? Tiga setengah jam yang lalu kamu yang bilang Linar dan bayi ku malah sengaja masuk kamar dan membiarkan kamu dan Mami gitu aja, ‘kan?!”“Iya bener, tapi setelah itu aku dikamar aja, lagian Mas yakin Linar bensr pergi? Semalam ini dan membawa bayinya? Kalian itu kenapa lagi, sih?”“Ada apa ini ribut-ribut?” potong Gayatri yang mendekati mereka.“Apa yang kamu ributkan Dean?”Dean menggusur rambutnya frustasi. Enggan mengeluh pada Maminya yang hanya akan semakin sensi pada Linar.“Mas Dean ditinggal sama Linar DNA membawa bayinya, Mi.”“Apa kamu bilang?!”Ista mengedikkan bahunya, tak tau. “Mas yakin udah mencari Linar dengan benar? Mungkin dia lagi ada di kamar mandi?”“Nggak ada, Mas udah cari ke setiap sudut rumah tapi nggak ada Ista!”“Aku pergi, Mi.”“Kmu mau kemana? Kamu baru aja sampai, terlebih kamu masih panik, bahaya kalau dipaksakan nyetir!”“Ada supir, Mi. Mami tenang aja.”“Udah di coba di telpon?” tanya Ista
Empat Puluh Satu Hari Kemudian“Good morning, sayang…,” bisik Dean tepat di telinga Linar. Linar pun membuka mata dari tidur miring yang membelakanginya. Deanmengelus perutnya dengan gerakan memutar dan lembut, disusul perlahan-lahan Dean menggesekkan kejantanan nya dan mengajak istrinya untuk bangun dan bercinta. Gaya Spooning sex posisi bercinta yang tepat sekarang. Linar menelengkan kepalanya, mata Linar sudah sepenuhnya terbuka, ia melirik Dean yang mendusalkan kepalanya pada leher dan pundak Linar yang terbuka. Saat tatapan mereka bertemu, Dean melengkungkan alis tebalnya dengan ekspresi memohon. Linar pun mendecap. "Apa?""Ini udah hari ke empat puluh satu pasca kamu melahirkan, seharusnya aku udah bisa memasuki kamu lagi 'kan?" tanya Dean tegas. Linar yang sebenarnya masih kelelahan karena baru tertidur tiga jam yang lalu setelah hampir separuh malam ia menyusui dan membuai anaknya. Melihat sinar ketegasan dan kilatan gairah di manik suaminya membuat ia menyerah dan m
Silahkan Mampir Cerita Lainnya, Peringatan Cerita 19+Genre Adult Romance, Kontrak dg CEO yg bergaya Cassanova. Alur dan permasalahannya lebih real dan relate kehidupan normal. BlurbJavas mengerang karena bergairah, semakin merengkuh tubuh Zehra pada tubuh tegapnya yang membuat pipi Zehra memerah karena ikut merasakannya, dengan mata berkilat Javas mengusap pipi Zehra. "Jadi dari mana aja kamu seharian ini?""Cuma di rumah, mengemas semua barang aku. Kamu ingat 'kan? Ini jadi hari terakhir-""Aku berubah pikiran, ayo kita bertunangan!" Zehra mendorong dada Javas pelan, "Maaf, aku nggak bisa karena kontrak kita udah selesai, benar 'kan?"Tentang dua manusia yang tak pernah bersilang jalan sebelumnya kini terus dipertemukan hingga memantik rasa penasaran Javas Wira Sastro yang sudah muak dengan hidupnya, mencoba bermain api hingga memanfaatkan Zehra Deris yang terhimpit masalah.Mereka setuju untuk terikat dan tanpa sadar saling terbakar. Namun terlalu banyak perbedaan, drama serta
Empat Tahun Kemudian “Elkan sudah berusia enam tahun, sudah agak telat buat punya adik, tapi kenapa masih belum?” pupil mata Tante Ambar membesar, dengan reaksi dramanya ia melanjutkan. “Apa kalian cuma berencana punya satu anak atau ada masalah dengan rahim kamu lagi, Lin?”Pertanyaan terakhir adalah yang paling sensasional terbukti semua mata tertuju pada Linar yang tengah menuangkan air ke dalam gelas kosong. Ia menyadarinya tapi tak cukup ada alasan untuk menghentikan gerakannya. Ia memang langsung haus saat Tante Ambar kembali kumat.“Ambar! Jaga ucapan kamu!” peringat Om Soepomo.“Aku cuma tanya, kita ini ‘kan keluarga. Wajar dong kalau saling terbuka lagipula lebih baik bertanya langsung dari pada ngomongin di belakang ‘kan?”“Memangnya Tante Ambar masih ngomongin aku di belakang, ya?” tanya Linar berpura-pura ingin tahu.Tante Ambar mengerjapkan matanya beberapa kali. Kemudian mengulas senyum sambil mengedikkan bahunya. “Kadang-kadang aja, kamu terlihat awet muda sih,”“Aku ‘
"Dia pasti tahu itu, Roland pasti sudah cerita tentang itu ke dia." Linar bersedekap layaknya petugas biro interogasi, "Maryn tahu kamu sudah punya anak?" Dean menghela napasnya kasar. “Aku nggak tau, kami jarang ketika bertemu, ngobrol urusan pribadi seperti itu.” Linar memutuskan untuk tidak berhenti, ia mengikuti suaminya. "Lantas, mau apa dia menghubungi kamu selarut ini?" Dean memandang Linar lama, mencoba merangkai kata dengan penjelasan yang ia pilih. "Maryn memastikan aku hadir di pestanya Roland. Akan banyak yang datang dan mungkin akan menjadi acara semacam reuni." "Kamu memang pasti hadir 'kan? Secara dia sahabat kamu. Lagian acara pernikahannya masih dua minggu lagi, jadi kenapa dia harus memastikan kamu hadir sampai segitunya?" Dean terlihat frustrasi dengan enggan ia menambahkan. “Bukan acara pernikahannya tapi…semacam pesta lajang di tempat yang sudah di booking sama yang punya acara.” “Pesta lajang? Dimana?” “Di salah satu pulau Bali.” “Hah, pesta sendirian sek
Braaak! Dean memejamkan matanya, coba menahan keluhan lantaran pintu mobilnya yang baru saja dibanting oleh istrinya. Ia melirik pada Linar yang masih cemberut mengotak atik ponselnya.“Sebentar lagi jam sebelas, kita sekalian makan siang aja ya, jadi kamu pulang jam satu aja.” buka Dean sembari menjalani mobilnya keluar garasi.“Nggak bisa, ‘kan aku udah bilang aku nggak tega ninggalin Elkan terlalu lama.” balas Linar.“Makanya aku udah bilang tadi, bawa Elkan dan susternya sekalian.” bantah Dean santai namun dibalas delikkan oleh Linar.“Justru karena aku mikirin posisi kamu di kantor. Gimana kalau tantrumnya kambuh? Udah pasti mengganggu kesejahteraan kantor kamu.” ucap Linar sewot.Dean memejamkan matanya lelah. Tangannya mengusap wajahnya gusar. Dia mencoba mendekati Rere. “Aku minta maaf, ok. Berhenti ketus saat bicara sama aku, Lin.” Hening…Linar menyadari jika Dean sudah mulai tersinggung dan mengambil sikap tegas dan dinginnya.“Aku pikir kita udah baik-baik aja. Aku bena
"Maaf, Buk. Pak Dean sedang tidak ada di tempat.""Oh ya, bukannya kurang dari setengah jam, baru tiba jam istirahat?""Betul, Buk. Tapi sejam dua jam yang lalu Pak Dean keluar kantor untuk menghadiri event peluncuran salah salah satu karya kami, dan Bapak bilang akan kembali ke kantor sekitar jam dua nanti." jawab sekretaris Dean. Linar mengangguk kecil, ada perasaan menyesal karena sudah semangat mempersiapkan bekal makan siang sejak jam sembilan pagi. "Tadi kamu bilang, event peluncuran produk? Apa itu artinya Buk Dera William dan Pak Roland juga ikut?" pancing Linar. ***Linar merengut kesal, perasaan was-was masih saja menganggunya selama masih ada Dera yang menjadi salah satu partner kerja suaminya artinya Dera masih berputar di dunia suaminya. Peluang mereka untuk bertemu, dekat dan kembali nyaman terlalu besar. Dan terbukti ada kecocokan tempat diantara mereka. Dean baru saja memberitahu lewat telpon jika ia tengah berada di restoran ternama dan memakai ruang makan tertut
"Iya, nanti di dalam kamarnya jangan terlalu lama, ya. Biar kamu bisa ikut foto bersama nah, setelah itu kita bahas acara ulang tahun Ista, nanti. Kamu tahu 'kan sebentar lagi giliran Ista, adik ipar kamu yang berulang tahun. Jadi kamu harus ikut diskusi, ya!""Ok, Tante. Yaudah aku ke kamar dulu, ya. Elkan udah merengek terus."Linar masuk ke salah satu kamar tamu yang ada di lantai dasar. la duduk di sisi ranjang dan mulai menurunkan gaunnya di bagian dada dan melepas kancing bra. Sejak melahirkan Elkan, Linar selalu memakai bra dengan kancing di bagian depan agar memudahkannya untuk menyusui.Linar segera menempatkan bibir Elkan di puncak dadanya. Elkan yang sudah lapar dan haus, segera menghisap dengan tidak sabar. Tidak lama kemudian, mata bayi laki-laki sehat itu terpejam. Linar menatap Elkan dengan penuh kasih sayang. Tangannya bergerak pelan dan lembut untuk mengelus kepala anaknya yang berambut lebat seperti Dean. la tersenyum tipis. Perjalanan rumah tangga yang dulu terasa
Dean menelengkan kepalanya. "Kenapa bisa nggak seger lagi?""Ya, karena aku udah mandi dari setengah jam yang lalu," ucap Linar cemberut."Ya, terus kenapa kamu nggak langsung samperin aku aja, hmm?" "Niatnya 'kan mau kasih kejutan, lagian kamu kelihatan serius banget kerjanya, jadi aku pilih skincare-an deh, sambil nungguin." Dean mendengus ketika kedua lengan Linar mengalungi lehernya. “Bukan karena kamu sibuk cari alasan supaya aku nggak marahin kamu, hm?” sindir Dean tajam. Meski begitu, kedua tangannya bergerak pasti memeluk pinggang Linar.Linar tersenyum geli, kakinya sedikit berjinjit agar bisa mengecup sebentar bibir Dean. "Jangan marah dong, 'kan akunya ga jadi seminggu disana.""Kesepakatannya kamu dan Elkan cuma tiga hari disana, ingat.""Tapi kamu tau sendiri, Mamah aku protes karena aku nggak ikut bantuin acaranya. Dan kamu udah izinkan aku, ingat?""Amat sangat terpaksa, karena mamah kamu yang minta." dengus Dean. “Tapi Mas, kamu suka nggak?” bisiknya tepat didepa
"Cium!" bisik Linar ragu, "Dia cium bibir aku, Mas."Jawaban Linar cukup membuat Dean lega, hanya saja egonya terlanjur luka. Ia kecewa manakala di saat mereka berpisah, ia masih meyakini Linar masih mencintainya, dan kepercayaan Linar adalah perempuan yang pandai menjaga dirinya. Sejujurnya ia pun banyak membiarkan Dera. "Tumben, kamu mau. Padahal hubungan kalian setengah tahu pun belum?""..." Linar tak mampu memandang wajah suaminya.Dean berbalik, "Aku kecewa, aku pikir kamu nggak akan semudah itu berpaling.""Mas..." Linar menahan lengan Dean, "Waktu itu kita udah bercerai, Mas.""Secepat itu kamu berpaling? Apa kamu memang tipikal nggak bisa kesepian? Jangan - jangan kalau aku tinggal dinas lama di luar kota, kamu cari pelukan pria lain.""Aku nggak kaya gitu, Mas. Bukannya banyak kesempatan yang aku buktikan ke kamu, ya? Aku yang selalu nungguin kamu di kamar yang dingin sendirian, Mas! Aku selalu setia sama kamu….” Linar menggigit lidahnya, dan membuang wajahnya ke samping.D
Dean mengetahui jika Linar sudah lama bersahabat dengan Tita tapi dengan Andaru, pria yang dikenalnya sebagai kekasih dari Tita, sejauh apa istrinya dekat dengan Andaru? Dan apakah Tita mengetahui kedekatan mereka berdua hingga dengan santainya Andaru membuat janji temu dan makan bersama, bahkan mengirim pesan selarut ini. Berbagai macam pertanyaan dan pikiran negatif bersemayam dibenaknya dengan cara yang menjengkelkan. Ia curiga, khawatir dan mungkin cemburu. Namun kali ini Dean ingin menguji istrinya.***Tok.. Tok.. "Masuk,"“Mas, ini udah jam makan siang lho, makan yuk!”Dean tersenyum kecil saat menemukan Linar yang melangkah menuju meja kerjanya. Ia memundurkan kursinya dan menyamankan posisi duduknya dengan kaki yang terbuka lebar.Linar berdiri di sampingnya, menyandar di pinggir meja setelah meletakkan tas di atasnya. Tangannya memainkan rambut Dean. “Lunch bareng aku yuk, ada resto recommended yang mau aku coba bareng kamu," Dean mengangguk setuju, menikmati tangan Linar