“Brengsek! Diam kamu, Linar! Nggak usah ikut campur.” decak Dera sinis.“Aku nggak bermaksud ikut campur, tapi aku sedang bertanya dengan… Galtan?” tanya Linar di ujung kalimatnya.“Shit! Ya sama aja!” sewot Dera kesal.“Mending kamu diam, aku cuma perlu Galtan yang jawab.”Dean menoleh jengah pada Linar yang bersikukuh terkesan menginginkan interaksi dengan Galtan.Pria yang bernama Galtan itu tersenyum tipis kemudian tersenyum secerah mentari pagi. “Sorry itu pertanyaan privacy.”“Apa?”“Kita belum saling kenal, agak nggak nyaman langsung ditanyakan begitu.”Linar mengerjapkan matanya, menyadari kelancangannya. Memilih diam berharap ada yang berbicara.“Kamu mantan istrinya Dean ‘kan?” “Istri gue, kami rujuk lebih tepatnya.” balas Dean datar.Galtan lekas menoleh pada Dera yang langsung membuang wajahnya, tak berkutik. “Interesting,” Galtan menyeringai tipis pada Dera, “Iya, aku ayah dari bayinya Dera. Ada lagi yang mau tanyain?”“Cukup! Kalian keluar sekarang!” “Ra, aku nggak ak
“Anakmu selamat terus, kamu dan ibunya harus segera pulang Dean, sekarang!”“Aku akan mencoba mengasuh, mungkin beberapa jam ke depan baby sitternya akan datang.”“Kalian nggak bisa langsung datang bantu Mami?” “Aku harus ke kantor Mi. Banyak pekerjaan yang menumpuk.”“Gimana sama Linar? Dia akan segera pulang 'kan?”Dekan tak langsung menjawab. “Linar belum bisa langsung datang, Mi. Dia ada urusan. Jam empat kami sampai rumah.”“Apa? Memangnya kemana dia? Urusan apa yang lebih penting dari mengurusi anaknya?” “Aku lagi nyetir Mi. Nanti aku telepon lagi.” pungkas Dekan berdusta.***“Itu sudah jadi risiko ketika kamu memutuskan kembali pada orang yang sama, Lin.”“Iya, gue tau tapi Mas Dean selalu sama gue dan dia udah menunjukkan perubahannya, gue pikir…”“Lo pikir apa? Seseorang akan berubah sepenuhnya dalam waktu dekat? Kalau lo percaya berarti lo lagi menggantungkan sesuatu yang salah, dan kali ini lo udah nggak bisa langsung menggugat cerai sembarangan seperti dulu, kalian udah
122.“Aku nggak tau!” jawab Ista spontan.“Gimana bisa nggak tau? Tiga setengah jam yang lalu kamu yang bilang Linar dan bayi ku malah sengaja masuk kamar dan membiarkan kamu dan Mami gitu aja, ‘kan?!”“Iya bener, tapi setelah itu aku dikamar aja, lagian Mas yakin Linar bensr pergi? Semalam ini dan membawa bayinya? Kalian itu kenapa lagi, sih?”“Ada apa ini ribut-ribut?” potong Gayatri yang mendekati mereka.“Apa yang kamu ributkan Dean?”Dean menggusur rambutnya frustasi. Enggan mengeluh pada Maminya yang hanya akan semakin sensi pada Linar.“Mas Dean ditinggal sama Linar DNA membawa bayinya, Mi.”“Apa kamu bilang?!”Ista mengedikkan bahunya, tak tau. “Mas yakin udah mencari Linar dengan benar? Mungkin dia lagi ada di kamar mandi?”“Nggak ada, Mas udah cari ke setiap sudut rumah tapi nggak ada Ista!”“Aku pergi, Mi.”“Kmu mau kemana? Kamu baru aja sampai, terlebih kamu masih panik, bahaya kalau dipaksakan nyetir!”“Ada supir, Mi. Mami tenang aja.”“Udah di coba di telpon?” tanya Ista
Empat Puluh Satu Hari Kemudian“Good morning, sayang…,” bisik Dean tepat di telinga Linar. Linar pun membuka mata dari tidur miring yang membelakanginya. Deanmengelus perutnya dengan gerakan memutar dan lembut, disusul perlahan-lahan Dean menggesekkan kejantanan nya dan mengajak istrinya untuk bangun dan bercinta. Gaya Spooning sex posisi bercinta yang tepat sekarang. Linar menelengkan kepalanya, mata Linar sudah sepenuhnya terbuka, ia melirik Dean yang mendusalkan kepalanya pada leher dan pundak Linar yang terbuka. Saat tatapan mereka bertemu, Dean melengkungkan alis tebalnya dengan ekspresi memohon. Linar pun mendecap. "Apa?""Ini udah hari ke empat puluh satu pasca kamu melahirkan, seharusnya aku udah bisa memasuki kamu lagi 'kan?" tanya Dean tegas. Linar yang sebenarnya masih kelelahan karena baru tertidur tiga jam yang lalu setelah hampir separuh malam ia menyusui dan membuai anaknya. Melihat sinar ketegasan dan kilatan gairah di manik suaminya membuat ia menyerah dan m
Satu Tahun Kemudian *** Dean menjabatkan tangannya pada perwakilan mitra bisnis yang akan membantunya dalam mempromosi platform digital yang sebentar lagi akan launching. Setelah selesai berbincang Dean memberi isyarat mata pada Roland untuk mengarahkan ke pintu keluar. Dean merapikan laptop serta beberapa berkas untuk kemudian dibawa ke ruangan kerjanya, saat ia menutup pintu ruangan meeting, ia menemukan sekretarisnya berdiri menunggu dengan raut khawatir. "Ada apa, Arta?" "Maaf, Pak. Saya dapat telpon dari supir istri bapak bahwa istri bapak dilarikan ke rumah sakit swasta dekat rumah bapak." "Apa?! Sejak kapan Norman menghubungi kamu?" "Pak Norman menghubungi bapak dari setengah jam yang lalu, tapi selalu nggak di angkat telponnya oleh bapak." "Reschedule semua jadwal saya, saya akan ke rumah sakit sekarang!" **** "Mama nggak mau lagi ya, Lin, dengar kamu diet- dietan segala. Aneh-aneh aja deh kamu ini, mau kurus gimana lagi memangnya?! Itu tadi, kalau aja waktu kamu
"Apa? Kali ini ada perlu apa lagi kalian bertemu, hah?""Mas, kecilkan suara kamu! Jangan marah dulu,""Jelas aku marah, hubungan kalian itu udah berakhir bahkan sedari awal aku tau kamu masih setia sama aku.""Apa?" tanya Linar terperangah akan ucapan narsis yang terselip.Dean tersenyum terlalu lebar. "Aku tau apa yang kalian punya nggak sebesar dengan apa yang kita punya," Linar hanya mampu memicingkan matanya, tanpa perlu berkilah karena hanya itu alasan yang ia dapatkan mengapa ia begitu mudah meninggalkan Raif, sekali lagi memilih egois demi anak dan dirinya sendiri. "Dan kenapa jejak pencarian kamu di media sosial semuanya tentang Dera? Di akun TikTok dan Instagram juga sama, apa yang kamu cari, sih Lin?"Linar mendengus kesal, semakin bt karena hal yang memalukan baginya malah diungkit. "Nggak semua kok.""Ok, hampir semua. Mungkin aku juga harus periksa akun facebook kamu juga untuk memastikan kalau kamu juga-""Ok, fine! Itu karena aku penasaran aja, jarak waktu lahiran k
Dean menyewa sebuah villa di tepi pantai yang areanya pribadi, dirancang untuk paket liburan keluarga sehingga bebas bermain di pantai sepuas mereka jauh dari jangkauan orang lain. Hal itu membuat Linar setengah menyesali karena jika ia tahu tempatnya akan sepribadi ini maka. Ia akan mengajak mamah, adik dan omnya, untuk ikut berlibur bersama. Karena jelas segala sesuatunya akan lebih mudah dan menyenangkan. Sungguh, Linar pikir mereka hanya akan pergi ke sebuah wisata pantai dan memesan kamar hotel untuk tempat mereka menginap, lalu bermain di tepi pantai, dan ketika mereka lapar, Linar akan menggelar sebuah tikar di bawah pohon lalu mereka akan makan di sana dengan tenang.Linar memandang lurus punggung suaminya yang tengah bertolak pinggang, menatap pantai di depannya. Dean selalu menginginkan segala hal bersifat pribadi. Hingga ia sering kali menahan diri untuk menyertakan bahkan keluarga intinya dan sebaliknya Dean selalu keberatan jika harus ikut berkumpul lama dengan sanak fam
“Linar, kamu belum jawab pertanyaan aku! Kamu tahu 'kan Elkan baru umur setahun, kamu benar kasih susu formula ke bayi kita, hah?” tanya Dean ngotot, ia terus mengikuti langkah Linar.“Iya terpaksa Mas, maksud aku tuh cuma buat pendamping asi, karena asiku kadang keluarnya sedikit.” Jawab Linar seadanya, sembari memberi arahan pada sus Rini yang sigap membantunya mengambil wrap carrier atau gendongan bayi depan dan Linar berjalan ke walk closet untuk menyalin baju."Elkan selalu terlihat kelaparan dan aku berinisiatif memberikan dia susu sapi formula yang merek terkenal.""Dan kamu tahu 'kan? Elkan masih kecil untuk asal dicoba kasih susu formula sekalipun yang termahal.""Iya aku nyesel, sebenarnya dari tadi Elkan nangis terus dan dia beberapa kali pupnya encer banget nyaris cuma cairan."“Jadi dari pagi dia udah sakit? Dan kamu nggak bilang apapun sama aku?!” pekik Dean.Linar segera membuang wajahnya ke samping, wajahnya resah dan menyesal bukan main. Pasalnya, kini Dean sudah ber