Yang sudah baca sampai bab ini, yuk, tinggalkan jejak seperti komentar dan vote, supaya saya lebih semangat update! Yuk, siapa yang mau baca bab selanjutnya?!
Ansel dan Mona tiba di rumah sakit. Sebelumnya, Mona sudah bertanya di tempat pendaftaran rumah sakit, dimana ruangan Rio dan Kakek. Ternyata, Kakek sedang berada di ruang operasi, dan Rio sudah dipindahkan ke ruang rawat.Ansel dan Mona berjalan menuju ruang rawat Rio, dan disana mereka melihat Hendrik dan keluarga lainnya sedang menunggu. Ada Lidia juga yang menatap Mona dan Ansel dengan tajam.Hendrik menatap Mona dan Ansel dengan tatapan penuh kebencian. Kobaran api penuh dendam menyala-nyala di matanya. "Apa yang kalian lakukan di sini? Apa kalian tidak puas karena sudah membuat anakku menderita?""Kau ... tentara sialan! Beraninya kau menginjakkan kaki disini! Kau benar-benar cari mati, ya!" Hendrik tak puas, ia terus menyerang Mona dan mengumpati Ansel."Maafkan aku kakak ipar, tadi aku yang menelepon Mona untuk datang kemari. Tapi aku tidak tahu, kalau tentara buangan ini akan ikut juga!" Lidia menyela kemarahan Hendrik, lalu mendekati Mona, dan menarik anaknya menjauh dar
"Mona, aku akan ke sana sebentar!" Ansel menunjuk ujung lorong rumah sakit."Pergi saja sana! Untuk apa kamu melapor pada anakku! Kamu tidak diterima di sini!" Lidia berucap dengan menggebu-gebu. Matanya menatap tajam ke arah Ansel, seperti ingin menelan menantunya itu hidup-hidup.Ansel tak memperdulikan Lidia, dan bergerak menjauh dari sana. "Aku di rumah sakit Merilian. Dan di dekat kamar rawat Rio, aku melihat ada orang-orang yang bekerja untuk pamanku dulu. Cari tahu tentang mereka, dan laporkan padaku hasilnya!" Ansel menyimpan kembali ponselnya setelah mengirim pesan pada Richard. "Ansel ...." Ansel langsung berbalik saat dia mendengar suara Mona. "Kenapa kamu menyusul? Tunggu saja di sana!" Ansel berjalan mendekati Mona. Ia merasa tak aman sekarang, sebab belum mengetahui, apakah orang-orang tadi masih bekerja untuk pamannya atau tidak.Mona tidak menjawab, tapi dia meraih tangan Ansel dan kemudian menghela napas panjang."Ayo, kita obati lagi lukamu! Ini kembali berdarah
Ansel sudah tiba di rumah, dan kini dia sedang menyandarkan dirinya di sofa kamar. Sedangkan Mona ada di ruang kerjanya. "Apakah undangan untuk Sadewa Group sudah kamu kirim?" "Sudah, Tuan. Mereka juga sudah membalasnya dengan email, dan menyatakan diri untuk ikut dalam mendapatkan proyek ini!" Ansel menutup panggilan telepon tersebut saat ia mendapatkan jawaban yang diinginkan dari Wina. Ia kemudian merebahkan dirinya di sofa itu dan mencoba untuk memejamkan matanya. Saat menutup mata, pikiran Ansel mengelana entah kemana. Ia kemudian teringat saat Adrian yang berjalan penuh percaya diri, dengan langkah congkak saat di rumah sakit tadi. Ansel kembali mengingat bayangan penderitaan masa lalunya. Ketika itu Ansel berdiri dengan wajah lusuh di depan banyak orang yang sedang mengikuti pesta ulang tahun Clara, mantan tunangannya. Pesta yang mewah ini diadakan di kediaman Keluarga Hendrawan, dan Ansel datang ada di sana untuk meminjam uang. Penampilan Ansel saat itu sangat berba
Ansel menatap mereka satu per satu. Di matanya terpancar kesedihan. Perlakuan kasar kedua wanita ini benar-benar membuatnya sakit hati. Ketika Ansel masih kaya-raya, hubungan Ansel dan Jenny sangat baik. Tapi saat berita tentang kebangkrutan keluarganya menyebar, sikap mereka langsung berubah 180 derajat. Rupanya Jenny dan Clara hanya peduli pada harta! Ansel sendiri sebenarnya tidak ingin meminta lagi uang yang dulu pernah dia pinjamkan pada Clara. Dia pun tahu itu memalukan. Terlebih lagi ketika meminjamkan uang itu dia tak berharap Clara akan mengembalikannya. Tetapi, keadaan kini memaksanya. Nyawa ibunya di atas segalanya! Sebelumnya Ansel sudah mendatangi rumah Danu, pamannya, untuk meminjam uang, tapi balasan yang dia dapatkan sangat menyakitkan. Bukan saja tak diberi pinjaman, dia juga dikatai sampah dan ditendang hingga tersungkur ke genangan air. Itulah kenapa bajunya sampai kotor begini. Sekarang, itu sudah tak penting lagi. Yang penting dia bisa mendapatkan
Gelak tawa terdengar membahana. Ini tak ubahnya puncak hiburan pesta yang dinanti-nantikan para tamu undangan! Setelah Ansel mengatakannya, Adrian melemparkan kartu yang dipegangnya dan menyebutkan PIN kartu tersebut. Ansel langsung mengambilnya. Segera dia pun pergi meninggalkan pesta. Tanpa membuang waktu, Ansel bergegas ke rumah sakit. Di benaknya terus terbayang sosok ibunya. ‘Semoga masih sempat!’ pikirnya. Namun, saat Ansel tiba di depan ruang rawat ibunya, dia terkejut melihat beberapa dokter bergerombol masuk ke ruangan itu. Dari sorot mata mereka, terlihat sekali ada masalah serius. “Cepat siapkan alat picu jantung!” Ansel mendengar jelas apa yang dokter itu katakan. “Tambahkan jadi 300 joule! Lakukan dengan cepat!” Lalu bunyi elektrodiogram yang menunjukkan garis lurus membuat para dokter itu menghela napas. Ansel yang juga mendengar hal itu langsung merasa kakinya melemah seketika. Ansel kini terduduk di lantai, memandangi kartu yang ada di tangannya. Dokter ke
Ansel memandang tajam foto Adrian. Tangannya kemudian meremas foto itu dan membuangnya ke sudut ruangan. Richard menyerahkan sebuah tablet pada Ansel. Mata Ansel menyipit saat melihatnya."Sudah kuduga!" Ansel menghempas kasar tablet tersebut. Benar-benar bukan manusia. Jika saja Ansel tak mengalami hal serupa dengan pamannya, pasti ia tak akan percaya jika hal semacam ini nyata."Kamu masih mengendalikan berita tentang Rio?" tanya Ansel. "Ya. Sampai sekarang, nama keluarga Hartono berada di pencarian teratas media sosial. Harga saham Grup Hartono anjlok parah, dan sepertinya perusahaan nyonya juga ikut kena imbasnya."Ansel diam sebentar memikirkan semua kemungkinan, kemudian sorot matanya berubah tajam."Tetap kendalikan beritanya. Biarkan Hartono Grup hancur sampai titik terendah. Saat mereka sudah hampir mati, datang dan beli sahamnya dengan harga paling murah! Aku malas bermain lama-lama, karena mereka bukan lawan yang sepadan!"Sorot mata Ansel tajam penuh dendam. Ia datang ke
Ansel mengabaikan Clara lalu melanjutkan langkahnya, membuat Clara marah karena tidak terbiasa diabaikan. Saat bersama Ansel dulu, Clara selalu menjadi nomor satu, dan apapun yang dimintanya pasti dipenuhi. Namun, saat Clara mendengar dari Adrian bahwa Ansel bangkrut, ia melupakan semua kebaikan Ansel dan terperdaya oleh pesona Adrian, hingga saat Clara menghina Ansel seperti binatang, itulah saat dimana hubungan mereka benar-benar berakhir.Sekarang, salah satu tujuan hidup Ansel adalah menghancurkan Clara dan keluarga Hendrawan, sama seperti kehancuran keluarga pamannya."Kamu mengabaikan aku?" Clara kesal dan hendak menarik tangan Ansel, tapi gerakannya kalah cepat. Sebagai Jenderal bintang sembilan yang dijuluki Dewa Perang, Ansel sangat peka terhadap sekitarnya dan bisa menebak dengan mudah gerakan Clara. Clara jatuh tersungkur, lututnya lecet. Wajahnya memerah karena malu, Clara bangkit dengan amarah menggebu. Beberapa karyawan Candarana Group memperhatikan dengan tatapan m
Lima orang pria berbadan besar itu langsung maju bersama-sama. Tatapan meremehkan terlihat jelas saat mereka menatap Ansel, tapi Ansel tak merasa gentar sedikitpun.Ansel mendorong Adrian hingga terpental jatuh. Beberapa orang yang tadi berjalan bersamanya cepat-cepat membantu."Sial!" Adrian mendesis marah. Harga dirinya hancur. Walaupun lantai marmer itu tak kotor, tapi tetap saja membuat jas mahal milik Adrian tampak lusuh.Lima pria bertato itu mengayunkan tangan dan kaki mereka. Tapi belum sempat mereka berkedip, semuanya sudah jatuh dengan keras ke lantai. Mereka mengaduh kesakitan. Tak dapat berpikir, kapan Ansel menyerang mereka, dan apa yang diserangnya? Tubuh kekar mereka serasa hancur. Sakitnya tak tertahankan. Bahkan salah seorang dari mereka berteriak kesakitan saat ia menyadari tulang betisnya patah.Semuanya seperti angin. Kecepatan Ansel seperti tak kasat mata. Serangannya kuat dan mematikan. Adrian membelalakkan mata karena terkejut. Tak pernah ia menyangka kalau o