Share

Bab 3

Lokasi makam ini sangat terpencil!

Owen juga tidak yakin akan ada hantu atau tidak, hanya saja dia dapat mendengar suara raungan serigala. Ditambah lagi, si wanita sedang basah kuyup, dan kakinya juga terluka. Dia pasti tidak bisa berjalan jauh.

Jalan raya masih jauh di depan sana. Tidak akan ada yang datang untuk menyelamatkan wanita ini. Sekarang dia juga sudah tidak memiliki ponsel dan kunci mobil. Dia pun hanya bisa bermalam di sini!

Semua ini adalah hukuman Owen untuknya!

Hukuman atas membalas air susu dengan air tuba!

Owen melangkahkan kakinya, lalu berjalan pergi.

“Dasar berengsek! Kamu memang berengsek! Kamu … jangan tinggalin aku!”

Si wanita cantik mengejar Owen, tapi dia tidak sanggup mengejar langkah Owen yang sedang emosi itu. Seketika, terlintas rasa sedih di hatinya. Dia tidak menyangka seorang wanita dari keluarga kaya raya, Theresa Lestari, akan disiksa seperti ini.

“Sialan! Setelah aku tahu kamu itu siapa, aku pasti nggak akan ampuni kamu!” jerit Theresa.

Ancaman yang dilayangkan Theresa membuat amarah di hati Owen semakin membara. Dia pun tidak menghiraukan Theresa lagi.

Ketika menyadari Owen sudah menghilang dari pandangannya, tangisan Theresa semakin kuat lagi. Saat ini, sepatu hak tinggi Theresa sudah rusak, sekujur tubuhnya juga sudah basah. Dia kedinginan sampai menggigil.

Theresa mengamati sekeliling, dan dia pun merasa sangat takut. Memang tidak ada serigala, tapi tempat ini adalah kuburan. Siapa tahu bakal ada roh-roh halus ….

Theresa sungguh membenci Owen. Sejak kapan nona muda terhormat seperti dia pernah mengalami penderitaan seperti ini?

Tiba-tiba Owen mulai menyesali perbuatannya. Dia adalah seorang lelaki berhati baik. Kalau tidak, dia tidak mungkin akan menyelamatkan Kakek Martin, dan bahkan tidak mengeluh ketika ditindas anggota Keluarga Bastian selama bertahun-tahun. Dia bisa marah juga karena ingin melampiaskan amarah yang dipendamnya selama ini. Namun sekarang, Owen juga sudah menenangkan dirinya.

Owen berpikir, bagaimanapun ceritanya dia adalah seorang perempuan, sepertinya perbuatan Owen tadi sudah keterlaluan. Si wanita mungkin tidak akan bertemu bahaya lagi. Hanya saja, jika si wanita bermalam dengan kondisi basah kuyup, dia pasti akan flu berat. Owen merasa tidak tega. Pada akhirnya, Owen berjalan kembali untuk pergi mencarinya.

Namun, Owen malah tidak bisa menemukan bayangan siapa pun di tempat dia meninggalkan Theresa tadi. Kali ini Owen merasa panik. Dia langsung mencari di sekeliling, tapi selain sepasang sepatu hak tinggi, Owen tidak bisa menemukan apa-apa lagi.

Celaka!

Owen memiliki firasat buruk, sepertinya telah terjadi sesuatu terhadap Theresa. Tak lama kemudian, samar-samar terdengar suara jerit minta tolong Theresa. Owen langsung berlari ke arah datangnya suara.

Ternyata dua pembunuh tadi kembali lagi! Kali ini, mereka bukan hanya ingin membunuh Theresa saja, sepertinya mereka juga tidak dapat menahan hasrat ketika melihat Theresa yang basah kuyup itu.

Saat Owen pergi mencari Theresa, pakaiannya pun sudah dikoyak. Owen juga tidak peduli dengan kehebatan dua pembunuh itu lagi, dia langsung menendang salah satu pembunuh yang sedang menindih tubuh Theresa.

Owen menundukkan kepalanya dan tampak pakaian di tubuh Theresa sudah tidak bersisa lagi. Theresa berusaha untuk menutup bagian intimnya, tapi tidak peduli bagaimana dia berusaha, tetap terlihat bagian tubuh lainnya. Owen spontan merasa postur tubuh wanita ini indah sekali.

Emm, bahkan lebih indah daripada tubuh Lucy.

“Kamu nggak apa-apa, ‘kan?”

Owen langsung melepaskan pakaiannya, lalu menutupi tubuh Theresa. Theresa pun bergegas mengenakan pakaiannya. Ketika melihat orang yang datang menyelamatkannya adalah lelaki yang meninggalkannya tadi, Theresa pun ingin sekali menamparnya. Namun pada saat ini, Theresa melihat sesuatu, dan dia spontan menjerit, “Hati-hati!”

Hanya saja, semuanya sudah terlambat.

Si pembunuh yang berjas hitam itu sepertinya sudah terlatih dengan profesional, sedangkan Owen hanyalah orang biasa. Bagaimana mungkin dia sanggup melawan si pembunuh? Owen pun ditendang jauh, lalu si pembunuh mengeluarkan pisau yang dipungutnya tadi sambil berkata, “Cari mati!”

Kemudian, si pembunuh yang satu lagi menginjak dada Owen, hendak menancapkan pisau di tubuh Owen.

Tiba-tiba si pembunuh yang mengoyak pakaian Theresa dan menendang Owen tadi pun mendesak pembunuh yang satu lagi, “Kak Basri, Keluarga Lestari itu keluarga hebat. Sepertinya mereka sedang di perjalanan untuk mengejar kita. Waktu kita sudah nggak banyak lagi. Cepat habisi mereka! Jangan tunda waktu lagi!”

“Memangnya aku nggak tahu!” Basri terlihat sangat marah. Jika bukan Theresa cukup cantik, sepertinya nyawanya sudah tiada saat ini.

Tanpa berbasa-basi, Basri langsung menusuk dada Owen dengan pisaunya.

Darah segar memuncrat!

Sebelum Owen meninggal, dia pun menggigit paha Basri, lalu menjerit, “Cepat lari! Kamu nggak usah peduliin aku! Aku memang ditakdirkan untuk bernasib malang!”

Setelah selesai berbicara, Owen masih bisa-bisanya memaksa untuk tersenyum pada Theresa. Meski awalnya Owen merasa sangat marah terhadap Theresa, pada akhirnya Owen juga tidak mempermasalahkannya lagi. Owen berjanji akan menjadi orang baik di kehidupan mendatang.

Tersimpan banyak makna di balik senyuman Owen, ada sedih, sakit hati, dan juga putus asa terhadap kehidupan ini.

Tubuh Theresa spontan gemetar. Dari senyuman Owen, dia sepertinya dapat membaca kesedihan dan kelemahan di hati Owen. Dia tidak sekuat yang dilihat Theresa.

Saat ini, Theresa malah tidak melarikan diri. Dia tahu kalau Owen mati, dia juga tidak mungkin bisa selamat.

Melihat Owen sudah kehilangan kesadarannya, wajah Theresa langsung memucat. Dia ketakutan hingga jatuh duduk di atas lantai.

Sebelumnya Owen sudah menindas Theresa, tapi sekarang dia malah rela mengorbankan nyawanya demi menyelamatkan Theresa. Hal ini membuat hati Theresa terasa sedih.

Di sisi lain, darah yang mengalir dari dada Owen menodai giok yang menggantung di lehernya.

Siapa juga tidak menyadari bahwa giok itu memancarkan cahaya putih, lalu cahaya putih itu masuk ke bagian cedera di tubuh Owen.

“Saya adalah leluhur dari Keluarga Guswadi, semua keturunan Keluarga Guswadi berkesempatan mendapatkan warisanku ….”

Seketika kalimat itu masuk ke dalam benak Owen.

Kemudian, wajah yang awalnya terlihat pucat malah terlihat sangat merona. Bahkan tubuh Owen juga terasa sangat bertenaga.

“Theresa, sekarang giliranmu!”

Si lelaki berjas hitam tersenyum sinis, lalu berjalan ke sisi Theresa dengan memegang pisau.

Theresa sudah tidak memiliki tenaga untuk melarikan diri lagi. Dia pun sudah menyerah.

“Awas!”

Pada saat ini, terdengar suara teriakan pembunuh yang lain dari belakang. Sayangnya, semuanya sudah terlambat.

Owen memungut pisau dari atas lantai. Kemudian, dia langsung berdiri, dan menancapkan pisau di belakang punggung si lelaki berjas hitam.

“Kamu ….”

Si lelaki berjas hitam spontan menoleh. Kedua matanya menatap Owen dengan tatapan tidak percaya. Dalam hitungan detik, jenazah langsung jatuh ke atas lantai. Si pembunuh mati tanpa memejamkan matanya.

Owen, bagaimana ceritanya dia bisa hidup kembali?
Komen (3)
goodnovel comment avatar
Muhammad .Zanwar
sumpah ini bikin aku gk bosen baca novel
goodnovel comment avatar
Ramadhan Al Hanif
memang mesti perlu koin selalu..tolonglah dikecilkn poinnya unk baca
goodnovel comment avatar
Batseba Ringringul
kenapa harus mengunci bab selanjutnya...? ...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status