Ayu pun tertegun. Dia tidak menyangka Kahar akan mengusulkannya untuk mengabaikan ucapan Abista. Namun, Ayu juga tidak langsung setuju. Dia berpura-pura ragu sejenak. “Tapi, aku sudah janji sama Kak Abista. Lagian, yang dibilang Kak Abista benar. Kali ini, Ayah sudah benar-benar marah. Dia pasti serius.”“Paling bagus kalau Ayah memang serius.” Kahar menjawab dengan ekspresi dingin, “Meski Ayah nggak serius, aku juga akan buat hal ini jadi serius.”“Apa maksud Kak Kahar?” tanya Ayu dengan berlagak bodoh.Kahar pun tertawa. “Ayu, kamu terlalu polos. Kamu nggak tahu ada orang yang memang terlahir keras kepala dan suka bertindak semena-mena. Kalau nggak kasih dia rasakan akibatnya, dia nggak akan ubah sikap buruknya. Jadi, aku setuju sama keputusan Ayah kali ini.”“Setelah Syakia putus hubungan dengan Keluarga Angkola, dia akan sepenuhnya kehilangan semua yang didapatkannya dengan andalkan status putri sah Adipati Pelindung Kerajaan. Nanti, dia akan tahu dia itu bukan siapa-siapa tanpa s
“Emm, aku ngerti. Ingat bawa orangnya datang besok. Kalau nggak, meski aku sudah terima mahar Ibu, aku juga nggak akan setuju untuk maafkan Kama.” Seusai berbicara, Syakia juga bersikap sama seperti Kahar dan menambahkan, “Mengerti?”Ekspresi Kahar langsung menjadi dingin. “Oke. Syakia, kamu benar-benar hebat.”Syakia mengabaikan Kahar. Dia memindahkan peti-peti berisi mahar ibunya ke dalam kuil bersama biksuni-biksuni lain. Sampai Syakia selesai memindahkan peti terakhir, dia juga tidak melirik Kahar.Ayu hanya menyaksikan semuanya dalam diam. Lagi pula, dia hanya berperan sebagai adik yang penurut. Dia akan melakukan apa yang diperintahkan Kahar. Setelah masalahnya berakhir, dia baru sepenuhnya merasa lega, terutama setelah pulang dan melaporkan hal ini kepada Damar. Keesokan harinya, Damar benar-benar menghapus nama Syakia dari daftar silsilah keluarga. Abista ingin mencegahnya, tetapi gagal. Suasana hati Ayu sangat bagus. Dia bahkan sengaja mengikuti Kahar pergi menjemput Kama. D
“Kak Kama, kamu sudah gila?” tanya Kahar sambil menatap Kama dengan terkejut. Meskipun mereka memang berniat untuk membawa Kama pergi minta maaf, Kama yang bersedia melakukannya dengan sukarela benar-benar terlalu di luar dugaan.“Kamu jadi bodoh karena dipukul 80 kali atau karena terlalu lama dikurung di penjara?” tanya Kahar dengan nada agak mengejek.Ayu juga bertanya dengan curiga, “Kak Kama, kamu benar-benar baik-baik saja?”Kama tidak menyangka Kahar dan Ayu akan bereaksi begitu berlebihan setelah mendengar ucapannya. Dia pun tertegun sejenak. Setelahnya, dia mengungkapkan apa yang dipikirkannya selama dikurung di penjara akhir-akhir ini.“Sebenarnya, aku langsung menyesal setelah memukul Syakia hari itu.”Selama beberapa hari terakhir, Kama tidak berhenti memikirkan tatapan Syakia pada hari itu. Tatapannya itu benar-benar sangat menusuk hati. Kenapa Syakia bisa menunjukkan tatapan penuh kebencian seperti itu padahal mereka baru tidak bertemu beberapa saat?Kama teringat tujuan a
“Bruk!” Sebelum Kahar menyelesaikan ucapannya, Kama tiba-tiba meninju wajah Kahar sehingga Kahar tidak sempat menghindar.“Kak Kama!” Ayu juga tidak menyangka Kama akan tiba-tiba main tangan. Apalagi, Kama memukul Kahar demi Syakia!“Dasar anak nggak punya hati nurani! Kamu sudah lupa apa yang dikatakan Ibu pada kita sebelum meninggal? Dia suruh kita jaga Syakia dengan baik-baik. Ini caramu menjaganya? Kamu juga berani mengatakan dia keras kepala dan nggak tahu diri?”Kahar berbalik dan langsung membalas pukulan Kama tanpa ragu. Dibandingkan dengan Kama yang terluka dan sudah dikurung di penjara cukup lama, pukulan Kahar itu jauh lebih kuat dan hampir membuat Kama melayang keluar dari kereta.Dalam menghadapi amarah Kama, Kahar hanya meludahkan sedikit darah, lalu menatap Kama dengan dingin dan menjawab, “Kak Kama, sebaiknya jangan lampiaskan amarahmu padaku. Aku bukan Syakia. Dulu, kamu juga sering ngomong begini tentangnya, bahkan memukulnya berkali-kali. Apa hakmu memukulku sekarang
Tebakan Kahar benar. Setelah menemukan kuda baru, mereka segera melaju ke Kuil Bulani. Ketika tiba di sana, mereka melihat Kama sedang dikelilingi para biksuni yang menodongkan tongkat ke arahnya. Para biksuni itu juga memelototi Kama dengan marah.“Syakia! Syakia, keluar! Ini Kak Kama! Aku datang untuk minta maaf padamu! Syakia! Aku mohon, keluar dan temuilah aku!” seru Kama dengan histeris di luar Kuil Bulani.Shanti yang berdiri di depan gerbang kuil berkata dengan dingin, “Kalau kamu mau minta maaf, minta maaflah di sini. Aku akan sampaikan permintaan maafmu kepada Sahana.”“Nggak bisa!” Kama menggeleng dan menjawab, “Aku mau Syakia keluar untuk temui aku. Sudah seharusnya aku minta maaf secara langsung padanya.”“Nggak usah,” tolak Shanti tanpa ragu. Kemudian, dia melanjutkan, “Temperamenmu sangat nggak bisa ditebak. Untuk mencegah kejadian yang sama terulang, kamu nggak perlu ketemu sama Sahana lagi.”Begitu mendengar ucapan Shanti, Kama pun melongo di tempat. “Apa maksudmu aku n
“Maaf Syakia. Kakak benar-benar minta maaf. Kakak benar-benar pantas mati! Huhuhu ....”Kama tidak berhenti minta maaf. Pada akhirnya, dia tidak dapat mengendalikan emosinya dan langsung menangis tersedu-sedu.Para biksuni yang mengelilingi Kama pun saling memandang. Mereka tidak menyangka Kama akan tiba-tiba menangis seperti ini. Apa yang harus dilakukan mereka sekarang? Mereka pun menoleh ke arah Shanti yang berdiri di depan gerbang.Shanti memberi isyarat mata kepada para biksuni. Mereka pun menyimpan tongkat mereka, lalu berjalan kembali ke belakang Shanti.“Aku sudah dengar permintaan maafmu dan akan menyampaikannya pada Sahana.” Meskipun tampang Kama sekarang sangat menyedihkan dan dia juga menangis dengan sedih, hati Shanti sama sekali tidak tergerak. Seusai berbicara dengan dingin, dia pun memerintahkan orang untuk menutup gerbang kuil dan membiarkan Kama lanjut menangis di luar.Kahar merasa kakaknya itu sangat memalukan. Dia langsung melangkah maju dan menendang Kama. “Kak
“Ya sudah. Kalau kamu nggak suka, Guru nggak akan ungkit lagi soal mereka.” Shanti mengelus kepala Syakia, lalu memeriksa tugas Syakia sambil berkata, “Oh iya, nanti, kamu ikut Guru turun gunung ya.”“Hmm? Aku boleh ikut Guru turun gunung?” Syakia awalnya kurang bersemangat. Begitu mendengar ucapan Shanti, matanya langsung berbinar.“Tentu saja boleh.” Shanti tertawa, lalu melanjutkan, “Aku punya seorang pasien dan harus turun gunung untuk mengobatinya.”Setelah berhenti sejenak, Shanti berkata dengan agak ragu, “Tapi, kamu mungkin akan agak canggung kalau ketemu sama dia.”“Siapa dia?” tanya Syakia dengan penasaran.“Nyonya Juwita dari Kediaman Pangeran Darsuki.”Begitu mendengar jawaban Shanti, Syakia langsung mengerti apa yang dikhawatirkannya. Nyonya Juwita dari Kediaman Pangeran Darsuki merupakan nenek Panji, mantan tunangannya itu.Syakia tersenyum dan menjawab, “Ternyata Nyonya Juwita. Nggak apa-apa, Guru. Pertunanganku dengan keluarga mereka sudah dibatalkan. Berhubung kita buk
Syakia sama sekali tidak menanggapi Ike. Baginya, bibinya itu tidak pernah menyukainya.Awalnya, Syakia mengira itu memang sifat bibinya. Sampai Ayu tiba di Kediaman Keluarga Angkola dan Ike memperlakukan Ayu dengan penuh kasih sayang, dia baru tahu bahwa bibinya itu memang murni tidak menyukainya.Jadi, meskipun Ike memanggil Syakia, Syakia juga hanya duduk diam di tempat, seolah-olah tidak mendengar ucapannya. Melihat Syakia yang hanya duduk diam, Ike langsung berjalan masuk dengan tidak senang.“Ngapain kamu? Kamu nggak lihat bibimu ini, juga nggak tahu kamu harus menyapa seniormu? Dasar anak nggak tahu sopan santun!” Ike juga mengulurkan tangannya untuk menarik pakaian Syakia dan melanjutkan, “Cepat berdiri! Kamu nggak tahu kamu harus mengalah dan kasih tempat dudukmu pada seniormu!”“Nyonya.” Shanti menahan tangan Ike, lalu berkata dengan dingin, “Harap jangan sentuh muridku atau berbicara nggak sopan.”Ike melirik Shanti dan merasa dia hanyalah seorang biksuni tua.“Wah, Syakia,
Di ruang baca Kaisar dalam istana.“Bupati Nugraha dari Lukati?”Setelah mendengar nama orang itu, Syakia agak terkejut. Benar juga, dia sudah mengingat orang itu. Orang itu adalah majikan dari pengelola toko obat yang membantunya.“Karena kekeringan di Kalika sebelumnya, ada banyak penduduk Kalika yang mengungsi ke Lukati dalam 3 bulan itu. Waktu itu, Bupati Nugraha nggak menolak untuk menerima para pengungsi itu. Tak disangka, ada beberapa pengungsi yang terjangkit wabah selama melakukan perjalanan. Wabah itu sudah menyebar cukup luas di Lukati."Kaisar tersenyum sambil melanjutkan, “Sebenarnya, hal ini aneh juga. Yang tertimpa bencana alam jelas-jelas Kalika. Tapi, baik itu sebelum ataupun sesudah bencana, penduduk yang tetap tinggal di Kalika sama sekali nggak terpengaruh oleh wabah itu. Malah para pengungsi yang terjangkit wabah.”Berhubung terjadi fenomena aneh seperti ini, penduduk Kalika makin memuja Syakia. Semua orang berkata bahwa Putri Suci pernah mendoakan Kalika. Oleh kar
“Benar, ini salahku karena terlalu bodoh dan naif dulunya. Makanya, aku baru kira orang yang sudah kehilangan akal sehat seperti kalian masih bisa bersikap adil.”Begitu teringat bagaimana dirinya menangis sambil memohon pada orang-orang ini dulu, Syakia benar-benar merasa dirinya sangat konyol. “Jadi, ada masalah kalau aku mau ambil kembali barang milikku sekarang?”“Nggak bisa!”Sebelum Damar sempat berbicara, Ranjana sudah terlebih dahulu menolak, “Paviliun Awana dan Menara Phoenix itu barang Ayu. Kamu boleh tukar dengan barang lain.”Ranjana mengira dirinya masih bisa bernegosiasi dengan Syakia.Syakia langsung mengangguk dan memberi perintah tanpa ragu. “Oke. Kalau begitu, tukar saja dengan nyawamu. Hala, bertindaklah.”“Syut!”Hala segera menghunuskan pedangnya dan menyerang Ranjana. Kali ini, Ranjana memang sudah memiliki persiapan hati, tetapi masih tidak dapat menangkis serangan mematikan Hala. Dia berhasil melindungi titik fatal tubuhnya, tetapi pedang Hala juga langsung mene
Damar memicingkan matanya. Ada sedikit kesuraman yang melintasi matanya yang dalam.“Sejak kamu meninggalkan Kediaman Adipati Pelindung Kerajaan, aku menyadari setiap kali kita bertemu, perubahanmu sangatlah besar. Kamu makin berbeda dengan putriku dulu.”Damar menatap Syakia lekat-lekat. Saat ini, dia sama sekali tidak menemukan jejak putrinya yang patuh, penurut, dan pengertian itu.Syakia menjawab dengan acuh tak acuh, “Sekarang, aku memang bukan putrimu lagi. Bukankah wajar kalau aku berbeda dari dulu?”Tidak, tidak wajar. Ini sama sekali tidak wajar.Sebelum upacara kedewasaan, Damar mengingat jelas bahwa putrinya ini masih membuatkannya sesuatu untuk menyenangkannya. Dia telah lupa apa benda itu, tetapi dia masih ingat kegembiraan dan harapan yang terpancar dari wajah Syakia.Dalam ingatan Damar, Syakia masih terlihat sangat polos pada saat itu. Dibandingkan dengan Syakia yang berdiri di depannya dengan tampang dingin sekarang, perubahannya terlalu besar sampai bisa membuat orang
“Syakia, aku seharusnya jarang menyinggungmu, ‘kan?” tanya Ranjana setelah menatap Syakia untuk sesaat.“Tuan Ranjana, kamu sudah melupakan kata-katamu tadi secepat ini? Kalau kamu memang merasa kamu jarang menyinggungku, buat apa kamu datang untuk minta maaf? Bukankah tindakanmu itu sangat bertentangan?”Syakia juga menyambut tatapan Ranjana dengan dingin. Matanya juga mengandung sedikit ejekan.Ranjana pun memicingkan matanya. “Sebelumnya, kamu tiba-tiba mau jadi biksuni. Ayah, Ayu, Kak Abista, dan yang lain sangat khawatir. Sebagai kakak keempatmu, aku tentu saja juga mengkhawatirkanmu. Jadi, aku baru pakai sedikit cara licik untuk membawamu pulang ke rumah. Sekarang, aku merasa tindakan itu kurang tepat. Makanya, aku datang untuk minta maaf.”“Sedikit cara licik?” Syakia mulai merasa marah. “Kalau kamu benar-benar anggap aku sebagai adikmu, kamu nggak akan pakai cara yang kamu sebut licik itu lagi.”“Itu cuma obat untuk membuatmu patuh, bukan racun untuk membunuhmu. Buat apa kamu m
“Oh iya. Pagi ini, Yang Mulia Kaisar sudah memanfaatkan kesempatan untuk mengurangi lumayan banyak kekuasaan yang dimiliki Adipati Damar. Hari ini, dia pasti akan datang mencarimu.” Adika menatap Syakia dan bertanya, “Apa perlu aku mengawasinya di sampingmu?”“Nggak usah. Selama dia masih mau mengeluarkan Ayu dari istana, sikapnya hari ini nggak akan seperti sebelumnya.”Ini adalah kesempatan yang sudah ditunggu Syakia sangat lama. Ayahnya yang tinggi hati akan tunduk padanya untuk yang pertama kalinya. Dia sangat menantikannya.Sesuai dugaan, hasilnya sangat memuaskan.“Syakia, Ayah yang salah sebelumnya.”Damar berdiri di depan gerbang Kuil Bulani dan meminta orang untuk memanggil Syakia. Setelah Syakia keluar, dia langsung meminta maaf dengan ekspresi serius.Begitu melihat sikap ayahnya, Ranjana yang ikut datang juga menunjukkan ekspresi terkejut. Dia tidak menyangka ayahnya akan menunduk pada Syakia. Ranjana tahu kali ini ayahnya tidak akan menggunakan cara paksa seperti sebelumn
“Pangeran Adika, aku mau merepotkanmu lagi dalam sebuah hal.”“Oke.”Sebelum Syakia selesai berbicara, Adika sudah langsung menyetujuinya.Syakia langsung tertawa dan bertanya, “Kenapa Pangeran langsung setuju tanpa dengar dulu apa yang mau kukatakan? Gimana kalau permintaanku mempersulitmu?”“Di dunia ini, cuma ada beberapa hal yang bisa mempersulitku. Meski itu sulit, aku juga akan pikirkan segala cara untuk membantumu melakukannya,” jawab Adika dengan serius. Dia sama sekali bukan sedang berbasa-basi.Syakia merasa sangat terharu. Dia menangkupkan tangannya ke arah Adika dan berkata dengan ekspresi yang sama seriusnya, “Pangeran selalu tulus membantuku, aku nggak akan kecewakan Pangeran sebagai seorang teman.”Selama ini, Adika telah banyak membantu Syakia. Dia sangat menghargai persahabatan ini dan tentu saja akan melakukan yang terbaik untuk tidak mengecewakan Adika. Apa pun yang terjadi, dia akan menyembuhkan penyakit Adika.Setelah mendengar janji Syakia yang serius, Adika juga
Setelah mendengar ucapan itu, Damar langsung melirik Kahar.“A ... ada apa, Ayah?”Tatapan Damar membuat Kahar merasa agak tidak nyaman.Damar juga ingin bertanya ada apa dengan Kahar. Ayahnya sudah dihukum, tetapi dia bukan hanya tidak menunjukkan perhatian terhadap ayahnya, malah langsung bertanya apakah Ayu akan terpengaruh atau tidak?Saat ini, suasana hati Damar pada dasarnya sudah sangat buruk. Melihat Kahar yang sama sekali tidak peduli padanya, amarahnya sontak tersulut.“Yang dihukum itu aku, apa pengaruhnya itu terhadap Ayu? Dia pada dasarnya memang nggak akan diizinkan masuk ke istana, juga nggak akan diangkat sebagai selir. Paling-paling, nanti dia akan diusir dengan sebuah alasan. Kita nggak perlu cari cara untuk menolongnya.”Sebenarnya, jika bukan karena Damar menangani masalah yang ditimbulkan Ayu, dia juga tidak akan dijebak orang sampai berakhir seperti hari ini. Sekarang, dia tahu bahwa dirinya tidak perlu berharap pada Kaisar. Dengan adanya Adika, Kaisar tidak mungk
Hanya saja, akhir-akhir ini, ada saja orang yang berselisih dengan Damar dan ingin menjebaknya.Tadi, Kahar masih murka. Setelah memikirkannya dengan saksama sekarang, dia seketika mengernyit.“Dalam rumor yang tersebar, Syakia itu korbannya. Masalah ini pasti berhubungan dengannya. Tapi, yang sebarkan rumor ini seharusnya adalah orang lain. Gimanapun, Syakia masih belum sehebat itu.”Kahar sontak marah dan berseru, “Ini pasti ulah Pangeran Adika! Selain dia, nggak ada lagi orang lain yang mungkin bantu Syakia untuk melawan keluarga kita!”Ranjana tidak lagi berbicara, tetapi pemikirannya jelas juga sama seperti Kahar.“Ayah, gimana ini sekarang? Orang-orang bodoh di luar sana percaya sama rumor itu. Sekarang, mereka hampir lempar telur dan sayur busuk ke gerbang rumah kita. Kalau begini terus, bukannya reputasi keluarga kita akan hancur?”Sejak Kahar menerjang masuk ke ruang baca, Damar masih belum mengucapkan sepatah kata pun. Dia berusaha menahan gejolak dalam hatinya dan telah menu
“Kalian sudah dengar soal kejadian itu?”“Tentu saja! Siapa yang masih belum tahu kejadian itu!”“Jadi, Putri Suci benar-benar ditampar atau itu cuma rumor belaka?”“Putri Suci benar-benar ditampar. Kakek dari ipar dari menantu dari ibu mertua dari keponakan paman ketigaku yang menyaksikannya secara langsung. Waktu itu, dia segera berlari keluar dengan bertumpu pada tongkatnya untuk melindungi Putri Suci!”“Tapi, Adipati Pelindung Kerajaan malah langsung mendorongnya sampai dia jatuh dan tongkatnya hilang. Habis itu, Adipati langsung menampar Putri Suci. Dia sendiri yang kasih tahu kami apa yang dilihatnya. Ini hal yang dialaminya sendiri, mana mungkin itu palsu! Selain itu, katanya, Adipati melakukannya demi membela putri haramnya!”“Ya Tuhan! Adipati ternyata begitu pilih kasih? Keterlaluan sekali!”“Bukan cuma begitu! Adipati juga sengaja pilih waktu ketika Pangeran Pemangku Kaisar nggak ada untuk pergi cari Putri Suci. Katanya, dia juga mau bawa Putri Suci pergi. Untungnya, Putri S