Share

Bab 81

Penulis: Emilia Sebastian
“Maaf Syakia. Kakak benar-benar minta maaf. Kakak benar-benar pantas mati! Huhuhu ....”

Kama tidak berhenti minta maaf. Pada akhirnya, dia tidak dapat mengendalikan emosinya dan langsung menangis tersedu-sedu.

Para biksuni yang mengelilingi Kama pun saling memandang. Mereka tidak menyangka Kama akan tiba-tiba menangis seperti ini. Apa yang harus dilakukan mereka sekarang? Mereka pun menoleh ke arah Shanti yang berdiri di depan gerbang.

Shanti memberi isyarat mata kepada para biksuni. Mereka pun menyimpan tongkat mereka, lalu berjalan kembali ke belakang Shanti.

“Aku sudah dengar permintaan maafmu dan akan menyampaikannya pada Sahana.”

Meskipun tampang Kama sekarang sangat menyedihkan dan dia juga menangis dengan sedih, hati Shanti sama sekali tidak tergerak. Seusai berbicara dengan dingin, dia pun memerintahkan orang untuk menutup gerbang kuil dan membiarkan Kama lanjut menangis di luar.

Kahar merasa kakaknya itu sangat memalukan. Dia langsung melangkah maju dan menendang Kama.

“Kak
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 82

    “Ya sudah. Kalau kamu nggak suka, Guru nggak akan ungkit lagi soal mereka.” Shanti mengelus kepala Syakia, lalu memeriksa tugas Syakia sambil berkata, “Oh iya, nanti, kamu ikut Guru turun gunung ya.”“Hmm? Aku boleh ikut Guru turun gunung?” Syakia awalnya kurang bersemangat. Begitu mendengar ucapan Shanti, matanya langsung berbinar.“Tentu saja boleh.” Shanti tertawa, lalu melanjutkan, “Aku punya seorang pasien dan harus turun gunung untuk mengobatinya.”Setelah berhenti sejenak, Shanti berkata dengan agak ragu, “Tapi, kamu mungkin akan agak canggung kalau ketemu sama dia.”“Siapa dia?” tanya Syakia dengan penasaran.“Nyonya Juwita dari Kediaman Pangeran Darsuki.”Begitu mendengar jawaban Shanti, Syakia langsung mengerti apa yang dikhawatirkannya. Nyonya Juwita dari Kediaman Pangeran Darsuki merupakan nenek Panji, mantan tunangannya itu.Syakia tersenyum dan menjawab, “Ternyata Nyonya Juwita. Nggak apa-apa, Guru. Pertunanganku dengan keluarga mereka sudah dibatalkan. Berhubung kita buk

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 83

    Syakia sama sekali tidak menanggapi Ike. Baginya, bibinya itu tidak pernah menyukainya.Awalnya, Syakia mengira itu memang sifat bibinya. Sampai Ayu tiba di Kediaman Keluarga Angkola dan Ike memperlakukan Ayu dengan penuh kasih sayang, dia baru tahu bahwa bibinya itu memang murni tidak menyukainya.Jadi, meskipun Ike memanggil Syakia, Syakia juga hanya duduk diam di tempat, seolah-olah tidak mendengar ucapannya. Melihat Syakia yang hanya duduk diam, Ike langsung berjalan masuk dengan tidak senang.“Ngapain kamu? Kamu nggak lihat bibimu ini, juga nggak tahu kamu harus menyapa seniormu? Dasar anak nggak tahu sopan santun!” Ike juga mengulurkan tangannya untuk menarik pakaian Syakia dan melanjutkan, “Cepat berdiri! Kamu nggak tahu kamu harus mengalah dan kasih tempat dudukmu pada seniormu!”“Nyonya.” Shanti menahan tangan Ike, lalu berkata dengan dingin, “Harap jangan sentuh muridku atau berbicara nggak sopan.”Ike melirik Shanti dan merasa dia hanyalah seorang biksuni tua.“Wah, Syakia,

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 84

    Terakhir kali mereka bertemu adalah pada saat perayaan tahun baru. Kini, setelah beberapa bulan berlalu, Juwita tidak menyangka anak yang seharusnya menjadi cucu menantunya itu sudah mengalami perubahan sedrastis ini.Syakia yang ditatap begitu lama oleh Juwita merasa kurang nyaman. Dia akhirnya meminta izin pada Shanti untuk mencari udara segar di luar.Shanti tahu apa yang dihindari Syakia. Dia pun mengangguk dan berpesan, “Kalau ada apa-apa, segera cari aku.”Ucapan Shanti terdengar seolah-olah Syakia akan ditindas di Kediaman Pangeran Darsuki.Syakia melirik Juwita yang terlihat agak canggung, lalu mengangguk dan mengiakannya sebelum berjalan keluar. Dia tahu statusnya sekarang sudah berbeda. Jadi, dia juga tidak asal keluyuran.Syakia mengatakan dia ingin mencari udara segar di luar kamar. Dia pun benar-benar hanya berdiri di luar pintu kamar dan menatap pemandangan indah di halaman sambil termenung. Ketika dia merasa bosan, dia tidak tahu bahwa ada orang yang sedang mencarikan ma

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 85

    Ekspresi Panji sontak menjadi muram. “Syakia, apa maksudmu?”“Kamu masih nggak mengerti apa maksudku?” Syakia menjawab dengan kesal, “Aku suruh kamu jauhi aku sejauh mungkin. Jangan menggangguku lagi. Ngerti?”Panji pun merasa marah dan menggertakkan gigi. “Kamu mau mengusirku? Syakia, kamu mau main tarik-ulur denganku?”Syakia benar-benar kebingungan dan tidak bisa berkata-kata. “Siapa yang main tarik-ulur denganmu?”Panji menjawab dengan yakin, “Memangnya bukan? Dulu, kamu nggak berhenti menggangguku dan begitu tergila-gila padaku. Sekarang, kamu malah mengusirku. Apa namanya ini kalau bukan tarik-ulur?”Panji tersenyum sinis dan menunjukkan ekspresi sok pintar. Dia lanjut berkata dengan sombong, “Syakia, cara ini mungkin berguna untuk menghadapi pria lain. Sayangnya, cara itu nggak mempan untukku. Hanya Ayu yang layak jadi istri sahku. Sebaiknya kamu jangan pakai trik menjijikkan lain untuk merebutnya. Kalau nggak, aku bahkan nggak akan membiarkanmu jadi selirku.”“Aku rasa yang pal

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 86

    “Bruk!” Kali ini, Syakia tidak lagi menampar Panji, melainkan langsung meninjunya. Kemudian, dia mencengkeram kerah pakaian Panji dan mengancam, “Kalau kamu masih berani lontarkan kata ‘istri sah’ atau ‘selir’ lagi, aku akan suruh orang di belakangmu untuk kebiri kamu!”Panji langsung merasa bagian selangkangannya terasa dingin. Dia menatap Syakia dengan ekspresi tidak percaya.Setelah mengancam Panji, Syakia memberi perintah tanpa ragu, “Hala, hajar dia sampai otaknya kembali sadar!”Syakia ingin tahu seberapa banyak hantaman yang dapat diterima Panji sampai otaknya yang narsis kembali normal. Kenyataan membuktikan bahwa Panji benar-benar adalah orang yang keras kepala.Hala sudah menyumpal mulut Panji, lalu menyeretnya ke sudut yang tak berorang dan menghajarnya. Namun, Panji masih tidak berubah.“Syakia! Jangan keterlaluan kamu!” Hala yang sudah menghajar Panji beberapa kali pun melepas sumbatan dari mulut Panji. Namun, Panji malah langsung berseru marah, “Jangan mentang-mentang ak

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 87

    Syakia segera menarik Shanti dan berbalik arah. Dia berencana untuk keluar dari pintu belakang. Alhasil, setelah melihat Syakia yang hendak pergi, Kama langsung melompat turun dari kereta kuda sebelum keretanya sempat berhenti.“Tuan Kama, hati-hati! Kamu masih terluka!”Namun, Kama tidak peduli. Dia buru-buru mengejar Syakia dan menariknya. “Syakia, jangan pergi!”“Lepaskan aku!” Syakia menoleh dan memelototi Kama.“Oke, oke! Aku akan lepaskan kamu. Selama kamu nggak pergi, aku nggak akan menyentuhmu.”Melihat tatapan marah Syakia, Kama pun merasa panik dan buru-buru menarik kembali tangannya.“Jangan panggil aku ... Syakia.” Syakia berkata dengan dingin, “Aku cuma seorang biksuni dari Kuil Bulani. Bukan Syakia seperti yang dipanggil Tuan Kama.”Ucapan Syakia membuat dada Kama terasa sesak. “Syakia, aku mohon jangan berkata seperti itu ....”“Kak Kama!” Sebelum Kama menyelesaikan ucapannya, terlihat 2 sosok yang muncul di belakangnya. Mereka tidak lain adalah Ayu dan Kahar.“Kak Kama

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 88

    Ike langsung tersenyum sinis dan melirik Syakia. “Oh, kalian mau bicarakan masalah tentang gadis itu?”Kama dan Kahar masih bertengkar.“Kak Kama, cepat atau lambat, kita harus sampaikan kata-kata Ayah. Lagian, Bibi juga bukan orang luar. Bukannya lebih baik kita bicarakan hal itu di sini daripada di luar?” ujar Kahar dengan acuh tak acuh.“Kahar, coba saja kalau kamu berani!” Kama merasa sangat marah. Dia dapat mendengar ancaman yang tersirat dari ucapan Kahar. Jika mereka tidak langsung membicarakannya di sini, Kahar akan mengumumkannya supaya orang luar juga mengetahuinya.Syakia awalnya hendak bersuara, tetapi malah didahului oleh Shanti. “Kalau ada yang mau kalian katakan, sebaiknya kalian katakan sekarang juga. Kalau nggak, aku dan muridku pamit dulu,” ujar Shanti sambil menarik Syakia untuk pergi.Namun, ada beberapa orang yang tidak ingin mereka pergi secepat ini.“Eh, tunggu! Kenapa kalian begitu nggak sabar?” Ike langsung melangkah maju, lalu merentangkan tangannya untuk me

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 89

    Semua orang di sekitar pun terlihat terkejut. Mereka melirik Syakia, lalu melirik Ike yang terlihat marah. Dalam sekejap, mereka sangat penasaran apakah ucapan itu benar atau palsu.Terutama Kama dan Kahar. Bagaimanapun juga, ibunya Syakia juga adalah ibu mereka. Kenapa mereka tidak pernah mendengar ibu mereka mengungkit tentang hal ini, tetapi Syakia malah tahu?Kama dan Kahar tentu saja tidak pernah mendengar tentang hal ini. Sebab, Anggreni juga tidak pernah memberi tahu Syakia mengenai hal ini. Jadi, kenapa Syakia bisa mengetahui hal ini?Di kehidupan sebelumnya, ketika Syakia lagi-lagi ditindas oleh Ayu di Kediaman Keluarga Angkola, Syakia diam-diam bersembunyi di kamar Anggreni. Dia tidak sengaja menemukan sebuah buku kecil yang ditinggalkan ibunya. Setelah membukanya, dia baru menyadari bahwa isi buku itu adalah suara hati Anggreni.Dari buku itu, Syakia baru tahu bahwa Anggreni dipaksa oleh Keluarga Angkola dan Keluarga Kuncoro untuk membantu Ike. Dari buku itu, dia juga menget

Bab terbaru

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 100

    Sebagai putri Adipati Pelindung Kerajaan, Syakia tentu saja mengetahui tentang krim pelembap Yui. Dia bukan hanya tahu, juga sering menggunakannya dulu. Bagaimanapun juga, setelah ibunya meninggal, satu-satunya perempuan yang tersisa di Kediaman Keluarga Angkola hanyalah Syakia. Jadi, setiap menerima krim pelembap Yui sebagai hadiah, Damar akan langsung memberikannya kepada Syakia.Namun, setelah Ayu datang ke Kediaman Keluarga Angkola, semua krim pelembap Yui yang ada di kamar Syakia pun diberikan kepada Ayu hanya karena sepatah kata “suka” dari mulutnya. Pada saat itu, Syakia yang masih tidak mengerti apa-apa pernah pergi mencari Damar dan bertanya kenapa semua krim pelembap Yui diberikan kepada Ayu, sedangkan dia tidak lagi mendapatkan sebotol pun. Apa yang dijawab “ayah baiknya” waktu itu?Syakia berpikir sejenak. Oh iya, pada saat itu, Damar menjawab dengan tidak senang, “Karena dia itu adikmu. Dia sudah hidup menderita di luar dari kecil. Sebagai kakak, memangnya kamu nggak bis

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 99

    Setelah merasa yakin bahwa Syakia yang mencuri krim pelembap Yui, Ike lanjut memaki, “Percuma saja Yang Mulia Kaisar menobatinya jadi Putri Suci! Ngomongnya saja dia pergi jadi biksuni, tapi dia malah belajar mencuri! Dia benar-benar memalukan!”“Yang dikatakan Kakak benar. Orang memalukan sepertinya memang nggak layak pakai marga Angkola! Dia memang harus dilarang melakukan segala sesuatu pakai nama Keluarga Angkola. Kalau nggak, dia pasti akan menghancurkan reputasi seluruh Kediaman Adipati Pelindung Kerajaan!”“Ibu, bukan Syakia ....” Panji tidak menyangka Ike akan mencurigai Syakia tanpa ragu. Dia pun bersuara dan merasa sudah seharusnya dia membantu Syakia mengklarifikasi semuanya. Namun, jika Panji mengklarifikasinya, bukannya dia harus memberi tahu ibunya bahwa dia sudah memberikan ketiga botol krim itu kepada Ayu? Bagaimana jika ibunya mengira Ayu yang menghasutnya? Bukankah ibunya akan memaki Ayu sebagaimana dia memaki Syakia sekarang? Mungkin saja, ibunya akan memiliki pra

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 98

    Hanya keluarga kerajaan yang dapat menggunakan krim pelembap Yui. Sebotol kecil krim itu bernilai ribuan tael. Pejabat atau rakyat biasa tidak mungkin mampu menggunakannya. Hanya setelah mendapat hadiah dari permaisuri atau para selir istana, istri dan putri pejabat baru dapat memilikinya.Berkat kakak dan suaminya, Ike baru dipanggil masuk ke istana sesekali untuk menemani Janda Permaisuri mengobrol. Oleh karena itu, dia tentu saja pernah menerima lumayan banyak krim pelembap Yui sebagai hadiah.Terakhir kali Ike dipanggil ke istana, Janda Permaisuri juga memberinya 3 botol krim pelembap Yui. Dia tidak tega menggunakannya, makanya dia baru menyimpannya di gudang. Namun, dia tidak menyangka bahwa baru saja dia menyimpan ketiga botol krim itu ke gudang di pagi hari, putranya sudah mengambil krim itu dan memberikannya kepada Ayu pada sore harinya.Panji juga tahu seberapa berharga ketiga botol krim itu bagi ibunya. Namun, dia juga tidak berdaya. Siapa suruh dia salah bicara ketika pergi

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   bab 97

    “Teriak apa kamu? Mana ada hantu?” Panji menggaruk wajah dan lehernya sambil mengenakan pakaian luar. Dia juga menegur dayang itu dengan kesal.“Tuan, wajahmu ... wajahmu kenapa?” Setelah mendengar suara Panji, dayang itu baru menyadari bahwa yang ada di hadapannya bukanlah hantu, melainkan Panji. Dia sontak merasa makin terkejut dan panik.“Wajahku?” Panji yang masih belum menyadari apa-apa pun mengernyit. Dayang itu pun membawakan cermin tembaga ke hadapan Panji. Setelah melihat wajahnya yang berlumuran darah, Panji baru merasa tercengang. Wajahnya juga seketika menjadi pucat.“Ada apa ini? Kenapa wajahku begini?”Wajah yang awalnya tampan itu dilumuri darah, juga sangat bengkak. Bukan hanya wajah, bahkan leher, tangan, kaki, dan seluruh tubuh Panji juga terlihat merah dan bengkak. Setelah melihat dengan saksama, dia baru menyadari bahwa bagian-bagian yang berdarah itu adalah bagian yang digaruknya dengan kuat.Panji seketika merasa panik. “Kenapa masih bengong! Cepat suruh tabib d

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 96

    “Makanya! Pangeran, cepat turun! Cepat duduk di dalam kereta kuda dan mengobrol bersama Putri Suci! Dengan begitu, hubungan kalian baru bisa makin dekat!”Adika yang kudanya direbut oleh kedua bawahannya pun merasa kebingungan. “Omong kosong apa yang lagi kalian bicarakan?” Adika bertanya dengan kening berkerut, “Sahana duduk di dalam kereta kuda bersama gurunya. Buat apa aku ikut meramaikan suasana?”Aduh! Gading dan rekannya sudah melupakan hal ini. Mereka seharusnya menyiapkan tambahan kereta kuda supaya Shanti bisa duduk sendiri, sedangkan Adika dan Syakia bisa duduk bersama.Pemikiran Gading dan rekannya memang lumayan bagus. Namun, mereka tidak pernah memikirkan kemungkinan bahwa meskipun mereka menyiapkan tambahan kereta kuda, Syakia juga tidak mungkin duduk di kereta kuda yang sama dengan Adika. Bagaimanapun juga, meskipun Syakia dan Adika tidak berniat untuk melakukan apa-apa, orang lain tidak akan berpikiran sama. Jadi, mereka pasti harus menghindari rumor sebisa mungkin. S

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 95

    “Putri Suci, aku yang terlalu memanjakannya sehingga dia jadi begitu keras kepala dan kekanak-kanakan. Harap Putri Suci memaafkannya. Kelak, aku pasti akan mendidiknya dengan tegas supaya dia nggak timbulkan masalah untuk Putri Suci lagi,” ujar Joko dengan nada yang serius dan mengandung sedikit rasa bersalah.Joko sepertinya tahu jelas seberapa keterlaluan sikap istri dan putranya terhadap Syakia.Melihat sikap tulus Joko, Syakia juga tidak mengatakan apa-apa lagi meskipun dia sangat membenci Panji. Bagaimanapun juga, Joko adalah orang yang memperlakukannya dengan paling baik di seluruh Kediaman Pangeran Darsuki. Padahal, Joko adalah orang yang terlihat sulit didekati. Namun, dia sebenarnya sangat baik dan hangat.“Pangeran Joko, berdirilah. Kesalahan orang lain nggak ada hubungannya denganmu. Aku nggak pernah salahkan Pangeran. Jadi, Pangeran nggak perlu menyalahkan diri. Mengenai Panji ....”Syakia melirik Panji yang masih terlihat terhina dan marah, lalu lanjut berkata dengan acuh

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 94

    Syakia menatap Kama yang berlutut di hadapannya dengan mata sedikit bergetar. Kemudian, dia segera mengalihkan pandangannya.Orang lainnya menatap Kama dengan terkejut. Kahar bahkan menatapnya dengan ekspresi tidak mengerti. “Kak Kama?”“Kahar, kamu masih ingat apa yang Ayah suruh kita sampaikan?” Kama masih berlutut dengan sebelah kaki dan lanjut berujar tanpa menoleh, “Dari tadi, kalian nggak berhenti bilang bahwa Syakia nggak boleh bertindak pakai nama Keluarga Angkola. Kalian juga melarangnya pakai marga Angkola. Sekarang, dia berdiri di hadapan kita dengan status Putri Suci. Jadi, bukannya kita yang seharusnya mengenali posisi kita?”Ucapan Kama langsung membuat Kahar dan Ayu terdiam. Mereka sama sekali tidak bisa membantah. Setelah terdiam sesaat, Kahar akhirnya berbalik secara perlahan dan berlutut menghadap Syakia. “Hormat ... Putri Suci.”Berbeda dengan ekspresi penuh tekad Kama, tatapan Kahar saat berbicara terlihat dingin.“Kenapa? Kalian bertiga nggak mau akui statusnya s

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 93

    Seusai berbicara, Panji baru tersadar bahwa ucapannya agak keterlaluan. Dia pun menatap ke arah Syakia secara refleks, seolah-olah mengira ucapannya telah melukai Syakia. Namun, Syakia tidak menunjukkan ekspresi apa pun.“Orang dari Kediaman Pangeran Darsuki memang hebat sekali!” sindir Shanti dengan ekspresi dingin.Kama merasa sangat marah hingga menggertakkan gigi. Sementara itu, Ayu terlihat sangat bangga. Dia melirik Syakia, lalu melirik Panji dan bergumam dalam hati, ‘Si bodoh ini akhirnya tahu harus pilih siapa.’Kahar yang berdiri di samping hanya mengejek, “Salah siapa dia begitu nggak disukai orang lain?”“Kahar, diam kamu!” ujar Kama sambil memelototi Kahar.Kahar bukannya diam, malah balik bertanya, “Memangnya yang kubilang salah? Namanya dihapus dari daftar silsilah keluarga, marganya dicabut, pernikahannya dibatalkan, dirinya dihina orang-orang .... Memangnya ini semua bukan akibat dari perbuatan jahatnya dulu?”“Aku suruh kamu diam!” seru Kama dengan penuh amarah. Kali i

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 92

    Hala yang bersembunyi di kegelapan pun tidak bisa berkata-kata. Dia tidak mungkin menunjukkan diri. Bagaimanapun juga, dia tahu dia tidak boleh mengacaukan urusan majikannya di situasi seperti ini. Jadi, dia tetap tidak menunjukkan diri setelah Syakia berteriak untuk sesaat.“Tuan Panji, sudah lihat, ‘kan? Aku benar-benar nggak kenal sama orang yang namanya Hala.”Syakia menggeleng dan menunjukkan ekspresi yang sangat serius. Shanti yang menyaksikan semua ini dari samping pun mau tak mau memalingkan wajah karena khawatir dirinya tidak dapat menahan tawa.Panji berseru marah, “Kamu kira kamu bisa menipuku! Aku sudah dihajar Hala sampai sekujur tubuhku penuh luka dan kakiku juga nyaris patah. Sekarang, kamu malah bilang kamu nggak kenal sama dia? Siapa yang bisa kamu tipu!”“Sekujur tubuhmu penuh luka? Mana?” Syakia mengangkat alisnya dan bertanya, “Memangnya ada luka di tubuh Tuan Panji?”Panji segera menjawab, “Coba lihat wajahku ini! Nih, tanganku juga .... Eh? Mana lukaku?”Setelah m

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status