Jika bukan karena tahu Adika sangat membenci didekati wanita, Syakia hampir salah paham pada ucapan Adika. Dia berdeham dan menjawab, “Doa pagi sudah selesai. Sebelum doa malam, aku memang nggak punya kerjaan lain.”“Baguslah kalau begitu. Ayo jalan!” Adika langsung berbalik dan berjalan di depan.Syakia buru-buru mengikutinya. “Pangeran Adika boleh pergi ke sana dulu? Aku mau simpan buku-buku ilmu pengobatan dan buku doa pagi di kamar. Habis itu, aku akan pergi cari Pangeran Adika.”“Oke. Jangan buat aku tunggu terlalu lama lagi.” Seusai berbicara, Adika pun terlebih dahulu pergi ke gunung belakang.Syakia mengiakannya, lalu berlari ke kamar untuk meletakkan buku-buku yang dipegangnya. Lima belas menit kemudian, dia memikul 2 ember air sambil berjalan ke arah gunung belakang. Namun, baru saja dia tiba di tepi sungai, dia menyadari ada yang aneh. Kenapa ada begitu banyak orang?Saat ini, di tepi sungai, bukan hanya ada Adika, tetapi juga 4 prajurit dari Pasukan Bendera Hitam dan seoran
Adika hanya tersenyum tipis, lalu menatap Syakia. Saat ini, sekujur tubuh Syakia memancarkan aura dingin. Entah itu ilusinya atau bukan, dia sepertinya menemukan sedikit kewaspadaan dari mata Syakia yang ditujukan terhadap dirinya. Apa karena dia menangkap adiknya Syakia?Tidak. Adika dapat melihat jelas bahwa hubungan kakak beradik ini tidaklah bagus. Seharusnya bukan itu alasannya. Namun, kewaspadaan di mata Syakia memang baru muncul begitu melihatnya bersama dengan gadis bernama Ayu ini. Apa sebenarnya yang ingin diwaspadai Syakia? Apa Syakia mengira dia akan menghukum Syakia hanya karena ucapan Ayu? Adika merasa hal ini agak konyol. Dia memang sakit, tetapi keadaannya belum begitu parah hingga dia akan langsung menghukum seorang gadis karena beberapa patah ucapan gadis lain. Namun, Adika tidak tahu bahwa tebakannya itu memang benar.Di kehidupan sebelumnya, Syakia juga tidak percaya Damar yang selalu bersikap adil dan memiliki akal sehat akan begitu membela Ayu hanya karena beber
Syakia berjalan ke hadapan Adika dan bertanya dengan bingung, “Ada apa?”“Sutra apa yang kamu baca kemarin?”Adika menyuruh Syakia duduk di sampingnya. Namun, untuk menghindari gunjingan orang, dia tidak duduk di batu besar itu, melainkan di batu kecil di samping yang kebetulan cocok untuk didudukinya sendiri.“Sutra yang kubaca kemarin? Maksud Pangeran Adika, Sutra Cahya yang kuhafal waktu timba air?”“Benar.”Melihat Syakia yang duduk begitu jauh darinya, entah kenapa Adika merasa sedikit kesal. Namun, tatapan Syakia masih mengandung sedikit kewaspadaan. Dia pun tidak mengatakan apa-apa dan lanjut membicarakan masalah sutra.“Bukannya kamu bilang kamu akan bantu aku selama itu masih dalam batas kemampuanmu?” tanya Adika sambil menatap Syakia.Syakia pun tertegun sejenak tanpa menjawab. Namun, Adika yang memiliki insting tajam dapat merasakan sesuatu dan bertanya dengan tidak senang, “Kamu mau tarik kembali kata-katamu? Kenapa? Aku sudah begitu sering bantu kamu, tapi kamu bahkan ngga
Setelah membaca sekitar 8 kali, Syakia merasa tenggorokannya sudah kering. Dia pun akhirnya berhenti lagi.Alhasil, pria yang sepertinya hanya berpura-pura tidur langsung sadar kembali dan bertanya dengan tidak senang, “Kenapa kamu berhenti lagi?”Syakia menjulingkan matanya dan menjawab, “Kalau lanjut baca, pita suaraku akan rusak.”Adika baru menyadari bahwa suara Syakia memang agak serak. Dia pun bertanya dengan bingung, “Sudah berapa lama waktu yang berlalu?”Syakia menjawab, “Aku sudah baca 2 jam penuh.”Adika sontak kaget. “Sudah selama itu?”Adika mengira waktu yang berlalu paling-paling baru setengah jam. Pantas saja Syakia mengatakan pita suaranya akan rusak.Kemudian, Adika berdiri dan merasa sekujur tubuhnya terasa rileks, terutama kepalanya yang paling sering sakit akhir-akhir ini. Ternyata Sutra Cahya yang dibacakan Syakia benar-benar bermanfaat dalam menyembuhkan penyakitnya. Adika pun berniat untuk menyuruh orang lain membacakan sutra ini untuknya setelah pulang nanti.
“Apa? Dia yang menyirammu dengan air? Semalam juga?” tanya Kama dengan marah.Ayu tersenyum getir, lalu pura-pura mengalihkan topik pembicaraan. “Nggak apa-apa, Kak Kama. Cuma tersiram sedikit air. Masalahnya, Kak Syakia nggak mau pulang.”“Apanya yang nggak apa-apa!” Kama sontak murka dan berseru, “Syakia benar-benar keterlaluan! Dia masih nggak mau ngaku dirinya jahat? Dia bahkan tega menindas adiknya sendiri! Kalau dia nggak jahat, siapa lagi yang jahat!”“Kak Kama, jangan ngomong begitu lagi! Nggak peduli gimana Kak Syakia sebelumnya, yang terpenting sekarang adalah cari cara untuk buat Kak Syakia kembali. Kalau nggak, benar-benar akan timbul masalah besar!” seru Ayu dengan panik sambil mengentakkan kaki. Dia sengaja bersikap seolah-olah dirinya tidak peduli pada keadaannya sendiri.“Masalah besar” yang dikatakan Ayu spontan menarik perhatian Kama. “Ayu, apa maksudmu? Ada masalah lain lagi yang ditimbulkan Syakia?”“Kak Syakia ....”“Dia kenapa?”Ayu menggigit bibirnya, seolah-olah
Keributan yang dibuat oleh Kama sudah mengganggu para biksuni yang ada di dalam kuil. Seorang biksuni berjalan keluar dan berseru untuk menghentikan Kama.Namun, Kama langsung menyela ucapan biksuni itu dengan penuh ancaman, “Aku nggak peduli kuil kalian dibuka untuk umum atau nggak! Suruh Syakia keluar sekarang juga! Kalau nggak, aku akan menumbangkan gerbang ini dan menghancurkan Kuil Bulani!”Begitu mendengar ucapan Kama, biksuni tersebut langsung tahu bahwa Kama datang bukan dengan niat baik. Dia tentu saja tidak berani membuka pintu bagi Kama. Tak disangka, Kama yang tidak dihiraukan malah mulai menendang pintu.“Bruk! Bruk! Bruk!”Bangunan Kuil Bulani pada dasarnya sangat sederhana. Gerbangnya terbuat dari kayu yang tidak begitu tebal. Hanya ditendang Kama beberapa kali, gerbang itu sudah terbuka sebelum biksuni itu sempat melakukan apa-apa.Kama melangkah masuk dengan langkah besar, lalu melirik biksuni itu dengan dingin sebelum menerjang masuk ke bagian dalam kuil.“Tuan, berh
Kama pun menjerit kesakitan dan secara refleks memukul kepala Syakia.“Syakia, kamu sudah gila! Cepat lepaskan tanganku!”Namun, Syakia sama sekali tidak peduli pada ucapan Kama. Orang yang gila bukan dirinya, melainkan Kama. Dia sudah berhasil melarikan diri dari Kediaman Keluarga Angkola. Atas dasar apa Kama merusak kehidupannya sekarang! Semua orang yang ingin menyeretnya kembali ke neraka itu adalah musuhnya!Syakia menggigit lengan Kama dengan kuat. Makin kuat Kama memukulnya, makin kuat pula gigitannya. Lengan Kama bahkan sudah berdarah, tetapi dia tetap tidak melepaskan gigitannya.Kama pun memaki, “Dasar gila! Gila! Aku akan habisi kamu hari ini!”Kama langsung mengganti pukulannya menjadi tinju. Dia meninju tubuh Syakia tanpa henti. Syakia yang kurus dan lemah tidak mungkin dapat menahan pukulannya.Sakit. Sakit sekali ....Syakia tidak berhenti meneteskan air mata. Kemudian, darah dari tenggerokannya bercampur dengan darah dari lengan Kama. Dia bahkan tidak tahu lagi itu sebe
Kama tidak tahu bahwa itu bukanlah ilusi. Sebab, Syakia memang ingin membunuhnya. Ketika Kama hendak menyeretnya pulang, dia diam-diam mengeluarkan racun yang baru diraciknya di ruang giok semalam. Sebelum menggigit Kama, dia bahkan mengulum racun itu dalam mulutnya.Kama keracunan. Tentu saja, Syakia juga keracunan. Selain itu, Syakia masih belum sempat meracik obat penawarnya. Jadi, mereka berdua hanya bisa menunggu mati.“Hahaha ....”Syakia jatuh terduduk di lantai. Darah yang mengalir keluar dari sudut mulutnya sama dengan darah yang mengalir dari luka di lengan Kama. Darah itu berangsur-angsur menghitam.Syakia ingin tertawa, tetapi juga ingin menangis. Apa semuanya akan berakhir seperti ini? Sayang sekali. Dia sudah susah payah terlahir kembali, tetapi hanya berhasil membunuh Kama seorang sebelum mati lagi. Dia merasa sangat tidak rela. Namun, dia benar-benar tidak memiliki cara lain dalam menghadapi Kama.Tepat pada saat Syakia hampir memejamkan mata dan menerima kematiannya, t
“Aku nggak peduli kalian itu bawahan siapa, juga nggak peduli untuk apa kalian datang kemari. Sejak kalian menginjakkan kaki ke Kuil Bulani malam ini, kalian sudah ditakdirkan untuk mati.”Adika menancapkan pedangnya di lantai depannya, lalu melirik para pengawal rahasia yang ditahan di atas lantai. Seluruh tubuh mereka telah digeledah. Bahkan racun yang tersimpan di gigi mereka juga dicabut satu per satu. Saat ini, mereka bagaikan ikan yang berada di atas talenan.Adika menatap mereka dengan dingin. Setelah menunggu sesaat, pengawal rahasia yang terakhir akhirnya dibawa keluar.“Bruk!”Hala yang tubuhnya terluka oleh satu sayatan pedang berjalan keluar dengan pelan sambil menyeret seseorang yang berlumuran darah. Kemudian, dia melempar orang itu di hadapan semua pengawal rahasia.Para pengawal rahasia Keluarga Angkola tentu saja mengenal orang itu. Dia adalah Sando, pengawal rahasia kepercayaan Damar. Sekarang, dia sudah sepenuhnya lumpuh.“Bagus, semua orangnya sudah berkumpul.”Adik
Saat ini, Adika sangat marah. Setelah mengawal Syakia pergi ke Kalika, dia baru tahu seberapa banyak bahaya yang ada di sisi gadis ini. Jadi, begitu mendengar Kaisar mengatakan ada orang yang ingin membunuh Syakia hari ini, dia langsung teringat pada orang-orang dari Kalika itu.Terutama orang bernama Kingston. Adika tahu bahwa orang itu pasti akan datang lagi. Oleh karena itu, dia baru begitu mengkhawatirkan keselamatan Syakia.“Aku nggak bohong!” Syakia buru-buru menjelaskan, “Aku cuma nggak mau repotin kamu ....”“Kamu rasa ini adalah kerepotan bagiku?”Kali ini, Adika merasa makin marah. Dia menunduk, lalu menatap Syakia lekat-lekat dengan matanya yang berapi-api. Wajahnya yang tampan itu menunjukkan ekspresi yang luar biasa serius.Adika menekankan kata-katanya. “Sahana, dengar baik-baik. Bagiku, urusanmu nggak pernah merepotkanku.”Hati Syakia seketika bergetar. Dia menatap Adika yang berjarak sangat dekat dengannya dengan terkejut. Pada momen ini, dia seperti sudah memahami sesu
“Pembunuh?” Kaisar bertanya dengan bingung, “Kenapa bisa ada pembunuh yang pergi ke Kuil Bulani untuk membunuhmu? Siapa yang mengutus mereka?”Syakia menunduk dan menjawab, “Aku nggak berani bilang.”“Nggak berani bilang?”Kaisar mengangkat alisnya. Dia sudah bisa menebak siapa orang yang mengutus para pembunuh itu dari jawaban Syakia. Di seluruh ibu kota, ada siapa saja yang tidak berani dituduh putri sucinya itu?Kaisar langsung tertawa. Setelah upacara permohonan hujan yang dilakukan di Kalika, baik itu kebetulan atau bukan, hujan deras telah turun di Kalika yang sudah mengalami kekeringan selama 3 bulan. Sekarang, Syakia telah menjadi Putri Suci Pembawa Berkah yang sebenarnya di hati rakyat jelata. Bukan hanya reputasi Syakia yang meningkat, bahkan Kaisar yang mengangkat Syakia menjadi putri suci juga dipuji oleh rakyat jelata. Hal ini telah mengokohkan posisi Kaisar yang masih muda ini sehingga tidak ada yang dapat melawannya. Oleh karena itu, kepercayaan para pejabat dan menter
Orang yang diutus Damar berjumlah sekitar 5 orang. Tak disangka, mereka masih tidak mampu mengalahkan satu orang. Namun, dia makin yakin bahwa Ayu memang diculik oleh Syakia. Bagaimanapun juga, pertahanan Kediaman Adipati Pelindung Kerajaan juga tidak sederhana. Dengan tempat yang terlindung begitu ketat, penculik itu dapat masuk ke kamar Ayu dan membawanya pergi tanpa diketahui siapa pun. Orang dengan kemampuan yang biasa-biasa saja tidak mungkin mampu melakukannya.“Utus lagi sekelompok orang untuk pergi ke Kuil Bulani. Pokoknya, Ayu harus ditemukan!” perintah Damar setelah terdiam sejenak.“Baik!”Pada malam kedua, ada lagi sekelompok pengawal rahasia yang datang ke Kuil Bulani. Kali ini, kelompok itu berjumlah 10 orang.Damar awalnya mengira misinya kali ini pasti berhasil. Tak disangka, 10 pengawal rahasia itu lagi-lagi gagal. Setelah mendapat kabar ini keesokan harinya, ekspresi Damar terlihat sangat menakutkan.“Bagaimana dia bisa melakukannya!”Meskipun pengawal rahasia Syakia
Dalam sekejap, ekspresi Kahar dan Ranjana langsung menjadi sangat suram. “Coba saja kalau dia berani!”“Syakia nggak mungkin berbuat begitu!”Berbeda dengan Kahar yang langsung menyerukan amarahnya, Abista percaya pada Syakia. Dia sontak murka dan membela Syakia.“Syakia memang pernah bersikap keras kepala, juga berbuat salah. Tapi, dia nggak pernah berinisiatif cari masalah, apalagi melakukan hal yang begitu keterlaluan! Ayah, aku tahu kamu lebih sayang sama Ayu. Tapi, memangnya Syakia itu bukan putri kandungmu? Waktu kamu ucapkan kata-kata itu, kamu nggak merasa itu sangat nggak adil bagi Syakia?”“Aku cuma menilai masalah berdasarkan fakta, juga cuma bilang mungkin, nggak bilang pasti,” jawab Damar dengan nada acuh tak acuh sambil menyesap tehnya yang sudah dingin.Abista terlihat sangat tidak percaya. “Menilai masalah berdasarkan fakta? Apa curiga sama putri kandung sendiri termasuk menilai masalah berdasarkan fakta? Ayah, Syakia itu bukan penjahat!”Sampai saat ini, Abista baru p
“Ayah berkata begitu karena sudah punya bukti?”Damar menjawab dengan santai, “Aku nggak punya bukti. Tapi, sebelum hilang, Ayu sempat melakukan sesuatu.”“Apa?” tanya Kahar dan Ranjana dengan bingung.Damar memejamkan matanya dan menjawab, “Dia suruh dayangnya bawa Laras Panjalu datang kemari.”Sebelumnya, Ayu mengira tidak akan ada yang tahu mengenai hal ini. Namun, dia tidak tahu bahwa Ratih adalah orang yang ditempatkan Damar di sisinya. Mana mungkin Damar tidak tahu Ayu menyuruh Ratih pergi membawa Laras datang ke kediaman ini?“Laras Panjalu?”Berhubung sudah lama tidak mendengar nama ini, Abista dan kedua adiknya pun tertegun sejenak. Selanjutnya, Kahar terlebih dahulu teringat siapa orang itu dan bertanya dengan kening berkerut, “Orang yang pernah dorong Syakia ke danau itu?”“Benar.”Ekspresi Abista sontak berubah. Dia berkata dengan mata penuh amarah, “Ayu mau apa? Kenapa dia suruh orang itu datang kemari?”Dulu, Laras hampir merenggut nyawa Syakia. Jika bukan karena ada oran
Sangat jelas bahwa Ranjana bukan hanya marah terhadap ayahnya, tetapi juga Kahar. Tadi, dia tidak langsung memarahi Kahar karena Ayu sudah memberi pelajaran padanya.Namun, begitu mendengar ucapan Ranjana, Abista yang awalnya masih menasihati mereka semua dengan baik malah tiba-tiba mengernyit. Kemudian, dia membantah, “Syakia nggak bersalah. Kenapa kalian melibatkannya lagi?”Kahar dan Ranjana tidak menyangka Abista masih membela Syakia pada saat-saat seperti ini.“Kak Abista, Syakia yang meracuniku untuk mengendalikanku!”Abista menghela napas dan menjawab, “Mungkin dia memang benar-benar mengendalikanmu, tapi apa kalian lupa? Kalau bukan karena kalian yang duluan kerja sama untuk meracuni Syakia dan ingin membawanya pulang secara paksa, mana mungkin dia meracunimu?”Begitu mendengar ucapan itu, Kahar dan Ranjana pun terdiam. Bagaimanapun juga, mereka benar-benar tidak terpikirkan hal ini.Terutama Ranjana. Sampai sekarang, dia masih membenci Syakia karena sudah membuatnya bisu dan l
“Uhuk, uhuk. Memang ada kemungkinan seperti itu,” ujar Ranjana dengan lemah setelah terbatuk sejenak.Abista pun tertegun, lalu mengerutkan keningnya dengan bingung, “Siapa yang berani culik Ayu?”Terlebih lagi, orang itu juga datang ke Kediaman Adipati Pelindung Kerajaan untuk menculik Ayu. Jangankan orang luar, bahkan di antara orang-orang berkuasa di ibu kota, seharusnya tidak ada yang berani melakukannya.Ranjana menjawab dengan tenang, “Siapa bilang nggak ada yang berani? Setengah bulan lalu, bukannya ada orang yang berani bawa Pasukan Bendera Hitam untuk datang menggeledah kediaman ini?”Begitu mendengar ucapan itu, semua orang tahu yang dimaksud Ranjana adalah Adika. Namun, Damar malah menggeleng.“Seharusnya bukan dia.”Ranjana mencibir, “Gimana Ayah bisa sepenuhnya yakin bukan dia pelakunya?”Damar melirik putranya yang masih lemah itu dengan acuh tak acuh. “Adika nggak pernah pakai cara diam-diam seperti ini. Kalau memang mau tangkap Ayu, dia akan langsung datang dan tangkap
Adika melambaikan tangannya. Meskipun merasa marah, dia juga tidak sepenuhnya menyalahkan Deska dan Gading.“Kalian juga melakukannya karena khawatir padaku. Kelak, jangan ulangi hal yang sama lagi.”Besok, Adika akan pergi mencari Syakia dan menjelaskan semuanya dengan jelas. Jika dia membiarkan kedua orang bodoh ini yang pergi, entah apa lagi yang akan terjadi.Gading dan Deska sontak merasa lega. Untung saja Adika tidak benar-benar marah. Namun, pada detik selanjutnya, Adika melirik mereka dan memberi perintah, “Malam ini, bungkuskan semua bibit obat herbal ini. Sebelum selesai bungkus semuanya, kalian nggak boleh tidur!”Gading dan Deska pun terdiam sejenak, lalu menjawab, “Baik, Pangeran.”Ketika orang-orang di Kediaman Pangeran Pemangku Kaisar membungkus semua bibit obat herbal dengan terburu-buru, keadaan di Kediaman Adipati Pelindung Kerajaan juga sangat “ramai”.“Sudah ketemu?”“Belum. Sampai sekarang, masih belum ada sedikit kabar pun!”“Mana mungkin begitu? Kenapa orang yan