Fatimah dan Hamid saling tatap. Mereka merasa penasaran mengapa kedua anak majikan Hamid, Harun datang ke rumahnya, hanya untuk bertemu Zaara. Perasaan mereka tidak enak. Apa jangan-jangan ke dua kakak beradik tersebut benar-benar menaruh hati pada Zaara Nadira.“Menurut Ibu, baik Nak Haikal dan Haidar, keduanya menyukai Zaara,”Fatimah menghela nafas panjang. “Itu menurut asumsi Ibu ya Pak! Ibu hanya mengandalkan perasaan saja. Coba Bapak lihat, cara melihat Haikal dan Haidar pada Zaara benar-benar menunjukan rasa suka pada Zaara. Terutama Haikal,”“Menurut Bapak juga demikian, Bu.”Hamid mengurut dagunya seraya memikirkan bagaimana nasib Zaara andai terjebak dalam cinta dua orang kakak beradik. “Tapi hal tersebut tak boleh sampai terjadi!” ucapnya lagi dengan was-was.“Betul Pak, jangan sampai kehadiran Zaara menghancurkan hubungan saudara antara Mas Haikal dan Mas Haidar.”Fatimah berkomentar serius. “Tapi … menurut Ibu,”Fatimah berusaha mengingat kedekatan Zaara dan Haikal.“Sepe
Kondisi Zaara pada saat itu mirip seekor kerbau yang dicocok hidungnya. Mau menjawab tidak, kenyataan dirinya memang jatuh hati pada Haikal.“Ish, Mas Haikal tak seperti itu!” sahut Zaara masih berusaha mengelak. Jika situasinya tak sesukar itu, mungkin Zaara langsung mengiyakannya. Namun kekhawatiran Zaara ialah Safira. Hingga detik itu Zaara takut jika Safira melukai orang-orang terdekatnya. Mungkin pada mulanya melukai dirinya lalu bapak angkatnya dan kemungkinan lainnya sahabatnya Embun ataupun Mae.Zaara membuang nafas kasar. Jika dirinya memilih egois, dia takkan memperdulikan itu semua. Sayang, Zaara Nadira bukan seorang yang egois dan peduli dengan orang lain.“Sudah, Zaara, aku tak mau lagi mendengar jawabanmu. Aku benar-benar yakin seratus persen … bukan … seribu persen, kau memiliki perasaan yang sama denganku. Intinya kita saling mencintai! Kini kau tak perlu risau akan apapun,”Haikal begitu mudah berkata-kata. Dan, Zaara hanya menggeleng dan mendesah pelan.“Kita ke pasa
Zaara merasa bersalah. Kini dia berada di kamarnya diminta istirahat oleh Harun karena malam sudah larut. Sementara itu Haikal sedang disidang olehnya.Ketegangan kentara terasa di antara ayah dan anak tersebut. Haikal merasa seperti seorang anak kecil yang kedapatan berdusta oleh ke dua orang tuanya.Harun tampak kurang sehat, dia memakai sweater tebal dengan syal melingkari lehernya serta duduk di kursi roda. Dia menatap sengit Haikal yang memilih menundukan wajahnya.“Usiamu sudah tak lagi muda tetapi kelakuanmu seperti bocah. Mengapa kau mengajak anak itu sesuka hatimu? Dia di sini bekerja menggantikan ayahnya. Kau jangan seenaknya membawanya hingga larut malam. Dia juga tak seperti gadis lain, dia tak bisa melihat,” cerca Harun pada anak sulungnya.Haikal hanya terdiam mendengar bentakan sang ayah. Sesekali dia mendengus kasar.“Syukurlah Papa sudah mendingan. Aku pulang Pa,”Haikal sama sekali tidak merespon perkataan ayahnya, dia memilih membahas yang lain.Harun dibuat geleng-
Alfian menatap tamunya dengan sorot mata yang serius. Dia tak sepenuhnya percaya dengan perkataan tamunya tersebut yang mengatasnamakan orang suruhan Hantoro. Brandon telah menjelaskan dirinya termasuk maksud kedatangannya dirinya ke rumah Alfian, ialah demi menjemput Zaara Nadira. Namun Alfian bersikukuh bahwa Brandon hanyalah seorang penipu.“Pak Alfian, demi Tuhan, saya datang ke sini dengan baik-baik. Pak Hantoro ingin sekali bertemu dengan cucunya yang sudah lama tak bisa ditemuinya. Tolong, ijinkan saya bisa bertemu dengan Zaara Nadira. Pak Hantoro sudah tua renta dan sakit-sakitan. Permintaan terakhirnya ialah dirinya ingin berkumpul bersama cucunya yang menghilang.”Alfian terdiam sejenak. Lalu dia meraih gagang cangkir dan meminum teh melati manis yang hangat. Dengan harapan setelah meminum minuman yang mengandung amfetamin bisa memperbaiki suasana hati dan cara berpikirnya.“Zaara Nadira mengalami kecelakaan yang menyebabkannya kehilangan indera penglihatan. Lalu dia melari
Wanita yang masih cantik di usianya yang tak lagi muda kini tengah duduk di ruang tamu dengan wajah letih. Beberapa hari ini dia menghabiskan waktunya untuk menemani sang suami yang tengah sakit karena terserang penyakit jantung.Wanita tersebut menyandarkan kepalanya pada kepala sofa dan memeluk bantal kursi hingga ketiduran di sana. Sang anak yang baru saja memasuki ruang tamu, tak berselang lama dengan sang ibu, menatapnya iba. Dia kemudian duduk di sampingnya dan menyelimutinya dengan jaketnya.Ibunya terlihat letih, dia merasa bersalah karena tidak peka pada kondisi ibunya.Dia tak berani membangunkannya. Saat kakinya mengayun, sesaat meninggalkan sang ibu yang terpejam karena ketiduran, suara sang ibu merambat di telinganya.“Sayang, kau dari mana?” tanya Elia pada Haikal. Beberapa detik kemudian Haikal menoleh lalu kembali menghampiri Elia.“Aku baru pulang ngantor, Mom,” jawab Haikal dengan singkat. “Mom, kenapa tidak tidur dan istirahat di kamar?”Elia mendengus kasar. “Kenap
Perdebatan sengit!Safira memanjangkan lehernya dan melepas kacamata yang bertengger di hidungnya yang mancung. Dia berupaya mengamati dengan seksama apa yang dilihat. Benar, tak diragukan lagi. Safira melihat dengan jelas gadis yang baru saja keluar dari kamar itu adalah gadis yang paling dia benci. Dengan jumawa dia mengayunkan kakinya lalu mencegat langkah gadis berhijab berwarna biru tersebut.“Apa yang sedang kau lakukan di sini gadis buta?”Tanpa aba-aba, Safira menarik tangan Zaara dengan kasar hingga pergelangan tangannya memerah.Zaara berusaha mengenali gadis yang baru saja memperlakukan kasar padanya. Dia tak mengenali aromanya. Bahkan mungkin baru pertama kali bertemu dengannya.“Maaf, lepaskan tangan saya!” sahut Zaara yang bisa merasakan aura tak menyenangkan yang menguar dari tubuhnya.Safira menarik Zaara ke tempat yang sepi. “Mungkin kau masih belum mengenali saya. Tapi saya mengenalimu. Kau gadis yang sok polos dan suci, memanfaatkan kecantikan dan kekuranganmu un
Zaara tersenyum penuh kemenangan setelah bisa membalas telak Safira Nasution. Ternyata setelah melihat kepribadian Safira secara langsung, Zaara menyimpulkan memang benar Haikal memutuskannya karena dia gadis bermuka dua dan menyebalkan. Mungkin Haikal terpaksa bertunangan dengannya juga dulu. Begitulah yang Zaara pikirkan saat ini. Dia sudah tak peduli lagi andai Safira berusaha mencelakainya. Alasannya karena dia sangat kesal atas perbuatan yang dilakukan oleh Safira pada Hamid.Dan kini Safira mendatangi Harun dengan harapan bisa mendukungnya agar bersatu dan menikah dengan Haikal. Terlihat sekali Safira tengah melakukan sandiwara.Seketika Zaara merasa sudah saatnya bangkit dan melawan siapapun yang mengusik hidupnya. Dia percaya pada takdir bahwa sekalipun ada banyak orang yang berusaha mencelakainya tetapi kehendak Tuhan yang bicara maka keselamatan menyertainya. Beberapa kali Zaara mengalami peristiwa kelam dalam hidup tetapi takdir Tuhan senantiasa menyelamatkannya hingga diri
“Aku harus bagaimana Mae?” tanya Zaara diliputi perasaan gamang dalam hatinya. Zaara merasa bersalah pada Haikal. Terkesan dia mempermainkan hati Haikal. Dia tidak tahu jika Haikal memang sedang memiliki masalah besar. Namun Haikal tak pernah menyinggungnya di hadapannya.“Bagaimana apanya Ra?” tanya Mae menyahut, dia tidak mengerti apa yang Zaara katakan. Alasannya Zaara belum menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Tepatnya ungkapan perasaan hati Haikal padanya. Haikal benar-benar serius soal itu.“Jadi sebenarnya ,..”Zaara menghela nafas super panjang. Kemudian melanjutkan lagi kalimatnya. “Sebenarnya Mas Haikal sudah nembak aku, Mae,”Zaara menundukan pandangannya. Dia bingung dengan perasaannya sendiri. Akan ada banyak rintangan untuk kisah cinta mereka andai mereka bersatu. Kisah cinta yang tak mudah. Haikal dan Zaara ibarat langit dan bumi. Zaara sempat berpikir demikian.“What? Serius? Sudah kuduga … Zaara. Congrat! Um, apa ya … dari awal aku sudah bisa menerka, dari tatapa