Zaara tersenyum penuh kemenangan setelah bisa membalas telak Safira Nasution. Ternyata setelah melihat kepribadian Safira secara langsung, Zaara menyimpulkan memang benar Haikal memutuskannya karena dia gadis bermuka dua dan menyebalkan. Mungkin Haikal terpaksa bertunangan dengannya juga dulu. Begitulah yang Zaara pikirkan saat ini. Dia sudah tak peduli lagi andai Safira berusaha mencelakainya. Alasannya karena dia sangat kesal atas perbuatan yang dilakukan oleh Safira pada Hamid.Dan kini Safira mendatangi Harun dengan harapan bisa mendukungnya agar bersatu dan menikah dengan Haikal. Terlihat sekali Safira tengah melakukan sandiwara.Seketika Zaara merasa sudah saatnya bangkit dan melawan siapapun yang mengusik hidupnya. Dia percaya pada takdir bahwa sekalipun ada banyak orang yang berusaha mencelakainya tetapi kehendak Tuhan yang bicara maka keselamatan menyertainya. Beberapa kali Zaara mengalami peristiwa kelam dalam hidup tetapi takdir Tuhan senantiasa menyelamatkannya hingga diri
“Aku harus bagaimana Mae?” tanya Zaara diliputi perasaan gamang dalam hatinya. Zaara merasa bersalah pada Haikal. Terkesan dia mempermainkan hati Haikal. Dia tidak tahu jika Haikal memang sedang memiliki masalah besar. Namun Haikal tak pernah menyinggungnya di hadapannya.“Bagaimana apanya Ra?” tanya Mae menyahut, dia tidak mengerti apa yang Zaara katakan. Alasannya Zaara belum menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Tepatnya ungkapan perasaan hati Haikal padanya. Haikal benar-benar serius soal itu.“Jadi sebenarnya ,..”Zaara menghela nafas super panjang. Kemudian melanjutkan lagi kalimatnya. “Sebenarnya Mas Haikal sudah nembak aku, Mae,”Zaara menundukan pandangannya. Dia bingung dengan perasaannya sendiri. Akan ada banyak rintangan untuk kisah cinta mereka andai mereka bersatu. Kisah cinta yang tak mudah. Haikal dan Zaara ibarat langit dan bumi. Zaara sempat berpikir demikian.“What? Serius? Sudah kuduga … Zaara. Congrat! Um, apa ya … dari awal aku sudah bisa menerka, dari tatapa
Haikal membuka ke dua matanya yang terasa berat. Seberkas cahaya yang berasal dari balik tirai yang menyusup membuat pandangannya silau. Kepalanya juga terasa berat sekali seperti sehabis terbentur batuan vulkanik.Haikal terbangun dengan meringis dan memegangi kepalanya. Dia berupaya mengingat kejadian yang terjadi semalam. Dia pergi ke pub dan kembali menyentuh minuman haram tersebut.Haikal frustrasi karena pada akhirnya dia tak bisa menemukan solusi untuk masalah finansial perusahaan yang dia kelola. Konsekuensi yang harus dia ambil ialah bersedia menikah dengan Safira. Haikal tak memiliki pilihan yang lebih baik.Mungkin, dia akan menawarkan perjanjian kontrak untuk pernikahannya dengan Safira. Haikal berpikir buntu.“Oh my God, jika Zaara tahu dia pasti marah dan kecewa padaku …” gumam Haikal dengan memejamkan matanya. Ya, andai Zaara tahu jika dirinya mabuk pasti Zaara akan murka padanya. Lalu sesaat mata Haikal bergulir menatap tubuhnya dan pakaian yang dikenakannya. Dia telah
Seorang pemuda bertubuh jangkung tengah mengacak-acak lemari pakaian dan memilah-memilih pakaian miliknya. Hari itu dia ingin tampil terbaik saat berhadapan dengan kekasih hatinya.“Bagaimana penampilanku, Antonie?” tanya Haikal pada Antonie yang tengah asik memainkan game di ponselnya. Antonie melirik sejenak dengan alis yang menukik. Sebuah pertanyaan muncul di benaknya. Sejak kapan Haikal begitu memperdulikan penampilannya mirip seorang gadis ABG. Biasanya Haikal terkesan cuek bahkan tak peduli dengan penampilannya meskipun outfit yang dikenakan branded dan berkualitas tentunya.“Antonie, apa kau tuli? Aku bertanya padamu, bagaimana penampilanku?” seru Haikal meminta pendapat Antonie secara paksa.“Bagus! Keren!” sahut Antonie dengan menunjukan ibu jarinya di hadapan Haikal.“Apakah aku terlihat lebih tampan dari Haidar?”Kali ini pertanyaan Antonie terdengar sukar. Alasannya wajah keduanya sama-sama tampan.Antonie langsung menjawab reflek kali ini. “Haikal,”Jika Antonie salah se
Haikal sudah menyelesaikan rapatnya kali ini lebih awal karena dia sudah memiliki janji dengan Zaara. Dia menuruni lift khusus dengan perasaan hati yang berbunga-bunga. Dia sudah tak sabar ingin bersua dengan Zaara Nadira.“Pak Zul, saya pamit duluan. Kau bisa urus sisanya,” ucap Haikal pada Zul sesaat sebelum Haikal turun di lobby.“Baik Pak Haikal,” jawab Zul dengan menganggukkan kepalanya, tanpa membantah perintah majikannya, Zul kembali menaiki lift dan akan melakukan tugasnya lagi meskipun dia keberatan sekalipun.Haikal terlihat sumringah bahkan ketika para karyawan menyapa dan tersenyum padanya dia pun tak sungkan membalas senyum mereka dan menyapa balik. Hari itu Haikal sungguh tampak berbeda. Aura yang dipancarkan wajahnya benar-benar positif.Haikal sudah berada di lobby dan mengedarkan pandangannya untuk mencari keberadaan Zaara. Dia berpikir jika Zaara sudah tiba lebih dulu.“Mbak, lihat ada tamu yang datang kemari? Seorang gadis berhijab,” tanya Haikal pada salah satu sta
Zaara seperti terkena serangan jantung manakala mendengar curhatan Embun tentang bagaimana dirinya bisa memperoleh uang sebanyak itu. Dia tak percaya dengan keputusan yang dibuat Embun untuk hidupnya. Dia yang mengira Embun sosok agamis, berpikiran positif dan kuat ternyata menjadi rapuh karena tak sanggup menanggung beban hidup yang dia jalani saat ini.“Apa? Menjual ginjal?” ulang Zaara tak percaya dengan pengakuan Embun. Tiba-tiba saja Zaara kembali berderai air mata tatkala mendengar pengakuan Embun. Betapa menyedihkannya kehidupan Embun. Zaara tak sampai hati mendengarnya. Tak mampu berkata-kata, Zaara langsung menarik Embun ke dalam pelukannya. “Maafkan aku, sahabatku,” kata Zaara terisak. “Kenapa kau tak bilang padaku, Embun,”“Aku tak ingin menyusahkan siapapun, termasuk kau, Ra. Kau sudah cukup baik terus menerus membantuku.Kini mereka berpelukan semakin erat, saling mengekspresikan rasa sedih yang mereka miliki.Embun dalam kondisi terdesak saat itu. Neneknya kembali masu
Hari itu duka menyelimuti keluarga besar Edi Mahardika. Semua orang bersedih melihat kepergian salah satu pengusaha tambang ternama yang sangat berpengaruh di pulau Jawa dan baru saja merambah ke pasar Asia Tenggara tersebut.Mereka meratapi kepergian Edi Mahardika dengan isak tangis dan mengiringinya dengan doa-doa kebaikan untuknya semoga diterima di sisi sang pencipta.Satu per satu pelayat pergi meninggalkan pemakaman di mana Edi Mahardika disemayamkan.Yang tersisa hanyalah Elia dan ke dua putra tampannya yang berada di sisinya, mendampingi ibunda tercinta untuk memberikan dukungan moril padanya.Tangisan Elia sudah surut meski kesedihan masih terlukis di wajahnya. Wajahnya terlihat pucat bak kunarpa dan matanya terlihat sembab. Sungguh terlihat menyedihkan. Ke dua putranya dari Harun enggan meninggalkannta dalam keadaan terpuruk.Haikal merangkul sang ibu di sebelah kanannya sedangkan Haidar merangkulnya sang ibu di sebelah kirinya.“Mom, ayo pulang! Hari sudah senja,” tutur Hai
Hari demi hari berlalu kediaman Edi Mahardika tampak sepi. Elia tak keluar kamar. Dia lebih banyak menghabiskan waktunya diam di kamar utama yang dirinya tinggali bersama suami tercinta.Elia menyentuh pigura yang menunjukan foto dia dan sang suami. Air mata begitu saja luruh dari ke dua pelupuk matanya. Dia benar-benar terpukul atas kepergian sang suami.KretPintu kamar terbuka. Haikal memberanikan diri memasuki kamar Elia dengan perasaan yang sama hancurnya. Haikal tidak bisa fokus bekerja ketika melihat kondisi ibunya yang masih berduka.Elia bahkan tak mau makan dan minum kecuali Haikal memaksanya.“Apa Mom sudah makan siang?” tanya Haikal yang baru saja pulang dari kantor.Elia hanya menggeleng pelan kemudian memalingkan wajahnya. Wajah cantiknya terlihat tak terawat dan kusam dengan lingkaran hitam menggantung di bawah matanya.“Aku suapin ya Mom?” bujuk Haikal. Dia melambaikan tangannya pada pelayan yang berdiri mematung di ambang pintu, membawa nampan berisi makan siang untuk