Hari demi hari berlalu kediaman Edi Mahardika tampak sepi. Elia tak keluar kamar. Dia lebih banyak menghabiskan waktunya diam di kamar utama yang dirinya tinggali bersama suami tercinta.Elia menyentuh pigura yang menunjukan foto dia dan sang suami. Air mata begitu saja luruh dari ke dua pelupuk matanya. Dia benar-benar terpukul atas kepergian sang suami.KretPintu kamar terbuka. Haikal memberanikan diri memasuki kamar Elia dengan perasaan yang sama hancurnya. Haikal tidak bisa fokus bekerja ketika melihat kondisi ibunya yang masih berduka.Elia bahkan tak mau makan dan minum kecuali Haikal memaksanya.“Apa Mom sudah makan siang?” tanya Haikal yang baru saja pulang dari kantor.Elia hanya menggeleng pelan kemudian memalingkan wajahnya. Wajah cantiknya terlihat tak terawat dan kusam dengan lingkaran hitam menggantung di bawah matanya.“Aku suapin ya Mom?” bujuk Haikal. Dia melambaikan tangannya pada pelayan yang berdiri mematung di ambang pintu, membawa nampan berisi makan siang untuk
Zaara dibantu Embun menyiapkan dress untuk acara pesta ulang tahun teman Haidar. Dia hanya merasa kasihan pada Haidar karena tak memiliki teman untuk diajaknya ke sana. Oleh karena itu Zaara menerima ajakannya.“Kau sangat cantik,” ucap Embun dengan senyum yang merekah. Embun mendadak menjadi MUA yang bertugas merias wajah Zaara. Dia senang melakukannya karena ingin Zaara berpenampilan terbaik saat menghadiri acara pesta ulang tahun teman Haidar---seorang seniman muda yang dihelat di sebuah ballroom hotel bintang lima.“Ah, aku iri padamu, bahkan aku tak bisa melihat kecantikanku,” sahut Zaara dengan meringis saat Embun memakaikan pashmina kemudian memasang jarum pentul.“Tenang, aku tidak akan menusukmu,” Embun terkekeh melihat ekspresi Zaara.Embun membentuk ujung pashmina sedemikian rupa dengan melipatnya sehingga terlihat seperti model hijaber.“Nah, udah kayak model hijaber, aku meniru dari yutup,” gumam Embun dengan tersenyum bangga, puas dengan hasil maha karyanya merias dan me
Haikal merasa bahagia dan marah sekaligus melihat perempuan yang dia cintai bersama adiknya. Sialnya perempuan yang tiba-tiba menghilang itu kini hadir dengan penampilan yang sungguh memukau. Cantik sekali.Mau tak mau, ke dua pasangan duduk bersama di sebuah meja bundar yang terdiri dari empat kursi. Zaara duduk di samping Haidar sedangkan Safira duduk di samping Haikal.“Dunia begitu sempit,” cicit Safira membuka percakapan. “Kita seolah janjian datang kemari, semacam double date,”“Betul sekali, Mbak Safira. Aku tak mengira jika Mbak Safira dan Sekar masih saudara,” sahut Haidar dengan antusias. Dia mengabaikan raut wajah sang kakak yang terlihat kesal karena gadisnya kini berada di sampingnya dan datang bersamanya. Sebuah kebetulan yang menguntungkan Haidar padahal tidak ada dalam list rencananya.“Mas Haikal, apa kabarmu dan Mama?” tanya Haidar menatap sang kakak yang masih terlihat berwajah masam, menatap Zaara yang bergeming.Zaara sama sekali tidak bersuara, dia bungkam. Pemud
Shafeeya merasa gelisah saat tidur. Dia masih memikirkan pertemuannya dengan Zaara Nadira. Wajah Zaara seolah familier dalam ingatannya. Namun kapan bertemu dengannya, Shafeeya tak bisa mengingatnya.Shafeeya menyingkirkan selimut tebal yang membelit tubuh kurusnya asal ke lantai. Dia melompat dari tempat tidur dan berjalan menuju meja kecil di mana dia bisa menghabiskan waktunya membaca buku-buku ensiklopedia.Shafeeya memakai bandana di kepalanya dan kacamata baca kemudian membuka layar laptop. Dengan password rahasia yang dia buat, Shafeeya kembali melihat beberapa rekaman CCTV di ruas jalan di mana sering terjadi balap liar, aksi sadis geng motor dan tabrak lari setahun belakangan.Karena keahliannya dalam bidang IT dengan mudah Shafeeya selalu bisa mengungkapkan kasus-kasus kejahatan yang terjadi di masyarakat melalui keahliannya dalam memeriksa CCTV, mengumpulkan video-video yang sudah tak utuh dan meretas komputer.Setelah menemukan berbagai macam video, akhirnya Shafeeya mene
“Apa?” pekik Harun terkejut setelah mendengar kabar dari Haidar tentang seorang pelukis muda berbakat kehilangan indera penglihatannya karena insiden tabrak lari.Harun kemudian menarik nafas dalam berusaha mencerna dengan baik kata demi kata yang dirangkai putranya tersebut.“Papa tidak percaya. Memang Haikal suka balap motor tetapi tak mungkin dia menabrak orang kemudian meninggalkannya begitu saja!”Harun masih mengelak tak percaya dengan laporan dari Haidar.“Lihatlah!”Haidar menunjukan potongan-potongan video yang tak sengaja dikumpulkan oleh Shafeeya.Harun memakai kacamatanya dan menarik laptop untuk memangkas jarak saat dia menonton video tersebut. Rahangnya nyaris jatuh saat melihat adegan demi adegan diputar secara slow motion tersebut.“Apa benar yang berambut gondrong itu Haikal?” tanyanya masih tak percaya.“Benar Om, postur tubuhnya Haikal dan lihat nomor plat motornya. Itu jelas milik Haikal. Aku tahu karena sering lihat Haikal mengendarai motor gede favoritnya saat ak
Aaaaa Haikal kembali mengamuk di dalam kamarnya. Dia membanting benda apa saja yang berada di kamarnya, melampiaskan amarah dan kekesalannya pada Zaara Nadira. Zaara Nadira benar-benar menolaknya. Haikal tak pernah merasa begitu menginginkan seorang wanita seperti menginginkan Zaara. Baginya Zaara ialah perempuan unik yang pernah dia temui. Perempuan yang telah mengubah sisi dingin dan liar dirinya. “Baiklah jika itu yang kau mau, aku akan melupakanmu dan menganggapku tak pernah mengenalmu sekalipun.” Haikal bermonolog sembari tangan yang mengepal penuh darah karena memukul benda solid tanpa sadar. Sisi temperamennya kembali hadir. Kini dia tak bisa mengendalikan emosinya lagi. “Apa Mas Haikal baik-baik saja?” tanya salah satu pelayan di kediamannya pada pelayan lainnya yang menempelkan telinga mereka pada daun pintu ketika mendengar kegaduhan yang dibuat oleh tuan muda mereka. “Seram sekali! Kenapa Mas Haikal bisa berubah seperti monster,” katanya sembari bergidik ngeri, membay
“Maaf, Pak, aku sebenarnya …”Zaara menjawab pertanyaan Hamid dengan sangat gugup. “Pergi dengan Haidar ke cafe,” sela Hamid yang mengetahui kepergian Zaara dengan Haidar secara diam-diam.“Bapak tahu dari mana?”Zaara meremat jari jemarinya dengan gelisah.“Tidak penting Bapak tahu dari mana.”Hamid mendengus kasar. Dia tidak suka didustai.“Maaf Pak, aku memang bertemu Mas Haidar untuk …”“Berkencan begitu?”“Astagfirullah, Pak. Aku tidak pergi berkencan Pak,” sergah Zaara tidak terima dengan tuduhan Hamid padanya.“Zaara, bagaimana bisa kau tidak menganggap bepergian berdua itu kencan?”“Tidak seperti itu Pak,”Zaara bersikukuh mengelak. Karena memang dia tidak berkencan dengan Haidar. Dia hanya minum kopi. “Aku hanya minum kopi dan berbincang seputar seni lukis, Pak.”“Kenapa berbohong kalau begitu? Kenapa kau tidak mengatakan jika kau pergi bersama Haidar ke cafe?”Glek,Tenggorokan Zaara merasa tersentak dengan serentet pertanyaan Hamid untuknya.“Kau tahu, kenapa alasan Bapak
Acara pelelangan lukisan yang diadakan oleh satu balai pelelangan swasta selesai tepat waktu sesuai dengan agenda acara yang direncanakan oleh panitia pelelangan. Riuh tepuk tangan membahana dari para peserta lelang memenuhi ruangan yang begitu luas tersebut.Para panitia acara berucap syukur karena hasil pelelangan lukisan sangat melampaui ekspektasi mereka di mana harga penawaran tertinggi nyaris menyentuh angka ratusan juta. Lukisan yang berhasil terjual dengan harga fantastis ialah lukisan milik Zaara Nadira yang berjudul Retrofilia.Hasil pelelangan dikumpulkan dan akan didonasikan khusus untuk yayasan penyandang difabel di daerah sekitar mereka. Para peserta pameran yang berasal dari kalangan kolektor seni satu per satu berangsur pulang termasuk para seniman yang hadir. Beberapa masih tersisa menyebar di berbagai koridor tempat pelelangan tersebut. Masih betah berlama-lama menikmati obrolan hangat mengenai seni rupa dan perkembangannya.Di salah satu koridor bangunan bercat puti