Shafeeya merasa gelisah saat tidur. Dia masih memikirkan pertemuannya dengan Zaara Nadira. Wajah Zaara seolah familier dalam ingatannya. Namun kapan bertemu dengannya, Shafeeya tak bisa mengingatnya.Shafeeya menyingkirkan selimut tebal yang membelit tubuh kurusnya asal ke lantai. Dia melompat dari tempat tidur dan berjalan menuju meja kecil di mana dia bisa menghabiskan waktunya membaca buku-buku ensiklopedia.Shafeeya memakai bandana di kepalanya dan kacamata baca kemudian membuka layar laptop. Dengan password rahasia yang dia buat, Shafeeya kembali melihat beberapa rekaman CCTV di ruas jalan di mana sering terjadi balap liar, aksi sadis geng motor dan tabrak lari setahun belakangan.Karena keahliannya dalam bidang IT dengan mudah Shafeeya selalu bisa mengungkapkan kasus-kasus kejahatan yang terjadi di masyarakat melalui keahliannya dalam memeriksa CCTV, mengumpulkan video-video yang sudah tak utuh dan meretas komputer.Setelah menemukan berbagai macam video, akhirnya Shafeeya mene
“Apa?” pekik Harun terkejut setelah mendengar kabar dari Haidar tentang seorang pelukis muda berbakat kehilangan indera penglihatannya karena insiden tabrak lari.Harun kemudian menarik nafas dalam berusaha mencerna dengan baik kata demi kata yang dirangkai putranya tersebut.“Papa tidak percaya. Memang Haikal suka balap motor tetapi tak mungkin dia menabrak orang kemudian meninggalkannya begitu saja!”Harun masih mengelak tak percaya dengan laporan dari Haidar.“Lihatlah!”Haidar menunjukan potongan-potongan video yang tak sengaja dikumpulkan oleh Shafeeya.Harun memakai kacamatanya dan menarik laptop untuk memangkas jarak saat dia menonton video tersebut. Rahangnya nyaris jatuh saat melihat adegan demi adegan diputar secara slow motion tersebut.“Apa benar yang berambut gondrong itu Haikal?” tanyanya masih tak percaya.“Benar Om, postur tubuhnya Haikal dan lihat nomor plat motornya. Itu jelas milik Haikal. Aku tahu karena sering lihat Haikal mengendarai motor gede favoritnya saat ak
Aaaaa Haikal kembali mengamuk di dalam kamarnya. Dia membanting benda apa saja yang berada di kamarnya, melampiaskan amarah dan kekesalannya pada Zaara Nadira. Zaara Nadira benar-benar menolaknya. Haikal tak pernah merasa begitu menginginkan seorang wanita seperti menginginkan Zaara. Baginya Zaara ialah perempuan unik yang pernah dia temui. Perempuan yang telah mengubah sisi dingin dan liar dirinya. “Baiklah jika itu yang kau mau, aku akan melupakanmu dan menganggapku tak pernah mengenalmu sekalipun.” Haikal bermonolog sembari tangan yang mengepal penuh darah karena memukul benda solid tanpa sadar. Sisi temperamennya kembali hadir. Kini dia tak bisa mengendalikan emosinya lagi. “Apa Mas Haikal baik-baik saja?” tanya salah satu pelayan di kediamannya pada pelayan lainnya yang menempelkan telinga mereka pada daun pintu ketika mendengar kegaduhan yang dibuat oleh tuan muda mereka. “Seram sekali! Kenapa Mas Haikal bisa berubah seperti monster,” katanya sembari bergidik ngeri, membay
“Maaf, Pak, aku sebenarnya …”Zaara menjawab pertanyaan Hamid dengan sangat gugup. “Pergi dengan Haidar ke cafe,” sela Hamid yang mengetahui kepergian Zaara dengan Haidar secara diam-diam.“Bapak tahu dari mana?”Zaara meremat jari jemarinya dengan gelisah.“Tidak penting Bapak tahu dari mana.”Hamid mendengus kasar. Dia tidak suka didustai.“Maaf Pak, aku memang bertemu Mas Haidar untuk …”“Berkencan begitu?”“Astagfirullah, Pak. Aku tidak pergi berkencan Pak,” sergah Zaara tidak terima dengan tuduhan Hamid padanya.“Zaara, bagaimana bisa kau tidak menganggap bepergian berdua itu kencan?”“Tidak seperti itu Pak,”Zaara bersikukuh mengelak. Karena memang dia tidak berkencan dengan Haidar. Dia hanya minum kopi. “Aku hanya minum kopi dan berbincang seputar seni lukis, Pak.”“Kenapa berbohong kalau begitu? Kenapa kau tidak mengatakan jika kau pergi bersama Haidar ke cafe?”Glek,Tenggorokan Zaara merasa tersentak dengan serentet pertanyaan Hamid untuknya.“Kau tahu, kenapa alasan Bapak
Acara pelelangan lukisan yang diadakan oleh satu balai pelelangan swasta selesai tepat waktu sesuai dengan agenda acara yang direncanakan oleh panitia pelelangan. Riuh tepuk tangan membahana dari para peserta lelang memenuhi ruangan yang begitu luas tersebut.Para panitia acara berucap syukur karena hasil pelelangan lukisan sangat melampaui ekspektasi mereka di mana harga penawaran tertinggi nyaris menyentuh angka ratusan juta. Lukisan yang berhasil terjual dengan harga fantastis ialah lukisan milik Zaara Nadira yang berjudul Retrofilia.Hasil pelelangan dikumpulkan dan akan didonasikan khusus untuk yayasan penyandang difabel di daerah sekitar mereka. Para peserta pameran yang berasal dari kalangan kolektor seni satu per satu berangsur pulang termasuk para seniman yang hadir. Beberapa masih tersisa menyebar di berbagai koridor tempat pelelangan tersebut. Masih betah berlama-lama menikmati obrolan hangat mengenai seni rupa dan perkembangannya.Di salah satu koridor bangunan bercat puti
Sebelum pulang ke rumah, diantar Mae Zaara menyempatkan waktunya untuk pergi ke sebuah mall. Dia akan berbelanja kebutuhan bulanan dengan hasil pendapatannya sendiri dari hasil menjual lukisan lewat situs jual beli waralaba internasional.“Seharusnya kau bahagia dari kemarin lukisan mu laris manis tanjung priang,” ucap Mae dengan menggelayut pada tangan Zaara. Mereka berjalan bersisian menuju rak yang menjual buah-buahan. Tangan Mae dengan begitu lincah langsung mencomot satu per satu buah-buahan, memasukkannya ke dalam kantong plastik bening, menimbangnya dan memasukkannya ke dalam satu troli disatukan dengan milik Zaara Nadira.“Aku bahagia tetapi aku bersedih juga.”“Perasaan seperti apa itu? Bahagia dan sedih menyatu. Terdengar paradoks!”Mae memprotes keluhan Zaara. Satu tangannya mengambil beberapa ikat sayuran berwarna hijau pekat dan bumbu-bumbu dapur dan menaruhnya ke dalam troli.“Mae, tolong aku ingin bumbu rendang dan balado. Besok aku ingin memasak rendang daging sapi dan
Akhirnya Zaara, Mae, Haidar dan Shafeeya berempat duduk bersama di restoran seafood. Shafeeya memberanikan diri mulai angkat bicara karena merasa dialah yang pertama kali menemukan fakta pahit tentang insiden yang menimpa Zaara Nadira.Zaara dan Mae duduk di seberang Haidar dan Shafeeya. Zaara mengusap air mata yang berlinang dengan tisu karena dia juga masih berpikir logis, tak mungkin dia mengamuk ataupun menangis sesenggukan di restoran tersebut. Zaara mengatur nafasnya yang terasa sesak. Seolah ada bara api yang membakar jiwanya. Mengapa pria yang dia cintai ternyata pria yang melukainya dan menghancurkan segala mimpinya.Haidar yang merasa perih hatinya melihat kondisi Zaara merasa sangat bersalah. Mengapa kebenaran pahit sepahit empedu tersebut harus terkuak dengan cara seperti itu. Padahal Haidar sudah merencanakan untuk tidak mengungkapkan peristiwa itu dalam waktu dekat. Haidar hanya ingin Zaara kembali melihat seperti sedia kala. Alasannya satu karena Haidar mencintai Zaar
Mae menoleh ke arah Haidar menutup bibirnya dengan jari telunjuknya untuk tak bersuara. Haidar pun menuruti perintah Mae dan mengikuti arah pandangan Mae menuju semak belukar yang berukuran kurang lebih satu meteran sehingga bisa menutupi seseorang yang bersembunyi di belakangnya.Mae menarik lengan Haidar untuk menjauhi taman di mana Zaara bersembunyi. “Mas Haidar, Zaara butuh waktu sendiri jadi tolong tinggalkan kami berdua. Kau bisa pergi dulu. Aku akan berusaha membujuk Zaara setelah dia mulai tenang. Jika kita memaksanya sama saja kita melukai hatinya lagi.Mas, maaf, bayangkan Zaara mencintai Mas Haikal, mencintai orang yang melukainya dan menghancurkan mimpinya. Mas bisa membayangkan betapa hancurnya perasaan Zaara saat ini?”Mae menjelaskan pada Haidar kondisi Zaara saat ini.“Tapi …” Haidar tak terima mendengar saran Mae. Dia justru ingin menghampiri Zaara, merengkuhnya dan menenangkannya. “Tidak ada tapi-tapi! Mas tahu, Zaara pernah berada di titik nadir di mana dia berad