Zaara seperti terkena serangan jantung manakala mendengar curhatan Embun tentang bagaimana dirinya bisa memperoleh uang sebanyak itu. Dia tak percaya dengan keputusan yang dibuat Embun untuk hidupnya. Dia yang mengira Embun sosok agamis, berpikiran positif dan kuat ternyata menjadi rapuh karena tak sanggup menanggung beban hidup yang dia jalani saat ini.“Apa? Menjual ginjal?” ulang Zaara tak percaya dengan pengakuan Embun. Tiba-tiba saja Zaara kembali berderai air mata tatkala mendengar pengakuan Embun. Betapa menyedihkannya kehidupan Embun. Zaara tak sampai hati mendengarnya. Tak mampu berkata-kata, Zaara langsung menarik Embun ke dalam pelukannya. “Maafkan aku, sahabatku,” kata Zaara terisak. “Kenapa kau tak bilang padaku, Embun,”“Aku tak ingin menyusahkan siapapun, termasuk kau, Ra. Kau sudah cukup baik terus menerus membantuku.Kini mereka berpelukan semakin erat, saling mengekspresikan rasa sedih yang mereka miliki.Embun dalam kondisi terdesak saat itu. Neneknya kembali masu
Hari itu duka menyelimuti keluarga besar Edi Mahardika. Semua orang bersedih melihat kepergian salah satu pengusaha tambang ternama yang sangat berpengaruh di pulau Jawa dan baru saja merambah ke pasar Asia Tenggara tersebut.Mereka meratapi kepergian Edi Mahardika dengan isak tangis dan mengiringinya dengan doa-doa kebaikan untuknya semoga diterima di sisi sang pencipta.Satu per satu pelayat pergi meninggalkan pemakaman di mana Edi Mahardika disemayamkan.Yang tersisa hanyalah Elia dan ke dua putra tampannya yang berada di sisinya, mendampingi ibunda tercinta untuk memberikan dukungan moril padanya.Tangisan Elia sudah surut meski kesedihan masih terlukis di wajahnya. Wajahnya terlihat pucat bak kunarpa dan matanya terlihat sembab. Sungguh terlihat menyedihkan. Ke dua putranya dari Harun enggan meninggalkannta dalam keadaan terpuruk.Haikal merangkul sang ibu di sebelah kanannya sedangkan Haidar merangkulnya sang ibu di sebelah kirinya.“Mom, ayo pulang! Hari sudah senja,” tutur Hai
Hari demi hari berlalu kediaman Edi Mahardika tampak sepi. Elia tak keluar kamar. Dia lebih banyak menghabiskan waktunya diam di kamar utama yang dirinya tinggali bersama suami tercinta.Elia menyentuh pigura yang menunjukan foto dia dan sang suami. Air mata begitu saja luruh dari ke dua pelupuk matanya. Dia benar-benar terpukul atas kepergian sang suami.KretPintu kamar terbuka. Haikal memberanikan diri memasuki kamar Elia dengan perasaan yang sama hancurnya. Haikal tidak bisa fokus bekerja ketika melihat kondisi ibunya yang masih berduka.Elia bahkan tak mau makan dan minum kecuali Haikal memaksanya.“Apa Mom sudah makan siang?” tanya Haikal yang baru saja pulang dari kantor.Elia hanya menggeleng pelan kemudian memalingkan wajahnya. Wajah cantiknya terlihat tak terawat dan kusam dengan lingkaran hitam menggantung di bawah matanya.“Aku suapin ya Mom?” bujuk Haikal. Dia melambaikan tangannya pada pelayan yang berdiri mematung di ambang pintu, membawa nampan berisi makan siang untuk
Zaara dibantu Embun menyiapkan dress untuk acara pesta ulang tahun teman Haidar. Dia hanya merasa kasihan pada Haidar karena tak memiliki teman untuk diajaknya ke sana. Oleh karena itu Zaara menerima ajakannya.“Kau sangat cantik,” ucap Embun dengan senyum yang merekah. Embun mendadak menjadi MUA yang bertugas merias wajah Zaara. Dia senang melakukannya karena ingin Zaara berpenampilan terbaik saat menghadiri acara pesta ulang tahun teman Haidar---seorang seniman muda yang dihelat di sebuah ballroom hotel bintang lima.“Ah, aku iri padamu, bahkan aku tak bisa melihat kecantikanku,” sahut Zaara dengan meringis saat Embun memakaikan pashmina kemudian memasang jarum pentul.“Tenang, aku tidak akan menusukmu,” Embun terkekeh melihat ekspresi Zaara.Embun membentuk ujung pashmina sedemikian rupa dengan melipatnya sehingga terlihat seperti model hijaber.“Nah, udah kayak model hijaber, aku meniru dari yutup,” gumam Embun dengan tersenyum bangga, puas dengan hasil maha karyanya merias dan me
Haikal merasa bahagia dan marah sekaligus melihat perempuan yang dia cintai bersama adiknya. Sialnya perempuan yang tiba-tiba menghilang itu kini hadir dengan penampilan yang sungguh memukau. Cantik sekali.Mau tak mau, ke dua pasangan duduk bersama di sebuah meja bundar yang terdiri dari empat kursi. Zaara duduk di samping Haidar sedangkan Safira duduk di samping Haikal.“Dunia begitu sempit,” cicit Safira membuka percakapan. “Kita seolah janjian datang kemari, semacam double date,”“Betul sekali, Mbak Safira. Aku tak mengira jika Mbak Safira dan Sekar masih saudara,” sahut Haidar dengan antusias. Dia mengabaikan raut wajah sang kakak yang terlihat kesal karena gadisnya kini berada di sampingnya dan datang bersamanya. Sebuah kebetulan yang menguntungkan Haidar padahal tidak ada dalam list rencananya.“Mas Haikal, apa kabarmu dan Mama?” tanya Haidar menatap sang kakak yang masih terlihat berwajah masam, menatap Zaara yang bergeming.Zaara sama sekali tidak bersuara, dia bungkam. Pemud
Shafeeya merasa gelisah saat tidur. Dia masih memikirkan pertemuannya dengan Zaara Nadira. Wajah Zaara seolah familier dalam ingatannya. Namun kapan bertemu dengannya, Shafeeya tak bisa mengingatnya.Shafeeya menyingkirkan selimut tebal yang membelit tubuh kurusnya asal ke lantai. Dia melompat dari tempat tidur dan berjalan menuju meja kecil di mana dia bisa menghabiskan waktunya membaca buku-buku ensiklopedia.Shafeeya memakai bandana di kepalanya dan kacamata baca kemudian membuka layar laptop. Dengan password rahasia yang dia buat, Shafeeya kembali melihat beberapa rekaman CCTV di ruas jalan di mana sering terjadi balap liar, aksi sadis geng motor dan tabrak lari setahun belakangan.Karena keahliannya dalam bidang IT dengan mudah Shafeeya selalu bisa mengungkapkan kasus-kasus kejahatan yang terjadi di masyarakat melalui keahliannya dalam memeriksa CCTV, mengumpulkan video-video yang sudah tak utuh dan meretas komputer.Setelah menemukan berbagai macam video, akhirnya Shafeeya mene
“Apa?” pekik Harun terkejut setelah mendengar kabar dari Haidar tentang seorang pelukis muda berbakat kehilangan indera penglihatannya karena insiden tabrak lari.Harun kemudian menarik nafas dalam berusaha mencerna dengan baik kata demi kata yang dirangkai putranya tersebut.“Papa tidak percaya. Memang Haikal suka balap motor tetapi tak mungkin dia menabrak orang kemudian meninggalkannya begitu saja!”Harun masih mengelak tak percaya dengan laporan dari Haidar.“Lihatlah!”Haidar menunjukan potongan-potongan video yang tak sengaja dikumpulkan oleh Shafeeya.Harun memakai kacamatanya dan menarik laptop untuk memangkas jarak saat dia menonton video tersebut. Rahangnya nyaris jatuh saat melihat adegan demi adegan diputar secara slow motion tersebut.“Apa benar yang berambut gondrong itu Haikal?” tanyanya masih tak percaya.“Benar Om, postur tubuhnya Haikal dan lihat nomor plat motornya. Itu jelas milik Haikal. Aku tahu karena sering lihat Haikal mengendarai motor gede favoritnya saat ak
Aaaaa Haikal kembali mengamuk di dalam kamarnya. Dia membanting benda apa saja yang berada di kamarnya, melampiaskan amarah dan kekesalannya pada Zaara Nadira. Zaara Nadira benar-benar menolaknya. Haikal tak pernah merasa begitu menginginkan seorang wanita seperti menginginkan Zaara. Baginya Zaara ialah perempuan unik yang pernah dia temui. Perempuan yang telah mengubah sisi dingin dan liar dirinya. “Baiklah jika itu yang kau mau, aku akan melupakanmu dan menganggapku tak pernah mengenalmu sekalipun.” Haikal bermonolog sembari tangan yang mengepal penuh darah karena memukul benda solid tanpa sadar. Sisi temperamennya kembali hadir. Kini dia tak bisa mengendalikan emosinya lagi. “Apa Mas Haikal baik-baik saja?” tanya salah satu pelayan di kediamannya pada pelayan lainnya yang menempelkan telinga mereka pada daun pintu ketika mendengar kegaduhan yang dibuat oleh tuan muda mereka. “Seram sekali! Kenapa Mas Haikal bisa berubah seperti monster,” katanya sembari bergidik ngeri, membay
Kediamaan Harun malam ini begitu indah, dihiasi bebungaan berwarna warni dan lampu-lampu kristal yang menggantung indah. Halaman rumah yang begitu luas tersebut telah disulap menjadi sebuah venue pernikahan garden party yang hangat dan romantis.Malam ini akan diadakan malam di mana seorang pria dan wanita akan melepas masa lajangnya dengan mengadakan walimah dan dihadiri oleh keluarga inti dan kerabat terdekat.Acara walimah aqad ijab qabul akan diadakan di sebuah pelaminan yang hanya dihadiri oleh calon mempelai pria, wali, saksi dan penghulu. Pengantin wanita menunggu di ruangan terpisah. Zaara kini terlihat cantik dengan penampilan pengantin ala Sunda, mengenakan kebaya berwarna putih tulang dan tetap memakai kerudung yang dipadupadankan dengan hiasan siger di kepalanya. Dia terlihat sangat cantik dan berbeda setelah dirias oleh seorang MUA profesional.Namun Zaara bersedih saat yang sama. Ada banyak kesedihan yang dia rasakan malam ini. Pertama dia sedih karena harus menikah den
Suatu malam yang hening, Zaara tengah duduk di taman depan rumahnya. Dia tengah termenung menikmati hembusan angin malam yang menerpa wajahnya.Harum semerbak anggrek bulan yang tengah mekar menyapa indera penciumannya. Zaara merasa tenang saat menghidunya.Namun ada aroma parfum yang dia kenal familiar tiba-tiba muncul. Hanya satu orang yang dia tahu suka memakai parfum mahal dan mewah berasal dari Paris tersebut, parfum beraroma woody floral musk. Seketika Zaara berdiri dan berusaha mencari sang pemilik aroma tersebut.Mata Zaara berembun tatkala kakinya dengan begitu saja melangkah menghampiri pemuda yang begitu dia rindukan. Namun sosok pemuda yang berdiri di hadapannya memilih melangkah mundur, menghindari Zaara hingga membuat Zaara terlihat sedih dan kecewa.“Mas Haikal, kau kah itu?”Zaara spontan menyebutkan nama sang empunya aroma yang familier tersebut. Pria yang Zaara dekati memilih diam dengan pikiran yang gelisah.“Mas Haikal kenapa diam? Kenapa Mas selalu mempermainkan h
“Di mana Safira?” pekik Haikal ketika kakinya menginjak lantai sebuah apartemen. Kini Safira berada di apartemen miliknya karena lokasinya dekat dengan lokasi shooting di mana dia bekerja. Saat ini Safira Nasution memperoleh tawaran dari salah satu perusahaan advertising untuk menjadi model iklan kosmetik kecantikan.Kean yang merupakan pengawal pribadi Safira langsung menghadang jalan Haikal. Kebetulan Kean saat itu berada di luar pintu apartemen.Kean ditugasi Safira untuk berjaga di depan pintu masuk karena sang nona muda tak ingin diganggu. Dia ingin istirahat sejenak karena letih begadang beberapa hari setelah melakukan shooting.“Nona Safir tak bisa diganggu! Beliau sedang istirahat.”Kean menjawab dengan nada tegas, berharap Haikal akan segera pergi dari sana dan tak mencari gara-gara lagi dengannya. Seingat Kean, Haikal terakhir kali menghajarnya bertubi-tubi.“Aku harus bertemu dengannya sekarang! Minggir kau!” titah Haikal dengan menaikkan suaranya beberapa oktaf. Haikal mem
“Kau habis dari mana?” tanya Elia berkacak pinggang saat menyambut kedatangan Haikal malam itu. Sepulang mengantar Zaara ke klinik Haikal memutuskan pulang ke kediaman sang ibu karena ada hal yang harus dibicarakan dengannya. Haikal akan mengabari tentang batalnya pernikahan di antara dirinya dan Safira sehingga ibunya tidak akan mempermasalahkannya lagi. Namun tentu Haikal tidak akan langsung mengabari malam itu karena dirinya sudah cukup letih. Dia baru akan mengabari sang ibu keesokan harinya.Siapa sangka, Elia terbangun saat mendengar suara deru mesin mobil Haikal. Melihat kedatangan putranya tersebut, Elia keluar dari kamarnya dengan mengenakan piyama tidur berbentuk kimono, menghampiri Haikal yang baru saja masuk dengan wajah letih dan pakaian yang berantakan.“Belum tidur Mom?”Haikal hanya menimpali sang ibu dengan begitu santai. Dia berjalan melewatinya menuju kamarnya. “Aku mau istirahat Mom! Besok kita bicara. Aku letih.” Haikal memijit pelipisnya.“Tunggu, kita bicara sek
Tenggorokan Zaara terasa terbakar setelah dipaksa minum minuman cairan berwarna merah oleh pria tua bangka berperut buncit. Entah minuman apa yang diberikan olehnya. Tubuhnya terasa panas dan dia ingin sekali melepas pakaiannya saking merasa kepanasan. Namun dia berusaha menahan diri untuk tetap menjaga kewarasannya. Zaara sama sekali tak memahami reaksi tubuhnya. Dia sampai mengepalkan jemari tangannya pada lantai agar efek tersebut hilang.Pria itu hanya tersenyum miring melihat Zaara terlihat gelisah dan kepanasan. Saat Zaara akan melompat dari balkon, pria itu segera menyeret Zaara masuk ke dalam kamar tersebut setelah memaksanya minum.“Argh, apa ini? Kenapa dengan tubuhku. Panas sekali. Aku tak tahan. Aku harus mengguyur tubuhku dengan air dingin.”Zaara bergumam tak karuan. Namun karena pria tua masih berdiri di hadapannya, Zaara menahan diri untuk tidak melewatinya. Pria itu berdiri tepat di depan Zaara yang duduk bersimpuh dengan kondisi memprihatinkan.Pria tua mengambil pon
Karena menghindari pengendara yang ugal-ugalan Haikal justru membanting stir dan dia nyaris menabrak seorang pria tua dengan rambut yang sudah memutih tengah berjalan kaki di sisi jalan. Saat itu dia sedang dalam perjalanan menuju istal kuda milik keluarganya. Untuk menghilangkan rasa penat karena begitu banyak beban yang menghimpit pikirannya dia berencana akan berkuda.Pria tua itu baru saja keluar dari pintu parkiran area rumah sakit. Akhirnya dia jatuh bersimpuh karena kaget. Lututnya terbentur jalan beraspal. Pasti terasa sakit sekali apalagi usianya sudah tak lagi muda.Haikal pun segera menepikan kendaraan beroda empatnya ke tepi jalan dan segera turun untuk menghampiri pria itu. Dia harus memastikan jika pria tua itu baik-baik saja. Jika terjadi apa-apa dengannya maka dia akan bertanggung jawab untuk mengobatinya. Seperti itulah yang seharusnya Haikal lakukan.“Pak, maafkan saya. Bapak tidak apa-apa?” tanya Haikal dengan ke dua tangan berusaha merengkuhnya, membantu bapak tadi
“Mas,”Haikal terbangun dari tidurnya. Dia bangun kesiangan karena semalam baru bisa tidur pukul tiga pagi. Namun saat terbangun dia hanya mendengar suara Zaara yang memanggilnya. Mungkin alam bawah sadarnya terus menerus mengingatnya. Haikal turun dari ranjang dan langsung berjalan menuju wastafel untuk mencuci wajahnya. Dia menatap pantulan wajahnya yang terlihat kusam karena menangis, mata yang sembab dan ada lingkaran hitam di bawah matanya. Seorang pria baru pertama kalinya menangis ketika dia merasa patah hati. Itulah yang Haikal rasakan saat ini.Haikal telah melewatkan sarapannya dan harus segera pergi ke kantor. Dia mandi dan bersiap-siap pergi ke kantor pagi itu.Dengan memakai seragam khas eksekutif muda, Haikal berjalan menaiki lift menuju tempat parkir apartemen miliknya. Tak lupa kacamata hitam bertengger di hidungnya yang bangir. Dia mengendarai mobilnya membelah jalanan padat merayap kota hujan dengan keheningan, tanpa musik yang selalu mengiringi perjalanannya. Biasa
Di hadapan Brandon, Alfian duduk tegak dan menatapnya dengan serius. Alfian membawa sebuah foto Zaara Nadira dan seorang pria tua bermata sipit dengan rambut yang sudah memutih. Alfian sengaja mencetak ke dua foto tersebut demi untuk mengembalikan ingatan Brandon.“Apa kau mengingat ini siapa? Dari kemarin kau menyebutkan nama Zaara Nadira. Nah, ini fotonya! Zaara Nadira keponakan saya.”Alfian menjelaskan pada Brandon dengan begitu serius. Jika Brandon sampai hilang ingatan dan masih mengingat Zaara pertanda bahwa Brandon tidak berbohong dan menipunya mengaku sebagai orang suruhan Hantoro.Brandon duduk dengan bersandar pada bantal dan menatap foto tersebut dengan seksama. Brandon menyebut nama Zaara Nadira berulangkali pasti sebelumnya dia mengenalnya. Semakin mencoba mengingat semakin kepalanya begitu berat sekali.Brandon memegangi kepalanya dengan perasaan frustrasi. Dia tak bisa mengingat siapakah gadis bernama Zaara Nadira itu. Dia hanya mengenal namanya saja. Selebihnya tidak
Pagi itu Alfian menjenguk Brandon di rumah sakit karena merasa iba padanya. Setelah Alfian pikir mungkin Brandon memang bukan seorang penipu. Setelah memperoleh informasi dari aparat kepolisian yang melakukan penyelidikian dan penyidikan di tempat kejadian perkara di mana Brandon mengalami kecelakaan naas tersebut, telah ditemukan bahwa seseorang telah berusaha mencelakai Brandon dengan menyabotase kendaraannya seolah hanya kecelakan murni biasa, padahal kecelakaan yang sudah disusun skenarionya terlebih dahulu.Seseorang yang mampu melakukan pekerjaan yang mulus tersebut hanya bisa dilakukan oleh orang berpengaruh dan tak tersentuh.Terlepas dari itu semua, naluri Alfian tergugah ingin mengetahui kondisi pria yang berusia seumuran dengannya tersebut apakah sudah membaik atau belum.Alfian berjalan di lorong rumah sakit menuju ruang rawat inap di mana Brandon berada. Saat ini kartu identitasnya masih bermasalah. Namun pihak kepolisian tengah mengurusnya di kedutaan. Kondisinya cukup m