Evelyn langsung memberitahu Eva, sang ibu soal kedatangan tamu yang mencari Zaara Nadira.Di ruang keluarga, Eva dan Evelyn sedang menonton drama Korea.“Mama, sebetulnya Om Aksara itu anak orang kaya bukan?” tanya Evelyn dengan menyelidik di sela-sela acara menontonnya.“Kenapa kau tiba-tiba bertanya? Apa penting begitu?” jawab Eva dengan ketus. Dia fokus menghayati kisah sedih pemeran utama dalam drama yang ditontonnya. “Ada yang mencari Zaara Nadira, Ma, tadi …” tukas Evelyn dengan antusias. Dia lebih tertarik membahas Zaara daripada drama tersebut.“Siapa?” tanya Eva sembari masih fokus menonton.“Hantoro! Keluarga Hantoro!”Evelyn mengucapkan nama tersebut dengan mantap. Seingatnya Hantoro adalah kakeknya Zaara Nadira, seorang konglomerat.Remote yang dipegang Eva begitu saja terlepas dari tangannya.“Hantoro?”Eva menoleh pada putri semata wayangnya.Evelyn mengangguk.“Apa yang kau katakan padanya?” desak Eva.“Aku bilang, Zaara sudah tidak tinggal bersama kita. Alias pergi da
Seperti sebuah ilusi, Haikal bisa bertemu dengan gadis yang ia rindukan setelah sekian lama tak bersua.Kata orang rindu adalah penyakit dan bertemu adalah obatnya. Andai tak ada batasan dan rambu yang terhalang, detik itu pula Haikal ingin sekali merengkuh tubuh gadis itu ke dalam dekapannya dengan erat, menghujaninya dengan kecupan yang memabukkan dan membawanya pergi.Cukup dengan menggenggam tangan saja sudah mewakili perasaannya yang begitu dipenuhi rasa rindu yang membuncah. Andai Zaara tahu apa yang Haikal rasakan saat tak bisa bertemu dengannya.Merasakan gelenyar aneh yang merambat melalui jemarinya yang digenggam dengan erat, Zaara berupaya menarik tangannya. Tak ingin merasakan perasaan yang terlalu jauh dan hanya akan membuatnya melambung tinggi lalu seketika terjatuh dengan rasa sakit patah hati.“Zaara, aku kangen. Kenapa kau tak pernah mengangkat telepon dariku?”Haikal berkata dengan suara parau.Haikal bukan melepas tangan Zaara tetapi malah menariknya hingga memangka
Brandon tak kehabisan akal, dia terus mengamati rumah Alfian dari jarak dekat. Dia bahkan menginap di sebuah hotel yang terletak tak jauh dari rumah tersebut untuk memantau keberadaan Alfian. Dia akan menanyakan langsung pada Alfian tentang Zaara Nadira.Sudah beberapa hari, setiap kali Brandon menanyakan Alfian pada ART yang bekerja di sana, katanya Alfian masih belum pulang dari perjalanan dinasnya. Tak ada satupun yang memberikannya alamat di mana Alfian pergi keluar kota.Sementara itu, Evelyn tengah menimang-nimang bagaimana caranya agar dia bisa membujuk Zaara Nadira agar bisa kembali pada keluarganya dan dia memperoleh imbalan atas usahanya. Haruskah dia menawarkan sesuatu yang bisa menguntungkan untuknya. Agak terasa sukar, terakhir kali saat dipertemukan dengan Zaara, Evelyn sudah terlanjur membuatnya sakit hati. Evelyn sanksi apa dia bisa membujuk Zaara untuk kembali pulang ke rumahnya.Evelyn melihat foundation dan concealer yang harganya selangit sudah nyaris habis. Dia t
Manusia bisa melawan apapun atau siapapun yang menentang keinginannya. Sayang, tak ada satupun yang bisa melawan takdir. Kuasa Tuhan di atas segalanya.Seperti hari ini, Elia tak henti-hentinya menangis di pundak Haikal meratapi Edi Mahardika yang terkapar di atas brankar rumah sakit karena terserang penyakit jantung. Sebelumnya kondisi Edi baik-baik saja tetapi tiba-tiba dia jatuh pingsan usai melakukan workout di ruang gym bersama teman-temannya.“Mom, sabarlah! Daddy sudah ditangani so kita hanya bisa pasrah dan berdoa. Para dokter sudah berupaya mengobati Daddy semampu mereka.”Haikal berusaha menenangkan sang ibu. Meskipun dia dan Elia mirip Tom and Jerry tetapi pada dasarnya mereka cukup dekat. Di balik sikap temperamen yang Haikal miliki, jauh dari lubuk hatinya dia sangat menyayangi sang ibu. Itulah alasan mengapa dia memilih tinggal bersama sang ibu ketimbang sang ayah.“Mom, minum dulu!”Haikal memapah Elia untuk menunggu di ruang tunggu, memberinya minum agar lebih tenang.
Fatimah menatap gadis yang menjadi tamunya hari itu dengan sebaris penasaran. Dulu yang datang sang ayah, sekarang sang anak. “Tante, saya hanya ingin menjemput Zaara agar pulang ke rumah,” ucap Evelyn dengan memainkan jari jemarinya. Dia memasang wajah sendu, sedih semenjak kepergian Zaara. Dia memang ratu drama, dia berpura-pura merasa sangat sedih dan mengatakan bahwa dia sangat kehilangan Zaara. Padahal jauh di lubuk hatinya yang paling dalam, dia tengah memaki-maki dirinya atas sikapnya yang benar-benar terdengar seperti sebuah gurauan tak berkelas. Faktanya dalam lubuk hati terdalamnya dia merasa sangat benci pada Zaara Nadira. Dia tak rela jika dirinya memiliki kedudukan yang sama di dalam singgasana hati Alfian, sang ayah.“Maafkan kami Nak Evelyn, mohon maaf sebesar-besarnya. Sebelumnya Papa Nak Evelyn pernah datang kemari, membujuk Zaara untuk pulang bersamanya, tetapi Zaara menolak sebab yang seperti Nak Evelyn ketahui, Zaara sudah mulai merasa nyaman tinggal di sini. Dia
BersaingDengan sedikit drama yang dimainkan, akhirnya Evelyn berhasil mendekati Haikal Harun. Evelyn yang melihat kedatangan Haikal Harun yang tengah mencari Zaara Nadira seketika terperangah. Pesona Haikal Harun sangatlah menarik. Terselip rasa iri dalam hatinya pada sepupunya. Mengapa Zaara dikelilingi oleh para pemuda keren.Mendekati Haikal bisa jadi keberuntungan baginya. Atau, paling tidak, dia bisa memperoleh informasi soal Zaara Nadira. Baik Fatimah dan Hamid tak mengijinkan Evelyn bertemu dengan Zaara secara langsung.Evelyn berjalan dengan ke dua tungkai kaki yang lemah lalu beberapa detik kemudian tak sadarkan diri hingga menggugah sisi empati Haikal yang tengah menaiki kuda besinya kembali. Saat itu Evelyn berada di pinggir trotoar sedangkan Haikal baru saja keluar dari gang kecil rumah Hamid.Haikal terkejut melihat seorang gadis yang terjatuh dengan posisi duduk. Dia menepikan kuda besi miliknya lalu menghampiri gadis tersebut, gadis yang baru saja dia temui“Kau tidak
Fatimah dan Hamid saling tatap. Mereka merasa penasaran mengapa kedua anak majikan Hamid, Harun datang ke rumahnya, hanya untuk bertemu Zaara. Perasaan mereka tidak enak. Apa jangan-jangan ke dua kakak beradik tersebut benar-benar menaruh hati pada Zaara Nadira.“Menurut Ibu, baik Nak Haikal dan Haidar, keduanya menyukai Zaara,”Fatimah menghela nafas panjang. “Itu menurut asumsi Ibu ya Pak! Ibu hanya mengandalkan perasaan saja. Coba Bapak lihat, cara melihat Haikal dan Haidar pada Zaara benar-benar menunjukan rasa suka pada Zaara. Terutama Haikal,”“Menurut Bapak juga demikian, Bu.”Hamid mengurut dagunya seraya memikirkan bagaimana nasib Zaara andai terjebak dalam cinta dua orang kakak beradik. “Tapi hal tersebut tak boleh sampai terjadi!” ucapnya lagi dengan was-was.“Betul Pak, jangan sampai kehadiran Zaara menghancurkan hubungan saudara antara Mas Haikal dan Mas Haidar.”Fatimah berkomentar serius. “Tapi … menurut Ibu,”Fatimah berusaha mengingat kedekatan Zaara dan Haikal.“Sepe
Kondisi Zaara pada saat itu mirip seekor kerbau yang dicocok hidungnya. Mau menjawab tidak, kenyataan dirinya memang jatuh hati pada Haikal.“Ish, Mas Haikal tak seperti itu!” sahut Zaara masih berusaha mengelak. Jika situasinya tak sesukar itu, mungkin Zaara langsung mengiyakannya. Namun kekhawatiran Zaara ialah Safira. Hingga detik itu Zaara takut jika Safira melukai orang-orang terdekatnya. Mungkin pada mulanya melukai dirinya lalu bapak angkatnya dan kemungkinan lainnya sahabatnya Embun ataupun Mae.Zaara membuang nafas kasar. Jika dirinya memilih egois, dia takkan memperdulikan itu semua. Sayang, Zaara Nadira bukan seorang yang egois dan peduli dengan orang lain.“Sudah, Zaara, aku tak mau lagi mendengar jawabanmu. Aku benar-benar yakin seratus persen … bukan … seribu persen, kau memiliki perasaan yang sama denganku. Intinya kita saling mencintai! Kini kau tak perlu risau akan apapun,”Haikal begitu mudah berkata-kata. Dan, Zaara hanya menggeleng dan mendesah pelan.“Kita ke pasa