Malam ini Haikal memilih pulang ke apartemennya. Dia ingin menenangkan dirinya. Jika dia tetap tinggal di mansion orang tuanya maka dia semakin merasa tertekan dan terbebani. Selain masalah perusahaan kini Haikal harus berhadapan dengan drama sang ibu tentang pernikahannya dengan Safira.Sepanjang hari Elia terus berceloteh soal gaun pengantin yang dipilih Safira. Elia dan Safira memiliki selera berbeda soal fashion sehingga agak sukar menyatukan ide desain gaun tersebut.Safira yang bersikukuh memilih gaun pilihannya sebab dia yang akan mengenakannya sedangkan Elia yang tak kalah beradu otot, dia memilih gaun yang tak terlalu terbuka saat acara berlangsung karena merasa berhak sebagai calon mertua. Belum membahas soal resepsi dan memilih WO atau vendor.Lama kelamaan telinga Haikal merasa berdengung karena sikap mereka, yang sudah lebih dulu percaya diri jika Haikal akan mengangkat ke dua tangannya, menyerah demi menikah karena kepentingan bisnis.Sebelum beranjak tidur, Haikal memil
Tawa pecah di antara seorang gadis berwajah oriental dan seorang pemuda berwajah timur tengah. Haidar dan Zaara tengah tertawa saat keduanya dipertemukan dengan cara seperti itu. Zaara baru tahu jika Haidar adalah putra majikannya, Hamid. Dunia begitu sempit rupanya.“Ya ampun Mas Haidar, ternyata dunia itu seukuran daun kelor kata orang. Sempit. Aku tak pernah mengira jika kita bertemu lagi di sini,” kata Zaara terkekeh dengan mata yang nyaris tertutup. “Oalah, maaf bikin rusuh pagi-pagi. Baju Mas Haidar basah,”“Iya, Zaara, kok bisa ya kita bertemu di sini? Barangkali kita berjodoh,” Haidar menyahut dengan nada serius. Dia sedang mengeringkan rambutnya yang basah dengan handuk kecil.“Ah benar, berjodoh,” gurau Zaara menimpali. Jelas ‘berjodoh’ versi Haidar dan dirinya berbeda.“Mas, maafin aku ya, karena kurang hati-hati Mas Haidar jadi keguyur air,”Zaara merasa bersalah. Karena kurang hati-hati dia mengguyur Haidar yang baru saja pulang dari tur pamerannya.“Kamu harus bertangg
Haikal terbangun setelah bermimpi buruk. Peluh sebesar biji jagung menetes di pelipisnya. Nafasnya terengah-engah. Haikal bermimpi jika ayahnya meninggal dunia. Namun wajah ayahnya dalam mimpi tersebut samar-samar, tak terlihat jelas. Apakah Edi Mahardika ataukah Harun.Astagfirullah…Haikal beristighfar.Haikal bangun dan menyingkirkan selimutnya dengan kasar ke atas lantai. Dia berjalan dengan sedikit terhuyung-huyung dan mata yang lamur menuju nakas, mengambil air putih lalu meneguknya hingga tandas.Dia kemudian membuka tirai kamarnya dan menatap gedung-gedung pencakar langit yang seolah akan menerkam dirinya karena berukuran raksasa. Kini Haikal memilih apartemen untuk istirahat baik dari persoalan kantor maupun percintaan. Dia lebih sering menyendiri akhir-akhir ini.Haikal tak habis pikir dengan sikap Safira yang tiba-tiba ingin segera menikah dengannya. Sempat Haikal berpikir jika Safira tahu soal hubungannya dengan Zaara Nadira. Apakah Safira memanfaatkan situasi perusahaan d
Seorang pemuda dengan penampilan kasual tiba-tiba datang berkunjung malam hari ke rumah Harun.Kedatangannya disambut oleh seorang pelayan wanita paruh baya. “Papa tidur?” tanyanya pada wanita tersebut yang hanya mengerutkan kening melihat sosok pemuda bertubuh tinggi dan berwajah mirip majikannya itu. Dia ART baru sehingga dia tidak mengenal Haikal. Dia hanya tahu jika majikannya itu memiliki putra bernama Haidar Harun.“Maaf, Mas siapa?” tanya ART tersebut khawatir pemuda di hadapannya itu orang asing yang berniat jahat.“Papa? Berarti saya apa? Putranya? Paham?”Haikal menjetikkan jemarinya pada lengan wanita itu. Dia kesal melihat respon wanita tersebut yang menaruh curiga padanya.“Oh, maaf Mas, saya tidak tahu … saya baru di sini. Saya Mbok Rum.” ucap wanita itu dengan merasa bersalah. Namun sempat memperkenalkan dirinya.Haikal mengabaikan permintaan maafnya dan pergi meninggalkannya, melangkahkan kakinya menuju kamar sang ayah. Dia membuka daun pintu dan mendapati pemandangan
Evelyn langsung memberitahu Eva, sang ibu soal kedatangan tamu yang mencari Zaara Nadira.Di ruang keluarga, Eva dan Evelyn sedang menonton drama Korea.“Mama, sebetulnya Om Aksara itu anak orang kaya bukan?” tanya Evelyn dengan menyelidik di sela-sela acara menontonnya.“Kenapa kau tiba-tiba bertanya? Apa penting begitu?” jawab Eva dengan ketus. Dia fokus menghayati kisah sedih pemeran utama dalam drama yang ditontonnya. “Ada yang mencari Zaara Nadira, Ma, tadi …” tukas Evelyn dengan antusias. Dia lebih tertarik membahas Zaara daripada drama tersebut.“Siapa?” tanya Eva sembari masih fokus menonton.“Hantoro! Keluarga Hantoro!”Evelyn mengucapkan nama tersebut dengan mantap. Seingatnya Hantoro adalah kakeknya Zaara Nadira, seorang konglomerat.Remote yang dipegang Eva begitu saja terlepas dari tangannya.“Hantoro?”Eva menoleh pada putri semata wayangnya.Evelyn mengangguk.“Apa yang kau katakan padanya?” desak Eva.“Aku bilang, Zaara sudah tidak tinggal bersama kita. Alias pergi da
Seperti sebuah ilusi, Haikal bisa bertemu dengan gadis yang ia rindukan setelah sekian lama tak bersua.Kata orang rindu adalah penyakit dan bertemu adalah obatnya. Andai tak ada batasan dan rambu yang terhalang, detik itu pula Haikal ingin sekali merengkuh tubuh gadis itu ke dalam dekapannya dengan erat, menghujaninya dengan kecupan yang memabukkan dan membawanya pergi.Cukup dengan menggenggam tangan saja sudah mewakili perasaannya yang begitu dipenuhi rasa rindu yang membuncah. Andai Zaara tahu apa yang Haikal rasakan saat tak bisa bertemu dengannya.Merasakan gelenyar aneh yang merambat melalui jemarinya yang digenggam dengan erat, Zaara berupaya menarik tangannya. Tak ingin merasakan perasaan yang terlalu jauh dan hanya akan membuatnya melambung tinggi lalu seketika terjatuh dengan rasa sakit patah hati.“Zaara, aku kangen. Kenapa kau tak pernah mengangkat telepon dariku?”Haikal berkata dengan suara parau.Haikal bukan melepas tangan Zaara tetapi malah menariknya hingga memangka
Brandon tak kehabisan akal, dia terus mengamati rumah Alfian dari jarak dekat. Dia bahkan menginap di sebuah hotel yang terletak tak jauh dari rumah tersebut untuk memantau keberadaan Alfian. Dia akan menanyakan langsung pada Alfian tentang Zaara Nadira.Sudah beberapa hari, setiap kali Brandon menanyakan Alfian pada ART yang bekerja di sana, katanya Alfian masih belum pulang dari perjalanan dinasnya. Tak ada satupun yang memberikannya alamat di mana Alfian pergi keluar kota.Sementara itu, Evelyn tengah menimang-nimang bagaimana caranya agar dia bisa membujuk Zaara Nadira agar bisa kembali pada keluarganya dan dia memperoleh imbalan atas usahanya. Haruskah dia menawarkan sesuatu yang bisa menguntungkan untuknya. Agak terasa sukar, terakhir kali saat dipertemukan dengan Zaara, Evelyn sudah terlanjur membuatnya sakit hati. Evelyn sanksi apa dia bisa membujuk Zaara untuk kembali pulang ke rumahnya.Evelyn melihat foundation dan concealer yang harganya selangit sudah nyaris habis. Dia t
Manusia bisa melawan apapun atau siapapun yang menentang keinginannya. Sayang, tak ada satupun yang bisa melawan takdir. Kuasa Tuhan di atas segalanya.Seperti hari ini, Elia tak henti-hentinya menangis di pundak Haikal meratapi Edi Mahardika yang terkapar di atas brankar rumah sakit karena terserang penyakit jantung. Sebelumnya kondisi Edi baik-baik saja tetapi tiba-tiba dia jatuh pingsan usai melakukan workout di ruang gym bersama teman-temannya.“Mom, sabarlah! Daddy sudah ditangani so kita hanya bisa pasrah dan berdoa. Para dokter sudah berupaya mengobati Daddy semampu mereka.”Haikal berusaha menenangkan sang ibu. Meskipun dia dan Elia mirip Tom and Jerry tetapi pada dasarnya mereka cukup dekat. Di balik sikap temperamen yang Haikal miliki, jauh dari lubuk hatinya dia sangat menyayangi sang ibu. Itulah alasan mengapa dia memilih tinggal bersama sang ibu ketimbang sang ayah.“Mom, minum dulu!”Haikal memapah Elia untuk menunggu di ruang tunggu, memberinya minum agar lebih tenang.