Zaara menghentikan langkahnya tetapi tidak berani menoleh ke belakang. Ray berlari menghampiri Zaara. Semenjak kejadian waktu setahun silam, untuk pertama kalinya Ray melihat Zaara. Meskipun dia selingkuh dan memilih kekasih barunya tetapi dalam hati kecilnya dia merasa masih ada rasa sayang yang tersisa, apalagi saat melihatnya. Zaara tentu lebih cantik daripada kekasihnya yang sekarang.“Zaara, apa kamu tidak mendengarku? Aku Ray, kekasihmu,”Ray mendekati Zaara dan hendak menarik ke dua tangannya untuk direngkuhnya. Namun Zaara segera menepisnya.Baik Zaara dan Ray tidak tahu jika di belakang mereka ada Haikal yang juga turun dari kendaraannya saat mendapati Zaara berjalan sendirian di trotoar yang sepi. Haikal berada di belakang Ray. Mereka baru saja melihat gedung baru milik PT Mahardika Mine Corp.Haikal ingin sekali menghampiri Zaara dan mengatakan padanya bahwa dia merindukannya. Namun sebisa mungkin dia menahannya sebab ada Ray bersamanya. Pertanyaannya adalah siapa Ray? Apa
Zaara merasa rikuh karena insiden singkat saat jatuh ke tubuh Haikal. Dia segera menetralkan perasaannya. Terlihat dia menarik nafas dalam sembari membetulkan pasminanya.“Maaf aku sibuk, Mas,”Zaara menjawab pertanyaan Haikal secukupnya. Sisi baik Zaara memperingatinya bahwa dia tak harus marah padanya sebab Haikal sendiri tidak pernah mengatakan rasa cinta padanya. Yang keliru dia terbawa perasaan karena perhatiannya yang dirasa berlebih. Kenapa dia harus marah.Zaara turun ke bahu jalan di mana bunga-bunganya berjatuhan. Dia celingukan dan mengayunkan tongkatnya untuk memungut bunga yang masih utuh.Astaga, keras kepala sekali. Apa dia ingin segera mati. Bunga sepertinya lebih berharga dari nyawanya.Haikal bergumam.Haikal turun ke jalan untuk membantu Zaara memungut bunga yang tercecer tanpa sepatah kata. Lalu dia menarik kasar keranjang dari tangan Zaara sebab merasa gemas melihat Zaara kesulitan melakukannya sendiri.Zaara terlihat memberengut. “Aku bisa lakukan sendiri,”“Dia
Wahai hati kondisikan! Aduh, kenapa jantungku berdebar kencang sekali…Zaara berusaha menetralkan perasaannya pada Haikal. Dia bahagia bisa bertemu dengannya tetapi kesal mengingat sikapnya.Dia berhasil meninggalkannya dengan bergegas pergi mengunjungi rumah neneknya Embun yang sebenarnya terletak tak jauh dari jalan setapak. Dia ingin berbagi rezeki yang diperoleh hari ini.“Assalamualaikum!” seru Zaara dengan mengetuk pintu berbahan mahoni tua yang sudah dimakan rayap.“Waalaikumsalam warahmatullah,” sahut seseorang dari dalam rumah. Seorang wanita berwarna rambut kinantan keluar menyambut kedatangan Zaara.“Enin bagaimana kabarmu?” tanya Zaara mendekati wanita itu dan berusaha meraih tangannya untuk dikecupnya.“Saya buka Enin, Neng. Saya Uwanya Embun, Uwa Nia.”“Oh, maaf, aku kira Enin.”Zaara salah tingkah. Pantas saja suaranya berbeda.“Tidak apa-apa,” katanya dengan tersenyum hangat. “Mari masuk!” “Oh ya aku Zaara temannya Embun, Uwa.”Zaara memperkenalkan diri pada Uwa Nia.
“Maaf mengganggu, sudah saatnya cairan infus Mbak Safira diganti,”Seorang perawat datang menyelamatkan Haikal dari situasi pelik di mana Safira mengajukan pertanyaan yang rumit padanya.Dengan cepat dan lihai perawat perempuan muda tersebut sudah selesai mengganti cairan infus.“Mbak, jika cairan infusan ini sudah habis boleh pulang,” serunya dengan tersenyum lebar pada Safira bergantian pada Haikal. “Permisi ya Mbak dan Mas!” Baik Safira maupun Haikal sama-sama diam, terjebak dalam pikiran masing-masing.“Syukurlah kamu sudah baikkan. Sekarang kamu relaks dan tak usah berpikir yang berat-berat. Aku sangat sibuk tapi aku akan pulang setelah memastikan kamu mau makan,” ucap Haikal bernada lembut. Sekeras-kerasnya sikap dirinya, hanya pada Safira dia bersikap lembut. Dan, lagi, pernyataan Haikal keluar dari topik pembicaraan. Safira hanya ingin membahas soal hubungan mereka.Safira tetap bungkam. Kini bahkan dia tidak merespon sama sekali. Hanya cairan hangat yang mengalir deras di k
***Terlihat seorang dokter keluar dari ruangan ICU dan langsung menghampiri Embun yang tengah duduk berdua bersama Zaara di kursi tunggu yang terletak kurang lebih lima meter dari ruangan tersebut.“Keluarga Bu Nurasiah?” tanya sang dokter pada Embun lalu mendelik ke arah Zaara sebentar.“Iya, Dok, bagaimana sekarang kabar nenek saya?” tanya Embun dipenuhi rasa ingin tahu yang tinggi.“Bu Nurasiah sudah sadar dan memanggil nama Embun,” ucap sang dokter dengan sumringah, merasa ikut bahagia melihat kondisi pasiennya yang membaik.“Alhamdulillah,” ucap Embun dan Zaara saling pandang. Bahkan, Embun menangis saking bahagia.“Saya Embun, cucunya …” ucap Embun dengan begitu antusias.“Sekarang Bu Nurasiah sudah sadar. Kami sedang melakukan observasi. Dia harus melakukan serangkaian pemeriksaan. Untuk saat ini dia akan dipindahkan ke ruang intensif. Silahkan selesaikan administrasi terlebih dahulu,” papar sang dokter dengan begitu tenang. “Baik, Dok,”Embun mengangguk. Yang terpenting bag
Zaara gegas pergi ke mushola untuk melaksanakan shalat ashar. Dia berucap syukur dan berdoa untuk kesembuhan Enin. Adapun Embun lebih dulu selesai shalat dan menunggui Enin.Saat Zaara memakai kembali sepatunya, dia nyaris jatuh tetiba Embun menghambur memeluknya dari belakang. Rupanya dia kembali ke mushola mencarinya.“Zaara makasih banget … ya Allah kamu sudah menolong Enin sampai bayarin biaya pengobatannya. Aku tak tahu harus berkata apa,” katanya dengan kegirangan sehingga orang yang melihat seperti tengah tertawa termasuk Haikal yang berada tak jauh dari sana.“Iya … iya …” sahut Zaara merenggangkan pelukannya sebab Zaara merasa pengap.“Maaf, aku saking bahagia …” seloroh Embun yang tak pandai menyembunyikan perasaan harunya.Beberapa detik Zaara tercenung dan baru sadar jika Embun seharusnya tidak berterima kasih padanya. Yang membayar biaya pengobatan Enin bukan dirinya tetap orang lain.“Embun … sebenarnya yang membayar--”Kata-kata Zaara terputus kala seseorang ikut masuk
Beberapa orang menoleh pada sumber suara tong sampah berbahan besi yang terpental hingga menghantam pilar dinding rumah sakit. Mereka terkejut dengan aksi gila Haikal Harun yang mengidap temperamen akut. Haidar yang berada di sana juga tak luput mendengar suara berisik tersebut. Dia berjengit kaget seraya menoleh pada sumber suara.“Mas Haidar, ada apa? Kok berisik banget sih …” seru Zaara dengan melangkahkan kakinya ke arah yang sama.Haidar menganga melihat sosok menjulang--yang tak lain sang kakak tercinta adalah tersangka utamanya. Dia penasaran apa yang sedang dilakukan oleh sang kakak hingga membuat rusuh di tempat yang tak seharusnya. Dia terlihat ditegur oleh pegawai rumah sakit karena insiden tersebut nyaris mencelakai pasien ataupun keluarga pasien yang berada di sekitar sana. Terlihat Haikal mangut-mangut meminta maaf antara merasa bersalah dan malu.“Mas … ada apa?” tanya Zaara lagi diliputi penasaran.“Orang gila ngamuk, Ra …” jawab Haidar dengan menahan tawa, melihat seo
Sudah larut malam Haikal tidak bisa memejamkan mata sehingga dia memutuskan untuk menonton film hollywood dalam sebuah ruangan khusus yang berbentuk movie theater versi mini yang terletak tak jauh dari kamarnya. Di tangannya ada popcorn rasa balado dan sebotol soda di atas meja kecil untuk menemaninya menikmati kisah gore yang sudah lama diincar.Pikirannya masih berkelana karena teringat ucapan Antonie yang mengatakan bahwa Haidar mungkin menyukai Zaara. Wajar saja, Antonie mengingatkan Haikal bahwa kedekatan mereka bisa disebabkan oleh passion yang sama. Zaara dan Haidar sama-sama seorang seniman.Pun, Antonie memperingati Haikal untuk waspada dengan tingkah adiknya yang memang memiliki kepribadian yang hangat dan seringkali digilai para wanita. Dia juga romantis dan lembut. Sangat jauh dengan kepribadian Haikal yang dingin dan kaku. Perlakuan yang manis tersebut bisa menarik simpati gadis manapun termasuk Zaara.Argh,Sesekali Haikal mengerang kesal karena telah meminta pendapat An
Kediamaan Harun malam ini begitu indah, dihiasi bebungaan berwarna warni dan lampu-lampu kristal yang menggantung indah. Halaman rumah yang begitu luas tersebut telah disulap menjadi sebuah venue pernikahan garden party yang hangat dan romantis.Malam ini akan diadakan malam di mana seorang pria dan wanita akan melepas masa lajangnya dengan mengadakan walimah dan dihadiri oleh keluarga inti dan kerabat terdekat.Acara walimah aqad ijab qabul akan diadakan di sebuah pelaminan yang hanya dihadiri oleh calon mempelai pria, wali, saksi dan penghulu. Pengantin wanita menunggu di ruangan terpisah. Zaara kini terlihat cantik dengan penampilan pengantin ala Sunda, mengenakan kebaya berwarna putih tulang dan tetap memakai kerudung yang dipadupadankan dengan hiasan siger di kepalanya. Dia terlihat sangat cantik dan berbeda setelah dirias oleh seorang MUA profesional.Namun Zaara bersedih saat yang sama. Ada banyak kesedihan yang dia rasakan malam ini. Pertama dia sedih karena harus menikah den
Suatu malam yang hening, Zaara tengah duduk di taman depan rumahnya. Dia tengah termenung menikmati hembusan angin malam yang menerpa wajahnya.Harum semerbak anggrek bulan yang tengah mekar menyapa indera penciumannya. Zaara merasa tenang saat menghidunya.Namun ada aroma parfum yang dia kenal familiar tiba-tiba muncul. Hanya satu orang yang dia tahu suka memakai parfum mahal dan mewah berasal dari Paris tersebut, parfum beraroma woody floral musk. Seketika Zaara berdiri dan berusaha mencari sang pemilik aroma tersebut.Mata Zaara berembun tatkala kakinya dengan begitu saja melangkah menghampiri pemuda yang begitu dia rindukan. Namun sosok pemuda yang berdiri di hadapannya memilih melangkah mundur, menghindari Zaara hingga membuat Zaara terlihat sedih dan kecewa.“Mas Haikal, kau kah itu?”Zaara spontan menyebutkan nama sang empunya aroma yang familier tersebut. Pria yang Zaara dekati memilih diam dengan pikiran yang gelisah.“Mas Haikal kenapa diam? Kenapa Mas selalu mempermainkan h
“Di mana Safira?” pekik Haikal ketika kakinya menginjak lantai sebuah apartemen. Kini Safira berada di apartemen miliknya karena lokasinya dekat dengan lokasi shooting di mana dia bekerja. Saat ini Safira Nasution memperoleh tawaran dari salah satu perusahaan advertising untuk menjadi model iklan kosmetik kecantikan.Kean yang merupakan pengawal pribadi Safira langsung menghadang jalan Haikal. Kebetulan Kean saat itu berada di luar pintu apartemen.Kean ditugasi Safira untuk berjaga di depan pintu masuk karena sang nona muda tak ingin diganggu. Dia ingin istirahat sejenak karena letih begadang beberapa hari setelah melakukan shooting.“Nona Safir tak bisa diganggu! Beliau sedang istirahat.”Kean menjawab dengan nada tegas, berharap Haikal akan segera pergi dari sana dan tak mencari gara-gara lagi dengannya. Seingat Kean, Haikal terakhir kali menghajarnya bertubi-tubi.“Aku harus bertemu dengannya sekarang! Minggir kau!” titah Haikal dengan menaikkan suaranya beberapa oktaf. Haikal mem
“Kau habis dari mana?” tanya Elia berkacak pinggang saat menyambut kedatangan Haikal malam itu. Sepulang mengantar Zaara ke klinik Haikal memutuskan pulang ke kediaman sang ibu karena ada hal yang harus dibicarakan dengannya. Haikal akan mengabari tentang batalnya pernikahan di antara dirinya dan Safira sehingga ibunya tidak akan mempermasalahkannya lagi. Namun tentu Haikal tidak akan langsung mengabari malam itu karena dirinya sudah cukup letih. Dia baru akan mengabari sang ibu keesokan harinya.Siapa sangka, Elia terbangun saat mendengar suara deru mesin mobil Haikal. Melihat kedatangan putranya tersebut, Elia keluar dari kamarnya dengan mengenakan piyama tidur berbentuk kimono, menghampiri Haikal yang baru saja masuk dengan wajah letih dan pakaian yang berantakan.“Belum tidur Mom?”Haikal hanya menimpali sang ibu dengan begitu santai. Dia berjalan melewatinya menuju kamarnya. “Aku mau istirahat Mom! Besok kita bicara. Aku letih.” Haikal memijit pelipisnya.“Tunggu, kita bicara sek
Tenggorokan Zaara terasa terbakar setelah dipaksa minum minuman cairan berwarna merah oleh pria tua bangka berperut buncit. Entah minuman apa yang diberikan olehnya. Tubuhnya terasa panas dan dia ingin sekali melepas pakaiannya saking merasa kepanasan. Namun dia berusaha menahan diri untuk tetap menjaga kewarasannya. Zaara sama sekali tak memahami reaksi tubuhnya. Dia sampai mengepalkan jemari tangannya pada lantai agar efek tersebut hilang.Pria itu hanya tersenyum miring melihat Zaara terlihat gelisah dan kepanasan. Saat Zaara akan melompat dari balkon, pria itu segera menyeret Zaara masuk ke dalam kamar tersebut setelah memaksanya minum.“Argh, apa ini? Kenapa dengan tubuhku. Panas sekali. Aku tak tahan. Aku harus mengguyur tubuhku dengan air dingin.”Zaara bergumam tak karuan. Namun karena pria tua masih berdiri di hadapannya, Zaara menahan diri untuk tidak melewatinya. Pria itu berdiri tepat di depan Zaara yang duduk bersimpuh dengan kondisi memprihatinkan.Pria tua mengambil pon
Karena menghindari pengendara yang ugal-ugalan Haikal justru membanting stir dan dia nyaris menabrak seorang pria tua dengan rambut yang sudah memutih tengah berjalan kaki di sisi jalan. Saat itu dia sedang dalam perjalanan menuju istal kuda milik keluarganya. Untuk menghilangkan rasa penat karena begitu banyak beban yang menghimpit pikirannya dia berencana akan berkuda.Pria tua itu baru saja keluar dari pintu parkiran area rumah sakit. Akhirnya dia jatuh bersimpuh karena kaget. Lututnya terbentur jalan beraspal. Pasti terasa sakit sekali apalagi usianya sudah tak lagi muda.Haikal pun segera menepikan kendaraan beroda empatnya ke tepi jalan dan segera turun untuk menghampiri pria itu. Dia harus memastikan jika pria tua itu baik-baik saja. Jika terjadi apa-apa dengannya maka dia akan bertanggung jawab untuk mengobatinya. Seperti itulah yang seharusnya Haikal lakukan.“Pak, maafkan saya. Bapak tidak apa-apa?” tanya Haikal dengan ke dua tangan berusaha merengkuhnya, membantu bapak tadi
“Mas,”Haikal terbangun dari tidurnya. Dia bangun kesiangan karena semalam baru bisa tidur pukul tiga pagi. Namun saat terbangun dia hanya mendengar suara Zaara yang memanggilnya. Mungkin alam bawah sadarnya terus menerus mengingatnya. Haikal turun dari ranjang dan langsung berjalan menuju wastafel untuk mencuci wajahnya. Dia menatap pantulan wajahnya yang terlihat kusam karena menangis, mata yang sembab dan ada lingkaran hitam di bawah matanya. Seorang pria baru pertama kalinya menangis ketika dia merasa patah hati. Itulah yang Haikal rasakan saat ini.Haikal telah melewatkan sarapannya dan harus segera pergi ke kantor. Dia mandi dan bersiap-siap pergi ke kantor pagi itu.Dengan memakai seragam khas eksekutif muda, Haikal berjalan menaiki lift menuju tempat parkir apartemen miliknya. Tak lupa kacamata hitam bertengger di hidungnya yang bangir. Dia mengendarai mobilnya membelah jalanan padat merayap kota hujan dengan keheningan, tanpa musik yang selalu mengiringi perjalanannya. Biasa
Di hadapan Brandon, Alfian duduk tegak dan menatapnya dengan serius. Alfian membawa sebuah foto Zaara Nadira dan seorang pria tua bermata sipit dengan rambut yang sudah memutih. Alfian sengaja mencetak ke dua foto tersebut demi untuk mengembalikan ingatan Brandon.“Apa kau mengingat ini siapa? Dari kemarin kau menyebutkan nama Zaara Nadira. Nah, ini fotonya! Zaara Nadira keponakan saya.”Alfian menjelaskan pada Brandon dengan begitu serius. Jika Brandon sampai hilang ingatan dan masih mengingat Zaara pertanda bahwa Brandon tidak berbohong dan menipunya mengaku sebagai orang suruhan Hantoro.Brandon duduk dengan bersandar pada bantal dan menatap foto tersebut dengan seksama. Brandon menyebut nama Zaara Nadira berulangkali pasti sebelumnya dia mengenalnya. Semakin mencoba mengingat semakin kepalanya begitu berat sekali.Brandon memegangi kepalanya dengan perasaan frustrasi. Dia tak bisa mengingat siapakah gadis bernama Zaara Nadira itu. Dia hanya mengenal namanya saja. Selebihnya tidak
Pagi itu Alfian menjenguk Brandon di rumah sakit karena merasa iba padanya. Setelah Alfian pikir mungkin Brandon memang bukan seorang penipu. Setelah memperoleh informasi dari aparat kepolisian yang melakukan penyelidikian dan penyidikan di tempat kejadian perkara di mana Brandon mengalami kecelakaan naas tersebut, telah ditemukan bahwa seseorang telah berusaha mencelakai Brandon dengan menyabotase kendaraannya seolah hanya kecelakan murni biasa, padahal kecelakaan yang sudah disusun skenarionya terlebih dahulu.Seseorang yang mampu melakukan pekerjaan yang mulus tersebut hanya bisa dilakukan oleh orang berpengaruh dan tak tersentuh.Terlepas dari itu semua, naluri Alfian tergugah ingin mengetahui kondisi pria yang berusia seumuran dengannya tersebut apakah sudah membaik atau belum.Alfian berjalan di lorong rumah sakit menuju ruang rawat inap di mana Brandon berada. Saat ini kartu identitasnya masih bermasalah. Namun pihak kepolisian tengah mengurusnya di kedutaan. Kondisinya cukup m